Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghefira Tahani Mastura Wiweko
"Latar Belakang
Pemeriksaan mamografi dan interpretasinya merupakan bagian dari kompetensi dokter spesialis radiologi umum. Keterbatasan jumlah tenaga kerja kesehatan, beban kerja tinggi, dan kondisi lingkungan yang tidak memadai dapat memengaruhi hasil interpretasi mamogram. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian diagnosis antara dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP dengan Non-Divisi Radiologi PRP.
Metode
Penelitian ini dilakukan retrospektif menggunakan data sekunder dari PACS di IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2021. Data yang diambil ialah nomor rekam medis, usia, densitas, dan kategori Bi-RAD pada payudara kanan serta kiri berdasarkan mamogram. Data disajikan untuk melihat perbedaan diagnosis berdasarkan analisis expertise dokter spesialis radiologis Divisi Radiologi PRP dengan expertise dokter spesialis radiologis Non-Divisi Radiologi PRP.
Hasil
Dari 299 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, diperoleh perbedaan bermakna antara hasil diagnosis radiologis payudara kanan dan kiri oleh dokter spesialis radiologi Non-Divisi Radiologi PRP dan Divisi Radiologi PRP (p = 0,001), dan tidak ditemukan hubungan bermakna berdasarkan usia (p = 0,600) dan densitas payudara (p = 0,378) pada diagnosis radiologi antara kedua divisi.
Kesimpulan
Tidak diperoleh kesesuaian antara diagnosis mamogram di payudara kanan dan kiri pada dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP serta Non-Divisi Radiologi PRP. Lalu, tidak didapatkan kesesuaian berdasarkan usia dan densitas payudara pada kedua diagnosis mamogram tersebut. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut menggunakan baku emas histopatologis untuk menilai variabel yang memengaruhi kesesuaian diagnosis mamogram pada kelompok Divisi Radiologi PRP dan Non-Divisi Radiologi PRP.

Introduction
Screening and diagnostic mammograms are a part of both the competency of general radiologists in the non-breast and women’s reproductive division as well as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division. However, due to the limited number of healthcare workers, workload, and inadequate environmental conditions, these factors can affect the interpretation of mamograms.
Method
This study is conducted retrospectively by reviewing secondary data from patient’s PACS at IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) in 2021. The data collected includes medical record numbers, patient’s age, breast density, and Bi-RAD categories for both right and left breast mammograms. The data were presented to observe the difference in analysis of the expertise of both general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division.
Results
Out of the 299 subjects who met the inclusion criteria, a significant difference was found between the diagnostic interpretation for both the right and left breast by general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and the breast radiologists in the breast and women’s reproductive division (p = 0.001). There was no significant association between the age (p = 0,600) and breast density (p = 0,378) in the radiological diagnosis between the two divisions.
Conclusion
There was no concordance found between mammograms diagnoses for both the right and left breast between general radiologists from the non-breast and women’s reproductive division and breast radiologists from the breast and women’s reproductive division. Furthermore, there was no concordance between mammogram interpretation based on age and breast density in both general and specialist radiologists. Further research using histopathological tests as the gold standard is needed to understand the factors that influence the concordance of mammogram diagnoses in both divisions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghefira Tahani Mastura Wiweko
"Latar Belakang
Pemeriksaan mamografi dan interpretasinya merupakan bagian dari kompetensi dokter spesialis radiologi umum. Keterbatasan jumlah tenaga kerja kesehatan, beban kerja tinggi, dan kondisi lingkungan yang tidak memadai dapat memengaruhi hasil interpretasi mamogram. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian diagnosis antara dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP dengan Non-Divisi Radiologi PRP.
Metode
Penelitian ini dilakukan retrospektif menggunakan data sekunder dari PACS di IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2021. Data yang diambil ialah nomor rekam medis, usia, densitas, dan kategori Bi-RAD pada payudara kanan serta kiri berdasarkan mamogram. Data disajikan untuk melihat perbedaan diagnosis berdasarkan analisis expertise dokter spesialis radiologis Divisi Radiologi PRP dengan expertise dokter spesialis radiologis Non-Divisi Radiologi PRP.
