Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133713 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Enrico Julian Akbar
"Studi berikut tujuannya guna menganalisa “Representasi Hegemoni Maskulinitas dan Isu Transgender dalam Film Lola and Billy the Kid”. Latar belakang masalah berikut menyasar pada isu transgender dalam film. Metode yang digunakan meliputi analisis naratif, karakter, dan elemen visual dengan pendekatan teori representasi Stuart Hall, hegemoni maskulinitas Raewyn Connell, dan performativitas gender Judith Butler. Hasil yang diharapkan adalah pemahaman mendalam tentang hubungan diantara identitas gender, etnisitas, serta norma sosial di dalam masyarakat diaspora Turki-Jerman, serta bagaimana film ini menggambarkan ketegangan antara nilai-nilai tradisional dan modernitas. Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi terhadap diskursus tentang maskulinitas dan transgender dalam konteks imigran Turki di Jerman.

The following study aims to analyse the representation of the hegemony of masculinity and transgender issues in the film Lola and Billy the Kid, whose history is populated by Turkish- German immigrants. The background of the following problem targets the transgender issue in the film. The methods used include analysing narrative, character, and visual elements with the approach of Stuart Hall's representation theory, Raewyn Connell's hegemony of masculinity, and Judith Butler's gender performativity. The expected result is an in-depth understanding of the relationship between gender identity, ethnicity, and social norms among the Turkish-German diaspora, and how the film portrays the tension between traditional values and modernity. This research is also expected to contribute to the discourse on masculinity and transgender in the context of Turkish immigrants in Germany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Nurfaidah
"Tesis ini membahas representasi maskulinitas yang terdapat dalam korpus berupa film yang berjudul Malaikat Bayangan dan Malaikat Tanpa Sayap. Penelitian ini dilakukan sebagai penelitian kualitatif melalui pendekatan cultural studies. Penelitian ini menggunakan beberapa teori berikut, yaitu maskulinitas Reeser dan Beynon, metafora konseptual dari Lakoff dan Johnson, metafora multimodal Forceville, dan struktur film dari Boggs dan Petrie, serta Nathan Abrams, et.al. Reeser dan Beynon memandang maskulinitas sebagai satu konsep yang dinamis, cair, dan kompleks. Kedua korpus penelitian tersebut memiliki perbedaan, antara lain, dalam latar tahun produksi, genre, atau setting. Film Malaikat Bayangan mengangkat tema maskulinitas imperial dengan latar era kolonial. Sosok maskulin imperial, Thomas, mengabdikan diri sepenuhnya pada kepentingan negara tanpa mengaharapkan imbalan materi. Untuk itu maskulin imperial dituntut untuk tidak menjalin hubungan yang terlalu intim dengan lawan jenis serta memiliki kemampuan untuk menguasai diri seutuhnya. Jika dikaitkan dengan teori Reeser, sosok maskulin imperial dalam film Malaikat Bayangan tidak berkonstitusi dengan jenis maskulinitas lain. Namun, dalam sebuah penyamaran, Thomas tidak dapat menghindari untuk mengadopsi unsur-unsur dari kluster lain, seperti metroseksual dan narcissist. Sementara itu, Film Malaikat Tanpa Sayap mengangkat konsep maskulinitas breadwinner yang dapat berkonstitusi dengan jenis maskulinitas lain, yaitu new man as a nurturer dan maskulinitas imperial. Sosok maskulin yang diangkat di dalam tesis ini merupakan sosok yang dianggap sebagai malaikat (malaikat metaforis). Metafora konseptual yang muncul sebagai penguat tokoh malaikat metaforis cenderung untuk mengarah pada sikap, sifat, serta peristiwa yang dialami oleh para tokoh. Dalam film Malaikat Bayangan, sosok Thomas memenuhi kriteria sebagai malaikat karena ia mengabdi dengan sepenuh hati tanpa pernah memikirkan imbalan materi; memiliki kekuatan fisik dan batin yang prima; patuh pada aturan, dan cernat. Sementara itu, film Malaikat Tanpa Sayap menampilkan tokoh Amir sebagai sosok yang dianggap sebagai malaikat. Tokoh Amir tanpa menunjukkan kontak fisik mampu memberikan kontribusi besar bagi anaknya sendiri dan orang lain. Konsep maskulinitas tersebut didukun unsur sinematografis (teknik pengambilan gambar, penentuan ukuran gambar, teknik pencahayaan) dan unsur naratif (tema, alur, latar, dan penokohan).

