Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63637 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raka Seto Pratama
"The quality of water has progressively worsened in Australia due to increased carbon emissions which strengthened the effect of climate change. With the lack of access to grid electricity in remote communities there is a need for a sustainable solution. This problem was addressed when Oxfam approached Monash University to build an OMP Micro-Desalination System prototype that uses solar energy. The goals of this experiment were to validate the OMP-Micro Desalination System to filter the main impurities of lead, turbidity, trihalomethane, salinity and E. coli, of the Victorian and Australian Drinking Water guidelines. The second goal was to compare the commercial water filters and plastic bottled water to the prototype. Stormwater samples and four community samples were tested on the prototype. Salinity levels were tested with a conductivity meter and the rest of the impurities was tested by a company Water ALS. The common commercial filtration systems were compared with the prototype with a cost analysis. In conclusion, the prototype was able to filter the impurities from the different water feed sources. For the second goal, it showed that the prototype is more affordable than commercial water filters and prototype use will have more savings compared to purchasing bottled water.

Kualitas air semakin memburuk di Australia karena meningkatnya emisi karbon yang memperkuat efek perubahan iklim. Dengan kurangnya akses ke jaringan listrik di masyarakat terpencil, ada kebutuhan akan solusi yang berkelanjutan. Masalah ini diatasi ketika Oxfam menghubungi Monash University untuk membangun prototipe OMP-Micro Desalination System yang menggunakan energi surya. Tujuan dari percobaan ini adalah validasi OMP-Micro Desalination System untuk menyaring kotoran utama, yaitu timbal, kekeruhan, trihalometana, salinitas dan E. coli, sesuai pedoman air minum di Victoria dan Australia. Tujuan kedua adalah membandingkan filter air komersial dan air minum kemasan plastik dengan prototipe. Sampel stormwater dan empat sampel komunitas diuji pada prototipe. Tingkat salinitas diuji dengan alat pengukur konduktivitas dan sisa-sisa indikator diuji oleh perusahaan Water ALS. Sistem filtrasi komersial umum dibandingkan dengan prototipe menggunakan analisis biaya. Kesimpulannya, prototipe mampu menyaring kotoran dari sumber air yang berbeda. Untuk tujuan kedua, hasil menunjukkan bahwa prototipe lebih murah daripada filter air komersial dan penggunaan prototipe akan lebih hemat dibandingkan dengan membeli air minum dalam kemasan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareta Novia Asih Christami
"ABSTRAK
Pencemaran domestik telah menyebabkan kontaminasi terhadap air Sungai Pesanggrahan. Pengolahan kimia sebagai reaksi untuk menurunkan polutan menghasilkan byproduct berupa limbah B3 yang mahal pengolahannya dan berpotensi mencemari lingkungan. Tingginya pencemaran air Sungai Pesanggrahan berupa TSS 11,1 ndash; 243,8 mg/L, COD 17,8-165,2 mg/L, Total Fosfat 0,12-0,74 mg/L, dan NH3-N 0,094-1,04 mg/L telah melampaui syarat mutu Kelas I air baku air minum berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Oleh karenanya, pengolahan biologis Aerated Submerged SpongeBed Biofilter dapat dijadikan rekomendasi pretreatment proses IPAM karena sifat ramah lingkungan dan kemampuan mereduksi beban pencemar organik dengan baik. Untuk mereduksi beban organik tersebut, dilakukan pendekatan skala lab dengan modifikasi 15 media dalam reaktor bervolume 6 L dengan suplai udara 7 L/menit. Variasi waktu tinggal ditinjau pada 1; 1,5; 2 jam. Didapatkan bahwa removal tertinggi terjadi pada waktu retensi 1,5 jam dengan kemampuan reduksi 75,5 0,12 TSS; 59,1 0,14 COD; 57,1 0,27 Total Fosfat; dan 45,5 0,37 NH3-N. Penurunan ammonia berlangsung pada orde nol dengan koefisien 0,005 g/m2-hari pada HRT optimumnya: 1,5 jam. Efek setelah pengolahan juga ditinjau menggunakan Jartest dan ditemukan bahwa pengolahan biofilter spongebed mampu menurunkan kebutuhan dosis koagulan optimum PAC dari sekitar 50 mg/L menjadi 5 mg/L. Kekeruhan dan COD pun mampu diturunkan dari 135 NTU menjadi sekitar 0,5 NTU dan dari 33 mg/L menjadi 14 mg/L.