Hasil
Dari 299 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, diperoleh perbedaan bermakna antara hasil diagnosis radiologis payudara kanan dan kiri oleh dokter spesialis radiologi Non-Divisi Radiologi PRP dan Divisi Radiologi PRP (p = 0,001), dan tidak ditemukan hubungan bermakna berdasarkan usia (p = 0,600) dan densitas payudara (p = 0,378) pada diagnosis radiologi antara kedua divisi.
Kesimpulan
Tidak diperoleh kesesuaian antara diagnosis mamogram di payudara kanan dan kiri pada dokter spesialis radiologi Divisi Radiologi PRP serta Non-Divisi Radiologi PRP. Lalu, tidak didapatkan kesesuaian berdasarkan usia dan densitas payudara pada kedua diagnosis mamogram tersebut. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut menggunakan baku emas histopatologis untuk menilai variabel yang memengaruhi kesesuaian diagnosis mamogram pada kelompok Divisi Radiologi PRP dan Non-Divisi Radiologi PRP.

Introduction
Screening and diagnostic mammograms are a part of both the competency of general radiologists in the non-breast and women’s reproductive division as well as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division. However, due to the limited number of healthcare workers, workload, and inadequate environmental conditions, these factors can affect the interpretation of mamograms.
Method
This study is conducted retrospectively by reviewing secondary data from patient’s PACS at IPRKN Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) in 2021. The data collected includes medical record numbers, patient’s age, breast density, and Bi-RAD categories for both right and left breast mammograms. The data were presented to observe the difference in analysis of the expertise of both general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and as breast radiologists in the breast and women’s reproductive division.
Results
Out of the 299 subjects who met the inclusion criteria, a significant difference was found between the diagnostic interpretation for both the right and left breast by general radiologists in non-breast and women’s reproductive division and the breast radiologists in the breast and women’s reproductive division (p = 0.001). There was no significant association between the age (p = 0,600) and breast density (p = 0,378) in the radiological diagnosis between the two divisions.
Conclusion
There was no concordance found between mammograms diagnoses for both the right and left breast between general radiologists from the non-breast and women’s reproductive division and breast radiologists from the breast and women’s reproductive division. Furthermore, there was no concordance between mammogram interpretation based on age and breast density in both general and specialist radiologists. Further research using histopathological tests as the gold standard is needed to understand the factors that influence the concordance of mammogram diagnoses in both divisions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mella Minanggi
"Kanker Payudara merupakan salah satu penyebab kematian utama pada wanita. DKI Jakarta merupakan Provinsi yang masuk ke dalam urutan kelima yang memiliki prevalensi kanker payudara tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara riwayat reproduksi dengan kanker payudara pada wanita di DKI Jakarta dengan menggunakan analisis lanjut data Riskesdas tahun 2013.
Desain studi yang digunakan yaitu cross sectional dengan menggunakan analisis chi square. Sampel penelitian yaitu penduduk wanita berumur ≥ 30 tahun di DKI Jakarta tahun 2013 yang menjadi sampel pada Riskesdas 2013 dan memenuhi kriteria inklusi.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa umur pertama kali melahirkan ≥ 25 tahun (PRR= 1,76; 95% CI: 0,53-5,84), jumlah paritas (PRR= 1,06; 95% CI:0,32-3,54) dan riwayat menyusui (PRR= 1,83; 95% CI: 0,23-14,17) memiliki kecenderungan risiko kanker payudara.

Breast cancer is the most common death in woman. DKI Jakarta has the highest prevalence of breasr cancer in Indonesia. The aim of this study is to find out the association between reproductive factors and breast cancer in woman at DKI Jakarta using the analysis Riskesdas 2013 data.
The type of this study is cross sectional study with chi square analysis. Sample of this study is woman in DKI Jakarta age ≥ 30 who became sample in Riskesdas 2013.
