Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108546 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kanasha Zahra Khairunnisa
"Latar Belakang
Rokok mengandung banyak senyawa kimia dan radikal bebas yang dapat memicu peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif ini dapat membahayakan kesehatan organ, salah satunya ginjal. Walaupun demikian, kondisi ini dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sumber antioksidan yang dapat dikonsumsi salah satunya adalah Spirulina platensis. Studi ini menyelidiki potensi antioksidan Spirulina platensis dibandingkan dengan vitamin C dalam menurunkan kadar malondialdehid (MDA) pada jaringan ginjal tikus Sprague-Dawley yang terpapar asap rokok.
Metode
Dalam eksperimen in vivo ini, 35 tikus jantan Sprague-Dawley ditempatkan dalam tujuh kelompok: kelompok kontrol (N), Cigarette (Cg), Spirulina (Sp), Vitamin C (As), Spirulina-Cigarette (SpCg), Vitamin C-Cigarette (AsCg) dan Cigarette-Spirulina (CgSp), untuk mengevaluasi efek perlindungan vitamin C dan ekstrak Spirulina platensis terhadap stres oksidatif yang disebabkan oleh asap rokok. Tikus diberi 750 mg/kg Spirulina dan 9 mg/kg vitamin C, kemudian diberi 12 batang asap rokok setiap hari selama 30 hari. Metode Will’s digunakan untuk mengukur kadar malondialdehid dalam homogenat jaringan ginjal, diikuti spektrofotometri. Data dianalisis menggunakan SPSS, dengan kedua uji ANOVA dan Post-Hoc untuk menentukan signifikansi statistik.
Hasil
Studi ini menemukan bahwa kelompok hanya Spirulina platensis (Sp) memiliki kadar MDA yang paling rendah di antara semua kelompok, walaupun hanya signifikan dengan beberapa kelompok. Terdapat penurunan kadar MDA yang signifikan pada kelompok CgSp dibandingkan dengan Cg dan SpCg. Perbandingan signifikan juga ditemukan pada kelompok AsCg dan SpCg dengan kadar MDA lebih rendah pada AsCg.
Kesimpulan
Spirulina platensis terbukti dapat menurunkan kadar MDA pada jaringan ginjal tikus secara kuratif. Namun, pemberian vitamin C menunjukkan efek preventif yang lebih baik dibandingkan Spirulina platensis. Dengan demikian, Spirulina platensis efektif menurunkan kadar MDA pada ginjal tikus secara kuratif, tetapi vitamin C menunjukkan efek preventif yang lebih unggul.

