Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177011 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ribka Erdiana
"Penelitian terhadap Hibiscus rosa-sinensis variasi crested peach pada musim kemarau dan hujan menemukan plastisitas fenotipe, kemampuan genotipe untuk menunjukkan fenotipe yang berbeda berdasarkan lingkungannya. Plastisitas fenotipe tersebut menyebabkan karakter bunga menyerupai bunga single atau double dilihat dari perubahan stamen menjadi petal serta morfologi dan anatomi ovarium. Perubahan tersebut diduga disebabkan oleh perubahan ekspresi gen homeotik MADS-box, tepatnya gen AGAMOUS. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh lingkungan terhadap plastisitas fenotipe serta hubungan antara plastisitas fenotipe dan ekspresi gen AGAMOUS pada bunga tersebut. Pencatatan suhu udara dan tanah, kelembapan udara dan tanah, pH tanah, dan intensitas cahaya serta morfologi bunga dan ovarium dilakukan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Isolasi DNA dan PCR dilakukan untuk menemukan primer optimal dalam amplifikasi gen AGAMOUS. Isolasi RNA dan RT-PCR dilakukan untuk menemukan primer yang menempel pada ekson. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi suhu udara, kelembapan udara, dan curah hujan mempengaruhi plastisitas fenotipe bunga, berdasarkan data morfologi dan data ovarium. Amplifikasi DNA dengan primer A1, C6, dan C7 masing-masing menghasilkan satu pita dengan panjang 300 bp, 200 bp, dan 300 bp. Primer D3 menghasilkan pola pita yang unik; bunga single memiliki pita dengan panjang 550 bp dan 450 bp, sedangkan crested dan double memiliki pita tambahan dengan panjang 300 bp. Amplifikasi cDNA dengan sembilan primer yang diuji tidak menghasilkan pita yang terdeteksi. Pola pita primer D3 diduga merupakan gene duplication atau copy number variation pada gen AGAMOUS yang mungkin belum diekspresikan tetapi ada sebagai salah satu cara tumbuhan bertahan hidup di tengah perubahan iklim.

Research on Hibiscus rosa-sinensis crested peach found that changes of stamen into additional petal and ovary morphology and anatomy cause flowers to resemble single or double flowers, depending on the season. Such organ changes are assumed to be caused by MADS-box homeotic gene expression changes, specifically the AGAMOUS gene. Therefore, research was done to analyze the effects of the environment on phenotypic plasticity and analyze the relationship between phenotypic plasticity and AGAMOUS gene expression. The study was conducted by observing and linking air and soil temperature, air and soil humidity, soil pH, and light intensity with flower and ovary morphology every Monday, Wednesday, and Friday. DNA isolation and PCR were conducted to find optimal primers for amplifying AGAMOUS gene. RNA isolation and RT-PCR were conducted to find primers that attach to exons. Results found that a combination of air temperature, air humidity, and rainfall affects the phenotypic plasticity, as seen from the variations of flower and ovary morphology that occurred. DNA amplification with primers A1, C6, and C7 produced one band with a length of 300 bp, 200 bp, and 300 bp, respectively. Primer D3 produced a unique banding pattern; single flowers have bands with lengths of 550 bp and 450 bp, while crested and double flowers have an additional band with a length of 300 bp. cDNA amplification with nine primers tested did not produce detectable bands. The difference in the banding pattern produced by primer D3 is suspected to be a gene duplication or copy number variation in the AGAMOUS gene that may not have been expressed but exists as one way for plants to survive amidst climate change."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Rostina
"Bunga Hibiscus rosa-sinensis L. variasi crested peach dan double orange berbeda dari variasi single pink karena memiliki petal tambahan petaloid . Struktur petaloid tersebut diduga berasal dari modifikasi organ reproduktif bunga homeosis . Peristiwa homeosis yang terjadi dihipotesiskan karena gen kelas C AGAMOUS yang berperan dalam pembentukan androecium dan gynoecium tidak terekspresi. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ekspresi gen AGAMOUS secara kualitatif pada bunga single pink, crested peach, dan double orange. Analisis ekspresi gen AGAMOUS dilakukan dengan cara mengisolasi RNA dari androecium dan gynoecium ketiga variasi bunga menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi. Sampel RNA diubah menjadi cDNA menggunakan reverse transcriptase, yang selanjutnya diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer AG1 dan AG2. Produk PCR AG1 menghasilkan variasi pita dengan ukuran 100, 200, dan 300 bp, sedangkan hasil PCR AG2 menghasilkan pita yang berukuran 200 bp. Hasil analisis sekuensing terhadap produk PCR primer AG1 dan AG2 menunjukkan gen AGAMOUS terekspresi pada semua sampel. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa perubahan struktur organ reproduktif bunga tidak disebabkan oleh hilangnya ekspresi gen AGAMOUS, sehingga perlu dilakukan analisis ekspresi gen AGAMOUS beserta interaksinya dengan gen lain.

