Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ridwan Rasyid
"Pada awalnya pemerintahan nagari tidak memisahkan antara urusan administrasi dengan urusan adat. Seiring berjalannya waktu, terjadi dualisme kelembagaan di pemerintahan nagari. Masa kolonial Belanda menjadi awal dari munculnya dualisme kelembagaan di nagari yang memisahkan antara kewenangan adat dengan kewenangan administratif. Dualisme ini berlanjut hingga masa Orde Baru yang mana pemerintah nagari digantikan dengan pemerintahan desa. Pada masa reformasi, nagari dikembalikan, namun tetap masih mengalami dualisme kelembagaan seperti sebelumnya. Skripsi ini melihat mengapa gerakan baliak ka nagari (kembali ke nagari) tidak mengembalikan nagari seperti bentuk awalnya yang tidak memisahkan kewenangan adat dengan kewenangan administrasi. Pendekatan historical institutionalism digunakan untuk menganalisis mengapa hal tersebut masih terjadi dengan melihat sejarah dan mencari peristiwa masa lalu yang masih berdampak terhadap pilihan-pilihan aktor yang membentuk ulang pemerintahan nagari di masa sekarang. Skripsi ini menemukan ada tiga aktor yang terlibat dalam kembalinya nagari, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten memiliki wewenang paling besar untuk menentukan bentuk pemerintahan nagari. Namun, karena pemerintah pada masa Orde Baru menguasai pemerintahan desa, aparat pemerintah kabupaten dibatasi pilihannya untuk dapat bertindak rasional dalam mengurus pemerintahan desa serta berdampak terhadap kurang kompetennya dalam mengembalikan pemerintahan nagari pada masa reformasi.

Initially, the nagari government did not separate administrative affairs from customary affairs. Over time, there was institutional dualism in the nagari government. The Dutch colonial period was the beginning of institutional dualism in the nagari, which separated customary authority from administrative authority. This dualism continued until the New Order period when the nagari government was replaced by the village government. During the reformation period, the nagari was restored, but still experienced institutional dualism as before. This thesis looks at why the baliak ka nagari (return to the nagari) movement did not return the nagari to its original form, which did not separate customary authority from administrative authority. The historical institutionalism approach is used to analyze why this still happens by looking at history and looking for past events that still have an impact on the choices of actors who reshape the nagari government in the present. This thesis finds that there are three actors involved in the return of nagari, namely: central government, provincial government, and district government. The district government has the most authority to determine the form of nagari government. However, because the government during the New Order era controlled the village administration, district government officials were limited in their options to act rationally in managing the village administration, which resulted in a lack of competence in restoring the nagari government during the reform era."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annetha Novika Adnan
"ABSTRAK
Tesis ini memapaparkan mengenai kebijakan sertifikasi guru yang di terbitkan di Indonesia setelah dikeluarkannya UU Guru dan Dosen No 14 tahun 2005. Dalam menggali data, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menambahkan studi kasus di 2 dua sekolah SMA Negeri 2 Bogor dan SMA Bosowa Bina Insani Bogor untuk melihat implementasi kebijakan sertifikasi guru. Level analisis yang dibahas ada 3 tiga yaitu tingkat mikro pada proses perumusan UU guru dan dosen serta perumusan dan pengesahan kebijakan sertifikasi guru di level pemerintah, di level meso berusaha melihat bagaimana institusi pemerintah daerah dan sekolah menjalankan kebijakan sertifikasi guru. Serta pada level mikro dengan melihat dampak dan pengalaman yang diterima oleh guru terhadap kebijakan sertifikasi guru ini di dua sekolah yang menjadi studi kasus. Dengan memanfaatkan kerangka historical institutionalism berusaha menjelaskan bagaimana perumusan kebijakan UU guru dan dosen merupakan path dependence terhadap pilihan institusi Kemdikbud untuk melakukan perubahan terhadap sistem pendidikan, khususnya kepada profesionalitas guru. Kemudian keterkaitan aktor-aktor dalam menentukan sejarah yang dikenal dengan antecedent condition critical juncture yang kemudian berdampak pada bagaimana aturan-aturan pendukung tersebut ditegakkan dalam tingkat interaksi antara sekolah dan guru sebagai bentuk reproduction mechanism. Kata kunci:Sertifikasi guru, kebijakan, institusi, historical institutionalism, path dependence, critical juncture, reproduction mechanism

