Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Wafy
"Latar Belakang
Penyakit katup jantung merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas kardiovaskular di seluruh dunia. Bentuk paling umum adalah penyakit katup jantung rematik, yang terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2015, Indonesia melaporkan 1,18 juta kasus per tahun, menempatkannya di peringkat keempat dunia. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan akibat demam rematik, yang mengganggu fungsi katup jantung, memaksa jantung bekerja lebih keras, dan seiring waktu dapat menyebabkan disfungsi ventrikel kanan (RVD).
Metode
Penelitian cross-sectional ini menggunakan data sekunder dari Rumah Sakit Harapan Kita, yang terdiri dari total 752 pasien dengan diagnosis penyakit katup jantung. Dari jumlah tersebut, 343 pasien dipilih karena memenuhi kriteria inklusi. Variabel seperti usia, jenis kelamin, irama EKG, luas permukaan tubuh (BSA), fraksi ejeksi, hipertensi pulmonal (PH), serta katup mitral (MV), katup aorta (AV), keterlibatan katup multipel, penyakit AV campuran, dan penyakit MV campuran dianalisis menggunakan uji Chi-square dan uji t-test untuk menilai hubungannya dengan disfungsi ventrikel kanan.
Hasil
Sebanyak 343 pasien dengan penyakit katup jantung rematik memenuhi kriteria inklusi. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas pasien adalah perempuan (58,0%) dan mengalami fibrilasi atrium (57,1%), dengan rata-rata usia 43,16 tahun. Disfungsi ventrikel kanan ditemukan pada (35,9%) pasien. Di antara semua kategori dengan tingkat keparahan sedang, stenosis mitral memiliki proporsi kondisi berat tertinggi (66,2%), sementara regurgitasi mitral memiliki prevalensi tertinggi di antara penyakit katup sedang (33,6%). Analisis data mengungkapkan hubungan signifikan antara irama ECG (p=0.043) dengan disfungsi jantung ventrikel kanan yang diukur menggunakan TAPSE.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disfungsi ventrikel kanan umum terjadi pada pasien dengan penyakit katup jantung reumatik, dan faktor yang secara signifikan berhubungan dengan disfungsi ventrikel kanan adalah irama EKG.