Introduction
Cigarettes contain many chemical compounds and free radicals that can trigger an increase in oxidative stress. This oxidative stress can harm the health of organs, including the kidneys. However, this condition can be neutralized by antioxidants. One source of antioxidants that can be consumed is Spirulina platensis. This study investigated the antioxidant potential of Spirulina platensis compared to vitamin C in reducing malondialdehyde (MDA) levels in Sprague-Dawley rats kidney tissue.
Method
In this in vivo experiment, 35 male Sprague-Dawley rats were placed in seven groups : Control (N), Cigarette (Cg), Spirulina (Sp), Vitamin C (As), Spirulina-Cigarette (SpCg), Vitamin C-Cigarette (AsCg), and Cigarette-Spirulina (CgSp), to evaluate the protective effects of vitamin C and Spirulina platensis extract against oxidative stress induced by cigarette smoke. Rats were given 750 mg/kg Spirulina and 9 mg/kg vitamin C, then exposed to 12 cigarette smoke cigarettes daily for 30 days. Will's method was used to measure malondialdehyde levels in kidney tissue homogenates, followed by spectrophotometry. Data were analyzed using SPSS, with both ANOVA and Post-Hoc tests to determine statistical significance.
Results
This study found that the Spirulina platensis only group (Sp) had the lowest MDA levels among all groups, although it was only significant with some groups. There was a significant reduction in MDA levels in the CgSp group compared to Cg and SpCg. Significant comparisons were also found in the AsCg and SpCg groups with lower MDA levels in AsCg.
Conclusion
Spirulina platensis was shown to reduce MDA levels in rat kidney tissue curatively. However, vitamin C administration showed a better preventive effect than Spirulina platensis. Thus, Spirulina platensis was effective in reducing MDA levels in rat kidneys curatively, but vitamin C showed a superior preventive effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiwuk Susantiningsih
"Latar Belakang. Merokok adalah penyebab utama kematian akibat penyakit yang dapat dicegah seperti stroke, penyakit jantung dan kardiovaskuler. Morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yang disebabkan oleh rokok melebihi yang disebabkan oleh kanker paru-paru. Paparan asap rokok menyebabkan sel mengalami kerusakan DNA dan atau kerusakan mitokondria. Faktor penentu nasib sel secara molekuler menuju perbaikan sel hingga selesai (cell repair), premature senescence, autofagi atau apoptosis masih perlu penelitian lebih lanjut. Potensi Spirulina platensis sebagai antioksidan preventif premature senescence pada paparan asap rokok perlu penelitian lebih mendalam baik secara in silico dan in vivo.
Metode. Penelitian ini terdiri dari 3 tahap penelitian yaitu penelitian in silico, preliminary study untuk menentukan dosis paparan asap rokok yang dapat menyebabkan premature senescence jantung dan menentukan dosis S. platensis yang dapat mencegah terjadinya premature senescence jantung. Tahap 3 penelitian in vivo sebanyak 32 ekor tikus jantan Spraque-Dawley dibagi secara acak menjadi 8 kelompok: kelompok kontrol (N), Cigarette (Cg), Spirulina (Sp), Vitamin C (As), Spirulina-Cigarette (SpCg), C-phycocyanin-Cigarette (PhCg) dan Cigarette-Spirulina (CgSp). Setelah 30 hari perlakuan, tikus terminasi, dilakukan pengamatan kerusakan jaringan jantung (HE) dan inflamasi (TNFa), pemeriksaan penanda stres oksidatif (8-OHdG, MDA dan GSH), penanda sel masuk siklus sel fase S kembali (CDK2), penanda premature senescence (p53, p16, mTOR dan SA-β-Gal), penanda autofagi (LC3), dan apoptosis (Caspase3).
Hasil. Analisis in silico protein-protein yang berperan pada tahap TGA, paparan asap rokok dan S. platensis adalah protein CDK2, p53, p16, LC3 dan Caspase3 dengan komponen C-phycocyanin. Dosis paparan asap rokok yang dapat menyebabkan terjadinya premature senescence adalah 12 batang rokok sekali sehari selama 30 hari. Dosis S. platensis yang dapat mencegah premature senescence jantung adalah 750mg/kgBB sekali sehari selama 30 hari. S. platensis dapat memperbaiki morfologi jantung, menurunkan kadar TNFα, menurunkan stres oksidatif 8-OHdG dan MDA, meningkatkan kadar GSH, meningkatkan CDK2, mencegah premature senescence melalui jalur p16 serta menurukan aktivitas spesifik enzim SA-β-Gal, meningkatkan jalur autofagi LC3, serta mencegah apoptosis Caspase3 jantung tikus yang dipaparkan asap rokok.
Kesimpulan. Pemberian terapi preventif S. platensis 750mg/kgBB mampu memperbaiki gambaran histologi dan inflamasi jantung, mencegah stres oksidatif, membantu sel bersiklus kembali serta mencegah premature senescence jantung melalui penghambatan jalur p16, memacu autofagi dan mencegah apoptosis jantung tikus yang dipaparkan asap rokok 12 batang sekali sehari selama 30 hari.

