Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tofan Rakayudha
"Latar belakang: Kanker kolorektal merupakan keganasan peringkat ketiga terbesar di dunia dengan insidensi dan penyebab kematian terbanyak, Peran deteksi dini kanker kolorektal dengan visualisasi langsung dan penanda tertentu terbukti menurunkan angka insidensi dan kematian, namun program ini memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Metode non invasif pemeriksaan berbasis feses telah digunakan dan dikembangkan. Kombinasi mRNA CEA, mRNA COX-2 dan FIT pada feses diharapkan sebagai metode deteksi dini non invasif dengan sensitivitas dan spesifitas yang baik dalam penanda diagnostik kanker kolorektal.
Tujuan: Mengevaluasi nilai diagnostik kombinasi pemeriksaan mRNA CEA, mRNA COX-2 dan FIT pada feses sebagai penanda diagnostik kanker kolorektal
Metode: Studi potong lintang dengan populasi terjangkau pasien dewasa yang diduga kanker kolorektal di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo pada bulan November 2015 hingga Februari 2016, Uji diagnostik digunakan untuk mengevaluasi nilai sensitivitas, spesifisitas, NPP, NPN, PLR, NLR pada kombinasi dalam mendeteksi kanker kolorektal dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diambil dari kolonoskopi sebagai baku emas.
Hasil: Dari total 97 subjek penelitian, rerata usia 56 tahun, 50,5% pria dan 77,3% berusia > 50 tahun. Keluhan klinis perdarahan nyata saluran cerna terbanyak dengan 43,3%. Lokasi tumor terbanyak pada kolon descenden, sigmoid, dan rektum yaitu 8,24%, 6,18%, dan 5,15%. Proporsi lesi kanker kolorektal (adenokarsinoma) sebanyak 15% dan lesi non kanker kolorektal sebanyak 84.5%. Nilai sensitivitas dan spesifitas pada kanker kolorektal sebesar 93,33% (IK 95% 70,18-98,81) dan 60,98% (IK 95% 50,15-70,82). NPP, NPN, PLR, dan NLR berturut turut 30,43% (IK 95% 19,08-44,81), 98.04% (IK 95% 89,70- 99,65), 2,39 ( IK 95% 1,28-4,48), dan 0,11 (IK 95% 0,02 – 0,79). Skor AUC untuk membedakan kanker kolorektal adalah 77,2 % (IK 95% 66,3 – 88,0)
Kesimpulan: Nilai sensitivitas, spesifitas, NPP, NPN, PLR dan NLR kombinasi pemeriksaan mRNA CEA, mRNA COX-2 dan FIT pada feses untuk mendeteksi kanker kolorektal berturut-turut adalah 93,33%, 60,98%, 30,43%, 98,04%, 2.39, dan 0,11.

Background: Colorectal cancer is the third largest malignancy in the world with the highest incidence and cause of death. The role of early detection of colorectal cancer with direct visualization and certain markers has been proven to reduce incidence and death rates, however this program has a low participation rate. Non-invasive methods of stool-based examination have been used and developed. The combination of CEA mRNA, COX-2 mRNA and FIT in feces is expected to be a non-invasive early detection method with good sensitivity and specificity as a diagnostic marker for colorectal cancer.
Aim: Evaluating the diagnostic value of a combination of CEA mRNA, COX-2 mRNA and FIT examination in feces as a diagnostic marker for colorectal cancer
Method: Cross-sectional study with an accessible population of adult patients suspected of colorectal cancer at Ciptomangunkusumo Hospital from November 2015 to February 2016. Diagnostic tests were used to evaluate the value of sensitivity, specificity, NPP, NPN, PLR, NLR in combination in detecting colorectal cancer with histopathological examination tissue taken from colonoscopy as the gold standard.
