Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214800 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rheinata Setya Putri Cahyani
"Latar Belakang: Fraktur dentoalveolar merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi di area orofasial. Perbedaan prevalensi pada beberapa wilayah yang dilaporkan kemungkinan disebabkan oleh variasi sistem klasifikasi fraktur, perbedaan demografis, seperti usia, jenis kelamin, dan anatomi gigi, serta perilaku yang menyebabkan kejadian trauma. Hingga saat ini, data terkait distribusi, frekuensi, dan pola penatalaksanaan fraktur dentoalveolar pada gigi anterior anak di Indonesia masih terbatas. Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi fraktur dentoalveolar gigi anterior berdasarkan usia, jenis kelamin, penyebab fraktur, klasifikasi fraktur, jenis gigi, dan jenis tatalaksananya di RSKGM FKG UI periode Oktober 2019 – Oktober 2024. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan studi retrospektif menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien usia 1-18 tahun di IGD, poli Bedah Mulut, dan poli IKGA RSKGM FKG UI. Hasil: Tercatat 113 kasus fraktur di RSKGM FKG UI, dengan 77 kasus (68,1%), di antaranya merupakan fraktur dentoalveolar. Dari 77 kasus, terdapat 33 kasus (29,2%) yang memenuhi kriteria inklusi, melibatkan total 48 gigi. Kelompok usia remaja (10-18 tahun) mencatat kasus fraktur dentoalveolar tertinggi sebesar 45,5%, yang didominasi oleh pasien laki-laki (57,6%) Jatuh menjadi penyebab utama fraktur (66,7%), sementara fraktur mahkota tanpa komplikasi paling sering terjadi (45,8%). Fraktur gigi sulung (Kelas IX) paling banyak ditemukan (39,6%), khususnya trauma pada jaringan keras gigi dan pulpa (56,3%). Fraktur lebih sering terjadi pada gigi permanen (58,3%), terutama insisif 1 RA (75%). Perawatan yang paling umum dilakukan adalah restorasi komposit (39,6%). Kesimpulan: Fraktur dentoalveolar paling banyak ditemukan pada remaja, dengan mayoritas pasien adalah laki-laki. Penyebab utama fraktur ini adalah jatuh, serta gigi yang paling sering terdampak adalah gigi permanen, terutama gigi insisif 1 rahang atas. Fraktur gigi sulung (Kelas IX) dan fraktur mahkota tanpa komplikasi menjadi jenis fraktur yang paling sering dijumpai, sedangkan metode perawatan yang paling banyak dilakukan adalah restorasi komposit.

Background: Dentoalveolar fractures are the most common type of mouth and face injury. Their frequency varies in different areas, likely because of differences in how fractures are classified, as well as factors like age, gender, tooth structure, and activities that cause injuries. Data on the distribution, frequency, and treatment of these fractures in children’s anterior teeth in Indonesia are still limited. Objective: To analyze the distribution and frequency of dentoalveolar fractures in anterior teeth in RSKGM FKG UI from October 2019 to October 2024 based on age, gender, fracture causes, fracture classification, type, of tooth and treatment methods. Method: The method is descriptive with a retrospective study using secondary data obtained from medical records of patients aged 1-18 years in the Department of Emergency, Oral Surgery, and Pediatric of RSKGM FKG UI. Result: A total of 113 fracture cases were recorded at RSKGM FKG UI, with 77 cases (68.1%) classified as dentoalveolar fractures. Of these, 33 cases (29.2%) met the inclusion criteria, involving a total of 48 teeth. The adolescent age group (10-18 years) had the highest number of dentoalveolar fracture cases (45.5%), dominated by male patients (57.6%). Falls were identified as the primary cause of fractures (66.7%), while uncomplicated crown fractures were the most frequent type (45.8%). Deciduous tooth fractures (Class IX) were the most commonly observed (39.6%), especially those involving trauma to the hard dental tissue and pulp (56.3%). Fractures were more frequent in permanent teeth (58.3%), particularly the maxillary central incisors (75%). The most common treatment was composite restoration (39.6%). Conclusion: Dentoalveolar fractures are most frequently found in adolescents, with the majority of cases involving male patients. Falls are the primary cause, and the most affected teeth are permanent teeth, particularly the maxillary central incisors. The most frequent types of fractures are deciduous tooth fractures (Class IX) and uncomplicated crown fractures, while composite restoration is the most frequently performed treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Natalia Martina Duwiri
"Latar Belakang: Hal dasar dalam penentuan rencana perawatan ortodonti ialah melihat posisi dan inklinasi dari gigi insisif rahang atas dan rahang bawah, akan tetapi penempatan posisi dan inklinasi gigi insisif yang sesuai dengan kriteria parameter sefalometri normal tidak menjamin bahwa jaringan lunak di atasnya akan menghasilkan tampilan wajah yang harmonis. Hal ini disebabkan karena adanya variasi jaringan lunak antar etnis atau ras.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara inklinasi gigi insisif dan posisi bibir berdasarkan analisis sefalometri pada pasien ras Deutro-Melayu di klinik ortodonti RSKGM FKG.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian analitik restropektif cross sectional pada 64 radiograf sefalometri pasien di klinik ortodonti RSKGM FKG UI. Uji korelasi Spearman dilakukan antara nilai parameter inklinasi gigi insisif (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) dengan nilai parameter posisi bibir berdasarkan E-line.