Hibiscus rosa sinensis L. crested peach and double orange types are different from single pink type in terms of their additional petals petaloid . The petaloid structure is thought to have originated from reproductive organs modification homeosis . AGAMOUS is class C gene that plays role in androecium and gynoecium formation. Loss of AGAMOUS gene expression is assumed to cause modifications occur in reproductive organs. Therefore, this study aims to determine the qualitative expression of AGAMOUS gene on single pink, crested peach, and double orange flowers. Analysis of AGAMOUS gene expression was done by isolating RNA from their androecium and gynoecium using the modified CTAB method. The RNA sample was converted to cDNA using reverse transcriptase, before further amplified by PCR technique using AG1 and AG2 primers. The AG1 PCR product produces bands of 100, 200, and 300 bp, while the PCR AG2 produces single band of 200 bp. The analysis of sequencing results showed that AGAMOUS gene expressed in all samples. Therefore, petaloids presents in crested peach and double orange flowers are not caused by loss of AGAMOUS gene expression. The homeosis occurred should be analyzed not only based on AGAMOUS gene expression, but also should include other gene and their interactions. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudisthira Oktaviandie
"Penelitian mengenai tingkat ekspresi gen identitas bunga (SEPALLATA) dilakukan pada tiga bagian Hibiscus rosa-sinensis l., yaitu daun, epicalyx, dan kelopak bunga. Penelitian bertujuan untuk mengetahui ekpresi gen SEPALLATA pada epicalyx. Analisis tingkat ekspresi dilakukan secara kualitatif dengan metode two-steps RT-PCR dan divisualisasikan menggunakan elektroforesis agarosa. Metode modified-CTAB digunakan untuk isolasi RNA H. rosa-sinensis dan dilanjutkan dengan pemberian perlakuan DNase untuk menghilangkan gDNA yang masih tersisa. Selanjutnya, RNA diubah menjadi cDNA dengan metode Reverse Transcription dan diamplifikasi dengan metode PCR menggunakan primer spesifik. Hasil penelitian menunjukkan adanya hasil amplifikasi SEPALLATA pada epicalyx menggunakan primer GH7SEP1, namun tidak pada epicalyx menggunakan primer GH1SEP1. Konfirmasi menggunakan primer GH7SEP1 forward dan GH1SEP1 reverse tidak menunjukkan adanya hasil amplifikasi. Hasil sekuensing menunjukkan bahwa hasil amplifikasi yang didapatkan menggunakan baik primer GH1SEP1 maupun GH7SEP1 diduga kuat teramplifikasi dari gen SEPALLATA.

Research on floral-identity gene (SEPALLATA) expression level has been done in three parts of Hibiscus rosa-sinensis; they are leaves, epicalyx and calyx. This research was conducted to observe expression of the SEPALLATA gene in epicalyx. The expression level analysis was done qualitatively by the two-steps RT-PCR and visualized using agarose electrophoresis. Hibiscus rosa-sinensis RNA was isolated using the modified-CTAB method and continued by DNase-treatment to eliminate gDNA in mixture. Furthermore, RNA was used to make cDNA using the Reverse Transcription method and amplified using the PCR method by specific primers. The result showed the presence of SEPALLATA amplification in epicalyx using GH7SEP1 primer, yet not on epicalyx using GHSEP1 primer. Confirmation using GH7SEP1 forward primer and GH1SEP1 reverse primer did not show any amplification. Sequencing and alignment results suggested that amplifications using GH1SEP1 or GH7SEP1 were allegedly, of which amplified from SEPALLATA gene."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saifudin
"Penelitian dilakukan untuk mengetahui variasi bunga Hibiscus rosa-sinensis L. bentuk crested di alam, serta hubungannya dengan ekspresi gen MADS-box. Sebanyak 200 sampel bunga crested diamati secara morfologi melalui pengukuran panjang staminal column, perhitungan perhiasan bunga, dan pengamatan visual permukaan luar ovarium. Sebanyak 137 sampel bunga crested diamati secara anatomi melalui pengamatan visual struktur internal ovarium. Hasil pengamatan morfologi dan anatomi menunjukkan tingginya variasi bunga H. rosa-sinensis bentuk crested. Salah satu karakter yang menentukan tingginya variasi bunga crested di alam adalah keberadaan petal tambahan yang diduga tumbuh di lokasi keberadaan stamen dan petal akibat gejala homeosis. Homeosis pada bunga crested diduga karena tidak terekspresikannya gen C yang merupakan salah satu kelas dari gen MADS-box. Untuk membuktikan dugaan tersebut, dilakukan pengamatan molekular melalui analisis gen MADS-box yang berperan dalam proses pembungaan. Dari kelima kelas gen MADS-box yang diamati, hanya gen C yang berhasil diamplifikasi. Hasil menunjukkan bahwa gen C terekspresi di semua bagian bunga crested. Berdasarkan hasil tersebut, homeosis pada bunga crested bukan disebabkan karena tidak terekpresikannya gen C. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat ekspresi tiap kelas gen MADS-box terhadap variasi bunga crested di alam.