Background. Smoking is the leading cause of death from preventable diseases such as stroke and cardiovascular diseases. Cardiovascular morbidity and mortality caused by smoking higher than lung cancer. Cigarette smoke exposure causes DNA damage and/or mitochondrial disfunction. Molecular determinants of cell fate toward complete cell repair, premature senescence, autophagy, or apoptosis still need further research. The potential of Spirulina platensis as an antioxidant to prevent cardiovascular premature senescence to cigarette smoke exposure needs further research by an in silico and in vivo. Methods. This study consist of three stages of research, namely in silico study, a preliminary study to determine the dose of cigarette smoke exposure that can causes cardiovascular premature senescence, and a determination of the dose of S. platensis that can prevent cardiovascular premature senescence. In an in vivo study, 32 male-rats Sprague-Dawley were randomly divided into 8 groups: Control (N), Cigarette (Cg), Spirulina (Sp), Vitamin C (As), Spirulina-Cigarette (SpCg), C-phycocyanin-Cigarette (PhCg), and Cigarette-Spirulina (CgSp). After 30 days of treatment, rats were terminated followed by the observations of heart tissue damage (HE), inflammation (TNFa), examination of stress oxidative marker (8-OHdG, MDA and GSH), examination of cell markers of S-phase cell cycle re-entry (CDK2), markers of premature senescence pathway (p53, p16, mTOR and SA-β-Gal activity), autophagy markers (LC3), and apoptosis (Caspase3).
Results. An in silico analysis of proteins that play a role in the TGA stage, cigarette smoke exposure, and S. platensis are CDK2, p53, p16, LC3, and Caspase3 proteins with C-phycocyanin components. The dose of cigarette smoke exposure that can causes cardiovascular premature senescence was 12 cigarettes once a day for 30 days. The dose of S. platensis that can prevent cardiovascular premature senescence is 750mg/kgBW once a day for 30 days. S. platensis can improve repairment of heart morphology, reduce TNFα levels, reduce oxidative stress markers (8-OHdG and MDA) and increase GSH levels, increase CDK2, prevent cardiovascular premature senescence through the p16 pathway and reduce the specific activity of SA-β-Gal enzymes, increase the LC3 autophagy pathway, and prevent Caspase3 apoptosis of rat hearts to cigarette smoke exposure.
Conclusion. Spirulina platensis at the dose of 750mg/kgBW has a preventive therapy by improve the histological and heart inflammation, prevent oxidative stress, help re-entry S-phase cell cycle and prevent cardiovascular premature senescence through inhibition of the p16 pathway, spur autophagy and prevent apoptosis of the heart of rats to 12 cigarettes smoke exposure once a day for 30 days.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Amelia Putri
"Latar Belakang Kerusakan lipid pada jaringan hati akibat proses peroksidasi oleh radikal bebas menghasilkan malondialdehid yang dapat digunakan sebagai parameter stres oksidatif. Berdasarkan penelitian terdahulu, Spirulina dikenal sebagai antioksidan alternatif untuk mengurangi radikal bebas. Penelitian ini akan mengetahui pengaruh pemberian Spirulina platensis terhadap kadar malondialdehid jaringan hati tikus berbagai kelompok usia. Metode Penelitian eksperimental dengan mengukur kadar malondialdehid sebagai pertanda terjadinya stres oksidatif pada 30 jaringan hati tikus wistar jantan yang berasal dari 6 kelompok, yaitu kelompok yang diberikan aquades berusia 12 minggu,18 minggu, dan 24 minggu, serta kelompok yang diberikan Spirulina platensis berusia 12 minggu, 18 minggu, dan 24 minggu. Kadar malondialdehid diukur dengan menggunakan metode TBARS. Hasil Rata – rata kadar malondialdehid pada kelompok tikus yang diberikan aquades tertinggi adalah kelompok usia 24 minggu (91,28 nmol/gram jaringan) dan terendah adalah kelompok usia 18 minggu (64,69 nmol/gram jaringan). Kadar malondialdehid setelah pemberian Spirulina platensis pada kelompok usia 12 minggu 0,96 kali lipat (p>0,05); usia 18 minggu 0,78 kali lipat (p<0,05); dan usia 24 minggu adalah 0,94 kali lipat (p<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan aquades. Kesimpulan Terjadi penurunan kadar malondialdehid pada usia tikus 12, 18, dan 24 minggu yang diberikan Spirulina platensis dibandingkan dengan aquades, meskipun hanya bermakna pada kelompok usia 18 dan 24 minggu.