ABSTRACT
The domestic source has caused contamination into Pesanggrahan River water. Chemical treatment as a reaction to decrease this pollutant produces by products in the form of Toxic and Hazardous Wastes which are both expensive to process and have high potential to pollute the environment. High contamination of Pesanggrahan River such as TSS 11.1-243.8 mg L, COD 17.8-165.2 mg L, Total Phosphate 0.12-0.74 mg L, and NH 3 N 0.094 ndash 1.04 mg L has exceeded the standard of Class I Raw Water for Drinking Water based on Government Regulation Number 82 Year 2001. Therefore, the biological treatment using Aerated Submerged Spongebed Biofilter can be proposed as a pretreatment recommendation for Drinking Water Treatment Plant processing due to its environmental friendly property and its ability to reduce the organic pollutant really well. To see the implementation of organic load reduction, a lab scale experiment with a modified volume of 15 media was applied in a 6L reactor with 7 L min oxygen supply. Variations of retention time were evaluated at 1 1,5 2 hours. It was found that the highest removal efficiency occurred at HRT 1,5 hours with the reduction capability of 75.5 0.12 TSS 59.1 0.14 COD 57.1 0.27 Total Phosphate and 45.5 0.37 NH3 N. Ammonia reduction obtained at zero order reaction with the coefficient of 0.005 g m2day on its most optimum hydraulic retention time 1,5 hours. The post treatment effects were also reviewed using Jartest. It was found that the spongebed biofilter was able to decrease the need for optimum coagulant dose or PAC from around 50 mg L to 5 mg L. Turbidity and COD could also be derived from 135 NTU to around 0.4 NTU, and from 33 mg L to 14 mg L."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Hikmatussa’diah
"roses ozonisasi katalitik sebagai pre-treatment pengolahan air gambut menjadi air minum difokuskan pada efektivitas penyisihan parameter Warna, Total Fe, COD, Total Coliform, dan Kekeruhan. Perbandingan eksperimen dilakukan antara O3, O3/UV, O3/UV/Fe, dan O3/UV/Fe tanpa KFS (Koagulasi, Flokulasi, Sedimentasi) dengan O3/UV/Fe yang dilanjutkan dengan KFS. Berdasarkan hasil percobaan, proses penyisihan optimum terjadi pada proses O3/UV/ZVI pada pH 5 + KFS (dosis tawas: 40 ppm) dengan kondisi awal meliputi kecepatan pengadukan saat ozonisasi (300 rpm), suhu (27°C ), volume sistem (250 mL), dan dosis katalis ZVI (1 g/L) dengan proses ozonisasi secara kontinyu selama 60 menit. Proses koagulasi berjalan dengan pengadukan 120 rpm (1 menit), diikuti dengan flokulasi 40 rpm (20 menit), dan sedimentasi (15 menit). Proses kombinasi O3/UV/ZVI + KFS mampu menyisihkan dua kali penyisihan, yaitu setelah O3/UV/ZVI (77%) dan setelah KFS (88%), COD (100%), Total Fe (100%), Total Coliform (100%), dan kekeruhan (89%). Pada proses yang dipilih, mekanisme kinetika orde dekolorisasi warna tidak sesuai dengan data eksperimen, dikarenakan penurunan dekolorisasi yang sangat tinggi pada rentang waktu tertentu, namun pada proses O3/ZVI reaksi berjalan dengan mekanisme kinetika orde nol dengan nilai R2 (0,9887) dengan nilai k0 sebesar 10,89 mg/L.menit yang menandakan proses dekolorisasi berjalan dengan cepat. Sementara itu, nilai EEO pada percobaan yang dipilih adalah 58,95 kWh/m3 per orde.