This thesis discusses the representation of masculinity in Malaikat Bayangan (1987) and Malaikat Tanpa Sayap (2012). This is a qualitative research with cultural studies approaches. There are several theories used in this study: Reeser (2010) and Beynon (2002) masculinities, Lakoff and Johnson's (2003) conceptual metaphor, Forceville's (1996) multimodal metaphor, and film structures from Boggs & Petrie (2008) and Nathan Abrams, et al (2001). Both movies have differences, especially in these points: year of production, genre, or setting. However, they were assumed to share common concepts of masculinity. Malaikat Bayangan provided representation of imperial masculinity. The imperial masculine gave his life serving the state totally without material orientation. He was not allowed to have an overly intimate relationship with women and ought to have a perfect stamina. Based on Reeser's view, the imperial masculine figure in Malaikat Bayangan can not be substituted with another type of masculinity. However, on certain occasions, the main character must be adaptive to elements of other clusters, such as metrosexual and narcissist. On the other hand, Malaikat Tanpa Sayap provided a fluid masculinity concept. The breadwinner can be subsituted with other types of masculinity, such as nurturer or imperial masculinity. The thesis focuses on masculine figures that are metaphorically regarded as angels. Conceptual metaphor application is related to their attitudes, characteristics, and experiences. In Malaikat Bayangan, Thomas gives his total commitment for the state without material reward. He has the most powerfull energy, obedient, and has good precision. Meanwhile, Malaikat Tanpa Sayap is featuring Amir as a metaforic angel in a different way. Through his own fight, without physical contact as Thomas, which is associated to the contemporary period, Amir fulfills his angelic criteria. The concept of masculinity that emerges in both movies is supported by the cinematographic elements (shooting technique, size of the image, or lighting techniques) and narrative elements (theme, plot, setting, and characterization)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Lukman Syarief
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai nilai-nilai maskulinitas yang terkandung dalam film Ich Fühl Mich Disco dan mencoba meninjau lebih jauh tentang bagaimana nilai-nilai maskulinitas direpresentasikan dari perspektif yang berbeda dari setiap karakter pria dalam film ini yang memiliki pandangan berbeda tentang maskulinitas yang seharusnya ada di setiap diri pria. Maskulinitas sejatinya merupakan sebuah konstruksi masyarakat yang tidak baku dan dapat berbeda-beda dari perspektif masing-masing individu. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa nilai maskulinitas bagi tiap karakter pria ternyata berbeda dan berpotongan satu sama lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maskulinitas adalah sebuah konstruksi masyarakat tentang nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang pria dan hal ini merupakan hal yang tentatif serta tidak bisa diberikan standar karena masing-masing individu memiliki perspektifnya masing-masing tentang maskulinitas.