ABSTRACT
This thesis describes the teacher certification policy published in Indonesia after the issuance of the Law on Teachers and Lecturers No. 14 of 2005. In digging the data, this research uses qualitative method by adding case study in 2 two schools there are SMA Negeri 2 Bogor dan SMA Bosowa Bina Insani Bogor to see the implementation of teacher certification policy. Level of analysis discussed there are 3 three that is micro level in formulation process of teacher and lecturer law and formulation and validation of teacher certification policy at government level, at meso level try to see how local government institution and school run teacher certification policy. As well as at the micro level by looking at the impact and experience received by teachers on this teacher certification policy in the two schools that became the case study. By utilizing the framework of historical institutionalism trying to explain how the policy formulation of teachers and lecturers is the path dependence of Kemdikbud institution choice to make changes to the education system, especially to guu. Then the linkage of actors in determining the history known as antecedent condition critical juncture which then impact on how the supporting rules are enforced in the level of interaction between school and teacher as a form of reproduction mechanism. Keywords Teacher certification, policy, institution, historical institutionalism, path dependence, critical juncture, reproduction mechanism "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Titalia
"ABSTRAK
Krisis tahun 1997 merupakan sebuah critical juncture bagi reformasi kerjasama
keuangan di Asia. Krisis ini mendorong ASEAN untuk mengubah arsitektur
kerjasama pada sektor keuangan di antara mereka dengan kemudian melibatkan
Cina, Jepang, dan Korea Selatan untuk bersama mendirikan institusi keuangan
regional. Upaya ASEAN+3 ini membuahkan hasil ketika didirikan Chiang Mai
Initiatives Multilateralization (CMIM) pada tahun 2009. Melihat fenomena
pendirian CMIM tersebut, penulis akan menggunakan pendekatan historical
institutionalism untuk menganalisis alur dan dinamika pertemuan-pertemuan yang
dilakukan para menteri keuangan ASEAN+3 (AFMM+3) sampai keberhasilan
pendirian CMIM. Hasil penelitian akan menunjukkan bahwa keberhasilan
pendirian CMIM menjadi sebuah institusi keuangan regional tidak lepas dari
terjadinya krisis keuangan tahun 1997 karena krisis tersebut menjadi penentu awal
arah diskusi menuju institutionalisasi kerjasama keuangan Asia.

ABSTRACT
Asian financial crisis in 1997 was a critical juncture that marked the beginning for
a reformation in financial cooperation among Asian countries. The crisis
encouraged ASEAN to change its cooperation architecture to then involve China,
Japan, and South Korea. Together, they created an ASEAN+3 group and later
established a regional financial institution, Chiang Mai Initiatives
Multilateralization (CMIM), in 2009. On that certain phenomenon, this research
will use historical institutionalism approach to analyze the plots and dynamics of
the ASEAN+3 Financial Minister Meetings (AFMM+3) until finally CMIM is
established. The research will conclude that the success of the establishment of
CMIM is closely related to the Asian financial crisis in 1997. The reason is
because of that crisis, AFMM+3 was able to focus in overcoming their common
concern of the institutionalization of Asian financial cooperation."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fazriah
"Tesis ini membahas hubungan kelembagaan dalam upaya penguatan daya saing industri kreatif kerajinan Kota Bogor dengan menggunakan konsep New Institutionalism in Economi Sociology yang melihat industri kerajinan melalui tiga tataran kelembagaan yaitu makro yang direpresentasikan oleh pemerintah sebagai institutional environment, meso yang direpresentasikan dengan organisasi sebagai governance structure, dan mikro adalah komunitas/individu kreatif sebagai informal structure. Ketiganya berinteraksi dimana dalamnya terdapat elemen formal dan informal seperti norma, nilai, aturan, kebiasaaan yang diterjemahkan ke dalam suatu tindakan oleh aktor-aktor di setiap tataran tersebut melalui mekanisme sistemnya masing-masing.Situasi problematis pada industri kerajinan dilihat dengan sistem aktivitas manusia yang kemudian ditransformasikan ke dalam dalam bentuk root definition yang merupakan deskripsi terstruktur dari sistem aktivitas manusia yang relevan dengan situasi problematis yang kemudian dibuat model konseptualnya. Penelitian ini menghasilkan empat buah model konseptual, yang kemudian digunakan pada tahap perbandingan dan perumusan rekomendasi hasil penelitian. Sesuai dengan kaidah Soft Systems Methodology, pada tahap 6 determinasi kebutuhan dan perubahan yang memungkinkan, proses pembandingan dan debating untuk tujuan research interest melibatkan praktisioner SSM peneliti , academic advisor dan academic reviewer.