The catalytic ozonation process as a pre-treatment for peat water treatment into drinking water focused on the effectiveness of the removal of Color, Total Fe, COD, Total Coliform, and Turbidity parameters. Experimental comparisons were made between O3, O3/UV, O3/UV/Fe and O3/UV/Fe without KFS (Coagulation, Flocculation, Sedimentation) with O3/UV/Fe followed by KFS. Based on the experimental results, the optimum removal process occurred in the O3/UV/ZVI process at pH 5 + KFS (alum dose: 40 ppm) with initial conditions including stirring speed during ozonization (300 rpm), temperature (27°C ± 0.495), system volume (250 mL), and ZVI catalyst dose (1 g/L) with a continuous ozonization process for 60 minutes. The coagulation process runs with 120 rpm stirring (1 min), followed by 40 rpm flocculation (20 min), and sedimentation (15 min). The O3/UV/ZVI + KFS combination process was able to remove twice the removal, namely after O3/UV/ZVI (77%) and after KFS (88%), COD (100%), Total Fe (100%), Total Coliform (100%), and turbidity (89%). In the selected processes, the color decolorization order kinetics mechanism does not match the experimental data, due to the very high decrease in decolorization in a certain time range, but in the O3/ZVI process the reaction runs with a zero-order kinetics mechanism with an R2 value (0.9887) with a k0 value of 10.89 mg/L.min which indicates that the decolorization process runs quickly. Furthermore, the EEO value in the selected experiment was 58.95 kWh/m3 per order."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalih Sholli Rizki
"Dalam beberapa dekade terakhir, pemenuhan kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari menjadi salah satu permasalahan utama dunia. Desalinasi berbasis tenaga matahari merupakan salah satu solusi aplikatif untuk menghasilkan air tawar di Indonesia. Sebagai negara kepulauan dan berada di bawah garis khatulistiwa, Indonesia memiliki potensi dalam mengembangkan desalinasi berbasis tenaga matahari dimana kedua sumber daya baik tenaga matahari dan air laut cukup berlimpah di negara ini. Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai desalinasi ini, namun hasil yang didapatkan masih relatif rendah, yaitu pada angka 150 ml/m2/hari.
Penelitian dan perancangan ini bertujuan membuat prototipe serta meningkatkan performa dari alat desalinasi yang menghasilkan air tawar dan garam. Prototyping ini dilakukan dengan merekayasa beberapa faktor yang berpengaruh, seperti sudut kemiringan, kedalaman air, permukaan kondenser dan absorber, serta aplikasi double deck pada prototipe. Berdasarkan prototipe yang telah di uji coba, hasil air maksimal yang didapatkan mencapai 900 ml/m2/hari dari 6500 ml air laut.

In recent decade the fulfillment of the need for clean water for everyday purposes becomes one of the world's major proble,. Including Indonesia. Desalination solar energy is one solution applicable to produce freshwater in Indonesia. As an archipelago and is located below the equator, Indonesia has the potential to develop solar desalination where both resources both solar and ocean water is quite abundant in this country.It had been researched before, but it is still has low performance. The freshwater result is still in 150 ml m2 day.