Results: Of the total 97 research subjects, the average age was 56 years, 50.5% were men and 77.3% were > 50 years old. Clinical complaints of real gastrointestinal bleeding were the highest with 43.3%. The most common tumor locations were the descending colon, sigmoid and rectum, namely 8.24%, 6.18% and 5.15%. The proportion of colorectal cancer lesions (adenocarcinoma) was 15% and non-colorectal cancer lesions was 84.5%. The sensitivity and specificity values ​​for colorectal cancer were 93.33% (95% CI 70.18-98.81) and 60.98% (95% CI 50.15-70.82). NPP, NPN, PLR, and NLR respectively 30.43% (95% CI 19.08-44.81), 98.04% (95% CI 89.70- 99.65), 2.39 (95% CI 1 .28-4.48), and 0.11 (95% CI 0.02 – 0.79). The AUC score for differentiating colorectal cancer is 77.2% (95% CI 66.3 – 88.0)
Conclusion: The sensitivity, specificity, NPP, NPN, PLR and NLR values ​​of the combination of CEA mRNA, COX-2 mRNA and FIT examination in feces to detect colorectal cancer were 93.33%, 60.98%, 30.43%, 98.04%, 2.39, and 0.11.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Maulana
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan keganasan saluran cerna yang menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas terkait kanker paling banyak di dunia. Perkembangan sel normal menjadi kanker melalui proses mutasi genetik yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Program skrining dapat menurunkan angka kematian namun partisipasinya masih rendah. Saat ini tersedia metode yang bersifat tidak invasif diantaranya dengan dasar pemeriksaan feses yang telah luas digunakan baik sebagai tes tunggal maupun kombinasi. Berbagai metode skrining terus dikembangkan untuk mendapatkan nilai diagnostik yang baik. Dengan mengkombinasikan mRNA CEA feses dan FIT diharapkan dapat menghasilkan metode skrining dengan sensitivitas dan spesifistas yang baik serta terjangkau. Tujuan. Mengevaluasi nilai diagnostik pemeriksaan kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal. Metode. Studi potong lintang dengan populasi terjangkau pasien dewasa yang diduga kanker kolorektal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2015 sampai Februari 2016. Analisis uji diagnostik digunakan untuk mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diambil melalui kolonoskopi sebagai baku emas. Lesi neoplastik kolorektal terdiri dari lesi prakanker/adenoma dan kanker.
Hasil. Sebanyak 78 subjek penelitian dengan rerata umur 55,32±12,6 tahun, 73,1% berumur 3 50 tahun dan 53,8% berjenis kelamin pria. Keluhan klinis terbanyak berupa perdarahan nyata saluran cerna 33,3%, nyeri perut 28,2%, dan perubahan pola defekasi 24,4%. Proporsi lesi neoplastik kolorektal sebesar 30,7% terdiri dari prakanker/adenoma 12,8% dan kanker 17,9%. Sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal berturut turut 75%, 61,11%, 46,07%, 84,66%, 1,93, 0,41; adenoma berturut-turut 50,00%, 50,00%, 12,80%, 87,20%, 1,00, 1,00; dan kanker kolorektal berturut turut 92,86%, 59,37%, 33,26%, 97,44%, 2,29, 0,12. Kesimpulan. Kombinasi mRNA CEA feses dan FIT untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal di Indonesia memiliki nilai NDN tinggi tetapi sensitivitas, spesifisitas, NDP, RKP dan RKN yang rendah.

Background. Colorectal cancer is one of the gastrointestinal tract malignancy which is one of the most common causes of cancer-related morbidity and mortality in the world. The development of normal cells into cancer through genetic mutations process that take years. Screening programs can reduce mortality rates but low participation. Currently, non-invasive methods are available including the stool based examination which has been widely used as a single test or in combination. Various screening methods continue to be developed to obtain good diagnostic value. By combining faecal CEA and FIT mRNA, it is expected to produce a screening method with good sensitivity and specificity and is affordable. Objective. We aimed to evaluate the diagnostic value of combination faecal mRNA CEA and FIT to detect neoplastic lesions of colorectal Methods. Cross-sectional study with with suspected colorectal cancer at Ciptomangunkusumo Hospital from November 2015 to February 2016. Diagnostic test analysis was used to obtain sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR of the combination of faecal mRNA CEA and FIT in detecting neoplastic lesions of colorectal by histopathological examination of tissues taken through colonoscopy as the gold standard. Colorectal neoplastic lesions consist of precancerous/adenoma and cancerous lesions.
Results. A total of 78 subjects with a mean age of 55.32±12.6 years, 73.1% aged older than fifty and 53.8% were male. The most clinical complaints were obvious gastrointestinal bleeding 33.3%, abdominal pain 28.2%, and changes in bowel habits 24.4%. The proportion of colorectal neoplastic lesions was 33.3% consisting of 15.4% precancer/adenoma and 17.9% cancer. Sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR for detecting colorectal neoplastic lesions was 75%, 61.11%, 46.07%, 84.66%, 1.93, 0.41 respectively; adenoma 50.00%, 50.00%, 12.80%, 87.20%, 1.00, 1.00 repectively; colorectal cancer 92.86%; 59.37%; 33.26%; 97.44%; 2.29; 0.12 respectively. Conclusion. The combination of faecal CEA mRNA and FIT in detecting colorectal neoplastic lesions has high NPV but low sensitivity, specificity, PPV, PLR and NLR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Arlyando Hezron
"ABSTRAK
Latar Belakang: COX-2 adalah mediator sintesis prostaglandin yang kadarnya
meningkat pada tumor kolorektal. Gen messenger RNA COX-2 diekspresikan
berlebihan pada sebagian besar tumor kolorektal. MessengerRNA COX-2 tinja
merupakan modalitas non invasif untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal.