The aim of this study is to know the variation of Hibiscus rosa-sinensis L. crested flower in nature, and to know its correlation against MADS-box gene expression. The study was conducted through morphological, anatomical, and molecular observation. Morphological sections were carried out on 200 samples of flowers by measuring the length of staminal column, counting the number of perianthium, and observing the external structure of ovaries. Anatomical sections were carried out on 137 samples of flowers by observing the internal structure of ovaries. The results showed that H. rosa-sinensis crested flower has a high variety in the shape of flower. Two main parts of crested flower that effecting its variety in nature are staminodium petaloid and stamen-petal intermediate that lied in the position of stamen and petal. This phenomenon is assumed as homeotic due to the absence of C gene expression that belong to MADS-box gene family. Based on molecular observation, AGAMOUS gene (MADS-box class C) expressed in all of crested flower parts, including staminodium petaloid and stamen-petal intermediate. This results is on contradiction with the assumption that homeosis in H. rosa-sinensis caused by the absence of gene C. Further research is needed to know the expression of others MADS-box class genes expression, including their level of expression in each parts of crested flower."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia Rebecca Adventa
"Latar Belakang: Status kebersihan rongga mulut yang buruk ditandai dengan biofilm dalam jumlah banyak. Biofilm terbentuk dari perlekatan bakteri ke permukaan padat dan dengan bakteri lain. Bakteri later colonizers patogen periodontitis di biofilm seperti Treponema denticola bergantung pada early colonizers seperti Veillonella parvula. Protein VtaA dan Msp berperan dalam fungsi perlekatan Veillonella parvula dan Treponema denticola. Akumulasi biofilm dapat menyebabkan periodontitis. Akan tetapi periodontitis tidak umum dibahas pada anak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan jumlah Veillonella parvula dan Treponema denticola, serta ekspresi gen VtaA dan Msp spesifik tiap bakteri dari saliva anak terhadap status rongga mulut. Metode: Penelitian ini menggunakan 40 sampel saliva anak yang dikelompokkan berdasarkan kategori OHI-S. Ekstraksi RNA untuk analisis ekspresi gen dan DNA untuk jumlah bakteri target dari sampel menggunakan GeneZol Kit. Konversi RNA menjadi cDNA menggunakan SensiFast cDNA Kit. Ekstrak DNA dan cDNA diuji dengan Real-time PCR. Analisis jumlah bakteri menggunakan kuantifikasi absolut dan tingkat ekspresi gen menggunakan kuantifikasi relatif. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah kedua bakteri maupun tingkat kedua ekspresi gen di antara kategori OHI-S. Jumlah Veillonella parvula cenderung menurun dan Treponema denticola cenderung meningkat seiring memburuknya skor OHI-S. Kesimpulan: Deteksi peningkatan jumlah Veillonella parvula tidak dapat menjadi bioindikator inisiasi penyakit periodontal. Ekspresi gen VtaA dan Msp tidak dapat digunakan sebagai bioindikator pembentukan biofilm dalam jumlah tinggi.