This research presents the institutional relation as an effort to strengthen the competitiveness of craft creative industry in Bogor City using New Institutionalism in Economic Sociology concept that viewed craft industry through three levels of institutional macro, meso, and micro . In macro level represented by the government as an institutional environment, in meso level represented by the organization as a governance structure, and in micro level represented by creatives community individual as an informal structure. These three level interact by connected formal and informal elements such as norms, values, rules, and customs which translated into actions by actors in three institutional level through the mechanism of the respective system.Problematic situation in craft industry is viewed using human activity systems HAS and transformed into root definitions which is a structured description of a HAS that relevant with the problematical situation and became basis to create conceptual models. This research results four conceptual models which is used for comparison stage and formulate recommendation for research result. Refer to norm of Soft Systems Methodology SSM , stage 6 changes systematically desirable, culturally feasible , comparison and debating process involve SSM rsquo s practitioner, academic advisor and academic reviewer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T47412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmariza
"Kebijakan Kembali ke Nagari di Sumatera Barat merupakan respon lokal terhadap reformasi di Indonesia setelah rezim otoritarian Soeharto (1966-1998). Kebijakan Kembali ke Nagari ini dalam aspek tertentu dapat dipandang sebagai legitimasi dan strukturisasi peran perempuan Minangkabau di ranah publik, terlepas dari dominannya laki-laki sepanjang proses perumusan kebijakan, dan penguatan adat yang membebani perempuan. Legitimasi ini secara struktural telah memperluas wilayah peran perempuan Minangkabau yang dahulunya hanya di wilayah domestik (kaum) menjadi wilayah publik (Nagari). Adat Minangkabau menetapkan bahwa perempuan mempunyai peran sentral di dalam kaumnya dengan kedudukan sebagai Bundo Kanduang. Peran sentral perempuan Minangkabau di dalam kaum tersebut dengan kembali ke nagari secara implicit juga mendapatkan penguatan kembali. Posisi penting Bundo Kanduang dalam struktur masyarakat minangkabau ini idealnya dapat menjadi modal dasar bagi perempuan Minang untuk masuk ke ranah publik. Sehubungan dengan itu Kembali ke Nagari dapat diartikan sebagai terbukanya ruang baru bagi peran dan partisipasi perempuan Minangkabau di Nagari terutama dalam bidang politik dan pemerintahan, di samping bidang-bidang lainnya seperti ekonomi, sosial dan budaya. Terbukanya ruang sosial baru bagi partisipasi dan reposisi perempuan di ranah nagari (publik) dalam realitasnya tidaklah mudah untuk diisi dan dimanfaatkan oleh perempuan Nagari. Selain karena faktor-faktor internal seperti: kapasitas perempuan, tokoh-tokoh perempuan, kesadaran perempuan. organisasi perempuan, keberhasilan perempuan dalam mengakses posisi-posisi strategis di nagari juga sangat tergantung kepada kultur dan keterbukaan elit laki-laki di nagari baik niniak mamak, alim ulama maupun cadiak pandai (elit adat, elit agama, cendikiawan) yang dalam cukup banyak kasus masih bias gender.

The policy of returning to Nagari (Kembali ke Nagari) in West Sumatera is a responsive local policy to reform in Indonesia in post-Soeharto`s authoritarian regime (1966-1998). This policy of Kembali ke Nagari in a certain aspect can be viewed to justify and to re-structure the role of Minangkabau women in public domain vis-à-vis the dominant roles of Minangkabau men in making decisions/policies and in reinforcing cultural values to village communities. The policy of Kembali ke Nagari has extended the roles of Minangkabau women as Bundo Kanduang (the clan`s chief), to Nagari leader (Wali Nagar/ sub-district leader) and other public roles. In other words, the policy of Kembali ke Nagari is a new opportunity to Minangkabau women to participate in politics, government and economy in the local level. But it is not easy for woman to participate and reposition in public area so that the openness of structure has not been utilized by Nagari organization and success of woman in assessing the strategic position in Nagari, is also depends on the culture and openness of elite man in Nagari such as the leader of tribe, the man of religion and experts who have the gender bias perspectiveness.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1514
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Prasetya Widiawan
"[ ABSTRAK
Kloning mendapatkan perhatian dari masyarakat ketika domba Dolly berhasil
diciptakan, sebagai sebuah bukti nyata dari konsep kloning. Kloning domba Dolly
yang telah berhasil menimbulkan posibilitas lain, yaitu kloning manusia. Kloning
manusia sebagai sebuah konsep cenderung dilihat melalui sisi etis atau religi, atau
sisi lainnya, tetapi tidak terdapat sebuah pendapat melalui kondisi mental atau
kesadaran dari klon manusia itu sendiri. Jika kloning manusia merupakan sebuah
posibilitas, maka pemahaman terhadap konsep kondisi mental atau kesadaran dari
klon manusia perlu dibentuk melalui teori-teori dalam Philosophy of Mind,
khususnya melalui argumentasi zombie pada dualisme properti dan fisikalisme.

ABSTRACT
Cloning caught people's attention when Dolly the sheep was produced through
the process of cloning, this means the technology is closer to be able to clone
human being. Human cloning tends to be criticized from ethical or religious
standpoint, or other standpoint, but there is no discussion towards the concept of
mind within the human clone itself. If human cloning is a possibility, then the way
of understanding the concept of mind within the human clone needs to be formed
through the theories of Philosophy of Mind, especially through the zombie
argument in property dualism and also in physicalism., Cloning caught people’s attention when Dolly the sheep was produced through
the process of cloning, this means the technology is closer to be able to clone
human being. Human cloning tends to be criticized from ethical or religious
standpoint, or other standpoint, but there is no discussion towards the concept of
mind within the human clone itself. If human cloning is a possibility, then the way
of understanding the concept of mind within the human clone needs to be formed
through the theories of Philosophy of Mind, especially through the zombie
argument in property dualism and also in physicalism.]"
2015
S61754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berkhofer, Jr, Robert F
London: Collier MacMillan Limited , 1969
900 BER b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Brown, Delmer M.
New York: Russell and Russell, 1955
323.152 BRO n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kriston Rasmanto
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004
959.86 KRI b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>