ABSTRACT
This thesis discusses the values of masculinity that is contained in the film Ich Fühl Mich Disco and try further review of how the values of masculinity represented from different perspectives of every male character in the movie that have different notions of masculinity that should exist in every themselves men. True masculinity is a construction people who are not standardized and can vary from the perspective of each individual. The purpose of this study is to prove that the value of each character's masculinity for men was different and intersect each other."
2017
S70136
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Azzahra Putri
"Struktur keluarga di era modern tidak lagi berpaku pada bentuk konservatif yang hanya mengedepankan nilai-nilai tradisional. Alasannya karena mulai banyak perubahan terutama pada masyarakat Jerman yang sudah mengacu pada karakteristik growth mindset dan money economy. Hal ini tentu berdampak pada masyarakat yang tinggal di ruang urban, sehingga mampu merepresentasikan keluarga progresif. Wacana tersebut akan dibahas melalui film Vaterfreuden (2014), di mana keluarga progresif dalam film mempresentasikannya dari sisi ayah dan ibu, sebagai upaya tokoh utama dalam menjalankan kehidupan berkeluarga sesuai dengan tujuan progresif. Dengan demikian, penelitian kali ini akan menjelaskan melalui teori Representasi oleh Stuart Hall, seperti apa karakteristik keluarga progresif yang ada dalam film serta melihat kemungkinan relasinya dengan komunitas Vaterfreuden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip dari keluarga progresif dapat terlihat dari gambaran tokoh utama dan keluarga progresif dari segi imajiner memiliki relasi dengan komunitas Vaterfreuden.

The family structure in the modern era is no longer based on conservative forms that only prioritize traditional values. The main reason is that many changes have begun, especially in German society, which has already referred to the characteristics of a growth mindset and money economy. This certainly has an impact on people who live in urban spaces, so they are able to represent progressive families. This discourse can be seen through the film Vaterfreuden (2014), in which the progressive family represents it from the father's and mother's side, as the main character's efforts to carry out family life in accordance with progressive goals. Thus, this research will explain through Stuart Hall's Representational theory, what are the characteristics of progressive families in films and examine their possible relationships with the Vaterfreuden community. The results of this study indicate that the principle of the progressive family can be seen from the depiction of the main character and the imaginary perspective of the progressive family having a relationship with the Vaterfreuden community."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Bunga Dariana
"Tokyo Sonata merupakan film karya Kiyoshi Kurosawa yang menceritakan tentang keruntuhan keluarga pekerja di Jepang pasca pecahnya gelembung ekonomi. Depresi ekonomi yang terjadi pada saat itu membuat pergeseran peran oleh laki-laki di Jepang untuk membangun identitas maskulin yang dahulunya sebagai militer, berubah menjadi seorang pencari nafkah. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan maskulinitas hegemonik direpresentasikan dalam film Tokyo Sonata karya Kiyoshi Kurosawa serta pesan yang disampaikan mengenai maskulinitas hegemonik dalam film Tokyo Sonata. Data primer diperoleh dari film Tokyo Sonata dengan mengamati dan menghasilkan kesimpulan yang didasari oleh penemuan dari adegan yang dianggap mengandung representasi maskulinitas. Sumber data sekunder diperoleh melalui metode studi pustaka menggunakan artikel jurnal, buku, dan karya ilmiah lainnya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teori semiotika Barthes. Penelitian ini menemukan bahwa pada film Tokyo Sonata, maskulinitas hegemonik direpresentasikan dengan tepat oleh Ryuhei sebagai tokoh utama dan para tokoh sampingan lainnya seperti Megumi dan Takashi. Hal ini terlihat dari penampilan dan perilaku para tokoh yang sesuai dengan konsep maskulinitas hegemonik. Maskulinitas hegemonik tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan menampilkan konsep maskulinitas subordinat yang ditampilkan oleh Ryuhei ketika ia kehilangan pekerjaannya.