Based on this study, the risk factors of breast cancer are age at 1st live birth ≥ 25 tahun (PRR= 1,76; 95% CI: 0,53-5,84), parity (PRR= 1,06; 95% CI:0,32-3,54), and breastfeeding status (PRR= 1,83; 95% CI: 0,23-14,17).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S62266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Population Council, 1998
613.208 5 ADO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Khairani
"Kesetaraan gender adalah suatu konsep yang masih diupayakan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai kondisi yang ideal. Disparitas gender, dimana pemberdayaan perempuan belum maksimal, secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi hal-hal dimana wanita memegang peranan baik sebagai pengambil keputusan maupun sebagai pelaku di berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat. Keterlibatan wanita dalam berbagai aspek kehidupan harus diperhitungkan, terlepas apakah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sudah mencapai kondisi yang ideal atau tidak. Kondisi pemberdayaan perempuan Indonesia di setiap provinsi berbeda-beda. Pemberdayaan perempuan sendiri diukur melalui sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan rumah tangga, dan sikap istri atas pemukulan suami terhadap istri.
Berdasarkan SDKI 2007, kondisi pemberdayaan perempuan di Indonesia, apabila dilihat dari sikap setuju terhadap pemukulan suami terhadap istri, persentase Provinsi NTT masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan DI. Yogyakarta. Kemudian untuk sikap setuju dengan semua alasan penolakan 'kumpul' dengan suami untuk kondisi tertentu, persentase yang setuju untuk semua alasan di DI. Yogyakarta sebesar 81,9 %, sedangkan di NTT sebesar 63%. Maka dapat disimpulkan bahwa kondisi pemberdayaan wanita di DI. Yogyakarta lebih baik daripada di NTT. Selain itu, TFR DI. Yogyakarta pada tahun 2007 sebesar 1,8, dan NTT sebesar 4,2.
Desain penelitian ini cross sectional dengan menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 dengan memilih 1654 responden perempuan yang memiliki anak lahir hidup dan masih terikat dalam ikatan perkawinan. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk melihat hubungan sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan rumah tangga, dan sikap istri atas pemukulan suami terhadap istri dengan jumlah anak lahir hidup.
Hasil penelitian menunjukkan semakin tidak setuju dengan sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu maka semakin tinggi fertilitas, semakin rendah keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga maka semakin tinggi fertilitas. Dari persamaan yang terbentuk, sikap menolak 'kumpul' dengan suami pada kondisi tertentu, keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dan umur kawin memiliki pengaruh paling besar terhadap fertilitas (R2=0,049).

Gender equality is a concept that is still being pursued by the Indonesian government in order to achieve the ideal conditions. Gender disparity, where the empowerment of women is not maximized yet, affects the things in which women play a role both as decision makers and subjects in various fields, either directly or indirectly. The involvement of women in various aspects of life must be taken into account, regardless of whether gender equality and empowerment of women have reached the ideal condition or not. Indonesian women empowerment conditions in each province vary. Empowerment of women is measured by their refusal to have sexual intercourse with their spouses, involvement in household decision-making, and the wives' acceptance of physical abuse committed by their husbands.
According to 2007 IDHS, the condition of women's empowerment in Indonesia; measured by acceptance of husband's physical abuse, shows that NTT province's rate is still higher compared to DI. Yogyakarta's. On the other hand, concerning the agreement to all the reasons for refusing sexual act with the husbands to certain conditions, the percentage of respondents who agreed to all the reasons in DI. Yogyakarta reaches 81.9%, while in NTT province is 63%. It can be concluded that the condition of women empowerment in DI. Yogyakarta is better than in NTT. In addition, the TFR IN. Yogyakarta in 2007 was 1.8 and NTT was 4.2.
This study design is cross-sectional, using data Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2007 with 1654 respondents consist of women who have children born alive and are still married. Analysis of Structural Equation Modeling (SEM) is used to analyze the relationship between refusal to have sexual intercourse with their spouses in certain circumstances, involvement in household decision-making, the wives' stand regarding physical abuse committed by their husbands and the number of babies born alive.