Tujuan: Mengetahui akurasi ekspresi mRNA COX-2 tinja dalam mendiagnosis
lesi neoplastik kolorektal.
Metode: Studi potong lintang pada pasien yang dicurigai kanker kolorektal.
Ekspresi mRNA COX-2 tinja diperiksa dengan nested PCR dan hasilnya
dianalisis untuk mendapatkan akurasi uji diagnostik.
Hasil: Terdapat total 96 sampel yang ikut serta dalam penelitian dengan rerata
usia 56,22 tahun. Sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 51 orang dan
perempuan sebanyak 45 orang. Sebanyak 14 sampel merupakan pasien dengan
lesi neoplastik kolorektal dan 82 pasien bukan dengan lesi neoplastik kolorektal.
Akurasi diagnostik mRNA COX-2 tinja adalah sebagai berikut, sensitivitas 35,71
% (95% IK 0,04 ? 0,29), spesifisitas 95,12 % (95% IK 0,85 ? 0,97), nilai prediksi
positif 55,55 % (95% IK 0,16 ? 0,75), nilai prediksi negatif 89,65 % (95% IK 0,61
? 0,80), ratio kemungkinan positif 7,439 (95% IK 0,2 ? 16,34), ratio kemungkinan
negatif 0,6758 (95% IK 0,72 ? 1,24).
Kesimpulan: Pemeriksaan mRNA COX-2 tinja memiliki sensitivitas yang rendah
dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal.
Kata kunci: Akurasi diagnostik; kanker kolorektal; mRNA COX-2 tinja.
ABSTRACT
Background : COX-2 is the mediator of prostaglandin synthesis that increased in
colorectal cancer. COX-2 has overexpressed in most of colorectal cancer. Fecal
mRNA COX-2 is the non-invasive modality to detect neoplastic lesion of
colorectal.
Objective:Analyzing the accuracy of fecal mRNA COX-2 in diagnosing
neoplastic lesion of colorectal.
Methods : This is a cross sectional study in patient who is suspected colorectal
cancer. Expression of fecal mRNA COX-2 examined with nested PCR and
analyzed to get the diagnostic test accuration.
Results: There were 96 total samples included in this research, with the mean age
of 56,22 years old. There were 51 male subjects and 45 female subjects, 14
subjects with neoplastic lesion of colorectal and 82 subjects without neoplastic
lesion of colorectal. Fecal mRNA diagnostic accuration is sensitivity 35,71 %
(95% IK 0,04 ? 0,29), spesificity 95,12 % (95% IK 0,85 ? 0,97), positive
predictive value 55,55 % (95% IK 0,16 ? 0,75), negative predictive value 89,65 %
(95% IK 0,61 ? 0,80), positive likelihood ratio 7,439 (95% IK 0,2 ? 16,34),
negative likelihood ratio 0,6758 (95% IK 0,72 ? 1,24).
Conclusion : Fecal mRNA COX-2 assay has low sensitivity and high specificity
to detect neoplastic lesion of colorectal.
Keyword: Colorectal cancer; diagnostic accuration; fecal mRNA COX-2."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Jessica Agustina Elisabeth
"Kanker kolorektal adalah jenis kanker pada kolon dan rektum usus besar yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal. Kasus kanker kolorektal di Indonesia merupakan kasus kanker tertinggi urutan ketiga dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Oleh karena itu, deteksi kanker kolorektal diperlukan untuk diagnosis dan prognosis kanker kolorektal. Salah satu metode deteksi yang digunakan adalah deteksi ekspresi RNA untuk mengetahui gen yang diekspresikan secara berlebih atau sebaliknya pada jalur perkembangan kanker kolorektal yang terpengaruh. Ekspresi heparanase (HPSE) diketahui menginduksi perkembangan kanker kolorektal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekspresi HPSE pada jaringan normal dan kanker kolorektal. Penelitian ini menggunakan sepuluh sampel untuk masing-masing jaringan normal dan kanker kolorektal dari pasien kanker kolorektal. Nilai ekspresi HPSE diukur dengan reverse transcription-quantitative polymerase chain reaction (RT-qPCR). Selanjutnya, analisis statistik dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Hasil RT-qPCR menunjukkan bahwa ekspresi HPSE RNA pada jaringan kanker 6,912 kali lebih tinggi dibandingkan pada jaringan normal. Berdasarkan nilai perbandingan ekspresi gen relatif yang diatur dengan nilai 1. Ekspresi HPSE untuk setiap individu pasien dikelompokkan menjadi ekspresi meningkat (>1) dan menurun (<1). Berdasarkan hasil qPCR, ekspresi HPSE tidak terdeteksi pada tiga sampel pasien yang ditunjukkan dengan tidak terjadinya amplifikasi. Hasil ini diduga disebabkan oleh template RNA yang digunakan mengalami degradasi. Analisis statistik menunjukkan ekspresi HPSE pada jaringan kanker kolorektal tidak memiliki perbedaan secara signifikan dengan jaringan normal berdasarkan nilai p > 0,05.

