Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194189 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adell Novrentya Abdi
"Industri galangan kapal memainkan peranan penting dalam strategi transformasi perekonomian nasional melalui penguatan bidang maritim di kawasan strategis, seperti Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam. Untuk mendorong pertumbuhan industri di kawasan tersebut, sejumlah insentif telah ditawarkan oleh pemerintah, termasuk insentif bea masuk untuk mendukung kebutuhan industri galangan kapal dalam mengimpor komponen bahan baku pembuatan kapal. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021, pemerintah memberikan pembebasan bea masuk tambahan yang di dalamnya mencakup bea masuk anti-dumping. Namun pemberian insentif tersebut tidak berjalan beriringan dengan pertumbuhan yang cenderung stagnan pada sektor manufaktur dan kinerja logistik yang di dalamnya mencakup industri galangan kapal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemberian kebijakan insentif bea masuk pada KPBPB Batam yang difokuskan pada dampaknya terhadap industri galangan kapal yang berkembang di sana. Pendekatan penelitian adalah post-positivist dengan mengacu pada kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, responsivitas, dan ketepatan dalam evaluasi kebijakan menurut William Dunn. Hasil penelitian ini menunjukkan belum efektifnya pemberian insentif pajak bagi galangan kapal terhadap pencapaian tujuan dari KPBPB, termasuk meningkatkan ekosistem investasi, perluasan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing. Meskipun telah menunjukkan efisiensi, responsivitas, dan ketepatan pemberian insentif bagi industri galangan kapal di Batam, tetapi insentif ini belum mampu mengakomodasi kebutuhan dari industri dalam negeri lainnya yang berkaitan dengan industri galangan kapal. Dalam praktiknya, insentif pembebasan BMAD justru melemahkan produktivitas industri baja dan daya saing industri galangan kapal dalam negeri.

The shipyard industry plays an important role in the national economic transformation strategy by strengthening the maritime sector in strategic areas, such as the Batam Free Trade Zone (FTZ). To encourage industrial growth in the area, a number of incentives have been offered by the government, including import duty incentives to support the needs of the shipyard industry in importing components of raw materials for shipyard. Through Government Regulation (PP) Number 41 of 2021, the government provides additional import duty exemptions which include anti-dumping duties (BMAD). However, the provision of these incentives does not go hand in hand with the growth that tends to stagnate in the manufacturing sector and logistics performance which includes the shipyard industry. Therefore, this study aims to evaluate the provision of import duty incentive policies at the Batam FTZ which focuses on its impact on the shipyard industry that is developing there. The research approach is post-positivist with reference to the criteria of effectiveness, efficiency, adequacy, responsiveness, and accuracy in policy evaluation according to William Dunn. The results of this study indicate that the provision of tax incentives for shipyards has not been effective in achieving the objectives of the FTZ, including improving the investment ecosystem, expanding employment opportunities, and increasing competitiveness. Although it has shown efficiency, responsiveness, and accuracy in providing incentives for the shipyard industry in Batam, this incentive has not been able to accommodate the needs of other domestic industries related to the shipyard industry. In practice, the BMAD exemption incentive actually weakens the productivity of the steel industry and the competitiveness of the domestic shipyard industry. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Kurniadi
"Sejak ditetapkan sebagai sebagai bagian dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas sebagai bagian dari kebijakan pengembangan kawasan industri, Kawasan Industri Lobam mengalami penurunan jumlah perusahaan yang beroperasi. Fokus penelitian ini adalah pada implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengembangan industri di era Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Lobam mengalami berbagai permasalahan berupa keterbatasan berbagai sumber daya, kurangnya komunikasi antar organisasi pelaksana, selain itu kondisi ekonomi yang belum mendukung, keterbatasan berbagai sarana dan prasarana serta biaya operasional di Kawasan Industri Lobam yang tinggi. Penulis menyarankan agar BP Kawasan Bintan memiliki sumber pendapatan yang mandiri. Kementerian perindustrian juga harus segera menetapkan batas atas harga jual dan sewa lahan kawasan Industri.

Since Lobam Industrial Park became a part of Free Trade Zone Bintan in order to develop this Industrial park but the number of tenants that operate in Lobam Industrial Park decreasing. Focus of this research is the implementation of industrial park development in FTZ era. This is a qualitatif research.
This research conclude that there are some problems in implementing the industrial park develompent policy in FTZ era, such as lack of financial and human resources, bad communications among implementing agencies, economic situations not supportive, lack of infrastructure, also high operationl cost in Lobam Industrial Park. Writer suggests that BP Kawasan Bintan must have sustainble financial resources. Ministry of Industry has to set up ceiling-price of industrial land selling and leasing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hendra Setiawan
"[ABSTRAK
Industri tekstil merupakan sektor strategis dalam perekonomian suatu negara.