Introduction
Heart valve disease is a prominent source of cardiovascular ilness and death in the world. Rheumatic heart valve disease, the most common form, primarily affects in developing and middle-income countries. In 2015, Indonesia reported 1.18 million cases annually, ranking fourth globally. This condition arises from damage caused by rheumatic fever, leading to valve dysfunction, which forces the heart to work harder and may result in right ventricular dysfunction (RVD) over time.
Method
This cross-sectional study utilized secondary data fromHarapan Kita Hospital, comprising a group of 752 patients diagnosed with heart valve disease. Out of these, 343 patients were chosen because they met the inclusion criteria. Variables such as age, gender, ECG rhythm, body surface area (BSA), ejection fraction, pulmonary hypertension (PH), as well as mitral valve (MV), aortic valve (AV), multiple valvular involvement, mixed AV disease, and mixed MV disease were analyzed using Chi-square tests and t- tests to assess their associations with right ventricle dysfunction.
Results
A total of 343 patients with rheumatic heart valve disease met the inclusion criteria. The results indicated that the majority were female (58.0%) and had an atrial fibrilation (57.1%), with a mean age of 43.16 years. Right ventricular dysfunction was found prevalent in (35.9%) of the patients. Among all categories with moderate severity, mitral stenosis had the highest proportion of severe conditions (66.2%), while mitral regurgitation had the highest prevalence among moderate valve diseases (33.6%). Data analysis revealed significant associations between ECG Rhytm (p=0.043) with the occurrence of right ventricular dysfunction measured by TAPSE
Conclusion
The findings of this study indicate that right ventricular dysfunction is prevalent in patients with rheumatic heart valve disease, and a factor significantly associated with right ventricular dysfunction is ECG rhythm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rijal Alaydrus
"Hipertrofi ventrikel kanan (HVKa) pada tetralogy fallot (TF) merupakan suatu respon adaptif akibat dari peningkatan tekanan di ventrikel kanan (VKa) dan hipoksia. HVKa yang berat vektor jantung akan mengarah ke kanan-posterior dapat menyebabkan gelombang S yang dalam di sadapan V6. Sementara itu pasien TF yang lama tidak dikoreksi akan mengalami paparan tekanan berlebih dan sianosis yang lebih lama juga, yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan di tingkat seluler kardiomiosit yang pada akhirnya menyebabkan disfungsi VKa, dan sindrom curah jantung rendah (SCJR). Walaupun angka kesintasan pasca operasi baik, tapi perburukan SCJR dapat mengakibatkan kematian. Saat ini belum jelas bagaimana hubungan antara gelombang S di V6 dengan luaran total koreksi TF khususnya kejadian SCJR.
Metode: Penelitian dengan metode potong lintang. Subyek penelitian adalah TF yang menjalani total koreksi selama tahun 2013 sebanyak 150 pasien, 35 diantaranya dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi kriteri inklusi. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok subyek dengan temuan kriteria S di V6 dan subyek yang untuk melihat hubungan temuan kriteria tersebut dengan variabel dasar. Kemudian dilakukan analisis bifariat terhadap kejadian SCJR, variabel dengan nilai p < 0.25 di masukkan dalam analisa multivariat. Nilai p< 0.05 dianggap bermakna.
Hasil: Usia yang lebih muda, saturasi dan hematokrit yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok subyek memenuhi kriteria gelombang S di V6. Kemudian, usia yag lebih muda, saturasi yang tinggi, kriteria gelombang R di aVR, kriteria gelombang S di I dan kriteria gelombang S di V6 berhubungan dengan kejadian SCJR. Analisis multivariat kriteria gelombang S di V6 berhubungan dengan kejadian SCJR dengan OR 3.2, interval kepercayaan 95% 1.2 - 8.5 dan nilai p=0.02.
Kesimpulan: Kriteria EKG gelombang S di sadapan V6 untuk diagnosis HVKa berhubungan dengan kejadian SCJR pasca total koreksi pasien TF.

Tetralogy of Fallot (TOF) is a common cyanotic congenital heart disease. Right ventricular hypertrophy (RVH) is an adaptive response due to pressure overload and hypoxia in right ventricle (RV); it can be manifested as tall R wave in right precordial leads. This is due to changing direction of cardiac-vector to right In severe RVH, the cardiac vector rotated to right posterior causing deep S wave in V6. Uncorrected TF will expossed to prolong pressure overload and hypoxia, it can caused changes in cardiomyocite that can leads to RV dysfunction, low cardiac output syndrom (LCOS), and arrhythmias. Although the post operation survival rate was quite good, but worsening LCOS could increase mortality. In present time, the association between S wave in V6 and postoperative TOF outcomes, especially LCOS, has not been explained.
Methods: This is a cross sectional study. 150 TOF patients underwent total correction in 2013 included in this study. 35 patients who didn?t meet the inclusion criteria were excluded. Subjects divided in 2 groups: (1) patients who meets S in V6 criteria, and (2) control subjects as baseline characteristic. Bivariate analysis was done for incidence of LCOS, the variable with P<0.25 included in multivariate analysis. The significant value was p<0.5.
Results: Multivariate analysis showed S wave in V6 correlated with the incidence of LCOS with odds ratio 3.2, CI 95% (1.2-8.5), p=0.02.
Conclusion: The ECG findings S wave in V6 leads to diagnose RVH correlated with incidence of LCOS in post total correction TOF. An S wave criterion in V6 of RVH patients? OR was 3.2 to predicts LCOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Sari
"

Latar Belakang : Dari berbagai penelitian, dijumpai hasil yang beragam mengenai efek jangka panjang pemacuan ventrikel kanan non apeks terhadap fungsi sistolik ventrikel kiri pada pasien dengan alat pacu jantung permanen (APJP) serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 

Tujuan:Menilai hubungan beban pemacuan ventrikel kanan non apeks, durasi QRS pacu (pQRSd) dan durasi pemasangan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri pada pasien dengan APJP 

Metode: Studi potong lintang terhadap pasien yang menjalani pemeriksaan APJP di Poliklinik Kardiologi Pelayanan Jantung Terpadu RSCM-FKUI. Dilakukan pemeriksaan program APJP, EKG, NT-proBNP dan ekokardiografi terhadap keseluruhan subyek. Disfungsi sistolik ventrikel kiri didefinisikan sebagai penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri dibawah 50% dan atau NT-proBNP diatas 300 pg/ml.  