Colorectal cancer is a type of cancer of the colon and rectum of the large intestine caused by abnormal growth. Colorectal cancer cases in Indonesia are the third highest cancer cases and are increasing every year. Therefore, detection of colorectal cancer is needed for the diagnosis and prognosis of colorectal cancer. One of the detection methods used is RNA expression detection to determine which genes are overexpressed or otherwise in the affected colorectal cancer development pathway. The expression of heparanase (HPSE) is known to induce the development of colorectal cancer. This study aims to determine the level of HPSE expression in normal tissue and colorectal cancer. This study used ten samples for each of normal and colorectal cancer tissue from colorectal cancer patients. Relative expression value HPSE measured by reverse transcription-quantitative polymerase chain reaction (RT-qPCR). Furthermore, statistical analysis was performed using the SPSS application. RT-qPCR results showed that HPSE expression in cancer tissue was 6,912 higher than in normal tissue. Based on the comparative value of relative gene expression, which was set to a value of 1. The HPSE expression for each individual patient was grouped into increased (>1) and decreased (<1) expressions. Based on the results of RT-qPCR, HPSE expression was not detected in three patient samples as indicated by the absence of amplification. This result was thought to be caused by the degradation of the template RNA. HPSE in colorectal cancer tissue did not differ significantly from normal tissue based on p > 0.05."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Ricka Christiani
"Karsinoma Kolorektal (KKR) merupakan keganasan keempat terbanyak dan penyebab kematian ketiga di dunia. Gejala awal KKR yang tidak jelas mengakibatkan sebagian besar pasien datang dalam stadium lanjut. Kolonoskopi sebagai standar diagnostik bersifat invasif, mahal, membutuhkan banyak persiapan, dan tidak dimiliki oleh semua rumah sakit di Indonesia. Pemeriksaan CEA serum saat ini hanya digunakan untuk menilai prognosis. Pemeriksaan CEA feses memberikan harapan dalam deteksi KKR dan terdapat peningkatan sensitivitas dan spesifisitas apabila dikombinasikan dengan parameter lain. Sistem skoring Asia Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) berdasarkan data umur, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita KKR dan riwayat merokok dapat meningkatkan efisiensi penapisan pasien KKR. Penelitian ini menganalisis kombinasi pemeriksaan CEA feses dan serum serta skor APCS dibandingkan dengan histopatologi sebagai baku emas. Desain penelitian potong lintang terhadap 60 pasien terduga KKR yang diperiksa CEA feses dan serum, dihitung skor APCS dan dilakukan biopsi kolonoskopi. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna kadar CEA feses, CEA serum dan skor APCS pada kelompok KKR dan non-KKR. Median kadar CEA feses kelompok KKR dan non-KKR adalah 10726 ng/mL (32,9 – 30000 ng/mL) dan 3671,8 ng/mL (35,9 – 29454,8 ng/mL), median kadar CEA serum kelompok KKR dan non-KKR adalah 8,95 ng/mL (0,5 – 7757,9 ng/mL) dan 1,75 ng/mL (0,5 – 5,8 ng/mL), dan skor APCS kelompok KKR dan non-KKR adalah 3 dan 2. Berdasarkan hasil analisis multivariat variabel yang memiliki kemaknaan secara statistik dalam probabilitas terjadinya KKR adalah CEA feses dan CEA serum dengan rumus y = 1/ (1 + Exp (0,93 –1,56*CEA feses – 1,87*CEA serum)).