This research is aiming to make a prototype and increase the performance of desalination, which produce fresh water and salt. There are some factors that influece this prototyping, like the angle, water depth, absorber dan condenser surface, and double deck system on prototype. The method of salt rsquo s measurement is waiting seawater becomes dry, take it, and measure the weight of salt. Based on running, it can produce 900 ml m2 day freshwater from 6500 mililiters seawater.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boca Raton: Lewis Publishers, 1999
628.1 INT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Yurika
"Diestimasikan bahwa sekitar 42,3% rumah tangga dari banyak negara di Asia dan Afrika menggunakan lebih dari satu sumber air. Jumlah pengguna multiple water source yang membedakan antara sumber air minum dan air domestik berjumlah 42,2%-52,7% di Kota Bekasi dan 29,1%-39,7% di Kota Metro dari jumlah responden per bulan. Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi rumah tangga yang tidak baik sehingga memutuskan untuk menggunakan sumber air alternatif untuk air minum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari persepsi kualitas air minum Kota Metro dan Bekasi dalam pengambilan keputusan penggunaan multiple water source dan mengetahui biaya per tahun yang dibutuhkan untuk keperluan air bersih dengan menggunakan data sekunder dan primer. Perolehan data ini dilakukan dengan survei kuesioner secara berkala selama 12 bulan oleh enumerator dan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu monthly survey melalui telepon dan field survey atau melakukan survei secara langsung ke rumah tangga. Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi sehingga responden memutuskan untuk menggunakan multiple water source, di antaranya adalah persepsi kualitas air minum yang buruk. Oleh karena itu dilakukan uji regresi logistik untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas air minum dalam penggunaan multiple water source. Diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,007 yaitu > 0,05 dan OR sebesar 0,381 yaitu < 1 pada penampilan air yang bermasalah di Kota Bekasi yang menandakan adanya pengaruh signifikan sebanyak 0,381 kali dan penampilan air yang tidak bermasalah sebesar 3,14 kali. Hal ini menandakan bahwa responden yang menggunakan multiple water source cenderung tidak mengalami permasalahan pada persepsi penampilan air.  Kemudian dilakukan juga uji crosstabs atau tabulasi silang 2x2 sebagai pembanding hasil uji regresi logistik. Pengeluaran biaya paling banyak yang diperlukan adalah biaya untuk perbaikan yang mencapai Rp3.980.000 di Kota Bekasi dan Rp5.065.000 di Kota Metro. Pengeluaran yang tinggi digunakan untuk keperluan pembuatan sumur gali atau sumur bor baru di rumah tangga. Air isi ulang dinilai lebih diminati daripada air galon bermerek karena faktor harga yang lebih terjangkau dengan pengeluaran per bulan mencapai Rp468.000 di Kota Bekasi dan Rp593.000 di Kota Metro. Sedangkan untuk air galon bermerek mencapai Rp794.000 di Kota Bekasi dan Rp294.000 di Kota Metro per bulannya. Adapun rekomendasi yang perlu dilakukan adalah pemasangan filter di rumah tangga untuk mengurangi persepsi yang kurang baik terhadap penampilan air. Hal ini dapat didukung oleh pemerintah dengan memberikan anggaran dan melakukan sosialisasi agar rumah tangga dapat dengan mudah memperoleh fasilitas ini. Pelaksanaan inspeksi kualitas air secara berkala ke rumah tangga juga dapat diwujudkan untuk memastikan kualitas air bersih yang baik.