Hasil:Dari 46 pasien yang ikut serta dalam penelitian ini, dijumpai 21 (45,65%) pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Terdapat 17 pasien dengan pQRSd ³150 ms yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri sementara hanya dijumpai 4 pasien dengan pQRSd < 150 ms yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri. pQRSd signifikan berhubungan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri (p = 0,016). Rerata pQRSd yang lebih lebar dijumpai pada kelompok dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri (171,14 ms ±40,62 vs 147,04 ms ±29,99, p = 0,026). Beban pemacuan ventrikel kanan dan durasi pemasangan APJP tidak berhubungan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri ( p = 0,710 dan p = 0,079). 

Simpulan: Durasi QRS pacu berhubungan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri pada pasien dengan APJP.  

 


Background : The recent studies have suggested that impact of right ventricular non apical pacing on left ventricular systolic function and factors predispose to its development are still conflicting

Objective : To clarify the clinical significance of non apical right ventricle burden, paced QRS duration (pQRSd) and length of permanent pacemaker usage on left ventricle systolic dysfunction

Methods : This is a cross sectional study of 46 patients who underwent routine pacemaker programming evaluation at Poliklinik Kardiologi Pelayanan Jantung Terpadu, RSCM – FK UI. All subjects went through pacemaker programming, ECG, NT-proBNP, and echocardiography examination. Left ventricle systolic dysfunction was defined as ejection fraction < 50 % and or NT-proBNP > 300 pg/ml.  

Results :Out of fourty six patients who enrolled in this study, twenty one (45,65%) patients have left ventricle systolic dysfunction. Seventeen (60,7%) patients with wider pQRSd (³150 ms)have left ventricle systolic dysfunction. pQRSd has association with left ventricle systolic dysfunction (p = 0,016). Wider mean of pQRSd found in left ventricle systolic dysfunction group (171,14 ms ±40,62 vs 147,04 ms ±29,99, p = 0,026). While burden of right ventricle pacing and duration of pacemaker usage have no association with left ventricle systolic dysfunction (p = 0,710 and p = 0,079).

Conclusion: Paced QRS duration has association with left ventricle systolic dysfunction in patients with permanent pacemaker. 

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Wendy Marmalata
"Latar Belakang: Pasien yang menjalani bedah katup mitral cenderung mengalami penurunan fungsi ventrikel kanan Vka pasca pembedahan katup. Disfungsi Vka pasca pembedahan katup dapat menetap ataupun mengalami perbaikan di kemudian hari. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perbaikan fungsi Vka pasca operasi. Namun, belum ada studi yang menilai faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor perbaikan fungsi Vka pasca operasi katup mitral dalam suatu studi multivariat.
Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi prediktor perbaikan fungsi Vka pada pasien dengan penyakit katup mitral yang mengalami disfungsi Vka segera setelah pembedahan katup mitral.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSJPDHK . Subjek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi katup mitral di RSJPDHK sejak Januari 2016 sampai dengan Februari 2017. Data yang diambil yakni karakteristik dasar, data operasi, data obat-obatan pasca operasi, pemeriksaan ekokardiografi sebelum, segera sebelum lepas rawat, dan enam bulan pasca operasi.
Hasil penelitian: Sebanyak 100 subjek yang dinilai pada penelitian ini. Terdapat 68 68 subjek yang mengalami kenaikan fungsi Vka, dan 32 subjek 32 yang tidak. Median TAPSE sebelum lepas rawat meningkat secara signifikan enam bulan pasca operasi dari 1,1 0,6-1,5 menjadi 1,4 0,7-2,8 dengan nilai p