Colorectal Cancer (CRC) is the fourth most common malignancy and third most deadly cancer in the world. The early nonspecific symptoms of CRC resulting most patients come in an advanced stage. Colonoscopy as a diagnostic standard is invasive, expensive, requires some preparation, and not available in all hospitals in Indonesia. Serum CEA is currently used only for prognostic purposes. Fecal CEA has advantage in detection of CRC and sensitivity and specificity increased as combined with the other parameters. The Asia Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) scoring system based on data of age, sex, family history of CRC and smoking history improve screening efficiency of CRC patients. This study analyzed combination of fecal and serum CEA, and APCS scores with histopathology as the gold standard. This is a cross sectional study in 60 suspected CRC who were examined for fecal and serum CEA, calculated APCS scores and performed colonoscopic biopsies. In this study, there were significant differences of fecal CEA, serum CEA and APCS scores in CRC and non-CRC groups. The median fecal CEA levels in CRC and non-CRC groups were 10726 ng/mL (32.9 – 30000 ng/mL) and 3671.8 ng/mL (35.9 – 29454.8 ng/mL), the median serum CEA levels in CRC and non-CRC groups were 8.95 ng/mL (0.5 – 7757.9 ng/mL) and 1.75 ng/mL (0.5 – 5.8 ng/mL), and APCS scores of CRC and non-CRC groups were 3 and 2. Based on the multivariate analysis, fecal and serum CEA were variables statistically significance in probability of CRC with formula y = 1/ (1 + Exp (0.93 – 1.56*fecal CEA – 1.87*serum CEA))."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jackson Kamaruddin
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia dengan tingkat kematian yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti nilai prediktif dari rasio neutrofil-limfosit (NLR) dan antigen carcinoembryonic (CEA) dalam memprediksi tingkat kelangsungan hidup pasien kanker kolorektal di Indonesia.
Metode. Ini adalah penelitian kohort retrospektif. Populasi penelitian terdiri dari pasien dengan kanker kolorektal tahap I-IV yang diobati di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo. Variabel independen adalah NLR dan CEA, sedangkan variabel dependen adalah kelangsungan hidup lima tahun pasien kanker kolorektal. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil. Penelitian ini melibatkan 96 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis menunjukkan bahwa 6,25% subjek memiliki NLR tinggi dan 66,6% memiliki kadar CEA tinggi. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun secara keseluruhan untuk semua subjek adalah 35,4%. Meskipun tidak signifikan secara statistik, proporsi subjek dengan NLR normal memiliki tingkat kelangsungan hidup lima tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki NLR tinggi, dan pola yang sama juga teramati pada kadar CEA. Analisis subkelompok berdasarkan stadium kanker menunjukkan hubungan yang signifikan antara NLR tinggi dan peningkatan risiko kematian pada tahap TNM I-II, namun tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kelangsungan hidup berdasarkan NLR pada tahap III-IV.
Kesimpulan. Rasio NLR praoperasi dan CEA praoperasi tidak menunjukkan peran prediktif dalam kelangsungan hidup kanker kolorektal. Namun, ketika dibagi berdasarkan stadium kanker, terdapat perbedaan signifikan dalam kadar NLR praoperasi antara kelompok yang meninggal dan tidak meninggal pada pasien dengan kanker kolorektal stadium I-II.

Background. Colorectal cancer is the second leading cause of death worldwide, with a high mortality rate. This study aims to investigate the predictive value of the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) and carcinoembryonic antigen (CEA) in predicting the survival rates of colorectal cancer patients in Indonesia.
Method. This is a retrospective cohort study. The study population consisted of patients with colorectal cancer stage I-IV treated at Cipto Mangunkusumo General Hospital. The independent variables are NLR and CEA, while the dependent variable is the five-year survival of colorectal cancer. Data processing and analysis are conducted using SPSS version 20.
Results. This study included 96 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. Analysis revealed that 6.25% of the subjects had high NLR and 66.6% had high CEA levels. The overall five-year survival rate for all subjects was 35.4%. Although not statistically significant, the proportion of subjects with normal NLR had a higher five-year survival rate compared to those with high NLR, and the same pattern was observed for CEA levels. Subgroup analysis based on cancer stage showed a significant association between high NLR and increased risk of mortality in TNM stages I-II, but no significant difference in survival based on NLR was observed in stages III-IV.