Backgrounds: Poor oral hygiene status is marked by large amount of biofilms. Biofilms are made from bacterial adhesion to solid surfaces and to other bacteria. Later colonizers periodontitis pathogenic bacteria in biofilms like Treponema denticola, depend on early colonizers such as Veillonella parvula. VtaA and Msp are proteins that function in adhesion of Veillonella parvula and Treponema denticola. Biofilms accumulation can cause periodontitis. However, periodontitis is not a common discussion on children. Objectives: This research aims to analyze the correlation between the quantity of Veillonella parvula and Treponema denticola, also VtaA and Msp gene expression with oral status from children’s saliva. Methods: This study uses 40 samples of children’s saliva which has been grouped according to OHI-S category. RNA extraction to analyze gene expression and DNA extraction to quantify target bacteria from samples using GeneZol Kit. RNA conversion to cDNA uses SensiFast cDNA Kit. DNA extract and cDNA are tested using Real-time PCR Analysis of bacteria quantity with absolute quantification dan gene expression levels with relative quantification. Results: There is no significant difference between target bacteria quantity also gene expression levels between the OHI-S categories. Veillonella parvula’s quantity tends to decrease and Treponema denticola tends to increase as OHI-S scores worsens. Conclusions: Detection of increasing quantity of Veillonella parvula cannot be used as a bioindicator of periodontal disease initiation. VtaA and Msp gene expression cannot be used as a bioindicator of high rates of biofilm’s formation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachellina Noor Al Maghfira
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan gangguan reproduksi yang disebabkan oleh berbagai faktor endokrin dan metabolisme. Penderita SOPK merupakan wanita usia reproduktif (8—10%) disertai dengan kondisi obesitas (50—80%; IMT≥25). Meski etiologi SOPK belum sepenuhnya diketahui, namun kelainan endokrin seperti abnormalitas rasio kadar LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormone) merupakan penyebab utama terjadinya SOPK. Gen KISS1, TAC3, dan PDYN, diketahui dapat memengaruhi pulsatilitas GnRH (gonadotropin releasing hormone) yang meregulasi sekresi LH dan FSH. Gangguan ekspresi pada ketiga gen ini akan menyebabkan gangguan pada sistem endokrin yang mengarah pada SOPK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi mRNA gen KISS1, TAC3, dan PDYN pada wanita SOPK dan non-SOPK dengan obesitas dan non-obesitas. Penelitian dilakukan pada masing-masing 10 sampel darah perifer yang dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu non-SOPK non-obesitas, SOPK non-obesitas, non-SOPK obesitas, dan SOPK obesitas. Ekspresi mRNA dianalisis menggunakan teknik quantitative real time PCR (qPCR) dan dikuantifikasi secara relatif menggunakan metode Livak. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi mRNA gen KISS1 dan TAC3 ditemukan lebih tinggi pada wanita SOPK dibandingkan wanita non-SOPK dengan obesitas maupun non-obesitas, sedangkan ekspresi mRNA gen PDYN lebih rendah pada wanita SOPK dibandingkan wanita non-SOPK dengan obesitas maupun non-obesitas. Namun, berdasarkan hasil uji statistik, tidak seluruh pasangan kelompok memiliki perbedaan ekspresi yang signifikan. Meski begitu, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi mRNA gen KISS1, TAC3, dan PDYN pada darah perifer terkait dengan SOPK dan obesitas.