Hasil: Terdapat korelasi signifikan positif yang lemah antara UI-Mx dan posisi biibr bawah (r=0,294*). Terdapat korelasi signifikan negatif yang lemah antara Interincisal Angle dan posisi bibir bawah (r=-0,323*). Namun tidak terdapat korelasi antara UI-Mx, IMPA dan Interincisal Angle dengan bibir atas, serta IMPA dengan bibir bawah.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara inklinasi gigi insisif (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) dan posisi bibir berdasarkan E-line.

Background: The basic thing in an orthodontic treatment plan is to look at the position and inclination of the maxillary and mandibular incisors, but the placement and inclination of the incisors according to the criteria for normal cephalometric parameters does not guarantee that the overlying soft tissues will produce a harmonious facial appearance. This is due to soft tissue variations between ethnicities.
Objective: To determine the relationship between incisor teeth and lip position based on cephalometric analysis in Deutro-Malay patients at the orthodontic clinic of RSKGM FKG.
Method: This study is a quantitative study using a cross-sectional retrospective analytic research method on 64 patients with cephalometric radiographs at the orthodontic clinic of RSKGM FKG UI. Spearman correlation test was performed between the incisor inclination parameter values ​​(UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) and the lip position parameter values ​​based on the E-line.
Results: The correlation test showed that there was weak positive significant between UI-Mx and lower lip position (r=0.294*). There was a weak negative significant correlation between Interincisal Angle and lower lip position (r=-0.323*). However, there was no correlation between UI-Mx, IMPA and Interincisal Angle with the upper lip, and IMPA with the lower lip.
Conclusion: There is no relationship between incisor inclination (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) and lip position based on E-line.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delfiana Marshella
"Latar Belakang: Susunan gigi anterior merupakan salah satu komponen estetika wajah yang berdampak terhadap persepsi diri anak serta mendorong anak dan orang tua untuk memeriksakan keadaan gigi mulut anak ke dokter gigi. Variasi susunan gigi anterior anak selama periode gigi bercampur, seperti adanya gigi berjejal, gigitan terbuka, posisi gigi yang miring atau rotasi, serta gigi yang cenderung terlihat maju yang dapat terkoreksi dengan sendirinya maupun yang memerlukan perawatan dini setelah penilaian oleh dokter gigi. Tujuan Penelitian: Menganalisis perbedaan antara persepsi diri dan dokter gigi terhadap susunan gigi anterior anak 9-12 tahun di SDN 01 Pademangan Barat Pagi Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi potong lintang di SDN 01 Pademangan Barat Pagi di Jakarta, bulan Desember 2023 menggunakan instrumen kuesioner yang dilengkapi oleh foto intraoral susunan gigi depan anak saat oklusi dari arah sagital, transversal, dan vertikal dalam 5 posisi. Kuesioner persepsi diri anak yang diisi oleh subjek penelitian dan kuesioner penilaian dokter gigi merupakan instrumen yang sama untuk menilai keadaan gigitan dalam, gigitan terbuka, gigi berjejal, gigi berjarak, gigi protrusif, gigitan silang, serta gigi rapi dan sejajar. Uji validasi dan reliabilitas dilakukan sebelum kueseioner digunakan dalam penelitian. Data dianalisis untuk menguji secara statistik perbedaan antara persepsi diri dan penilaian dokter gigi terhadap susunan gigi anterior anak usia 9-12 tahun Hasil: Subjek penelitian ini sejumlah 97 anak dan melibatkan penilaian dari 5 dokter gigi. Persepsi diri dan dokter gigi berbeda bermakna terhadap keadaan gigitan dalam, gigi berjejal di rahang atas, gigi berjarak di rahang atas, dan gigi rahang atas protrusif pada anak (uji Chi-Square, nilai p<0,05). Kesimpulan: Persepsi diri dengan penilaian dokter terhadap susunan gigi anterior anak usia 9-12 tahun pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang bermakna, terutama pada keadaan gigi depan rahang atas.