Conclusion. The preoperative NLR ratio and preoperative CEA did not show a predictive role in colorectal cancer survival. However, when stratifying by cancer stage, there was a significant difference in preoperative NLR levels between the deceased and non-deceased groups in patients with stage I-II colorectal cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Maulina Ekawati
"ABSTRAK
Kanker kolorektal tetap menjadi ancaman kesehatan dunia dengan menyumbang sekitar 1-2 juta kasus baru dan 600.000 kasus kematian per tahun. Jalur pensinyalan Hedgehog Hh memiliki peran penting dalam mekanisme dan pembentukan kanker kolorektal. Protein Sonic Hedgehog Shh adalah protein Hh yang paling banyak dipelajari karena diekspresikan oleh beberapa jaringan dan secara umum dapat diaplikasikan pada homolog Hh lainnya. Dalam penelitian ini, sebanyak 56.336 senyawa terpenoid diseleksi melalui berbagai metode komputasi menggunakan metode virtual screening berbasis farmakofor, simulasi molecular docking, dan simulasi molecular dynamic untuk menentukan potensi inhibisi terhadap protein Shh. Dari hasil simulasi molecular docking, sepuluh ligan telah dipilih berdasarkan energi ikat bebas Gibbs Gbinding dan interaksi molekuler yang terbentuk selama pembentukan kompleks terpenoid-Shh. Tiga senyawa terpenoid, yaitu arganine J, asiaticoside A, dan clinoposide A, menunjukkan afinitas pengikatan yang sangat tinggi terhadap protein Shh karena senyawa tersebut memiliki ?Gbinding yang lebih rendah dari ligan standar robotnikinin. Selain itu, hasil ADME-Tox, bioaktivitas, bioavailabilitas, dan hasil uji farmakologi yang diperoleh pada senyawa ini memiliki aktivitas biologis dan farmakologi yang lebih baik daripada senyawa terpenoid lainnya. Kemudian, setelah dilakukan simulasi molecular dynamic, diketahui bahwa senyawa terbaik Clinoposide A bersifat stabil terhadap perubahan pelarut, temperatur, dan interaksi protein-ligan.

ABSTRACT
Colorectal cancer remains as the global health burden, which accounts for roughly 1 2 million new cases and 600,000 deaths per year. Hedgehog Hh signaling pathway has an imperative role in the mechanism and formation of colorectal cancer. Sonic hedgehog Shh protein is the most studied Hh protein because it is expressed by several tissues and experiments with Shh protein are generally applicable to other Hh homologs. In the present study, about 56,336 terpenoid compounds were screened through various computational methods using pharmacophore based virtual screening and molecular docking simulation to determine their inhibitory potency against Shh protein. From molecular docking simulation results, about ten ligands have been selected according to their Gibbs free binding energies Gbinding and the molecular interactions that formed during the formation of the terpenoid compound Shh complex. Three terpenoid compounds, namely arganine J, asiaticoside A, and clinoposide A, shown a very high binding affinity toward Shh protein due to their lower Gbinding than robotnikinin, the standard ligand. Moreover, ADME Tox, bioactivity, bioavailability, and pharmacology test results revealed that these compounds have better biological and pharmacological activity than the other terpenoid compounds. After a molecular dynamic simulation, it is known that the best compound Clinoposide A is stable against changes in solvent, temperature, and protein ligand interaction."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrew Johnson Budianto
"Kanker kolorektal adalah kanker yang terletak pada rektum atau kolon dengan sel-sel yang berkembang dengan tidak terkendali. Obat kanker untuk kanker kolorektal memiliki beberapa kelemahan seperti kurangnya spesifitas dan dapat terjadinya resistensi, sehingga perlu dikembangkan terapi target untuk mengurangi kelemahan tersebut. Berbagai penelitian dilakukan untuk merancang obat yang dapat mentarget protein yang berkaitan dengan perkembangan kanker kolorektal, salah satunya adalah Matrix Metalloproteinase-9. Penghambatan dari protein tersebut memungkinkan untuk menghambat penyebaran kanker, sehingga pencarian senyawa penghambat Matrix Metalloproteinase-9 menarik untuk dilakukan. Penelitian dapat dilakukan dengan memanfaatkan metode penapisan virtual. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan 10 senyawa kandidat dengan potensi menjadi inhibitor Matrix Metalloproteinase-9. Penapisan virtual dapat digunakan untuk melakukan pencarian senyawa kandidat inhibitor dari basis data HerbalDB. Berdasarkan hasil penapisan didapatkan 10 peringkat senyawa terbaik berdasarkan energi ikatan bebas dan pose pengikatan yaitu Cassiamin C (-11,1 kkal/mol), Sikloartokarpesin (-10,9 kkal/mol), Prunin 6”-p-kumarat (-10,9 kkal/mol), Isookaninrhamnosida (-10,5 kkal/mol), 5,7,3',4'-tetrahidroksiflavanon 7-alfa-l-arabinofuranosil-(1-6)-glukosida (-10,3 kkal/mol), Kuwanon T (-10,3 kkal/mol), Boesenbergin B (-10,2 kkal/mol), Sianidin 3-arabinosida (-10,2 kkal/mol), Morusin (-10,2 kkal/mol), dan Dehidropipernonalin (-10,1 kkal/mol). Hasil tersebut menunjukkan senyawa memiliki potensi untuk menghambat Matrix Metalloproteinase-9

Colorectal Cancer is located on the colon or the rectum of the patient with uncontrolled cell growth. Cancer drugs for colorectal cancer have several weaknesses such as lack of specificity, so it is necessary to develop targeted therapies to reduce these weaknesses. Various research were done to design a drug with purpose of targeting the protein in which is related to the growth of colorectal cancer, one of them being Matrix Metalloproteinase-9. Inhibition of Matrix Metalloproteinase-9 possibly inhibits the spread of colorectal cancer, therefore a research to find candidates is appealing. Research can be done by using the virtual screening method. The purpose of this study is to obtain 10 candidate compounds with the potential to inhibit Matrix Metalloproteinase-9. Virtual screening method is used to search for candidate compounds from HerbalDB database. Based on the screening results, the best compound rankings based on the free bond energy and binding pose were obtained, namely Cassiamin C (-11,1 kkal/mol), Cycloartocarpesin (-10,9 kkal/mol), Prunin 6”-p-coumarate (-10,9 kkal/mol), Isookaninrhamnoside (-10,5 kkal/mol), 5,7,3',4'-tetrahydroxyflavanone 7-alpha-l-arabinofuranosyl-(1-6)-glucoside (-10,3 kkal/mol), Kuwanon T (-10,3 kkal/mol), Boesenbergin B (-10,2 kkal/mol), Cyanidin 3-arabinoside (-10,2 kkal/mol), Morusin (-10,2 kkal/mol), dan Dehydropipernonaline (-10,1 kkal/mol). The results indicate potential candidates to inhibit Matrix Metalloproteinase-9."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
; Averous Abdurrahman
"Latar Belakang: Kanker kolorektal adalah kanker keempat paling umum serta penyebab kematian akibat kanker kelima di Indonesia. Terapi kanker kolorektal sekarang yang tersedia sudah cukup banyak, namun banyak memberikan efek samping dan memerlukan biaya yang tinggi sehingga perlu dikembangkan terapi alternatif. Biji kapulaga jawa (Amomum compactum) berpotensi sebagai antioksidan dan antikanker dari senyawa fitokimianya sehingga dapat dikembangkan sebagai terapi alternatif. Metode: Serbuk kering biji kapulaga jawa diekstraksi melalui metode maserasi bertingkat sebanyak dua kali menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol secara berurutan menghasilkan tiga jenis ekstrak. Uji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui kandungan fitokimia pada ketiga ekstrak. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan uji aktivitas sitotoksik terhadap sel HT-29 melalui metode MTT. Hasil: Uji fitokimia menunjukkan biji kapulaga jawa mengandung golongan fitokimia alkaloid, flavonoid, tannin dan triterpenoid. Ekstrak etanol biji kapulaga jawa menunjukan aktivitas antioksidan kuat (IC50 83,52 µg/ml), sedangkan ekstrak etil asetat dan n-heksana memiliki aktivitas antioksidan sedang (IC50=160,06 µg/ml dan 216,08 µg/ml). Aktivitas sitotoksik ekstrak etanol biji kapulaga jawa terhadap sel HT-29 termasuk kategori moderat (IC50=94,46 µg/ml). Adapun aktivitas sitotoksik dari ekstrak etil asetat dan n-heksana termasuk dalam kategori lemah (IC50 = 276,26 µg/ml dan 282,65 µg/ml). Kesimpulan: Senyawa fitokimia yang terkandung ekstrak biji kapulaga jawa menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap DPPH, serta aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker HT-29.

