Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Richard Ericson Thimotius Kuning
"Baja Perkakas AISI P20 merupakan salah satu baja perkakas yang sering digunakan untuk dies. Perbedaan temperatur pada pengaplikasian merupakan salah satu hal yang menyebabkan perubahan dimensi dies yang disebabkan karena transformasi austenit sisa yang metastabil. Sehingga baja perkakas AISI P20 diharapkan memiliki komposisi austenit sisa yang rendah. Penelitian ini berfokus pada kandungan austenit sisa, kekerasan, dan mikrostruktur hasil perlakuan panas. Variabel pada penelitian ini berupa temperatur austenisasi dan pemberian proses tempering. Proses austenisasi dilakukan pada temperatur 850oC, 900oC, 950oC, 1000oC, dan 1050oC selama 60 menit dengan media pendinginan oli dan proses tempering pada temperatur 480oC selama 60 menit. Karakterisasi yang dilakukan pada penlitian ini adalah metalografi, uji austenit sisa dengan menggunakan program aplikasi ImageJ, uji kekerasan makro, dan uji kekerasan mikro. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada parameter Quenched struktur mikro yang terbentuk berupa lath martensite dan austenit sisa. Sedangkan pada parameter Tempered mikrostruktur yang terbentuk tempered martensite, lower bainite, dan austenit sisa. Peningkatan temperatur austenisasi menyebabkan peningkatan kandungan austenit sisa dari 2,608% pada temperatur 850oC menjadi 7,345% pada 1050oC pada kondisi Quenched. Sedangkan pemberian proses tempering dapat menurunkan kandungan austenit sisa dari 2,608% pada kondisi Quenched menjadi 2,387% pada kondisi Tempered austenisasi 850oC dan temperatur termpering 480oC. Kekerasan pada baja perkakas mengalami penurunkan dengan peningkatan temperatur austenisasi dan pemberian proses tempering. Temperatur austenisasi dengan jumlah austenit sisa minimal adalah 2,387% pada temperatur austenisasi 850oC pada temperatur temper 480oC.

AISI P20 tool steels is one of tool steels that is often used for dies. The difference in temperature during application is one of things that causes change in dies dimension caused by the metastable transformation of retained austenite. Therefore, AISI P20 tool steels is expected to have small composition of retained austenite. This research focused on the retained austenite content, hardness, and microstructure of the heat treatment result. The variables in this research were the austenizing temperature and the tempering process. Austenization at temperature 850oC, 900oC, 950oC, 1000oC, and 1050oC for 60 minuets with oil quenching media. The characterization in this research were metallography, retained austenite test using ImageJ application program, macro hardness testing, and micro hardness testing. Result of this research shows in the Quenched parameter, the microstructure formed is lath martensite and retained austenite. Meanwhile, in the Tempered parameter, the microstructure formed is tempered martensite, lower bainite, and retained austenite. The increase of austenizing temperature causes an increase the retained austenite content from 2,608% at austenization 850oC to 7,345% at 1050oC in Quenched condition. However, the tempering process makes decrease of retained austenite content from 2,608% in Quenched condition to 2,387% in Tempered condition at austenzation 850oC dan tempering temperature 480oC. The tool steel hardness decreases with increasing of austenizing temperature and the tempering process carried out. Austenization temperature with small amount of retained austenite is 2,387% at austenization 850oC dan tempering temperature 480oC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Trimulya Nugraha
"Tool steel atau baja perkakas merupakan jenis baja yang sering digunakan pada industri terutama digunakan sebagai alat untuk pengerjaan logam lain dan cetakan dies atau mold karena baja jenis ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja jenis lainnya. Salah satu baja perkakas yang sering digunakan adalah AISI P20 yang biasa digunakan sebagai plastic mold steel. Akan tetapi, permasalahan yang sering dihadapi baja perkakas setelah diberi perlakuan panas adalah terjadinya perubahan dimensi pada saat digunakan atau crack pada saat penggunaan. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya transformasi austenit sisa selama penggunaan. Maka dari itu, jumlah austenit sisa saat proses quenching diusahakan serendah mungkin. Pada penelitian ini, Proses perlakuan panas austenisasi diberikan di suhu 830oC lalu dilakukan oil quenching serta sub-zero treatment digunakan untuk mentransformasikan fasa menjadi fasa martensit sehingga dapat menekan jumlah fasa austenit dan meningkatkan umur pakai dari P20. Kemudian, dilakukan tempering untuk memperbaiki sifat mekanis dan mengontrol austenite sisa yang ada di dalamnya di mana suhu yang digunakan memiliki 5 variasi antara rentang 440 hingga 600oC agar bisa dikomparasikan. Hasil penenlitian ini menunjukkan perubahan jumlah austenit sisa dan nilai kekerasan pada baja AISI P20 di tiap temperatur tempering serta dibandingkan dengan adanya perlakuan sub-zero.