Background: The anterior teeth alignment is one of the components of facial aesthetics that has an impact on children's self-perception and may encourages children and their parents to check their oral and dental condition by a dentist. Variations in the alignment of children's anterior teeth occur during the mixed dentition period, such as crowding, open bite, tilted or rotated tooth, and protrusive teeth which can be corrected on their own or require early treatment after dentist assessment. Objectives: To analyze differences between self-perception and dentist assessment of anterior teeth alignment in children aged 9--12 years at SDN 01 Pademangan Barat Pagi in Jakarta. Methods: This study was a cross-sectional study at SDN 01 Pademangan Barat Pagi in Jakarta, December 2023 using a questionnaire that completed with children's intraoral photos during occlusion from the sagittal, transverse and vertical dimensions in 5 positions. The children's self-perception questionnaire and dentist assessment questionnaire were identical to assess the condition of deep bite, open bite, crowding, spacing, protrusive teeth, anterior cross bite and well-aligned teeth in subjects recruited for this study. Validity and reliability tests were carried out before the questionnaire was used in the research. Data were analysed to statistically test the differences between self-perception and dentist assessment of anterior teeth alignment in children aged 9-12 years. Results: There were 97 children and 5 dentist involved in this study. Self-perception and dentist assessment were significantly different regarding the condition of deep bite, maxillary crowding, maxillary spacing and protrusive teeth in children (Chi-Square Test, p value <0,05). Conclusion: Self-perception and dentist assessment of anterior teeth alignment in children aged 9-12 years in this study showed significant differences, especially in the condition of the maxillary anterior teeth."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buddiwati Punta
"It has been shown that more than 40 percent of the apical radiolucencies are radicular cyst, numerous endodontist claims that from 85 to 90 percent of apical lesions disappear or become reduced in size following conservative endodontic treatment and do not required surgical intervention. Maxillary anterior teeth are more frequently susceptible to trauma and there are numerous morphologic anomalies associated with maxillary incisors especially lateral incisors its call palato-radiocular groove (PRG), its caused non vital have been implicated in formation of periapical lesions. Periapical lesions can be cured by conventional endodontic treatment used Ca(OH)2 as an intracanal medication. One case with radicular cyst on the maxillary lateral incisors because of trauma 2 years ago will be presented. Fifteenth months during treatment showed that the cyst reduced in size and symptomless."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 189-192
Dental trauma in childhood and adorescence is a common accidents, with the most accident-prone time is between 9 and 10 years old. Boys affected are almost twice than girls and the maxillary central incisors are the most affected. This report describes an Ellis class II fracture in maxillary central incisors caused by trauma on a 9 years old boys. The case was treated by pulp capping and restored by composite material."