Introduction: Colorectal cancer is the fourth most common cancer and the fifth cause of cancer death in Indonesia. There are a lot of colorectal cancer therapies currently available, but they have many side effects and require high costs, so we need alternative therapies. Javanese cardamom seeds (Amomum compactum) have potential as antioxidants and anticancer from the phytochemical compound so they can be developed as an alternative therapy. Method: Dry powder of Javanese cardamom seeds extracted using multistage maceration method twice using n-hexane, ethyl acetate and ethanol solvents sequentially to produce three types of extracts. Phytochemical tests and thin layer chromatography (TLC) were carried to determine phytochemical content of extracts. Antioxidant activity was determined using DPPH method and the cytotoxic activity test against HT-29 cancer cells was determined using MTT method. Results: Phytochemical tests show that Javanese cardamom seeds contain alkaloid, flavonoid, tannin and triterpenoid phytochemical groups. The ethanol extract of Javanese cardamom seeds showed strong antioxidant activity (IC50= 83.52 µg/ml), while the ethyl acetate and n-hexane extracts had moderate antioxidant activity (IC50=160.06 µg/ml and 216.08 µg/ml). The cytotoxic activity of ethanol extract of Javanese cardamom seeds against HT-29 cells is moderate category (IC50= 94.46 µg/ml). The cytotoxic activity of ethyl acetate and n-hexane extracts are in weak category (IC50 276.25 µg/ml and 282.65 µg/ml). Conclusion: The phytochemical components contained in Javanese cardamom seed extract show antioxidant activity against DPPH, as well as cytotoxic activity against HT-29 cancer cells."
[Jakarta;Jakarta;Jakarta, Jakarta]: [Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2023
S-pdf;S-pdf;S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Averous Abdurrahman
"Latar Belakang: Kanker kolorektal adalah kanker keempat paling umum serta penyebab kematian akibat kanker kelima di Indonesia. Terapi kanker kolorektal sekarang yang tersedia sudah cukup banyak, namun banyak memberikan efek samping dan memerlukan biaya yang tinggi sehingga perlu dikembangkan terapi alternatif. Biji kapulaga jawa (Amomum compactum) berpotensi sebagai antioksidan dan antikanker dari senyawa fitokimianya sehingga dapat dikembangkan sebagai terapi alternatif. Metode: Serbuk kering biji kapulaga jawa diekstraksi melalui metode maserasi bertingkat sebanyak dua kali menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol secara berurutan menghasilkan tiga jenis ekstrak. Uji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui kandungan fitokimia pada ketiga ekstrak. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan uji aktivitas sitotoksik terhadap sel HT-29 melalui metode MTT. Hasil: Uji fitokimia menunjukkan biji kapulaga jawa mengandung golongan fitokimia alkaloid, flavonoid, tannin dan triterpenoid. Ekstrak etanol biji kapulaga jawa menunjukan aktivitas antioksidan kuat (IC50 83,52 µg/ml), sedangkan ekstrak etil asetat dan n-heksana memiliki aktivitas antioksidan sedang (IC50=160,06 µg/ml dan 216,08 µg/ml). Aktivitas sitotoksik ekstrak etanol biji kapulaga jawa terhadap sel HT-29 termasuk kategori moderat (IC50=94,46 µg/ml). Adapun aktivitas sitotoksik dari ekstrak etil asetat dan n-heksana termasuk dalam kategori lemah (IC50 = 276,26 µg/ml dan 282,65 µg/ml). Kesimpulan: Senyawa fitokimia yang terkandung ekstrak biji kapulaga jawa menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap DPPH, serta aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker HT-29.

Introduction: Colorectal cancer is the fourth most common cancer and the fifth cause of cancer death in Indonesia. There are a lot of colorectal cancer therapies currently available, but they have many side effects and require high costs, so we need alternative therapies. Javanese cardamom seeds (Amomum compactum) have potential as antioxidants and anticancer from the phytochemical compound so they can be developed as an alternative therapy. Method: Dry powder of Javanese cardamom seeds extracted using multistage maceration method twice using n-hexane, ethyl acetate and ethanol solvents sequentially to produce three types of extracts. Phytochemical tests and thin layer chromatography (TLC) were carried to determine phytochemical content of extracts. Antioxidant activity was determined using DPPH method and the cytotoxic activity test against HT-29 cancer cells was determined using MTT method. Results: Phytochemical tests show that Javanese cardamom seeds contain alkaloid, flavonoid, tannin and triterpenoid phytochemical groups. The ethanol extract of Javanese cardamom seeds showed strong antioxidant activity (IC50= 83.52 µg/ml), while the ethyl acetate and n-hexane extracts had moderate antioxidant activity (IC50=160.06 µg/ml and 216.08 µg/ml). The cytotoxic activity of ethanol extract of Javanese cardamom seeds against HT-29 cells is moderate category (IC50= 94.46 µg/ml). The cytotoxic activity of ethyl acetate and n-hexane extracts are in weak category (IC50 276.25 µg/ml and 282.65 µg/ml). Conclusion: The phytochemical components contained in Javanese cardamom seed extract show antioxidant activity against DPPH, as well as cytotoxic activity against HT-29 cancer cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>