Background In patients undergoing mitral valve surgery, right ventricular function may decline immediately after the surgical procedure. This condition may sometimes remain, but may also improve later on. Many factors have been proposed to account for this phenomenon. As of yet, there are no studies using multivariate analysis to investigate factors that may be predictors of right ventricular function improvement after mitral surgery.
Objective This study aims to identify factors that may be predictors of right ventricular function improvement in patients with right ventricular dysfunction following mitral valve surgery.
Methods This is a retrospective cohort study, taking place at National Cardiovascular Center Harapan Kita NCCHK , Jakarta, Indonesia. Subjects are patients who underwent mitral valve surgery between January 2016 until February 2017. Data taken include basic characteristics, surgical data, drugs prescribed after surgery, and echocardiography data before surgery, predischarge, and six months after surgery.
Results There are 100 subjects who fulfilled the criteria to participate in this study. There are 68 68 cases of right ventricular function improvement and 32 32 cases without improvement. The median of predischarge TAPSE increases significantly six months after surgery, from 1,1 0,6 1,5 to 1,4 0,7 2,8 with p value.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Munawar
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari variabel prognostik terhadap kematian penderita yang dilakukan beda katup mitral. Penelitian bersifat retrospektif terhadap semua penderita yang dilakukan bedah katup mitral dengan atau tanpa bedah ikutan trikuspid di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta amtara bulan September 1985 sampai tanggal 31 Desember 1988 (n=162). Sembilan puluh orang dengan stenosis mitral (MS) dominan, 72 orang dengan insufisiensi mitral (MI), terdiri dari 56 orang laki-laki dan 106 orang wanita, berumur antara 7-64 (rata-rata 30,1 + 12,9) tahun. Bedah perbaikan katup dilakukan pada 87 orang, sedang oenggantian katup pada 75 orang. Seratus empat puluh sembilan orang dapat diamati (92%) dengan mengirim surat, telepon, pengamatan 16 bulan (antara 0-40 bulan), dengan jumlah pengamatan kumulatif 2607,4 bulan. Enam belas variabel prabedah dan 4 variabel intrabedah telah diuji untuk mendapatkan variabel prognostik terhadap kematian (bedah serta tertunda). Angka ketahanan hidup dihitung menurut Kaplan-Meier. Analisis univariat dengan uji logrank. Angka kematian bedah dan angka kematian tertunda seluruh penderita masing-masing 6,8% dan 2,8 per 100 oang-tahun, untuk penderita MS masing-masing 8,9% dan 1,5 per 100 orang-tahun, sedang untuk penderita MI 4,2% dan 4,6 per 100 rang-tahun. Satu-satunya variabel prognostik independen penderita MS adalah jenis operasi (perbaikan atau penggantian katup). Angka ketahanan hidup 3 tahun penderita MS dengan bedah perbaikan katup adalah 94,8 +- 2,9%, sedang untuk penderita MS dengan bedah penggantian katup 78,0 +- 5,7% (p=0,0174). Tetapi penderita MS dengan bedah penggantian katup mempunyai umur lebih tua, kelas fungsional lebih buruk, lebih banyak yang dalam irama fibrilasi atrium, rasio kardiotoraks lebih besar dan indeks curah jantung lebih rendah dan bermakna bila dibandingkan dengan bedah perbaikan katup. Untuk penderita MI, hanya variabel fraksi ejeksi (EF) yang merupakan variabel prognostik independen. Angka ketahanan hidup 3 tahun penderita MI dengan EF < 50% adalah 74,2 +- 7,2% sedang untuk penderita MI dengan EF > 50% adalah 97,5 +- 2,4% (p=0,0229). sebagai kesimpulan operasi katup mitral mungkin akan lebih bermanfaat bila dilakukan dalam keadaan yang dini. Suatu penelitian jangka panjang mengenai variabel prognostik terhadap kematian dan/atau kualitas hidup penderita bedah katup mitral masih sangat relevan dimasa yang akan datang untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat.