It is estimated that about 42,3% of households from many countries in Asia and Africa use more than one water source. The number of multiple water source users who differentiate between drinking water and domestic water sources is 42,2%-52,7% in Bekasi City and 29,1%-39,7% in Metro City from the number of respondents per month. This can be caused by the perception of households that are not good so they decide to use alternative water sources for drinking water. The purpose of this study was to determine the effect of perceived quality of drinking water in Metro and Bekasi in making decisions on the use of multiple water sources and to determine the annual cost required for clean water by using secondary and primary data. This data was obtained by means of regular questionnaire surveys for 12 months by enumerators and divided into 2 types, namely monthly surveys by telephone and field surveys or conducting surveys directly to households. There were several problems faced so that respondents decided to use multiple water sources, one of which was the perception of poor drinking water quality. Therefore, a logistic regression test was conducted to determine the effect of perceived quality of drinking water in the use of multiple water sources. Obtained a significance value of 0,007, which is > 0,05 and an OR of 0,381, which is < 1 for the appearance of problematic water in Bekasi City which indicates a significant effect of 0,381 times and the appearance of water that is not problematic is 3,14 times. This indicates that respondents who use multiple water sources tend not to experience problems with the perception of water appearance. Then the crosstabs test or 2x2 cross tabulation was also carried out as a comparison of the results of the logistic regression test. The most expensive expenses required were repair costs which reached Rp3.980.000 in Bekasi City and Rp5.065.000 in Metro City. The high expenditure is used for the purpose of making dug wells or new boreholes in the household. Refill water is considered more desirable than branded gallon water because of the more affordable price factor with monthly expenses reaching Rp468.000 in Bekasi City and Rp593.000 in Metro City. Meanwhile, branded gallons of water reach Rp794.000 in Bekasi City and Rp294.000 in Metro City per month. The recommendation that needs to be done is the installation of filters in households to reduce unfavorable perceptions of the appearance of water. This can be supported by the government by providing a budget and conducting socialization so that households can easily obtain this facility. It is also possible to carry out regular water quality inspections to households to ensure good quality of clean water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delyna Agustia Ning Tias
"Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah yang menggunakan teknik open dumping dalam pengelolaan sampahnya dinilai sangat berisiko terhadap lingkungan di sekitarnya karena adanya proses perlindian yang dapat mencemari tanah. Masyarakat yang menggunakan air tanah sebagai sumber air minumnya berisiko untuk terkena dampak kesehatan dari kandungan logam berat yang berasal dari cemaran air lindi. Kadmium dan timbal merupakan logam yang dapat bersifat toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan. Penelitian ini menggunakan metode analisis risiko kesehatan lingkungan untuk mengestimasi risiko kesehatan akibat pajanan logam kadmium dan timbal yang terdapat pada air minum masyarakat di sekitar TPA sampah Namo Bintang. Terdapat 96 sampel individu dewasa yang diperoleh melalui data sekunder dalam penelitian ini yang berasal dari dusun IV dan V Desa Namo Bintang. Sampel lingkungan adalah sampel air sumur masyarakat yang telah diambil pada penelitian sebelumnya oleh Ashar 2013 untuk kandungan timbal dan Ashar 2013 untuk kandungan kadmium. Dari hasil perhitungan analisis risiko menunjukkan bahwa tingkat risiko pajanan kadmium dan timbal melalui air minum pada masyarakat dengan skenario intake minimal dan rata-rata tidak berisiko atau aman untuk pajanan realtime maupun lifespan RQ < 1 sedangkan untuk skenario maksimal, pajanan kadmium dan timbal untuk pajanan realtime dan pajanan lifespan dinyatakan berisiko RQ > 1 sehingga diperlukan manajemen risiko yaitu dengan mengurangi konsentrasi asupan dan laju asupan. Selain itu, masyarakat juga harus menjaga TPA dengan tidak membuang sampah kembali disana dikarenakan TPA tersebut sudah ditutup, dan pemerintah juga dapat membantu dengan menyuplai air, baik itu air minum maupun air bersih dari sumber lain yang aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Landfill using open dumping method has potential risk to contaminate groundwater of the surrounding environment because of leaching process. Population that use groundwater as their drinking water source has health risk from heavy metal exposure. Cadmium and lead are toxic if they consumed in exessive ammount. This study use health environment risk analysis to estimate health risk from cadmium and lead exposure through drinking water at population around landfill Namo Bintang. There are 96 samples of secondary data from Dusun IV and V Namo Bintang village. Environment samples is well water from population households from Ashar 2013 for lead and Ashar 2016 for cadmium contains. From the calculation of risk analysis showed that risk level of cadmium and lead exposure through drinking water with minimum and mean scenario are not risky or safe for realtime and lifespan exposure RQ 1 . For maximum intake scenario, cadmium and lead exposure are risky RQ 1 and need risk management with reduce consuming rate and agent concentration. Since the landfill was closed, the population also have to keep the landfill clean and do not throwing the waste into the landfill. The governance also can helping the population to fulfill their need of water with supplying water from safe and clean source."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69704
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatyya Hasanah
"Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Desalinasi berbasis tenaga matahari merupakan salah satu solusi aplikatif untuk menghasilkan air tawar di Indonesia. Sebagai negara kepulauan dan berada di bawah garis khatulistiwa, Indonesia memiliki potensi dalam mengembangkan desalinasi berbasis tenaga matahari dimana kedua sumber daya baik tenaga matahari dan air laut cukup berlimpah di negara ini.