Industri tekstil di Indonesia saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik
akan produk tekstil, sehingga masih diperlukan impor produk tersebut. Namun,
banyak dari produk impor tersebut dijual dengan harga dumping sehingga
menimbulkan unfair trade. Salah satu tindakan trade remedies akibat adanya
unfair trade dapat dilakukan melalui pengenaan bea masuk anti dumping.
Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping untuk produk tekstil sampai saat ini masih
sedikit sekali dibandingkan dengan produk-produk dalam negeri lainnya.
Pengenaan Bea Masuk Antidumping terhadap produk tekstil yang baru saja
ditetapkan oleh Indonesia di tahun 2015 ini ialah terhadap produk Spin Drawn
Yarn dari Malaysia. Pengenaan bea masuk antidumping tersebut akan dianalisis
secara deskriptif dengan melihat kesesuaiannya dengan Antidumping Agreement
dan nantinya akan di kaitkan dengan kerugian yang terjadi pada industri tekstil di
Indonesia.

ABSTRACT
The textile industry is a strategic sector in the economy of a country. The textile
industry in Indonesia has not been able to fulfill their domestic demand that is still
necessary to import these products. However, many of these imported products
sold at dumping prices, giving rise to unfair trade. One of the trade action as a
result of unfair trade remedies can recover through the imposition of anti-dumping
duties. Imposition of Anti-Dumping Duty on textile products is still very little
compared with the products in other countries. Imposition of Antidumping Duties
on textile products newly set by Indonesia in 2015, is against Malaysia for the
Spin Drawn Yarn. The imposition of anti-dumping duties will be analyzed
descriptively with the Antidumping Agreement conformity and will be in
associate with the injury incurred in the textile industry in Indonesia;The textile industry is a strategic sector in the economy of a country. The textile
industry in Indonesia has not been able to fulfill their domestic demand that is still
necessary to import these products. However, many of these imported products
sold at dumping prices, giving rise to unfair trade. One of the trade action as a
result of unfair trade remedies can recover through the imposition of anti-dumping
duties. Imposition of Anti-Dumping Duty on textile products is still very little
compared with the products in other countries. Imposition of Antidumping Duties
on textile products newly set by Indonesia in 2015, is against Malaysia for the
Spin Drawn Yarn. The imposition of anti-dumping duties will be analyzed
descriptively with the Antidumping Agreement conformity and will be in
associate with the injury incurred in the textile industry in Indonesia, The textile industry is a strategic sector in the economy of a country. The textile
industry in Indonesia has not been able to fulfill their domestic demand that is still
necessary to import these products. However, many of these imported products
sold at dumping prices, giving rise to unfair trade. One of the trade action as a
result of unfair trade remedies can recover through the imposition of anti-dumping
duties. Imposition of Anti-Dumping Duty on textile products is still very little
compared with the products in other countries. Imposition of Antidumping Duties
on textile products newly set by Indonesia in 2015, is against Malaysia for the
Spin Drawn Yarn. The imposition of anti-dumping duties will be analyzed
descriptively with the Antidumping Agreement conformity and will be in
associate with the injury incurred in the textile industry in Indonesia]"
2015
T44522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febra Pathurrachman
"Letak kawasan Sabang yang unik, dan kedudukannya yang tepat pada jalur kapal laut internasional, menyebabkan Kawasan Sabang dan gugusan pulau-pulau disekitarnya dapat menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional, serta dapat dijadikan sebagai pintu gerbang bagi arus masuk investasi, barang dan jasa dari Iuar negeri.
Melihat posisinya yang strategis itu, Pemerintah Indonesia melihat bahwa Kawasan Sabang dapat difungsikan sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari/dan ke seluruh wilayah Indonesia serta negara-negara lain; untuk pengembangan industri sarat teknologi yang dapat memberikan manfaat di masa depan, yang selanjutnya akan mendorong dan meningkatkan daya tarik serta memberikan kepastian hukum bagi penanam modal asing dan dalam negeri.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia teiah mengeluarkan Undang¬undang No. 36 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi undang-undang jo. Undang-undang No. 37 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-undang.
Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa Kawasan Sabang merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan tapi dalam prakteknya masih belum dikembangkan secara optimal dimana fasilitas-fasilitas yang diberikan sebenarnya banyak menguntungkan perusahaan, antara lain fasilitas pembebasan bea masuk, pajak dalam rangka impor.