The purpose of this study was to find prognostic variables for mortality in patients undergoing mitral valve surgery. This was a retrospective study of all patients undergoing mitral valve surgery with or without tricuspid concomitant surgery at Harapan Kita Heart Hospital, Jakarta between September 1985 and December 31, 1988 (n=162). Ninety patients with dominant mitral stenosis (MS), 72 patients with mitral insufficiency (MI), consisting of 56 men and 106 women, aged between 7-64 (mean 30.1 + 12.9) years. Valve repair surgery was performed on 87 patients, while valve replacement was performed on 75 patients. One hundred and forty-nine patients could be observed (92%) by sending letters, telephone, 16-month observation (between 0-40 months), with a cumulative observation of 2607.4 months. Sixteen preoperative variables and 4 intraoperative variables were tested to obtain prognostic variables for death (surgical and delayed). Survival rates were calculated according to Kaplan-Meier. Univariate analysis with logrank test. Surgical mortality and delayed mortality rates for all patients were 6.8% and 2.8 per 100 person-years, respectively, for MS patients 8.9% and 1.5 per 100 person-years, while for MI patients 4.2% and 4.6 per 100 person-years. The only independent prognostic variable for MS patients was the type of surgery (valve repair or replacement). The 3-year survival rate for MS patients with valve repair surgery was 94.8 +- 2.9%, while for MS patients with valve replacement surgery it was 78.0 +- 5.7% (p = 0.0174). However, MS patients with valve replacement surgery were older, had worse functional class, more were in atrial fibrillation rhythm, had a higher cardiothoracic ratio and a lower cardiac output index and was significant when compared with valve repair surgery. For MI patients, only the ejection fraction (EF) variable is an independent prognostic variable. The 3-year survival rate for MI patients with EF < 50% is 74.2 +- 7.2% while for MI patients with EF > 50% is 97.5 +- 2.4% (p = 0.0229). In conclusion, mitral valve surgery may be more beneficial if performed in an early state. A long-term study of prognostic variables on mortality and/or quality of life in mitral valve surgery patients is still very relevant in the future to obtain more accurate input.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melyana
"Latar belakang: Model prediksi risiko operasi memiliki peranan penting pada tindakan operasi katup jantung. Perubahan karakter pasien dan fasilitas pembedahan dalam waktu tertentu dapat mempengaruhi nilai prediksi skor risiko operasi.
Tujuan: Mengetahui perbandingan validasi EuroSCORE II, skor Ambler dan skor Harapan Kita dalam memprediksi mortalitas di rumah sakit pasca operasi katup jantung.
Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap 416 pasien yang menjalani operasi katup jantung pada periode November 2018 hingga Desember 2019. Data berasal dari rekam medis dengan metode sampling konsekutif. Didapatkan nilai kalibrasi dan diskriminasi EuroSCORE II, skor Ambler dan skor Harapan Kita.
Hasil: Angka kematian yang diobservasi sebesar 6,7%. EuroSCORE II, skor Ambler and skor Harapan Kita memiliki kalibrasi yang baik (uji Hosmer-Lemeshow p=0,065, p=0,233 and p=0,314). Kemampuan diskriminasi skor dalam memprediksi kematian di rumah sakit EuroSCORE II (AUC 0,763; 95% IK;0.660-0.867), diikuti skor Ambler (AUC 0.748; 95% IK; 0.655-0.841) dan skor Harapan Kita (AUC 0,694; 95% IK; 0.584-0.804)
Kesimpulan: EuroSCORE II, skor Ambler dan skor Harapan Kita memiliki validasi yang cukup baik. Kalibrasi ketiga skor baik dengan kalibrasi skor Harapan Kita relatif lebih baik dari dua skor lainnya, sedangkan nilai diskriminasi skor Harapan Kita di bawah EuroSCORE II dan skor Ambler.