Introduction Lipid damage in liver tissue due peroxidation process by free radicals produces malondialdehyde that used as a parameter of oxidative stress. Based on previous research, Spirulina is known as an alternative antioxidant to reduce free radicals. This research will determine the effect of giving Spirulina platensis on malondialdehyde levels in liver tissue of mice of various age groups. Method Experimental research measuring malondialdehyde levels as a sign of oxidative stress in 30 rat liver tissues from 6 groups, namely the group given aquades aged 12 weeks, 18 weeks and 24 weeks, and the group given Spirulina platensis aged 12 weeks, 18 weeks, and 24 weeks. Malondialdehyde levels were measured using the TBARS method. Results The highest average level of malondialdehyde in mice that given aquades was the 24 weeks age group (91.28 nmol/mg tissue) and the lowest was the 18 weeks age group (64.69 nmol/mg tissue). Malondialdehyde levels after administration of Spirulina platensis in the 12 weeks age group 0.96 times (p>0.05); age 18 weeks 0.78 times (p<0.05); and age 24 weeks was 0.94-fold (p<0.05) lower than the group given aquades. Conclusion There was a decrease in malondialdehyde levels in mice aged 12, 18 and 24 weeks who were given Spirulina platensis compared to aquades, although it was only significant in the 18 and 24 weeks age groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indah Lestari Suwardi
"Latar Belakang Stres oksidatif mendorong penuaan ginjal, yang mengakibatkan penurunan fungsi. Penuaan ginjal ditandai dengan peningkatan stres oksidatif, yang dapat diukur melalui aktivitas enzim SOD. Spirulina, kaya akan antioksidan, dapat mengurangi stres oksidatif. Studi ini meneliti efek Spirulina pada aktivitas superoksida dismutase di ginjal tikus untuk mengevaluasi potensinya dalam mengurangi penuaan ginjal. Metode Penelitian ini menggunakan desain eksperimen analitik dengan 30 tikus Wistar, yang dikategorikan menjadi kelompok kontrol dan Spirulina pada tiga kelompok usia (12, 18, dan 24 minggu). Kelompok Spirulina menerima Spirulina dengan dosis 250 mg/kg berat badan per hari secara oral melalui tabung lambung selama 29 hari. Ginjal tikus diekstraksi dan dihomogenisasi untuk menentukan aktivitas SOD. Hasil dianalisis menggunakan uji ANOVA satu arah. Hasil Dalam uji ANOVA satu arah, perbedaan signifikan ditemukan dalam aktivitas spesifik SOD antara kelompok Spirulina dan kontrol pada tiga kelompok usia yang berbeda (12, 18, 24 minggu) (p<0,05). Post-hoc Tukey menunjukkan bahwa aktivitas spesifik SOD pada kelompok Spirulina 24 minggu secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan perbedaan rata-rata sebesar 0,09, (p<0.05). Kesimpulan Spirulina secara signifikan memengaruhi aktivitas SOD, karena perbedaan diamati antara kelompok Spirulina dan kontrol di semua kategori usia. Selain itu, manfaat Spirulina berbeda di antara kelompok usia, karena variasi dalam aktivitas spesifik SOD di antara kelompok-kelompok ini signifikan. Oleh karena itu, Spirulina dapat digunakan untuk menghambat perkembangan penuaan pada ginjal.

Introduction Oxidative stress promotes renal aging, resulting in functional deterioration. The aging of kidneys is characterized by increased oxidative stress, which can be assessed by SOD enzyme activity. Spirulina, abundant in antioxidants, may mitigate oxidative stress. This study examines the effect of Spirulina on superoxide dismutase activity in the kidneys of rats to evaluate its potential in mitigating kidney aging. Method This research employed an analytical experimental design with 30 Wistar rats, categorised into control and Spirulina groups over three age cohorts (12, 18, and 24 weeks). The Spirulina group received 250 mg/kg body weight per day of Spirulina orally via a gastric tube for 29 days. Rat kidneys were extracted and homogenised to determine the SOD specific activity. The outcomes were evaluated using a one-way ANOVA. Results In the one-way ANOVA, significant differences were found in SOD specific activity between Spirulina and control groups across three different groups (12-, 18-, 24-weeks) (p<0.05). Post-hoc Tukey indicated that the SOD specific activity in the 24-weeks spirulina group is significantly lower than the control one with the highest mean difference of 0.09, (p<0.05). Conclusion Spirulina significantly affects SOD activity, as differences were observed between the Spirulina and control groups across all age categories. The benefits of Spirulina are different across age groups, as the variation in the SOD specific activity among these groups is significant. Therefore, Spirulina may be used to mitigate the advancement of kidney aging."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ira Putri Lan
"Merkuri merupakan polutan global yang banyak ditemukan baik alam maupun hasil kegiatan manusia. Salah satu sumber pencemaran terbesar merkuri berasal dari pertambangan emas skala kecil (PESK) yang dilakukan oleh masyarakat. Mekanisme yang tepat dari efek toksik Hg masih belum jelas, namun malondialdehide (MDA) merupakan salah satu biomarker utama yang digunakan untuk mengetahui kejadian stres oksidatif akibat pajanan merkuri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian stres oksidatif melalui pengukuran MDA plasma darah pada masyarakat yang terpajan merkuri. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional, pemilihan sampel menggunakan sistem random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 69 responden yang terdiri dari 18 laki-laki dan 51 perempuan. Pengukuran kadar total merkuri darah menggunakan alat ICP-MS dan pemeriksaan kadar Malondialdehide dengan menggunakan TBARS. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan ratarata kadar merkuri dalam darah masyarakat adalah 11,09 μg/L dan kadar MDA adalah 0,419±0,130 nmol/ml. Berdasarkan uji statistik, kadar merkuri dalam darah manunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kadar MDA setelah dikontrol dengan usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik. Namun, orang dengan kadar merkuri dalam darah >5,8 μg/L memiliki risiko 1,27 kali lebih tinggi untuk mengalami stres oksidatif (dengan kadar MDA >0,419 nmol/ml) dibanding orang dengan kadar merkuri darah < 5,8 μg/L. Untuk penelitian berikutnya disarankan dengan mengukur biomarker stres oksidatif lainnya seperti Superoxyde dismutase (SOD) dan 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHDG).