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a reproductive disorder caused by complex endocrine and metabolic factors. This syndrome occurs in reproductive age women (8—10%) with obesity (50—80%; BMI≥25). Although its etiology is not fully understood, endocrine disorders such as ratio abnormality of LH (luteinizing hormone) and FSH (follicle stimulating hormone) is the main causes of PCOS. KISS1, TAC3, and PDYN gene expression are known to affect the pulsatility of GnRH (gonadotropin releasing hormone) which regulates LH and FSH secretion. Abnormality of these gene expressions will cause endocrine disruption that leads to PCOS. This study aimed to determine KISS1, TAC3, and PDYN mRNA gene expression levels in PCOS and non-PCOS with obese and non-obese women. The study was conducted on each of 10 peripheral blood samples divided into four group, non-PCOS non-obese, non-PCOS obese, PCOS non-obese, and PCOS obese. The mRNA expression was analyzed using quantitative real time PCR (qPCR) with Livak relative quantification method. This study found that both KISS1 and TAC3 mRNA gene expressions were higher in PCOS than non-PCOS in both obese and non-obese women, while PDYN mRNA gene expression was lower in PCOS than non-PCOS in both obese and non-obese women. However, not all pair of groups had statistically significant differences. Nevertheless, the result of this study suggests that KISS1, TAC3, and PDYN mRNA gene expressions in peripheral blood are related with PCOS and obesity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awatif Al Makiyah
"Ekspresi gen sintentik gag HIV-1 subtipe CRF01_AE dalam E. coli BL21 dan E. coli BL21-CP telah dilakukan. Gen gag merupakan salah satu gen pada HIV-1 yang tidak mengalami mutasi secara signifikan sehingga gen tersebut dapat digunakan untuk pengembangan vaksin yang dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang. Pengembangan vaksin HIV membutuhkan protein Gag untuk digunakan sebagai antigen yang mampu merespon pembentukan antibodi pada hewan uji coba. Protein Gag didapatkan dengan cara melakukan ekspresi gen gag yang telah diklon ke dalam vektor ekspresi pQE-81L, dan ditransformasi ke dalam bakteri E. coli BL21 dan E. coli BL21-CP. Ekspresi dilakukan dengan tiga faktor optimasi yaitu, suhu, konsentrasi isopropyl-β-D-thiogalactopyranoside (IPTG) dan waktu ekspresi setelah induksi dilakukan. Analisis hasil ekspresi dilakukan dengan SDS-PAGE dan menunjukkan tidak ada protein Gag yang dihasilkan pada semua keadaan optimasi yang dilakukan. Kegagalan ekspresi gen gag pada E. coli BL21 dan E. coli BL21-CP disebabkan oleh peristiwa kodon bias, dan pemilihan sel inang ekspresi yang kurang tepat.

Expression of gag gene on HIV-1 subtype CRF01_AE in E. coli BL21 and E. coli BL21-CP had been conducted. Gag gene on HIV-1 is one of the genes that can?t be significantly mutated, so it can be utilized for long term vaccines development. HIV vaccine development requires Gag protein as antigen in order to response antibody formation in animal experiment. Gag protein was obtained by gag gene expression that had been cloned into expression vector pQE-81L and transformed into E. coli BL21 and E. coli BL21-CP. Expression of the gag gene as optimized by temperature, isopropyl-β-D-thiogalactopyranoside (IPTG) concentration, and expression time after IPTG induction. The expression was analyzed by SDS-PAGE and it showed no protein produced in all optimization conditions. The failure of gag gene expression in E. coli BL21 and E. coli BL21-CP caused by codon ray and inappropriate host cell."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44903
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanty Tasya Octaviane
"Teknologi DNA microarray menghasilkan data ekspresi gen yang dapat digunakan untuk membantu berbagai pemecahan masalah dalam dunia kesehatan. Data ekspresi gen merupakan matriks berukuran besar berisi gen dan kondisi eksperimental yang tak jarang mengandung missing values dan outlier. Data yang mengandung missing values dapat mengganggu dan membatasi analisis. Untuk mengatasinya, metode komputasi dinilai layak untuk imputasi missing values pada data ekspresi gen sebelum dilakukan analisis lanjutan, terlebih untuk data yang memiliki outlier. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan metode imputasi missing values NCBI-LPCM untuk mengatasi permasalahan missing values pada data ekspresi gen yang memiliki outlier. Metode NCBI-LPCM menggunakan ukuran korelasi LPCM yang dapat menangani keberadaan outlier untuk pembentukan bicluster dan imputasi least square yang merupakan metode imputasi dengan pendekatan lokal. LPCM mengidentifikasi gen-gen yang memiliki pola korelasi similar sehingga menjadi informasi lokal untuk dasar imputasi. Metode ini diterapkan pada data ekspresi gen pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada missing rate 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35%. Berdasarkan RMSE dan korelasi Pearson, metode NCBI-LPCM lebih baik jika dibandingkan dengan NCBI-SSSim yang juga dapat menangani keberadaan outlier.