Masalah pokok yang dibahas pada tesis ini adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan belum berkembang kawasan Sabang dan bagaimana implementasi kawasan Sabang terhadap perkembangan investasi, impor dan ekspor di Sabang. Sasaran yang diukur adalah pelaksanaan penetapan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas pada tahun 1970 - 1985 dan tahun 2000-sekarang, kinerja badan pengusahaan kawasan Sabang, Investasi, Infrastruktur, penyelesaian barang impor dan ekspor di kawasan Sabang.
Berdasarkan analisis kondisi kawasan Sabang pada tahun 1970 -1985 dan tahun 2000 - sekarang terdapat beberapa faktor kegiatan investasi, impor dan ekspor belum berkembang yaitu barang yang didatangkan sebagian besar adalah barang konsumsi, sedangkan barang modal dan bahan baku untuk produksi sangat sedikit, selanjutnya fungsi kawasan Sabang belum sepenuhnya dijalankan terutama fungsi untuk pengolahan, pengepakan, penyortiran barang di Kawasan Sabang dan infrastruktur yang ada belum optimal ditingkatkan.
Berdasarkan basil kuesioner yang dibagikan kepada para pengusaha di Kawasan Sabang diketahui 54% responden menyatakan realitas Penetapan Sabang sebagai Kawasan perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Sabang) belum secara optimal menunjukkan adanya kemajuan pembangunan dan perekonomian Kota Sabang, 56 % responden menyatakan Organisasi BPKS sudah berjalan dengan baik, 56% responden menyatakan perusahaan sudah mendapatkan suasana yang nyaman, dan mengingat peraturan pelaksana Undang-undang No. 37 tahun 2000 belum ada, maka 77% responden mengharapkan BPKS diberikan kewenangan yang jelas dengan diterbitkan Peraturan Pelaksana Undang-undang tersebut serta 67 % responden mengharapkan adanya peningkatan (perombakan) dalam organisasi BPKS supaya dapat berjalan dengan lebih baik lagi, 100 % responden mengharapkan diadakan pelayanan satu atap (one roof service).
Responden juga memberikan persepsi mendukung yaitu 69 % sudah mendapatkan kemudahan dalam berinvestasi di Kawasan Sabang dan 75 % sudah mendapatkan jaminan keamanan dalam berinvestasi.
Selain itu, 60% responden mengharapkan adanya perbaikan infrastruktur penunjang investasi di Kawasan Sabang dan 63 % responden mengharapkan hambatan dalam penyelesaian barang impor dapat diselesaikan, sedangkan sebanyak 71 % responden menyatakan tidak terdapat kendala terhadap penyelesaian barang ekspor.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Penulis merekomendasikan agar kebijakan penerapan kawasan Sabang dapat terns dilanjutkan dengan fungsi kawasan Sabang sebagai tempat pengolahan, pengepakan dan penyortiran dapat direalisasikan, melakukan berbagai perbaikan Infrastruktur penunjang investasi, perbaikan peiayanan birokrasi, peningkatan sarana interaksi usaha. Penulis juga merekomendasikan agar BPKS dan Pemerintah Kota serta instansi terkait lainnya perlu menetapkan pelayanan satu atap (one roof service) sehingga semakin mempermudah dalam melakukan usaha investasi di dalam Kawasan Sabang. Dan tidak kalah pentingnya adalah peraturan pelaksana UU No. 37 tahun 2000 perlu segera diterbitkan, serta dilakukan revitalisasi (perombakan) dengan menambah personit yang profesional di luar pegawai negeri sipil yang mempunyai visi dan misi enterpreneur."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rizki Irzawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24831
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`mah Hidayah
"Sejalan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1913 Batam yang telah berkembang sebagai suatu wilayah perkotaan memerlukan penyusunan peraturan. Selama ini Pengaturan wilayah Batam sedikit banyak telah mempengaruhi kewenaangan dan tanggung jawab antara Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam. Kota Batam memerlukan pengaturan yang berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, karena para pelaku usaha Iangsung melakukan kegiatan antar negara terutama dengan Singapura dan Malaysia. Wilayah Batam harus diatur tersendiri sebagai suatu daerah istimewa. Batam, yang selama ini dikenal sebagai "Bonded Zone" atau secara de facto merupakan " free trade zone". Status ini perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang agar lebih mempunyai kepastian hukum.