Mercury is a global pollutant that found in nature or as the result of human activity. One of the largest sources of mercury pollution comes from community related to small-scale gold mining. The proper mechanism of the toxic effects of Hg remains unclear, however, malondialdehyde (MDA) is one of the main exposure which is used to determine the incidence of oxidative stress.
This research aims to analyze the oxidative stress status by measuring the MDA plasma in communities exposed to mercury. This research method using cross sectional design, sample selection used a system random sampling. The number of samples as many as 69 respondents consisting of 18 men and 51 women. Measurement of blood mercury levels used an ICP-MS and checking the levels of malondialdehyde used the TBARS. Age, sex, occupation, smoking status and physical activity was measured using a questionnaire.
The results showed the average of mercury levels in community?s blood was 11,09 μg/L and levels of MDA was 0,419±0,130 nmol/ml. Based on statistical test, the mercury levels in blood showed not significant relationship to the increase of MDA levels after controlled age, gender, occupation, smoking status and physical activity. However, people with blood mercury levels >5,8 μg/L had 1,27 times higher risk to suffer from oxidative stress (with MDA >0,419 nmol/ml) than those with blood mercury levels <5,8 μg/L, For their next study is advisable to measure the biomarkers of oxidative stress such as Superoxyde dismutase (SOD) and 8-hydroxy-2- deoxyguanosine (8-OHDG).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Fatimah
"Indonesia merupakan pemain besar dalam industri sepatu di dunia, yaitu terbesar kelima setelah Cina, India, Vietnam dan Brasil. Perakitan sepatu menggunakan perekat atau lem yang mengandung senyawa organik volatil (diantaranya benzena, toluen, dan xylen)dengan kandungan benzena di dalam lem diketahui mencapai 2%. Benzena dapat masuk secara tidak sempurna dengan cepat ke tubuh manusia dan hewan melalui pajanan. pernafasanpajanan benzena pada manusia terbukti berhubungan dengan berbagai penyakit akut dan parah termasuk kanker dan anemia aplastik. Selain itu benzena dan metabolitnya juga terbukti dalam peningkatan stres oksidatif yang terlihat dari peningkatan malondialdehid (MDA) dan penurunan antioksidan dalam tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi konsentrasi benzena di udara tempat kerja dan hubungan antara benzena di dalam tubuh melalui pengukuran biomarker SPhenylmercapturic Acid (S-PMA) terhadap stres oksidatif melalui pengukuran kadar plasma MDA pekerja bengkel sandal/sepatu.
Penelitian ini menggunakan studi crosssectional pada sepuluh bengkel sandal/sepatu di Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor pada Maret-Mei 2018. Jumlah sampel sebanyak 64 pekerja diambil dengan metode total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi benzena di udara empat kerja masih dibawah NAB yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 yaitu 0,002066 ppm dan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi S-PMA dalam urin terhadap kadar MDA plasma darah. Sementara itu ada hubungan yang signifikan antara variabel kebiasaan olahraga terhadap kadar MDA plasma darah namun tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel konsentrasi status merokok, konsumsi kopi, dan IMT pekerja dengan kadar MDA plasma darah pekerja. Konsentrasi benzena masih dalam batas aman namun tetap harus diminimalisasi karena benzena merupakan zat karsinogenik yang dapat terakumulasi dalam tubuh sehingga diperlukan pencegahan seperti perbaikan ventilasi,pengaturan jam kerja, dan pelarangan merokok saat bekerja.