The results show that the less of refusal to have sexual act with spouses in certain circumstances, the higher the fertility rate ; the less women's involvement in household decision-making, the higher the fertility rate. Based on the equations formed, the refusal act to have sexual intercourse with husband in certain circumstances, involvement in decision-making, and the marriageable age have the most impact on fertility (R2 = 0.049).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Firdawati
"Penggunaan kontrasepsi modern di perkotaan cenderung mengalami penurunan, sedangkan di pedesaan sebaliknya, disisi lain jumlah penduduk di wilayah perkotaan semakin banyak, dan lebih mudah memiliki akses terhadap informasi, fasilitas kesehatan, dan transportasi, selain tingkat pendidikan dan status ekonomi yang juga lebih tinggi dibanding pedesaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor penggunaan kontrasepsi modern dan faktor apa paling dominan serta menganalisis dan memberikan rekomendasi kebijakan berbasis bukti untuk meningkatan penggunaan kontrasepsi modern di perkotaan dan pedesaan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan data sekunder SKAP KKBPK tahun 2019 yang dilengkapi dengan penelitian kualitatif dengan menelaah dokumen kebijakan dan menganalisis kebijakan peningkatan penggunaan kontrasepsi modern. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh variabel independen berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi modern di perkotaan dan pedesaan kecuali kepemilikan jaminan kesehatan (p-value=0,370) untuk di perkotaan, dan variabel pengetahuan KB (p-value=0,066) dan kepemilikan jaminan kesehatan (p-value=0,347) untuk di pedesaan. Hampir seluruh variabel juga merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi modern baik di perkotaan dan pedesaan, kecuali keterpaparan sumber informasi melalui media dan institusi serta kepemilikan jaminan kesehatan untuk di perkotaan, dan variabel pengetahuan KB, keterpaparan sumber informasi melalui institusi dan kepemilikan jaminan kesehatan untuk di pedesaan. Hasil analisis kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan penggunaan kontrasepsi modern, pada perumusan kebijakan masih belum menggambarkan secara jelas kebijakan yang berdasarkan segmentasi sasaran dan wilayah terutama di perkotaan dan pedesaan yang memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam pelaksanaanya juga masih ada kendala dalam pemenuhan kuantitas, persebaran dan kapasitas tenaga lini lapangan terutama penyuluh KB yang menjadi ujung tombak program KB. Disisi lain belum semua pihak dapat menerima program KB karena bervariasinya komitmen pelaksana kebijakan di wilayah tertentu dan masih adanya hambatan sosial dan budaya. Selain itu belum optimalnya pelaksanaan komunikasi kebijakan dan masih adanya anggapan program KB hanya tanggung jawab BKKBN mempengaruhi peningkatan penggunaan kontrasepsi modern di perkotaan dan pedesaan. Adapun rekomendasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian adalah perlu merumuskan kembali pada beberapa kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan penggunaan kontrasepsi modern dan memperkuat strategi komunikasi yang efektif menurut segmentasi sasaran dan wilayah.