Background: Preoperative risk prediction models have important role in cardiac valve surgical management. Changing in patient characteristics and surgical facilities over time, might affect the predicting value of those scoring system.
Objective: This study aimed to compare the validation of EuroSCORE II, Ambler score and Harapan Kita score in predicting in-hospital mortality at patients underwent heart valve surgery
Methods: Cohort restrospective study was performed at 416 patients who underwent heart valve surgery from November 2018 to December 2019. Data was taken from the medical records by consecutive sampling method. The calibration and discrimination value of EuroSCORE II, Ambler score and Harapan Kita score were obtained.
Results: Observed in-hospital mortality was 6,7%. EuroSCORE II, Ambler score and Harapan Kita score have good calibration (Hosmer-Lemeshow test p=0,065, p=0,233 and p=0,314). The discriminative value of these three scores in predicting in-hospital mortality for EuroScore II AUC 0,763 (95% CI; 0.660-0.867), Ambler score AUC 0.748 (95% CI; 0.655-0.841) and Harapan Kita score AUC 0,694 (95% CI; 0.584-0.804)
Conclusion: EuroSCORE II, Ambler score and Harapan Kita score have fairly good validation. Those scoring system have good calibration with Harapan Kita score calibration relatively better than EuroSCORE and Ambler score, meanwhile Harapan Kita score has less discrimination value than EuroScore II and Ambler score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Trantika
"Pemberian air susu ibu ASI merupakan bentuk pemberian makanan yang paling disarankan untuk semua bayi, termasuk bayi dengan kebutuhan medis khusus seperti penyakit jantung bawaan. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan perilaku pemberian ASI pada 165 ibu yang memiliki bayi penderita penyakit jantung bawaan. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner pemberian ASI dan kuesioner perilaku pemberian ASI yang dimodifikasi dari penelitian Rickman 2017. Pemberian ASI eksklusif pada bayi penderita penyakit jantung bawaan hanya sebesar 36,4. Responden berusia 21-39 tahun tidak memberikan ASI eksklusif, begitupun dengan responden berpendidikan tinggi, tidak bekerja, berpendapatan cukup, multipara, dan berpengetahuan baik. Berdasarkan riwayat persalinan, responden yang melahirkan di fasilitas kesehatan, melahirkan secara sesar, melakukan inisiasi menyusu dini IMD. dan yang dirawat gabung tidak memberikan ASI eksklusif. Pada variabel dukungan sosial, responden yang mendapat dukungan suami dan ibu/mertua tidak memberikan ASI ekslusif. Sebanyak 62,2 bayi penderita kelainan asianotik dan 65,3 bayi penderita kelainan sianotik tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kondisi medis bayi yang menyebabkan kendala menyusu pada bayi merupakan faktor utama tidak berhasilnya pemberian ASI eksklusif pada bayi penderita penyakit jantung bawaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan motivasi dan dukungan pada responden untuk memberikan ASI secara eksklusif. Hasil studi ini dapat menjadi informasi untuk menerapkan konseling ASI yang efektif dan tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan dukungan dan motivasi pada ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.