Indonesia is the fifth largest country with shoe industri in the world, the biggest after China, India, Vietnam and Brazil. Shoe assembly using adhesives or glue that contain volatile organic compounds (such as benzene, toluene and xylen) with benzene content in the glue is known to reach 2%. Benzene can enter imperfectly rapidly into the human body and animals through inhalation exposure, human benzene exposure is shown to be associated with various acute and severe diseases including cancer and aplastic anemia. In addition, benzene and its metabolites are also proven in increased oxidative stress seen from increased malondialdehyde (MDA) and decreased antioxidants in the body.
This study aims to identify benzene concentrations in the air of the workplace and the relationship between benzene in the body through measurement of S-Phenylmercapturic Acid (S-PMA) biomarkers against oxidative stress through measurement of MDA plasma level of sandal / shoe workers.
This study used cross-sectional study on ten shoe workshops in Desa Sukajaya , Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor from March to May 2018. The number of samples as much as 64 workers taken by total sampling method.
The results showed an average concentration of benzene in the air of the workplace is still under the treshold value which determined by Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Year 2011 (0.002066 ppm) and there are no significant relationship between concentrations of S-PMA in urine against the levels of MDA blood plasma. Meanwhile, there is a significant relationship between exercise habit variables against blood plasma MDA level but no significant relationship between variable length of work, smoking status, coffee consumption, and BMI of workers againist blood plasma MDA levels of workers.The concentration of benzene is still below the treshold limit but should be minimized because benzene is a carcinogenic substance that can accumulate in the body so that the preventive action such as improvement of ventilation, regulation of working hours, and a prohibition on smoking at work should be applied.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tina Rosiani Zaini
"Latar Belakang
Stres oksidatif cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, terutama pada hati. Spirulina platensis, tanaman yang terkenal dengan sifat antioksidannya, dapat membantu mengurangi stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak pemberian Spirulina platensis terhadap kadar karbonil dalam jaringan hati tikus pada berbagai kelompok umur.
Metode
Sampel yang digunakan adalah hati tikus usia 12, 18, dan 24 minggu yang masing-masing kelompok usia telah diberikan Spirulina platensis dan kelompok kontrol tidak diberikan. Metode perhitungan yang digunakan adalah Metode Warburg-Christian untuk Pengukuran Protein dan Metode Allen untuk Pengukuran Karbonil.
Hasil
Konsentrasi karbonil tertinggi kelompok kontrol terdapat pada kelompok 18 minggu (0,743 nmol/mg protein), sedangkan terendah pada kelompok 24 minggu (0,423 nmol/mg protein). Konsentrasi karbonil tertinggi kelompok Spirulina terdapat pada kelompok 12 (0,678 nmol/mg protein), dan terendah pada kelompok 24 minggu (0,391 nmol/mg protein). Kelompok 12 minggu yang diberikan spirulina menunjukkan peningkatan konsentrasi karbonil sebanyak 1.215 kali dibandingkan kelompok kontrol. Kelompok 18 minggu yang diberikan spirulina menunjukkan penurunan konsentrasi karbonil sebanyak 0.686 kali dibandingkan kelompok kontrol. Kelompok 24 minggu yang diberikan spirulina menunjukkan peningkatan konsentrasi karbonil sebanyak 0.924 kali dibandingkan kelompok kontrol.
Kesimpulan
Kadar karbonil dalam jaringan hati meningkat pada kelompok kontrol dari kelompok usia 12 minggu ke 18 minggu. Sedangkan kadar karbonilnya menurun pada kelompok usia 18 minggu ke 24 minggu. Kelompok usia 12 minggu yang diberikan Spirulina menunjukkan peningkatan kadar karbonil dibandingkan kelompok kontrol. Sebaliknya, kelompok usia 18 minggu dan 24 minggu yang diberikan Spirulina menunjukkan penurunan kadar karbonil dibandingkan kelompok kontrol.

Introduction
Oxidative stress tends to rise as age increases, with the liver being notably affected. Spirulina platensis, a plant known for its antioxidant properties, may help reduce oxidative stress. This study aims to evaluate the impact of Spirulina platensis administration on carbonyl level in the liver tissues of rats across different age groups. Method
The sample will be rat liver with ages 12, 18, and 24 weeks in which each age group have been given Spirulina platensis and the controlled group will not be given. The method for calculations will use Warburg- Christian Method for Protein Measurement and Allen Method for Carbonyl Measurement.
Results
The highest carbonyl level in the control group was in the 18-week group (0.743 nmol/mg protein), while the lowest was in the 24-week group (0.423 nmol/mg protein). The highest carbonyl level in the Spirulina group was in 12-week group (0.678 nmol/mg protein), and the lowest was in the 24-week group (0.391 nmol/mg protein). The 12-week group given spirulina showed an increase in carbonyl level of 1,215 times compared to the control group. The 18-week group given spirulina showed a reduction in carbonyl level of 0.686 times compared to the control group. The 24-week group given spirulina showed an increase in carbonyl level of 0.924 times compared to the control group.
Conclusion
Carbonyl levels in liver tissue increased for control group from the 12-weeks to the 18- weeks age group. Meanwhile, the carbonyl levels decreased from 18-weeks to 24-weeks age group. The difference from the control to the spirulina of the 12-weeks age group showed an increase, while the difference from the control to the spirulina of the 18-weeks and 24-weeks age group showed a decrease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniya Qanita Amani
"Latar Belakang
Seiring bertambahnya usia penduduk, penyakit kronis, khususnya hipertensi, semakin banyak terjadi di Indonesia. Aterosklerosis yang ditandai dengan penyempitan lumen pembuluh darah akibat plak lemak merupakan salah satu penyebab hipertensi. Proses stres oksidatif ini menghasilkan molekul yang dikenal sebagai malondialdehid (MDA) yang dapat diukur. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tekanan darah dan kadar malondialdehid.
Metode
Sebanyak 90 lisat darah dari penelitian sebelumnya digunakan. Kadar malondialdehid diukur dengan menggunakan metode TBARS, dimana reaksinya menghasilkan warna merah-ungu. Intensitas pewarnaan ini sesuai dengan seberapa banyak MDA bereaksi dengan reagen. Untuk mengukurnya, spektrofotometer digunakan. Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi sebelum dianalisis menggunakan uji non parametrik Kendall-Tau b.
Hasil
Konsentrasi MDA yang sangat tinggi ditemukan pada partisipan dengan 3 penyakit kronis (4,194 nmol/ml). Penyimpangan signifikan dari normalitas ditemukan (p <0,05). Tes awal kami tidak menunjukkan hasil yang signifikan: sistolik (TB = -0.036, p = 0.637), diastolik (TB = -0.071, p = 0.376), dan MAP (TB = -0.060, p = 0.422). Namun, analisis subkelompok pada populasi lansia “middle-old” menunjukkan hubungan positif sedang antara kadar MDA dan tekanan darah sistolik (TB = 0.308, n = 25, p = 0.043).
Kesimpulan
Korelasi antara kadar MDA dan tekanan darah ditemukan. Namun, perlu diketahui karena sifat hipertensi yang kompleks, banyak faktor yang juga bisa bertanggung jawab atas tingginya konsentrasi MDA.