The use of modern contraceptives in urban areas tends to decrease, while in rural areas it is the opposite, on the other hand, the population in urban areas is more numerous, and has easier access to information, health facilities, and transportation, in addition to higher levels of education and economic status than rural areas. The purpose of this study was to determine the relationship between the factors of modern contraceptive use and the most dominant factors and to analyze and provide evidence-based policy recommendations to increase the use of modern contraceptives in urban and rural areas. This study is a quantitative study using secondary data from SKAP KKBPK in 2019 which is complemented by qualitative research by reviewing policy documents and analyzing policies to increase the use of modern contraceptives. The results showed that almost all independent variables were associated with modern contraceptive use in urban and rural areas except ownership of health insurance (p-value=0.370) for urban areas, and family planning knowledge variables (p-value=0.066) and ownership of health insurance (p-value=0.347) for rural areas. Almost all variables are also the most dominant factors affecting modern contraceptive use in both urban and rural areas, except exposure to information sources through media and institutions and ownership of health insurance for urban areas, and variables of family planning knowledge, exposure to information sources through institutions and ownership of health insurance for rural areas. The results of the analysis of policies related to increasing the use of modern contraceptives, in the formulation of policies still do not clearly describe policies based on target segmentation and areas, especially in urban and rural areas that have different characteristics. In its implementation, there are still obstacles in fulfilling the quantity, distribution and capacity of field personnel, especially family planning extension workers who are the spearhead of the family planning program. On the other hand, not all parties can accept the KB program because of the varying commitment of policy implementers in certain areas and the existence of social and cultural barriers. In addition, the implementation of policy communication has not been optimal and there is still an assumption that the family planning program is only the responsibility of BKKBN affecting the increase in the use of modern contraceptives in urban and rural areas. The policy recommendations based on the research results are the need to reformulate some policies related to increasing the use of modern contraceptives and strengthening effective communication strategies according to target segmentation and region."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Population Council, 1998
613.208 3 ADO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Vonyca Dovis
"Lokalisasi merupakan tempat transaksi seksual antara penjual dan pembeli jasa seksual. Remaja putri menjadi pihak yang paling rentan terhadap situasi di lokalisasi karena organ reproduksi yang belum matang dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi remaja di masa yang akan datang. Studi fenomenologi dipilih untuk mengidentifikasi pengalaman sepuluh remaja putri yang tinggal di daerah lokalisasi dalam menjaga kesehatan reproduksinya. Hasil riset dengan thematic content analyzis ditemukan tujuh tema (1) Persepsi partisipan tentang lokalisasi adalah tempat perempuan nakal dan kegiatan seksual bebas yang berakibat penyakit kelamin sehingga memengaruhi jiwa remaja (2) Cara menjaga kesehatan reproduksinya adalah dengan menjaga pergaulan, kebersihan diri, tidak melakukan hubungan seksual bebas, menjaga makanan dan melakukan pemeriksaan rutin (3) Dukungan informasi diperoleh dari keluarga, petugas kesehatan, media dan guru (4) Dukungan emosional dari keluarga dan teman-teman, (5) Hambatan yang dirasakan adalah jauhnya fasilitas kesehatan dan pelayanan yang tidak sesuai keinginan, (6) Kebutuhan partisipan adalah adanya pelayanan kesehatan reproduksi dan lingkungan yang bersih, (7) Harapan partisipan adalah adanya penyuluhan kesehatan dan pelayanan puskesmas yang intensif dengan perawatnya yang ramah. Hasil riset merekomendasikan perlunya sosialisasi cara menjaga kesehatan reproduksi remaja yang intensif khususnya di lingkungan berisiko.

Localization is a place of sexual transactions for sexual services. Girls are the most vulnerable to these localization situation because of their immature reproductive organs and the impact on their reproductive health in the future. Phenomenological studies is used to explore experiences of ten young women living in this areas in maintaining their reproductive health. Result of study by thematic content analyzis showed seven themes (1) Participants' perception of localization is the place of naughty women and free sexual activity that can transmit the STD and influences the psychological of adolescent, (2) The way participants keep their health reproductive organs are maintain the friendship, avoid free sex, personal hygiene, maintaining food intake and routine checks up, (3) Information support obtained from family, health care, media and teachers, (4) Emotional support from family and peer group, (5) The barrier by adolescent are unreachable healthy facility and under expected service, (6) Participant needs are reproductive health services and clean environment, and (7) Their expectation are health education and intensive service with friendly nurse. It is recommended to socialize how to maintain intensive adolescent reproductive health, especially in risk environment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Amelia
"Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pernikahan usia muda dengan riwayat reproduksi pada wanita usia subur di Provinsi Jawa Timur tahun 2013. Desain penelitian dengan cross sectional dan menggunakan data sekunder Improving Contraceptive Method Mix 2013.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara pendidikan, penggunaan KB dan status ekonomi terhadap usia nikah pertama, namun tidak berhubungan antara pengambilan keputusan keluarga terhadap usia nikah pertama. Terdapat perbedaan rata-rata lama penundaan kehamilan pertama, rata-rata jumlah paritas terhadap usia nikah pertama, akan tetapi tidak ada perbedaan rata-rata jumlah abortus terhadap usia nikah pertama.