Journal of Dentistry Indonesia, 2006
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"On of the important factor that supported success of root canal treatment is fielling the rool canal system hermetically. Necrosis of young permanent tooth pose a difficulty in root canal treatment and
induction of the apical area to build an apical stop should be conducted. Apical constriction is necessary to fiel the root canal and Calcium Hydrokside is use for this measure, so that the fielling material will not exied beyond the root canal system. A case of success treatment of Traumatized tooth was reported using Calcium Hydrokside."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Cecilia Morinta
"ABSTRACT
Latar Belakang: Ukuran mahkota gigi sulung penting dalam keberhasilan perawatan restorasi dengan mahkota logam dan keberhasilan perawatan ortodonsi preventif. Perbedaan ukuran mahkota gigi sulung anak laki-laki dan perempuan ditunjukkan dalam diferensiasi seksual pada ukuran mahkota gigi dan bentuk gigi. Terdapat keterbatasan data mengenai ukuran mahkota gigi sulung anterior pada anak laki-laki dan anak perempuan dalam populasi Indonesia. Tujuan Penelitian: Mengetahui ukuran mahkota gigi sulung anterior pada kelompok anak laki- laki dan kelompok anak perempuan, dan mengetahui perbedaan diameter mesiodistal, labiopalatal/ labiolingual antara kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan di Klinik Gigi Anak RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian studi deskriptif-analitik menggunakan model studi pasien anak pada periode gigi sulung. 34 pasang model gigi dengan rincian 17 pasang model gigi laki-laki dan 17 pasang model gigi perempuan untuk menguji perbedaan ukuran mahkota gigi sulung antara sisi kanan dan kiri pada kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan. 99 pasang model gigi dengan rincian 35 pasang model gigi laki-laki dan 64 pasang model gigi perempuan untuk menguji perbedaan ukuran mahkota gigi sulung antara laki-laki dan perempuan. Terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara pengukuran mahkota gigi sulung dengan jangka sorong dan software ImageJ (p≥0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada ukuran mahkota gigi sulung antara sisi kanan dan kiri pada kelompok anak laki-laki (p≥>0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada ukuran mahkota gigi sulung antara sisi kanan dan kiri pada kelompok anak perempuan (p≥0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada diameter mesiodistal antara laki-laki dan perempuan (p≥0.05), kecuali pada gigi dc RB (p0.05). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada diameter labiopalatal/ labiolingual antara laki-laki dan perempuan (p≥0.05). Data nilai persentil dari diameter mesiodistal dan diameter labiopalatal/ labiolingual gigi anak laki-laki dan perempuan di Klinik Gigi Anak RSKGM FKG UI. Tidak terdapat perbedaan antara sisi kanan dan kiri gigi sulung. Tidak terdapat perbedaan ukuran mahkota gigi sulung antara laki-laki dan perempuan, kecuali pada diameter mesiodistal gigi kaninus bawah. Data persentil 50 ukuran mahkota gigi sulung anak pada penelitian ini dapat menjadi data referensi dalam pembuatan mahkota logam bagi anak dengan kerusakan mahkota parah di Indonesia.

ABSTRACT
Background: Primary crown size are important to achieve successful stainless steel crown restoration and orthodontic preventive. Teeth are part of the human body that showing the marks of sexual dimorphism. The size of primary teeth in the recent Indonesian population has not been studied: The aim of this study to measure primary anterior crown size of male and female patients and to differ mesiodistal, labiopalatal/ labiolingual diameter between male and female from Paediatric Health Care, RSKGM FKG UI. Method: Thirty four pairs model study (17 males, 17 females) used to test different size between right and left side on sexes group. Ninety nine pairs model study (35 males, 64 females) used to test different size between male and female. Result: Theres no significant difference of measurement between digital caliper and software ImageJ (p≥0.05)"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donovan Roberto Jonamika