Penelitian ini menggunakan rancangan sederhana distiler dengan model seperti solar kolektor dan memanfaatkan fenomena natural evaporasi-kondensasi. Distiler pada penelitian ini dimanufaktur dengan menggunakan material sederhana yang sudah banyak berada di pasaran seperti aluminum, kayu, kaca, plastik filem, dan rangka lemari. Penelitian ini berkonsentrasi dalam kemampuan distiler dalam menyerap energi kalor matahari dan penggunaan energi kalor tersebut dalam proses kondensasi guna memproduksi air tawar. Pengukuran volume dilakukan selama 4 hari pada intensitas matahari yang berbeda-beda di setiap harinya.
Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa intensitas matahari telah ada saat cahaya matahari mulai terlihat di pagi hari pada pukul 6 pagi dan difusi energi kalor matahari telah mulai dimanfaatkan pada pagi hari tersebut. Akan tetapi kinerja distiller masih sangat rendah, hal ini terlihat dari angka efisiensi yang hanya mencapai 3,81%. Rendahnya kinerja distiller disebabkan antara lain losses yang terjadi pada distiller dari segi desain, proses kerja, maupun cuaca. Karenanya dibutuhkan rekayasa pada distiller berupa perubahan variabel fisis maupun teknis.

The increasing population, the greater the need for drinking water, so the availability of clean water also decreases. Desalination solar energy is one solution applicable to produce freshwater in Indonesia. As an archipelago and is located below the equator, Indonesia has the potential to develop solar desalination where both resources both solar and ocean water is quite abundant in this country.
This study used a simple design of distiller with model such as solar collector and utilize the natural phenomenon of evaporation-condensation. The distiller in this study was manufactured by using a common material thas has been on the market such as aluminum, wood, glass, plastic film, and iron frame. This study concentrates on the ability of distiller to absorb solar heat energy and the use of that heat energy in the process of condensation to produce freshwater. Volume measurement of the produces water performed during 4 days in the sun‟s intensity varying each day.
Through this study we can conclude that the intensity of the sun has been there as the sunlight began to be seen in the morning at 6 am and diffused solar heat energy has begun to be exploited in that early morning. However, distiller's performance is still very low, as seen from the efficiency figures which only reached 3.81%. The low performance of distiller due among other losses that occur in the distiller in terms of design, work processes, and the weather. Hence the distiller be required engineering changes by changing the variables both physical and technical.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dio Prakoso
"Krisis air bersih sedang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kondisi Indonesia yang merupakan negara perairan memunculkan ide untuk memanfaatkan air laut sebagai sumber air bersih. Teknik desalinasi yang sudah ada terkendala masalah tingginya energi operasi yang dibutuhkan. Masalah ini dapat teratasi dengan Microbial Desalination Cell (MDC), sebuah sel bioelektrokimia yang memiliki kemampuan mendesalinasi air garam. Penelitian tentang MDC sebelumnya yang dilakukan di Universitas Indonesia telah berhasil memanfaatkan kultur murni Saccharomyces cerevisiae untuk mereduksi 34,52% garam tanpa sumber listrik atau termal. Dalam penelitian kali ini, kultur murni akan diganti dengan model limbah tempe, agar menambahkan efek tambahan berupa penguraian limbah dan menimisasi biaya substrat. Variasi penggunaan buffer, tipe elektrolit, dan penambahan kultur campuran bakteri limbah tempe dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap pengurangan kadar garam. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan elektrolit KCl + NH4Cl dan pengontrolan pH dengan buffer pH 7 dan penambahan kultur campuran menghasilkan kinerja desalinasi terbaik dengan laju pengurangan garam 33,78%.