DNA microarray technology produces gene expression data that can be used to help solve various problems in healthcare. Gene expression data is a large matrix of genes and experimental conditions that often contains missing values and outliers. Data containing missing values can interfere with and limit analyses. To overcome this, computational methods are considered feasible for imputing missing values in gene expression data before further analysis is carried out, especially for data that has outliers. Therefore, in this study, the NCBI-LPCM missing values imputation method was used to overcome the problem of missing values in gene expression data with outliers. The NCBI-LPCM method uses the LPCM correlation measure which can handle the presence of outliers for bicluster formation and least square imputation which is an imputation method with a local approach. LPCM identifies genes that have similar correlation patterns so that they become local information for the basis of imputation. This method was applied to gene expression data of Acute Lymphoblastic Leukaemia patients at missing rates of 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, and 35%. Based on RMSE and Pearson correlation, the NCBI- LPCM method is better than NCBI-SSSim which can also handle the presence of outliers."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Celinna
"Kemampuan menghadapi cekaman abiotik, termasuk radiasi UV-B menentukan kemampuan kolonisasi tumbuhan invasif Synedrella nodiflora (L.) Gaertn. yang tumbuh di tempat ternaung dan terbuka. Synedrella nodiflora diduga toleran terhadap intensitas UV-B yang relatif tinggi. Peningkatan ekspresi gen-gen penyandi Heat Shock Protein 70 (Hsp70) merupakan salah satu respons pertahanan tumbuhan terhadap cekaman UV-B. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan tingkat ekspresi gen penyandi Hsp70 di sitoplasma, mitokondria, dan plastida (Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2) pada daun Synedrella nodiflora terhadap kondisi lingkungan dengan intensitas radiasi UV-B yang berbeda. Penelitian dan pengukuran faktor lingkungan dilakukan di area kampus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok. Real-time PCR digunakan untuk kuantifikasi cDNA Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2. Kuantitas cDNA tiap gen dinormalisasi terhadap gen TUB sebagai reference gene. Tingkat ekspresi gen relatif dianalisis dengan metode Pfaffl. Lokasi kontrol, ternaung, dan terbuka secara berturut-turut memiliki rerata intensitas radiasi UV-B sebesar 18,4 ± 0,1, 44,1 ± 0,6, dan 260,1 ± 78,3 mW/m2. Daun S. nodiflora dari lokasi ternaung memiliki tingkat ekspresi gen Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2 yang meningkat 85,54; 2,41; dan 30,58 kali relatif terhadap TUB. Daun dari lokasi terbuka memiliki tingkat ekspresi gen Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2 yang meningkat 2,01, 9,46, dan 2,50 kali relatif terhadap TUB. Tingkat ekspresi Hsp70 dan cpHsc70-2 relatif lebih tinggi pada daun yang dikoleksi dari lokasi ternaung, sedangkan mtHsc70-1 relatif lebih rendah. Sebaliknya, tingkat ekspresi Hsp70 dan cpHsc70-2 relatif lebih rendah padadaun yang dikoleksi dari lokasi terbuka, sedangkan mtHsc70-1 relatif lebih tinggi. Synedrella nodiflora di lokasi terbuka diduga telah teraklimatisasi terhadap kondisi lingkungan dengan suhu, intensitas cahaya, dan intensitas UV-B yang relatif lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan S. nodiflora di lokasi terbuka mengalami peningkatan suhu, intensitas cahaya, dan intensitas UV-B minimum yang dibutuhkan untuk menginduksi peningkatan ekspresi gen Hsp70 dan cpHsc70-2. Gen Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2 memiliki pola ekspresi yang berbeda pada kondisi lingkungan tumbuh Synedrella nodiflora, baik kondisi ternaung maupun terbuka (intensitas radiasi UV-B yang berbeda). Tingkat ekspresi Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2 diduga juga dipengaruhi oleh faktor lain, di antaranya suhu dan intensitas cahaya.