Tokyo Sonata is a film by Kiyoshi Kurosawa that follows the collapse of working families in post-Bubble Economy of Japan. The economic depression that occurred at that time made a role shift by men in Japan to build a masculine identity that used to be military, turning into a breadwinner. Based on this, this research aims to explain the hegemonic masculinity represented in Kiyoshi Kurosawa's Tokyo Sonata and the message conveyed about hegemonic masculinity in Tokyo Sonata. Primary data was obtained from the movie Tokyo Sonata by observing and producing conclusions based on the findings of the scenes considered to contain representations of masculinity. Secondary data sources were obtained through the literature study method using journal articles, books, and other scientific works. The data collected was then analyzed using Barthes' semiotic theory. This study found that in the movie Tokyo Sonata, hegemonic masculinity is appropriately represented by Ryuhei as the main character and other side characters such as Megumi and Takashi. This can be seen from the appearance and behavior of the characters that are in accordance with the concept of hegemonic masculinity. The hegemonic masculinity is further elaborated by displaying the concept of subordinate masculinity displayed by Ryuhei when he loses his job."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Pramesti Wulandari
"ABSTRAK<>br>
Karya akhir ini dibuat bertujuan untuk mengetahui bagaimana hegemoni maskulinitas dalam suatu Perda diskriminatif dapat mengopresi perempuan. Penulis melakukan analisis wacana kritis dengan menggunakan data sekunder dari Kajian Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan serta dianalisis berlandaskan pada teori kriminologi feminis dan feminist legal theory. Hasil karya akhir ini menunjukan bahwa hegemoni maskulinitas dan pemikiran patriarki dalam masyarakat Indonesia menjadikan faktor munculnya Perda diskriminatif. Selain itu, Perda merupakan sebuah instrumen pemerintah yang dijadikan untuk mengontrol tubuh perempuan. Melalui Perda, laki-laki dapat mengopresi perempuan melalui teks dan implementasi Perda diskriminatif tersebut. Kata Kunci : Perda diskriminatif, hegemoni maskulinitas, opresi, tubuh perempuan,teori kriminologi feminis, feminist legal theory.

ABSTRACT<>br>
This thesis aims to find out how hegemonic masculinity, through discriminative regional regulations, can oppressed women. Through critical analytical text method, this research was conducted by using a secondary data from National Commission on Violence Against Women 39 s research, analyzed based on feminist criminological theory and feminist legal theory. The result shows that hegemonic masculinity and patriarchal perspective that deeply ingrained in Indonesian society became the emergence of factors of any discriminative regional regulation. Moreover, the regional regulations act as governmental instruments to control women 39 s body. The oppression of women by men, thus, is done through the text and the implementation of these harmful regional regulations. Keywords discriminative regional regulation, hegemonic masculinity, oppression, women 39 s body, criminological feminist theory, feminist legal theory."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Filza Biankarisia
"Skripsi ini membahas representasi maskulinitas yang ditampilkan dalam iklan-iklan produk perawatan wajah dan tubuh pria. Produk kosmetik tidak hanya dikonstruksikan dalam konsep feminin, melainkan juga dalam konsep maskulin. Perubahan konsep pria maskulin dalam iklan yang terjadi ketika pria direpresentasikan sebagai objek yang dilihat para pria maupun wanita. Hal ini terlihat pada pria masa kini yang menjadi lebih memerhatikan penampilan fisik baik bentuk tubuh maupun wajah yang direpresentasikan melalui iklan-iklan produk kosmetik khusus pria. Ketiga iklan yang telah dipilih sebagai korpus data akan dianalisis bagaimana representasi maskulinitas baru dalam iklan produk perawatan wajah dan tubuh pria. Pergeseran konstruksi maskulinitas tersebut akan menghasilkan identitas budaya metroseksual.

This study is about the changing of the idea of masculinity in Germany, which is represented by the advertisements of men rsquo s facial and body treatment products. Grooming products had been constructed into femininity, this construction is already changed now. There is a new idea of how masculinity is now defined, men are the objects being represented. They tend to be much more attentive to their physical facial appearances. By analyzing structures of each advertisement, this study tries to analyze how the three advertisements of men rsquo s facial and body treatment products represent the idea of the new and modern masculinity to society. The change of masculinity constructionism will produce cultural identity for metrosexual.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S68985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salvia Aisha Majdah
"Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan internalisasi maskulinitas hegemonik dalam upaya pencarian makna kebahagiaan pada film Oku Otoko (2018). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori maskulinitas hegemonik oleh R.W. Connell (2005) dan maskulinitas salaryman oleh Romit Dasgupta (2010). Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan sinematografi untuk menganalisis dialog dan aspek visual film. Peneliti memfokuskan analisis kepada tokoh utama laki-laki, Kazuo dan tokoh istrinya, Masako. Analisis meliputi aspek-aspek dialog, konflik, penampilan, ekspresi dan sorotan kamera. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa upaya pencarian makna kebahagiaan bagi Kazuo sangat dipengaruhi oleh pandangan materialistis, yang berakar pada internalisasi maskulinitas hegemonik. Film ini juga menggambarkan adanya tekanan dalam rumah tangga yang timbul akibat harapan-harapan terkait dengan maskulinitas hegemonik.