Introduction
As the population ages, chronic diseases, particularly hypertension, are becoming prevalent in Indonesia. Atherosclerosis, characterized by the narrowing of blood vessel lumens due to fatty plaques, is one of the causes of hypertension. This process of oxidative stress produces a molecule known as malondialdehyde (MDA), which can be quantified. Therefore, the primary objective of this research is to investigate the correlation between hypertension and the levels of malondialdehyde.
Method
A total of 90 RBC lysate from previous research were used. Malondialdehyde levels were assessed using the TBARS method, which led to a red-purple coloration. The intensity of this coloration corresponds to the extent of MDA's reaction with the reagent. To quantify this, a spectrophotometer was utilized. The data then was incorporated into a regression equation before being analyzed using the Kendall-Tau b non-parametric test.
Results
A notably high MDA concentration was found in participants with 3 chronic diseases (4.194 nmol/ml). A significant deviation from normality were observed (p < 0.05). Our initial test did not reveal any significant results: systolic (Tb = -0.036, p = 0.637), diastolic (Tb = -0.071, p = 0.376), and MAP (Tb = -0.060, p = 0.422). However, subgroup analysis in middle-old population revealed moderate positive relationship between MDA levels and systolic blood pressure (Tb = 0.308, n = 25, p = 0.043).
Conclusion
There is indeed a correlation between MDA levels and blood pressure. However, it should be noted due complex nature of hypertension, many factors could also be responsible for high MDA concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniya Qanita Amani
"

Latar Belakang

Seiring bertambahnya usia penduduk, penyakit kronis, khususnya hipertensi, semakin banyak terjadi di Indonesia. Aterosklerosis yang ditandai dengan penyempitan lumen pembuluh darah akibat plak lemak merupakan salah satu penyebab hipertensi. Proses stres oksidatif ini menghasilkan molekul yang dikenal sebagai malondialdehid (MDA) yang dapat diukur. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tekanan darah dan kadar malondialdehid.

Metode

Sebanyak 90 lisat darah dari penelitian sebelumnya digunakan. Kadar malondialdehid diukur dengan menggunakan metode TBARS, dimana reaksinya menghasilkan warna merah-ungu. Intensitas pewarnaan ini sesuai dengan seberapa banyak MDA bereaksi dengan reagen. Untuk mengukurnya, spektrofotometer digunakan. Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan regresi sebelum dianalisis menggunakan uji non parametrik Kendall-Tau b.

Hasil

Konsentrasi MDA yang sangat tinggi ditemukan pada partisipan dengan 3 penyakit kronis (4,194 nmol/ml). Penyimpangan signifikan dari normalitas ditemukan (p <0,05). Tes awal kami tidak menunjukkan hasil yang signifikan: sistolik (𝜏𝑏 = -0.036, p = 0.637), diastolik (𝜏𝑏 = -0.071, p = 0.376), dan MAP (𝜏𝑏 = -0.060, p = 0.422). Namun, analisis subkelompok pada populasi lansia “middle-old” menunjukkan hubungan positif sedang antara kadar MDA dan tekanan darah sistolik (𝜏𝑏 = 0.308, n = 25, p = 0.043).