The ability to deal with abiotic stresses, including UV-B radiation determines the colonizing ability of an invasive plant species, Synedrella nodiflora (L.) Gaertn. that grows in shaded and open places. Synedrella nodiflora may possibly tolerant to relatively high UV-B intensity. Increased expression levels of genes encoding Heat Shock Protein 70 (Hsp70) are one of the plant defense responses against UV-B stress. Therefore, the study aimed was to compare expression levels of genes encoding cytosolic, mitochondrial, and plastid Hsp70 (Hsp70, mtHsc70-1, and cpHsc70-2) in Synedrella nodiflora leaves against environmental conditions with different UV-B radiation intensities. Research and measurement of environmental factors were carried out in Faculty of Mathematics and Natural Sciences campus area, Universitas Indonesia, Depok. Real-time PCR was used to quantify Hsp70, mtHsc70-1, and cpHsc70-2 cDNA. cDNA quantity of each gene was normalized to TUB gene as reference gene. Relative gene expression levels were analyzed using Pfaffl method. Average UV-B intensity radiation in control, shaded, and open locations were 18,4 ± 0,1, 44,1 ± 0,6, and 260,1 ± 78,3 mW/m2, respectively. Synedrella nodiflora leaves from shaded location had Hsp70, mtHsc70-1, and cpHsc70-2 expression levels that increased 85,54; 2,41; and 30,58-fold relative to TUB. Leaves from open location had Hsp70, mtHsc70-1, and cpHsc70-2 expression levels that increased 2,01, 9,46, dan 2,50-fold relative to TUB. Expression levels of Hsp70 dan cpHsc70-2 were relatively higher in leaves that collected from shaded location, while mtHsc70-1 was relatively lower. Inversely, expression levels of Hsp70dan cpHsc70-2 were relatively lower in leaves that collected from open location, while mtHsc70-1 was relatively higher. Synedrella nodiflora in open location is possibly have acclimatized to environmental conditions with relatively higher temperature, light intensity, dan UV-B intensity. This acclimatization caused S. nodiflora in open location experienced an increase in minimum temperature, light intensity, and UV-B intensity required to induce an increase in Hsp70 dan cpHsc70-2 gene expression. The Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2 genes have different expression patterns under growth conditions of S. nodiflora, both shaded and open conditions (different UV-B radiation intensities). The expression levels of Hsp70, mtHsc70-1, dan cpHsc70-2 may also influence by another factors, including temperature and light intensity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiyya Sarah Azzahrah
"Latar Belakang: Partikel mirip logam telah terdeteksi pada apusan mukosa peri-implan dari sampel klinis yang menderita peri-implantitis maupun sample yang tidzak menderita peri-implantitis dengan menggunakan sitologi eksfoliatif sel epitel dan makrofag. Ion metal titanium yang sudah terlepas dari ikatannya akan menginduksi kejadian dan reaksi biologis yang menyebabkan hilangnya stabilitas biologis dan meningkatnya osteolisis lokal di sekitar implan gigi. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi sitokin inflamasi dan aktivasi osteoklas terjadi ketika ion titanium hadir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, diketahui terdapat perbedaan signifikan dari hasil polimorfisme gen CXCR2 antara pasien dengan peri-implantitis dan pasien control. Namun, kemampuan ekspresi gen CXCR2 pasien sehat pengguna Implan Gigi masih belum ditentukan.
Tujuan: Menganalisis ekspresi gen pada pasien pengguna implan gigi dibandingkan dengan individu sehat yang tidak menggunakan implant gigi.
Metode:Sampel RNA pasien pengguna implan (n=9), dan sample pasien control non-pengguna (n=9) diperoleh dan disimpan di Laboratorium Oral Biologi  Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Kemudian, dilakukan esktraksi RNA, sintesis cDNA dan pengecekan konsentrasi sampel hasil sintesis cDNA. Selanjutnya, ekspresi gen CXCR2 dan gen referensi GAPDH diuji dengan quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Hasil: Tidak   terdapat perbedaan bermakna ekspresi gen CXCR2, antara pasien pengguna implant gigi dan pasien yang tidak menggunakan implant gigi (p≥0,05).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara perbedaan ekspresi gen CXCR2 pada

Background: Exfoliative cytology of epithelial cells and macrophages has been used to identify metal-like particles in peri-implant mucosal smears from clinical samples with and without peri-implantitis. Free titanium ions cause biological processes and reactions that result in localized osteolysis surrounding dental implants and a loss of biological stability. In vitro studies have shown that inflammatory cytokine expression and osteoclast activation increase when titanium ions are present. Based on previous studies, it is known that there are significant differences in the results of CXCR2 gene polymorphisms between patients with peri-implantitis and control patients. However, the expression ability of the CXCR2 gene in healthy patients using dental implant has not been determined.
Objective: To analyze gene expression in patients with dental implants compared to healthy individuals who do not use dental implants.
Methods: RNA samples from implant users (n=9), and non-user control patient samples (n=9) were obtained and stored at the Oral Biology Laboratory, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. Then, RNA extraction, cDNA synthesis was carried out and checking the concentration of the cDNA synthesized samples. Next, the expression of the CXCR2 gene and the GAPDH reference gene were tested by quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Results: There was no significant difference in CXCR2 gene expression between patients with implants. Conclusion: There is no statistically significant difference between differences in gene expression in dental implant users and non-users.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>