Breastfeeding is the most recommended feeding for all infants, including infants with special medical needs such as congenital heart disease. This study aims to describe the breastfeeding behavior in 165 mothers who have infants with congenital heart disease. This research method used. quantitative descriptive survey. Data were collected using. modified breastfeeding and breastfeeding behavior questionnaire from Rickman 2017 study. Exclusive breastfeeding in infants with congenital heart disease is only 36.4. Respondents aged 21 39 years old did not provide exclusive breastfeeding, as did high educated, unemployed, fair income, multiparent, and knowledgeable respondents. Based on the history of labor, respondents who gave birth at. health facility, delivered by cesarean section, initiated breastfeeding, and who were treated together with their infants did not provide exclusive breastfeeding. In social support variables, respondents who have the support of husband and mother mother in law did not provide exclusive breastfeeding. As many as 62.2 of infants with asianotic abnormalities and 65.3 of infants with cyanotic abnormalities were not exclusively breastfed. The infant 39. medical condition that causes breastfeeding difficulties in infants is. major factor in the failure of exclusive breastfeeding in infants with congenital heart disease. The results also show that health workers less motivation and support to respondents to exclusively breastfeed. The results of this study can become an information to implement effective breastfeeding counseling and health workers are expected to provide support and motivation in mothers to exclusively breastfeed their babies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aron Husink
"Latar Belakang: Penyakit jantung katup merupakan masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia, dan pembedahan adalah tatalaksana. Berbagai sistem skor telah dikembangkan untuk memprediksi mortalitas dan morbiditas pasca pembedahan, namun sebagian besar dibuat dari populasi dengan karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan kondisi di Indonesia. Perlu dikembangkan sistem skor menggunakan populasi setempat.
Tujuan Penelitian: Membuat sistem skoring untuk memprediksi mortalitas dan morbiditas di rumah sakit pasca pembedahan katup jantung di rumah sakit jantung dan pembuluh darah Harapan Kita.
Metode: Studi prognostik, dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, pada pasien dewasa yang menjalani pembedahan katup jantung dengan maupun tanpa bedah pintas arteri koroner sejak Januari 2012 hingga Desember 2014. Data dikumpulkan secara retrospektif. Sistem skor dibuat model regresi logistik.
Hasil penelitian: Sebanyak 1040 pasien disertakan dalam analisis. Terdapat 68 (6.5%) mortalitas, dan 410 (39.4%) morbiditas. Faktor risiko yang berhubungan dengan mortalitas adalah kelas fungsional, hipertensi, riwayat operasi jantung, gangguan ginjal, disfungsi ventrikel kanan, operasi emergensi, operasi katup serta bedah pintas arteri koroner, dan operasi katup trikuspid. Jenis kelamin laki-laki dan pembedahan katup ganda juga berkaitan dengan morbiditas. Sistem skor mortalitas yang dihasilkan memiliki H-L test p = 0.212; AUC = 0.813 (CI 95% = 0.758 ? 0.867); dan memiliki titik potong bernilai 5, memprediksi mortalitas 14% (sensitifitas 72,1%, spesifisitas 75.3%). Sedangkan sistem skor morbiditas memiliki H-L test p = 0.113; AUC = 0.713 (CI 95% = 0.681 ? 0.746); dan memiliki titik potong bernilai 5, memprediksi morbiditas 48% (sensitifitas 69,5% dan spesifisitas 60,5%).
Kesimpulan: Telah dibuat sistem skor prediksi mortalitas dan morbiditas pasca pembedahan katup jantung dengan atau tanpa BPAK. Sistem skor mortalitas memiliki daya kalibrasi dan diskriminasi yang baik. Sistem skor morbiditas memiliki daya kalibrasi yang baik, dan memiliki daya diskriminasi sedang.