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut yang sering ditemui dan dapat terjadi pada semua orang dengan keadaan rongga mulut. Pasien yang datang ke klinik Periodonsia RSKGM FKG UI terdiri dari berbagai kelompok dengan keadaan rongga mulut yang berbeda-beda serta memiliki faktor risiko yang berbeda pula, terutama pada gigi anterior mandibula yang rentan terhadap penyakit periodontal. Tujuan: Mendapatkan distribusi kelainan periodontal pada gigi anterior mandibula serta hubungannya dengan faktor risiko yang mempengaruhinya pada pasien di RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian deskriptif analitik menggunakan data sekunder dari rekam medis RSKGM FKG UI periode 2016 2018. Hasil: Distribusi kelainan periodontal lebih sering terdapat pada kelompok usia lansia (45-65 tahun) dan pada laki-laki. Distribusi mobilitas terbanyak ditemukan pada gigi 31 dan kelompok usia lansia (45-65 tahun); resesi gingiva terbanyak terdapat pada gigi 31, ukuran resesi gingiva terbanyak adalah <3 mm; poket periodontal terbanyak terdapat pada gigi 43, kedalaman poket terbanyak adalah 1-3 mm; kehilangan perlekatan klinis terbanyak terdapat pada gigi 42, kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah >5 mm; kerusakan tulang alveolar terbanyak ditemukan pada gigi 42 dan kelompok usia lansia (45-65 tahun). Distribusi trauma oklusi terbanyak terdapat pada gigi 41, penyebab trauma yang paling sering ialah blocking. Kelainan periodontal lebih sering terdapat pada gigi yang memiliki kelainan titik kontak. Kesimpulan: Kelompok persentase usia terbesar adalah lansia (48,16%), jenis kelamin tertinggi adalah perempuan (50,28%), mayoritas pasien memiliki OHIS buruk (50,28%), dan PBI yang ringan (46,33%). Kelainan periodontal yang dijumpai pada gigi anterior mandibula adalah 34,75% subjek memiliki mobilitas gigi; 72,03% subjek mengalami resesi gingiva; 79,94% subjek memiliki poket absolut; 82,34% subjek memiliki kehilangan perlekatan klinis; dan 61,02% subjek memiliki kerusakan tulang alveolar. Faktor risiko lokal meliputi trauma oklusi dimana 57,77% subjek mengalami trauma oklusi; 83,47% subjek memiliki gigi berjejal pada gigi anterior mandibula; dan 90,82% subjek memiliki kelainan titik kontak."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valerie Kartini
"Latar Belakang: Maloklusi adalah ketidakteraturan kesejajaran gigi dan/atau hubungan lengkung gigi dengan gigi yang tidak normal yang diakibatkan oleh berbagai faktor dan dapat menyebabkan ketidakpuasan estetika sampai masalah pada segi fungsional. Pasien dengan maloklusi memerlukan perawatan ortodonti salah satunya untuk memperbaiki maloklusi. Inklinasi dan angulasi gigi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan ortodonti yang stabil dan optimal. Tujuan: Mengetahui gambaran sudut inklinasi dan angulasi gigi anterior pada pasien maloklusi skeletal kelas I pasca perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel berupa data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 96 rekam medik pasien maloklusi kelas I yang telah selesai mendapatkan perawatan ortodonti cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, didapatkan rerata sudut U1-SN sebesar 105,60° ± 5,80°, rerata sudut U1-PP sebesar 114,55° ± 6,21°, rerata sudut L1-MP sebesar 93,63° ± 7,94°, dan rerata sudut IMPA adalah sebesar 96,40° ± 7,96°. Rerata angulasi gigi 11 sebesar 89,03° ± 3,26°, rerata angulasi gigi 21 sebesar 90,35° ± 3,07°, rerata angulasi gigi 31 sebesar 89,28° ± 4,33°, dan rerata angulasi gigi 41 sebesar 90,61° ± 5,04°. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian tentang Gambaran Inklinasi dan Angulasi Gigi Anterior pada Pasien Maloklusi Kelas I Pasca Perawatan Ortodonti Cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, rerata sudut inklinasi gigi anterior pasien termasuk dalam kisaran nilai normal, kecuali pada sudut IMPA. Rerata sudut angulasi gigi anterior pasien relatif tegak dan paralel.

Background: Malocclusion is the irregularity of teeth and is considered as oral health problem resulting from various etiological factors causing esthetic dissatisfaction to functional impartment. Patients with malocclusion require orthodontic treatment to correct the malocclusion. Inclination and angulation of teeth are one of the factors that influence the success of stable and optimal orthodontic treatment. Objective: This study aims to describe the inclination and angulation of anterior teeth on class I malocclusion patients after fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. Methods: Cross-sectional descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: From 96 medical records of class I malocclusion patients who have completed fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the mean U1-SN angle is 105.60° ± 5.80°, the mean U1-PP angle is 114.55°. ± 6.21°, the mean angle of L1-MP is 93.63° ± 7.94°, and the mean angle of IMPA is 96.40° ± 7.96°. The mean angulation of tooth 11 is 89.03° ± 3.26°, mean angulation of tooth 21 is 90.35° ± 3.07°, mean angulation of tooth 31 is 89.28° ± 4.33°, and mean angulation of tooth 41 is of 90.61° ± 5.04°. Conclusion: Based on research on the Inclination and Angulation of Anterior Teeth on Class I Malocclusion Patients after Fixed Orthodontic Treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the inclination of anterior teeth is within the normal range, except at the IMPA angle. The angulation of anterior teeth is relatively upright and parallel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>