Tool steels are steel type which is often used on manufacturing industry mainly for machining or processing other metals and utilised as dies and mould. It is their mechanical properties whose strength are higher than most of other types of steel. One of tool steel which often utilised is AISI P20, it is normally utilised as plastic mould steel. However, there is a problem which this tool steel usually faces when it deploys under operational condition. The steel tends to change in dimension or undergo crack when it is on operation. This trouble is considered to be resulted from transformation of austenite when it utilises. Hence, the latter’s quantity or amount after quenching shall be diminished into minimum number. On this research, austenization heat treatment is performed at 830oC subsequently followed by oil quenching and sub-zero treatment applied for transforming austenite into martensite to decrease austenite quantity and prolong P20 steel usage. Afterwards, specimens are applied to tempering treatment to improve its mechanical properties and control the retained austenite inside, to which 5 varying tempering temperatures ranged from 440oC to 600oC for comparison are arranged. The result of this research defines change in number of retained austenite and hardness value for each tempering temperature and compared to the sub-zero treated ones."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Jenni Ria
"Baja Perkakas (Tool Steel) sebelum digunakan membutuhkan perlakuan panas. Perlakuan panas yang diberikan meliputi : pemanasan awal (pre heating), pengerasan dan penemperan. Pada penelitian ini diteliti sejauh mana pengaruh perlakuan panas terhadap sifat mekanis baja perkakas H-13. Untuk maksud tersebut maka dilakukan perlakuan panas dengan variasi temperatur austenisasi yang berkisar antara 9000 C hingga 11000 C ditahan selama satu jam dan didinginkan di udara. Sedangkan proses penemperan dilakukan di antara 4500 C sampai dengan 6500 C ditahan dua jam kemudian didinginkan di udara. Proses perlakuan panas tersebut mengikuti standar yang diterapkan di pabrik untuk baja perkakas standar ALSI H-13. Setelah diberi perlakuan panas, kemudian dilakukan pengujian sifat mekanis yaitu pengujian kekerasan (Hardness test), pengujian takik (Impact test), pengujian aus (Wear test), pengamatan struktur mikro (Metallografi), permukaan patahan (Faklografi). Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa kondisi optimal perlakuan panas adalah suhu austenisasi 10000 C dan suhu temper 5000 C. Kondisi optimal tersebut ditentukan dari sifat mekanisnya meliputi kekerasan, kekuatan impact, ketangguhan, keausan dan didukung oleh metallografi dan faklografi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Herfanola Hermawan
"Tool Steel merupakan jenis baja paduan khusus yang digunakan sebagai perkakas dimana aplikasinya untuk memotong dan membentuk material lain menggunakan baja perkakas maka dibutuhkan sifat mekanik yang baik. Fasa austenit sisa memiliki sifat yang lunak dan tidak stabil yang dapat merubah sifat mekanik dari baja perkakas sehingga austenit sisa dalam jumlah yang banyak cenderung menurunkan sifat mekanik dari baja perkakas. Penelitian ini menggunakan AISI O1 tool steel yang merupakan salah satu jenis cold work tool steel dengan variasi temperatur austenisasi yaitu 750, 800, 850, 900, dan 950oC. Penelitian ini difokuskan untuk menentukan temperatur austenisasi yang paling optimal dimana jumlah austenit sisa paling ideal pada material baja AISI O1 dengan tetap mempertahankan kekerasan dari material baja AISI O1 sesuai aplikasi yang diinginkan. Metode karakterisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Optical Microscope dengan software image-J, dan uji kekerasan Brinell dan Vickers. Fasa yang terkandung pada mikrostruktur secara umum adalah martensit berbentuk jarum, bainite island, austenit sisa, dan fasa karbida yang jumlahnya sangat sedikit. Meningkatnya temperatur austenisasi menyebabkan jumlah karbida yang terlarut semakin banyak, jumlah austenit sisa semakin banyak pada sampel As Quench (γr 1,57% - 7,46%) maupun sampel As Temper (γr 1,23% - 5,66%). dan fasa martensit menjadi lebih kasar. Meningkatnya temperatur austenisasi menyebabkan peningkatan nilai kekerasan sampel As Quench maupun sampel As Temper pada temperatur 750oC - 800oC dan menurunnya nilai kekerasan pada temperatur 800oC – 950oC yang disebabkan faktor kandungan karbon dan paduan pada matriks, jumlah austenit sisa, dan besar butir. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sampel As Quench dengan sampel As Temper terhadap mikrostruktur, jumlah austenit sisa, dan nilai kekerasan. Temperatur austenisasi paling ideal terdapat pada variabel 800oC dimana sampel as Quench dan As Temper berturut – turut memiliki nilai 4,62% dan 3,84% dengan nilai kekerasan sebesar 756,6 HB dan 685,52 HB.