Background: Valvular heart disease remains a significant health problem in Indonesia, and surgery remains as the treatment of choice. Various scoring system available to predict post-operative mortality and morbidity, but most were developed from different population characteristics compare to the condition in Indonesia. A scoring system based on local population is required.
Objective: To develop a scoring system for the prediction of in-hospital mortality and morbidity after heart valve surgery at Heart and Vascular Center Harapan Kita Hospital.
Methods: This is a prognostic study performed at Heart and Vascular Center Hospital Harapan Kita, toward patients who underwent heart valve surgery with or without coronary artery bypass since January 2012 to December 2014. Data were collected retrospectively. Scoring systems were developed using logistic regression models.
Result: 1040 patients were acquired. Mortality and morbidity rate was 68 (6.5%), and 410 (39.4%) respectively. Factors associated with mortality were functional class, history of hypertension, previous open heart surgery, impaired renal function, right ventricular dysfunction, emergent operation, combined heart valve and coronary artery bypass surgery, and tricuspid valve surgery. Male sex and double valves surgery were also associated with morbidity. The mortality risk score has H-L test P value = 0.212; AUC = 0.813 (CI 95% = 0.758 ? 0.867); and cut-off point of 5, predicting 14% risk of death (sensitivity 72.1%, specificity 75.3%). The morbidity risk score has H-L test p = 0.113; AUC = 0.713 (CI 95% = 0.681 ? 0.746); and cut-off point of 5, predicting 48% risk of morbidity (sensitivity 69.5%, specificity 60.5%).
Conclusion: Scoring system predicting mortality and morbidity after heart valve surgery with or without coronary artery bypass graft have been made. Mortality risk score was well calibrated, with good discriminatory power. Morbidity risk score was well calibrated, with moderate discriminatory power.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Tri Harjaningrum
"ABSTRAK
Latar belakang:.Demam reumatik DR dan penyakit jantung reumatik PJR merupakan penyakit kronis yang berdampak terhadap fisik, psikososial, dan akademik. Penting menilai kualitas hidup anak DR dan PJR serta faktor-faktor yang memengaruhinya, untuk mengetahui prioritas masalah. Tujuan: Mengetahui gambaran kualitas hidup anak DR dan PJR serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Studi potong lintang pada April-Agustus 2017, dengan subyek anak berusia 5-18 tahun. Data didapatkan secara consecutive sampling menggunakan kuesioner PedsQL trade; 3.0 modul jantung dan rekam medis retrospektif. Hasil: Kualitas hidup baik ditemukan pada 53 laporan anak dan 52 laporan orangtua subyek. Skor median laporan anak 79,70 29,7-100 , dan laporan orangtua 77,31 45,03-99,40 . Kepatuhan berobat merupakan kunci penyebab membaiknya kualitas hidup. Tidak ada faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan kualitas hidup. Faktor klinis yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah rute antibiotik. Anak DR dan PJR yang mendapat antibiotik intramuskuler, 3,2 kali laporan anak memiliki kemungkinan kualitas hidup lebih baik dibandingkan yang mendapatkan antibiotik oral p ABSTRACT
Background Rheumatic fever RF and rheumatic heart disease RHD are chronic diseases that affect physical, psychosocial, and academic. Assessment of quality of life in children with RF and RHD and the factors affecting it, is important to identify problems. Objective To identify quality of life in children with RF and RHD and the factors influencing it. Method A cross sectional study on RF and RHD patients aged 5 18 years old, using PedsQLTM 3.0 Cardiac Module questionnaire and retrospective medical records from April 2017 until August 2017. Result High quality of life was found in 53 child report and 52 parent report of subjects. Median score from children rsquo s reports and parents rsquo reports are, 79,70 29,7 100 , and 77,31 45,03 99,40 respectively. Compliance was the key to cause quality of life to increase. Clinical factors affecting quality of life included the route of antibiotic administration, and there were no sociodemographic factors. By child report, children with RF and RHD who received intramuscular antibiotics were 3.2 times more likely to have higher quality of life than children who received oral antibiotics p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Lianasari
"Penyakit Jantung Koroner PJK adalah penyakit pada jantung yang terjadi karena otot jantung mengalami penurunan suplai darah. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai faktor risiko penyakit jantung koroner berkaitan dengan terjadinya serangan jantung berulang yang akan berdampak pada meningkatnya biaya perawatan dan psikologis pasien yaitu depresi, bahkan dapat menyebabkan komplikasi ataupun kematian. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan cross- sectional. Sampel penelitian berjumlah 67 orang dengan diagnosis penyakit jantung koroner. Pengambilan sampel dengan metode non- probability sampling yaitu consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan serangan jantung berulang p= 0,43, 0,05. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan frekuensi serangan jantung berulang p=0,57, 0,05 . Penelitian ini merekomendasikan pemberian edukasi yang disertai dengan motivasi kepada pasien untuk dapat mengubah perilaku sehingga memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengontrol faktor risiko dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari serangan jantung berulang.

Coronary Artery Disease (CAD) is a disease caused by an imbalance between blood supply and heart muscle oxygen demand. Insufficient knowledge about risk factors contributing to CAD is associated with higher recurrence of heart attack, causing the rise of the hospitalitation cost, depression, others complications even death. This study employed comparative descriptive design with cross sectional method, involving a consecutive sample of 67 patients with CAD as their primary diagnosis. Our study showed that there was no relationship between knowledge of CAD risk factors with the recurrence of heart attacks p 0,43, 0,05. Similarly, the study revealed that there was no relationship between risk factors for coronary heart disease and the frequency of heart attack's recurrence p 0,57 0,05 . This study suggested nurses to provide health education along with continuous and effective motivation in order to help patients controlling their risk factors in order to avoid the recurrence of heart attack."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>