This study explores the internalization of hegemonic masculinity in the pursuit of happiness as depicted in the film Oku Otoko (2018). It draws on R.W. Connell's theories of hegemonic masculinity (2005) and Romit Dasgupta's concept of salaryman masculinity (2010). Using text analysis and cinematography, the research focuses on the main characters, Kazuo and his wife, Masako. Key aspects analyzed include dialogue, conflict, appearance, expression, and camera shots. Findings reveal that Kazuo's pursuit of happiness is heavily influenced by materialistic values rooted in hegemonic masculinity. The film also highlights the domestic pressures stemming from societal expectations related to this form of masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Fransiska Wulansari
"Film The Stepford Wives ini menjelaskan tentang emansipasi wanita dari gerakan feminisme yang telah menimbulkan rasa takut bagi posisi kaum pria. Mengacu kepada pernyataan K. Trigiani, kaum pria adalah kaum maskulin yang bersifat dominan atas kaum wanita atau feminin. Dalam makalah ini juga digunakan teori dari C. Jewitt mengenai konsep maskulinitas wimp dan homoseksual. Secara spesifik, para pria yang ada di dalam film tersebut menganut kedua konsep dari C. Jewitt. Para pria tersebut digambarkan sebagai kaum yang tidak hanya merasa tersaingi oleh emansipasi wanita, melainkan harga diri mereka juga terancam. Oleh karena itu, para pria tersebut mencoba untuk merebut kembali maskulinitas mereka melalui tindak diskriminasi terhadap para wanita.

The film The Stepford Wives explains about women emancipation from feminism movement that has caused the feeling of afraid for the men’s position. Refering to K. Trigiani’s statement, men are categorized as a group of masculines that are dominant over women or feminines.This paper is analysed with Masculinity wimp and Homosexual theory by C. Jewitt. Specifically, men in the film belong to the categories based on the theory of C. Jewitt. The men are illustrated as a group of people who not only feel insecure by women emancipation, but also their self esteem are threatened. Therefore, men try to get their masculinity back through discrimination towards women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Endramari
"Selain sebagai hiburan, film juga beperan sebagai media yang merepresentasikan dan menyebarkan ideologi. Penelitian ini akan fokus membahas Hacksaw Ridge (2016) sebagai representasi film aksi peperang Hollywood yang menawarkan penggambaran baru maskulinitas hegemoni, khususnya pada lingkungan militer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode strukturalis, khususnya teori semiotika Barthes, analisis karakterisasi berdasarkan teori Boggs dan Petrie, serta studi pustaka lebih lanjut terkait maskulinitas hegemoni. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan (1) bagaimana film Hacksaw Ridge memanfaatkan beberapa aspek sinematik, seperti teknik pengambilan gambar dan pemilihan aktor, untuk menggambarkan maskulinitas hegemoni dan (2) bagaimana karakter utama film, Desmond Doss, memberikan perspektif baru terhadap apa yang dianggap maskulin.

Other than a part of entertainment, a movie is also a suitable medium to represent and disperse ideology. This research will focus on highlighting Hacksaw Ridge (2016) as a representation of a war movie that offers a fresh portrayal of hegemonic military masculinity. The methods used will be the structuralist approach, specifically Barthes’s theory of semiotics, characterization analysis based on Boggs and Petrie, and further library research related to hegemonic masculinity. This research is expected to make a point on (1) how the movie uses several cinematic aspects, including camera work and choice of actors or casting, to portray hegemonic masculinity and (2) how the main character, Desmond Doss, gives a new perspective on what is considered masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>