Tool Steel is a special type of alloy steel used as a tool where the application to cut and form other materials. Tool steel required good mechanical properties. Retained austenite has soft and unstable properties that can change the mechanical properties of tool steel so that a large amount of retained austenite tends to lower the mechanical properties of tool steel. This study uses AISI O1 tool steel which is a type of cold work tool steel with austenitizing temperature variations of 750, 800, 850, 900, and 950oC. This research is focused on determining the most optimal austenitizing temperature where the most ideal amount of retained austenite in AISI O1 while maintaining the hardness of the AISI O1 according to the desired application. The characterizations carried out in this study are Optical Microscope with software Image-J, Brinell hardness test, and Vickers hardness test. The phases contained in the microstructure, in general, are needle-shaped martensite, bainite island, retained austenite, and a very small carbide phase. Increased austenitizing temperatures cause the number of dissolved carbides to increase, the number of retained austenite is increasing in the As Quench sample (γr 1.57% - 7.46%) as well as the As Temper sample (γr 1.23% - 5.66%), and the martensite phase becomes coarser. Increased austenitizing temperatures led to an increase in the hardness value of As Quench and As Temper samples at 750oC - 800oC and decreased hardness values at 800oC – 950oC due to the effect of carbon and alloy content in the matrix, the amount of retained austenite, and grain size. There was no significant influence between the As Quench sample and the As Temper sample on the microstructure, the amount of retained austenite, and the hardness value. The most optimal austenitizing temperature is found in the variable 800oC where the sample as Quench and As Temper respectively have a value of 4,62% and 3,84% with a hardness value of 756,6 HB and 685,52 HB."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Dwiki Noer Ramadhan
"Penelitian ini didasari adanya masalah crack pada produk bucket tooth yang menggunakan material baja HSLA di industri alat berat setelah 2 bulan pengiriman ke pelanggan(delayed crack). Penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa delayed crack ini diduga akibat adanya austenite sisa yang bersifat metastabil. Austenite sisa dapat bertransformasi menjadi martensite sehingga terjadi peningkatan volume dan tegangan internal yang menyebabkan delayed crack. Penelitian ini berfokus mengurangi austenite sisa dengan variasi suhu tempering. Suhu temper yang digunakan adalah 155°C, 205°C, 255°C, dan 305°C Mikrostruktur menunjukkan adanya transformation zone yaitu daerah dimana transformasi fasa yang terjadi belum sempurna. Hasil dari penelitian ini menunjukkan jumlah austenite sisa dan nilai kekerasan menurun ketika suhu temper dinaikkan.

This research is based on the problem of crack on bucket tooth products using HSLA steel material in heavy equipment industry after 2 months of delivery to customers (delayed crack). Previous studies have suggested that the delayed crack is thought to be due to metastable retained austenite. The retained austenite can be transformed into martensite which causes an increase in internal volume and stress resulting in delayed crack. This research focuses on reducing retained austenite with variations in tempering temperature. Tempering temperatures used were 155°C, 205°C, 255°C, and 305°C. Microstructure shows that there is a transformation zone, which is an area where phase transformation is not yet perfect. The results of this study indicate the amount of remaining austenite and the value of hardness decreases when the temper temperature is raised."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Adipradana Darwanto Haroen
"

High-strength low alloy steel atau biasa disebut baja HSLA merupakan material yang digunakan untuk komponen excavator bucket tooth pada industri alat berat. Komponen ini diproduksi di Indonesia tanpa adanya kegagalan pada produk, namun ketika diekspor ke luar negeri, produk mengalami retak yang diindikasikan sebagai delayed crack. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa delayed crack ini terjadi akibat hadirnya austenit sisa yang merupakan fasa metastabil dan dapat bertransformasi secara isotermal menjadi fasa lain serta menghasilkan tegangan sisa sehingga berujung pada inisiasi retak. Penelitian ini memfokuskan pada metode untuk mengurangi jumlah austenit sisa dengan memvariasikan waktu tempering pada perlakuan double tempering (QTT). Namun, nilai kekerasan akhir juga dipertimbangkan pada penelitian ini agar sesuai pada standar komponen industri alat berat. Temperatur tempering yang digunakan adalah 205°C dan waktu tempering yang digunakan adalah 68 menit x 2 (t1), 81 menit x 2 (t2), 94 menit x 2 (t3), dan 107 menit x 2 (t4). Perlakuan tempering dapat secara efektif menurunkan jumlah austenit sisa karena ketika tempering austenit sisa akan terdekomposisi menjadi fasa lain. Selama perlakuan tempering juga, martensit akan terdekomposisi menjadi tempered martensite sehingga kehilangan sebagian atom karbonnya (loss of tetragonality) dan menjadi lebih lunak. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah OM, SEM, Image-J (image analyzer), microvickers (kekerasan mikro), dan Rockwell C (kekerasan makro). Setelah dianalisis, penelitian ini mendapatkan hasil mikrostruktur berupa martensit (fresh martensite & tempered martensite), bainit (lower bainite), dan austenit sisa. Ditemukan pula karbida transisi pada bilah-bilah martensit. Ukuran fasa martensit (panjang bilah/jarum) tidak mengalami perubahan yang signifikan (cenderung seragam) seiring peningkatan waktu tempering. Peningkatan waktu tempering memengaruhi jumlah austenit sisa yang mengalami penurunan dan jumlah tempered martensite meningkat. Jumlah austenit sisa seiring peningkatan variabel waktu tempering mengalami penurunan dari 2.88%, 1.93%, 1.15%, dan 0.65%. Sementara itu, nilai kekerasan yang dihasilkan seiring meningkatnya waktu tempering adalah 49.43 HRC, 48.21 HRC, 47.78 HRC, dan 46.93 HRC dimana nilai kekerasan mengalami penurunan yang tidak signifikan. Maka, peningkatan waktu tempering dari 68 menit x 2 (t1), 81 menit x 2 (t2), 94 menit x 2 (t3), hingga 107 menit x 2 (t4) akan menurunkan potensi terjadinya delayed crack karena jumlah austenit sisa dapat berkurang, namun tetap memiliki nilai kekerasan yang baik.


The high-strength low alloy steel or commonly called HSLA steel is a material used for bucket tooth excavator components in the heavy equipment industry. This component was produced in Indonesia without product failure, but when exported abroad, the product experienced cracks which was indicated as delayed crack. Previous studies have suggested that this delayed crack occurred due to the presence of retained austenite which is a metastable phase and can be transformed isothermally into another phase and produces residual stress resulting in crack initiation. This study focuses on methods to reduce the amount of retained austenite by varying the tempering time in the double tempering (as-QTT) treatment. However, the final hardness value was also considered in this study to fit the heavy equipment industry component standard. The tempering temperature was 205°C and the tempering time was 68 minutes x 2 (t1), 81 minutes x 2 (t2), 94 minutes x 2 (t3), and 107 minutes x 2 (t4). The tempering treatment can effectively reduce the amount of residual austenite because when tempering the retained austenite will decompose into another phase. During tempering too, martensite will decompose into tempered martensite so that it loses some of its carbon atoms (loss of tetragonality) and becomes softer. The characterizations carried out in this study are OM, SEM, Image-J (image analyzer), microvickers (micro hardness), and Rockwell C (macro hardness). After being analyzed, this study obtained the results of microstructure in the form of martensite (fresh martensite & tempered martensite), bainite (lower bainite), and retained austenite. Also found transition carbides on martensite laths. The size of the martensitic phase (length of the lath/needle) does not change significantly (tends to be uniform) with increasing tempering time. An increase in tempering time affects the amount of retained austenite that has decreased and the amount of tempered martensite increases. The amount of retained austenite with increasing tempering time variables decreased from 2.88%, 1.93%, 1.15%, to 0.65%. Meanwhile, the value of hardness produced with increasing tempering time was 49.43 HRC, 48.21 HRC, 47.78 HRC, and 46.93 HRC where the value of hardness experienced an insignificant decrease. Thus, increasing the tempering time from 68 minutes x 2 (t1), 81 minutes x 2 (t2), 94 minutes x 2 (t3), until 107 minutes x 2 (t4) will reduce the potential for delayed cracks to occur because the amount of retained austenite can be reduced, but still has a good hardness value.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thara Hafiz Rayhan