Hal-hal di atas mendorong penulis untuk menyusun tesis tentang PEMBENTUKAN FREE TRADE ZONE (FTZ) DI INDONESIA, STUDI KASUS PEMBENTUKAN FTZ BATAM. Kasus Pembentukan FTZ Batam, ini menarik dilihat dari proses pembuatan kebijakan pemerintah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, terutama kebijakan dalam beberapa tahun terakhir ini. Berkenaan dengan pemberian kepastian hukum bagi status Batatn ini, pemerintah terkesan bertindak lambat dan tidak mampu membuat keputusan. Seakan-akan ada masalah dalam proses pembuatan peraturan perundangundangan, karena telah terjadi kepemimpinan pemerintah yang lemah dan koordinasi yang belum berjalan dengan baik. Kepercayaan masyarakat, dunia usaha dan pasar, sangat terpengaruh oleh ketidakmampuan pemerintah dalam membuat keputusan yang baik dan tepat waktu. Ada anggapan bahwa lambannya proses pembuatan keputusan seringkali disebabkan oleh karena Dewan Perwakilan Rakyat pada masa reformasi selalu mencari kesempatan untuk menyulitkan pemerintah. Namun, dalam kasus penetapan FTZ Batam ini tidak demikian.
Pemerintah tidak menyepakati konsep FTZ dalam Rancangan Undang-Undang yang telah dibuat oleh DPR. Menurut pemerintah, bentuk FTZ yang sesuai bagi Batam adalah enclave. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Babas Menjadi Undang-Undang, yang merupakan payung hukum pembentukan UU FTZ Batam perlu disesuaikan pasal-pasalnya agar mengakomodasi pembentukan FTZ Batam.
Pengertian FTZ yang sampai saat ini masih terdapat keraaancuan, baik dalam perdebatan, Undang-Undang maupun Rancangan Undang-Undang, sehingga perlu kejelasan atau ketegasan dalam menerapkan konsep FTZ di Indonesia, khususnya FTZ bagi Batam. Keberhasilan Batam sebagai FTZ tergantung dari pengaturan hubungan antara Pemerintah Kota dan Otorita Batam. Agar hubungan ini dapat berjalan dengan baik, perlu segera dikeluarkan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, khususnya Pasal 21. Rancangan Undang-Undang FTZ Batam jangan dibiarkan berlarut-larut, karena keadaan tanpa keputusan ini menyebabkan ketidakpastian dalam iklim investasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Leonardo
"Tesis ini membahas mengenai sifat norma hukum dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.010/2006 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Tepung Gandum (HS.1101.00.10.00) Dari Uni Emirat Arab sehingga dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara oleh badan hukum perdata asing yang merasa kepentingannya terhadap ekspor tepung terigu gandum ke Indonesia terganggu akibat adanya peraturan tersebut dengan alasan peraturan tersebut merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang berupa Penetapan (beschikking) dan bukan Peraturan (regeling). Untuk mencapai tujuan tersebut, Penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Tesis ini akhirnya menyimpulkan bahwa Penetapan Bea Masuk Anti-Dumping yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan hendaknya harus terlebih dahulu diuji apakah Penetapan Bea Masuk Anti-Dumping tersebut sudah sesuai dengan sifat norma hukumnya atau tidak.

This thesis is discussing about the nature of legal norms from Finance Minister Regulation No.42/PMK.010/2006 About Imposition of Anti-Dumping Duty On Imports of Wheat Flours (HS.1101.00.10.00) From United Arab Emirates until it could be sued in Jakarta Administrative Court by foreign private legal entities who felt their interest on exports of wheat flours into Indonesia were disrupted caused by this regulation with reason this regulation was Administrative Decree in the form of Determination (beschikking) and not was Regulation (regeling). In achieving these objectives, descriptive analysis methods are used. Finally, this thesis has conclusion that the Determination of Anti-Dumping Duty by Finance Minister should be tested first whether this Determination of Anti-Dumping Duty is completely accordance with it legal norms or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chycilia Ayu Media Sari
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis perubahan faktor-faktor ekonomi yang terpengaruh atas
penerapan PP Nomor 2 Tahun 2009 di Kawasan Bebas Pulau Batam. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan pada setiap faktor-faktor
ekonomi di masa sebelum dan setelah diberlakukannya fasilitas pajak dan
kepabeanan di Kawasan Bebas Pulau Batam. Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan kualitatif yang berbentuk deskripsi komparasi atau perbandingan
melalui pemaparan dari data yang telah diperoleh. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan adanya perubahan dari setiap rata-rata nilai faktor
ekonomi yang digunakan dalam pengukuran. Namun demikian, perubahan
tersebut berimbang pada setiap faktor yang digunakan, seperti pertumbuhan
ekonomi, PDRB, dan ekspor impor yang meningkat setelah diberlakukannya
aturan ini, tetapi terhadap investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan
pajak terjadi penurunan nilai, khususnya pada pendapatan pajak. Berdasarkan
kesimpulan tersebut, disarankan pemerintah dapat memaksimalkan pelayanan
yang diberikan dalam implementasi penerapan kebijakan ini, serta melakukan