Water crisis is a world scale problem happening also in Indonesia. As an archipelago, infinite clean water can be achieved by processing seawater. Current desalination technique need high input energy for heat or electricity. Microbial Desalination Cell (MDC), a bioelectrochemistry cell which has desalination function. Former desalination study in Universitas Indonesia show that Saccharomyces cerevisiae culture can remove 34,52 % salt. In this study, the culture is replaced by tempe wastewater for efficiency and show the wastewater treatment potential from MDC. The variations involving effect of buffer usages, type of electrolyte, and addition of tempe wastewater bacteries mix culture to salt removal. This research shows that MDC using NH4Cl + KCl as electrolyte, usage of buffer pH 7, and addition of mix culture shows best salt removal (33,78%)"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurannisa Shaleha
"Kebutuhan air minum di Kota Depok yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang juga semakin meningkat setiap tahunnya. Dalam memenuhi kebutuhan air minum dibutuhkan pengolahan air minum yang bekerja dengan baik serta pengembangan pengolahan air minum itu sendiri. Dalam pengembangan ini memerlukan evaluasi dan pengoptimalan kinerja dari Instalasi Pengolahan Air IPA di Kota Depok, salah satu yang perlu ditinjau adalah IPA Legong yang melayani kebutuhan air minum wilayah Kota Depok bagian Timur.
Evaluasi dilakukan dengan meninjau kualitas dan kuantitas air baku dan air produksi serta kapasitas pengolahan IPA yang digunakan. Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data primer dan sekunder, observasi lapangan, wawancara, dan diskusi dengan pengelola IPA Legong sistem Kedasih. Kemudian, tahap evaluasi kinerja unit pengolahan dengan menghitung dimensi setiap unit berdasarkan parameter kriteria desain yang tersedia dan membandingkannya. Tahap pengoptimalan kapasitas berdasarkan hasil evaluasi kinerja dengan memberikan solusi alternatif permasalahan.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa IPA Legong sistem Kedasih dapat meningkatkan kapasitas pengolahan sebesar 40 dari 300 l/dt menjadi 420 l/dt. Selain itu, hasil analisis penyisihan kualitas air juga menyimpulkan dair beberapa parameter yang diuji masih memenuhi syarat dalam Permenkes 429/2010 serta unit pengolahan IPA Legong masih bekerja dengan baik dan belum terdapat kendala akan melampaui syarat kualitas air minum.

The increasing demand for drinking water in Depok City is growing as the population grows every year. In meeting the needs of drinking water water treatment is required to work well and the development of drinking water itself. In this development and Performance optimization of Water Treatment Plant WTP in Depok City, one of the things to be considered is Legong WTP that serves the drinking water needs of East Depok City.
The evaluation is done by measuring the quality and quantity of air and air production and processing capacity of WTP. The first step is to dig primary and secondary data, interviews and discussions with Legong WTP Kedasih system manager. Then, the evaluation stage of the performance of the processing unit by calculating the unit of each parameter based on the available design parameters and compare them. Stage of capacity based optimization based on results with alternative solutions.
The results showed that Legong WTP system can increase processing capacity by 40 from 300 l dt to 420 l dt. In addition, the results of air quality allowance analysis also influenced some parameters that are still needed in Permenkes 429 2010 and Legong WTP processing unit still work well and no one will meet the drinking water quality requirements.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>