Kesimpulan

Korelasi antara kadar MDA dan tekanan darah ditemukan. Namun, perlu diketahui karena sifat hipertensi yang kompleks, banyak faktor yang juga bisa bertanggung jawab atas tingginya konsentrasi MDA.


Introduction

As the population ages, chronic diseases, particularly hypertension, are becoming prevalent in Indonesia. Atherosclerosis, characterized by the narrowing of blood vessel lumens due to fatty plaques, is one of the causes of hypertension. This process of oxidative stress produces a molecule known as malondialdehyde (MDA), which can be quantified. Therefore, the primary objective of this research is to investigate the correlation between hypertension and the levels of malondialdehyde.

Method

A total of 90 RBC lysate from previous research were used. Malondialdehyde levels were assessed using the TBARS method, which led to a red-purple coloration. The intensity of this coloration corresponds to the extent of MDA's reaction with the reagent. To quantify this, a spectrophotometer was utilized. The data then was incorporated into a regression equation before being analyzed using the Kendall-Tau b non-parametric test.

Results

A notably high MDA concentration was found in participants with 3 chronic diseases (4.194 nmol/ml). A significant deviation from normality were observed (p < 0.05). Our initial test did not reveal any significant results: systolic (𝜏𝑏 = -0.036, p = 0.637), diastolic (𝜏𝑏 = -0.071, p = 0.376), and MAP (𝜏𝑏 = -0.060, p = 0.422). However, subgroup analysis in middle-old population revealed moderate positive relationship between MDA levels and systolic blood pressure (𝜏𝑏 = 0.308, n = 25, p = 0.043).

Conclusion

There is indeed a correlation between MDA levels and blood pressure. However, it should be noted due complex nature of hypertension, many factors could also be responsible for high MDA concentration.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Stephanie
"Hipertensi adalah salah satu penyebab kematian utama di dunia dan dapat menyebabkan penyakit lain, seperti chronic kidney disease (CKD) dan hipertensi pada ginjal. Selain obat antihipertensi (captopril), tanaman herbal (Apium graveolens) juga terkenal untuk menurunkan tekanan darah. Malondialdehyde akan meningkat jika reactive oxygen stress (ROS) juga meningkat, sedangkan katalase adalah enzim antioksidan yang memetabolisme H2O2. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efek aditif dari kombinasi captopril dan ekstrak seledri dalam menurunkan tekanan darah, katalase, dan MDA. Studi data eksperimental laboratorium yang menggunakan jaringan ginjal dari tikus Sprague-Dawley. Tikus di induksi dengan metode non-invasive blood pressure selama kurang lebih 60 hari. Setiap sampel dianalisa dengan ELISA untuk menentukan kadar MDA, katalase dengan menggunakan data protein jaringan ginjal. Hasil uji tekanan darah menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara grup pengobatan captopril dengan ekstrak seledri (p = 0,000). Hasil uji kombinasi pengobatan captopril dengan ekstrak seledri tidak menunjukkan adanya perbedaan signfikan dengan kelompok negatif dalam menurunkan tingkat katalase (p = 0,355) dan MDA (p = 0,213). Studi analisis data menunjukkan perbedaan bermakna dalam menurunkan tekanan darah, tetapi tidak menunjukkan perbedaan bermakna untuk menurunkan tingkat katalase dan MDA dalam jaringan ginjal tikus yang diberikan kombinasi pengobatan captopril dan ekstrak Apium graveolens. 

Hypertension is one of the leading causes of death and can cause other morbidities, such as chronic kidney disease and renovascular hypertension. Aside from antihypertensive medications (captopril), herbal medicine (Apium graveolens) is popular to decrease the blood pressure. Malondialdehyde will increase along with ROS activity, while catalase is an antioxidant enzyme to metabolize H2O2. This study aims to examine the additive effect of captopril and celery extract in decreasing blood pressure, MDA, and catalase. Laboratory experimental data using kidney tissue from Sprague-Dawley rats. The rats underwent induction by non-invasive blood pressure method for around 60 days. Samples are analyzed using ELISA, by obtaining data for MDA, catalase, and protein content from kidney tissue. Blood pressure showing significant decreases between combination treatment groups (p = 0,000). There are no significant differences between combination treatment groups with negative groups in decreasing catalase with p = 0,355) and MDA level (p = 0,213). Study data analysis showed significant differences in decreasing blood pressure, but did not show statistically significant differences in decreasing catalase and MDA level in rats treated with combination treatment of captopril and Apium graveolens extract. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>