evaluasi dari peraturan yang diberikan dalam rangka pencapaian tujuan pemberian
fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Kawasan Bebas Pulau Batam

ABSTRACT
This thesis analyzes the changes of economic factors that affected by
implementation of Government Regulation Number 2 Year 2009 regarding Free
Trade Zone Batam. The objective of this research is finding the changes of each
factor at the time both before and after the enactment of tax facilities and customs
in FTZ Batam. This research is using qualitative approach method with
comparative description through the exposure of data obtained. The output of this
study represents the changes of each value of economic factor that used in the
measurement. The change is balanced by the used factors, for instance economic
development, Gross Domestic Regional Product, and the amount of export import
that increasing after the enactment of this regulation. However, investment,
employment, and tax income experience a reduction value. Therefore, government
should maximize the service factor within the application of this regulation and
evaluate the regulation in order to achieve the aim of the tax relief and customs in
FTZ Batam."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marceau, Gabrielle
Oxford: Clarendon Press, 1994
343.072.1 MAR a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Tupa Andri Armando
"Badan peradilan pajak di Indonesia dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya (yurisprudensi) sehingga sengketa pajak yang serupa berpotensi untuk disidangkan kembali. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Putusan Pengadilan Pajak dan menjelaskan kekeliruan pendapat Majelis Hakim dalam memutus sengketa a quo. Penelitian ini juga bertujuan menjelaskan Kedudukan Kantor Cabang sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU PPN adalah tempat kegiatan usaha yang harus memenuhi kewajiban PPN berdiri sendiri terpisah dari Kantor Pusatnya, termasuk kewajiban menerbitkan faktur pajak. Adapun penelitian ini mengadopsi paradigma post-positivism dengan menggunakan Metode Penelitian Kualitatif dengan memusatkan fenomena yang terjadi dilapangan yaitu Putusan Pengadilan Pajak dan terdapat Dissenting Opinion Majelis. Hasil penelitian menunjukkan ada 2 (dua) hal yang mendasar mengapa terjadinya perbedaan hasil putusan pengadilan pajak. Pertama dilihat dari perspektif teori place of supply dan kedua dilihat dari kedudukan kantor cabang. Ditinjau dari teori place of supply, tempat penyerahan Casing dan Tubing High Grade (BKP) telah terjadi saat penyerahan di Batam yang dilakukan oleh Kantor Cabang Batam kepada PT Pertamina EP di Batam sebagaimana yang telah ditentukan sebelumnya dalam Perjanjian. Perjanjian berisi antara lain Penyerahan BKP akan dilakukan di Batam dengan Pengantaran BKP di lokasi project PT Pertamina EP (dalam daerah pabean). Penyerahan BKP di Batam mengakibatkan berpindahnya penguasaan fisik atas BKP dari Kantor Cabang Batam sebagai pihak yang menyerahkan kepada PT Pertamina EP sebagai pihak yang menerima Penyerahan. Penyerahan BKP di Batam dibuktikan dengan Dokumen Pabean berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Berita Acara Serah Terima Barang (BASTB) di Batam.

The Indonesian Tax Court in examining and deciding tax disputes is not bounded by the previous judicial decisions, so that the similar tax dispute cases are potentially recourted. This research aims to analyze Tax Court Decision is not in accordance with evidences and provisions of tax law and regulation. This research aims also explains standing of Branch Offices and Head Office. In legal provisions, Branch Office is part of Head Office. For simplicity of administration, Head Office and Branch Office are separate entities in fulfilling Tax Obligations referred to Article 12 paragraph (1) of VAT Law. This research uses Qualitative Research Methods by focusing data on phenomena Tax Court Decision and there is exist Dissenting Opinion. The results of this research show that there are 2 (two) fundamental reasons stating the results differences from the tax court verdict. The first reason can be seen from the perspective of the place of supply theory and the second reason is related to the position of the branch office itself. In terms of place of supply theory, the delivery site of Casing and Tubing High Grade (BKP) had occurred when the handover in Batam was carried out by the Batam Branch Office to PT Pertamina EP in Batam which was previously agreed in the Agreement. The Agreement states that the delivery of BKP will be carried out in Batam and delivery services of BKP at the PT Pertamina EP project site (in the customs area). The BKP Submission in Batam Branch Office resulted in the transfer of physical control over the BKP from Batam Branch Office to PT Pertamina EP. Submission of BKP in Batam is evidenced by Customs Documents consisting of notification of imported goods (PIB) and Minutes of Handover of Goods (BASTB) in Batam."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
T55366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>