This is a quantitative research study which aim to know the association between early marriage with child bearing women?s reproductive history in East Java on 2013. This research used crossectional study design and the data was collected from secunder data?s of Improving Contraceptive Method Mix 2013.
The result showed that there was a significant associations between education, contraceptive use and economic status, toward first age of married. However, there were no association between decision maker in family toward first age of married. There are differences on rate of first pregnancy delayed and rate of parity toward first age of married. However, there are no different on rate of abortus event toward first age of married.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanesya Nuur Haniifah
"Indonesia merupakan negara berkembang dengan proporsi kehamilan tidak diinginkan memiliki persentase yang cenderung sama dari hasil SDKI 2002-2003 hingga 2017 yaitu berada di sekitar angka 7%. Budaya patriarki yang ada dalam kebudayaan Indonesia membuat perempuan sulit untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terutama dalam bidang kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan otonomi reproduksi perempuan dengan kehamilan tidak diharapkan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Survei Kesehatan Reproduksi Perempuan di Jawa 2018 yang menggunakan desain cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3.510 wanita usia subur 15 – 49 tahun yang pernah melahirkan anak terakhir dan sedang hamil saat survei dilakukan. Analisis data yang digunakan adalah regresi logistic multinomial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan keputusan terhadap penggunaan kontrasepsi dan kemampuan komunikasi berhubungan dengan kehamilan tidak diharapkan setelah dikontrol dengan confounder. Wanita yang pengambilan keputusan terhadap penggunaan kontrasepsi diputuskan oleh suami/pasangan/lainnya memiliki risiko 1.70 kali lebih tinggi mengalami kehamilan tidak tepat waktu dibandingkan dengan wanita yang dapat memutuskan sendiri (95% CI: 1.01 – 2.86). Wanita dengan tingkat kemampuan komunikasi rendah memiliki berisiko 0.60 kali mengalami kehamilan tidak diinginkan (95% CI: 0.38 – 0.97). Variabel usia, paritas, penggunaan kontrasepsi, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan faktor lain yang berhubungan dengan kehamilan tidak diharapkan. Oleh karena itu, Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan kesadaran terhadap pentingnya otonomi reproduksi bagi perempuan dalam mengatur fertilitasnya dengan melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan.

Indonesia is a developing country with the proportion of unwanted pregnancies having the same percentage from the results of the 2002-2003 IDHS to 2017, which is around 7%. The patriarchal culture that exists in Indonesian culture makes it difficult for women to participate in decision-making, especially in the field of reproductive health. Therefore, this study aims to determine the relationship between female reproductive autonomy and unintended pregnancy. This study uses secondary data from the 2018 Women's Reproductive Health Survey in Java which uses a cross-sectional design. The sample used in this study was 3,510 women of childbearing age 15-49 years who had given birth to their last child and were pregnant at the time of the survey. The data analysis used was multinomial logistic regression. The study found that decision-making on using contraception and communication skills was associated with unintended pregnancy after being controlled by a cofounder. Women who made decisions about contraceptive use by their husbands/partners/others had 1.70 times higher risk of having an mistimed pregnancy compared to women who could decide on their own (95% CI: 1.01 – 2.86). Women with low communication skills have a 0.60 times risk of having an unwanted pregnancy (95% CI: 0.38 – 0.97). Variables of age, parity, contraceptive use, and domestic violence are other factors associated with an unintended pregnancy. Therefore, it is necessary to increase awareness of the importance of reproductive autonomy for women in regulating fertility by collaborating with stakeholders."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>