"Baja S45C adalah salah satu baja karbon rendah yang banyak digunakan di bidang manufaktur dan banyak ditemukan pada poros motor dan suku cadang otomotif. Ini adalah kelas yang lazim di Asia karena harganya yang lebih murah. Sementara baja dapat diproses untuk memasukkan berbagai macam struktur mikro dan karakteristik. Struktur mikro bainit merupakan struktur mikro yang menunjukkan kombinasi kekuatan dan keuletan. Pada penelitian ini baja S45C dipanaskan sampai temperatur austenisasi 850 oC, 900 oC, dan 950 oC. menggunakan muffle furnace kemudian sampel akan ditahan pada suhu 300 oC dalam penangas garam selama 1 jam, 3 jam, dan 6 jam. Kemudian sampel tersebut akan dilakukan uji kekerasan dan uji metalografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur mikro bainitik pada baja S45C terbentuk pada temperatur austenisasi dan holding yang berbeda sedangkan nilai kekerasannya tidak memiliki perbedaan yang signifikan

Steel has an essential role in the industry. Indonesia is classified as a developing country that needs material such as steel for construction to build and provide some facilities for rural and big areas. S45C steel is one of low carbon steel that is widely used in manufacturing and is commonly found in the motor shaft and automotive parts. It is a prevalent grade in Asia due to its cheaper price. While steel can be processed to include a wide variety of microstructures and characteristics. Bainite microstructure is the microstructure that shows the combination of strength and ductility. In this Research the S45C steel is heated to austenization temperature of 850 oC, 900 oC, and 950 oC. using a muffle furnace and then the sample will be held at 300 oC in a salt bath for 1 hour, 3 hours, and 6 hours. Then the sample will be tested for hardness and metallography test. The result shows the bainitic microstructure in S45C steel has formed in different austenization and holding temperatures while there is no significant variance in hardness value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aditya Tara
"Baja perkakas AISI H13 merupakan salah satu baja yang memerlukan ketangguhan dan kekerasan yang baik agar dapat berjalan dengan optimal. Peningkatan sifat mekanis tersebut merupakan salah satu perhatian dalam industri baja perkakas maupun dies. sebuah dies dikatakan baik apabila dapat memenuhi beberapa kriteria seperti tahan suhu tinggi, tahan aus, dan tahan kejutan. Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk mencapai kriteria tersebut, High Speed Quenching dan High Impact Treatment. Penelitian ini akan menggunakan High Speed Quenching 10 bar dan High Impact Treatment 120ºC dan 180ºC. Lalu dibandingkan sifat mekanis antara High Speed Quenching dengan High Impact Treatment, didapat hasil bahwa metode High Impact Treatment 180ºC mempunyai sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan metode High Speed Quenching.

AISI H13 tool steel is a steel requires good toughness and hardness in order to run optimally. Improving mechanical properties is one of the main concerns in the industry of tool steels and dies. High temperature resistant, wear resistant, and shock resistant are the main criterias that we need to make a good quality dies. There are two methods that can be used to achieve these criteria such, high speed quenching and high impact treatment. This study was conducted by using 10 bars of high speed quenching and high impact treatment at temperatures120ºC and 180ºC. Mechanical properties of the two methods are then compared. The result shows that high impact treatment method has the better mechanical properties than high speed quenching method.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Putri Nasaruddin Siradz
"Baja paduan rendah (high strength low alloy steel) atau baja HSLA memiliki aplikasi luas termasuk dalam industri alat berat untuk komponen bucket tooth pada excavator. Bucket tooth dikirim ke konsumen dalam keadaan tanpa cacat namun saat diterima, produk mengalami retak yang diindikasikan sebagai delay crack. Delay crack diduga terjadi akibat terjadinya transformasi isotermal pada austenit sisa yang bersifat metastabil sehingga menghasilkan tegangan sisa dan terjadi inisiasi retak selama masa pengiriman. Penelitian ini berfokus pada proses perlakuan panas yang dilakukan, khususnya pada tahap austenisasi. Austenisasi dilakukan selama 28 menit dengan variabel temperatur 850oC, 870oC, 900oC, dan 926oC. Karakterisasi yang dilakukan yaitu metalografi, pengujian kekerasan mikro dan makro, serta pengujian kuantitatif fasa austenit sisa menggunakan program image analyzer. Mikrostruktur yang dihasilkan berupa tempered martensite. Nilai kekerasan baja naik dengan meningkatnya temperatur austenisasi sampai temperatur 900oC kemudian turun pada 926oC. Jumlah austenit sisa menurun dengan naiknya temperatur austenisasi sampai temperatur 900oC kemudian naik pada temperatur 926oC. Temperatur austenisasi paling optimal dengan nilai kekerasan tertinggi dan persentase jumlah austenit sisa terendah pada 900oC. Jika jumlah austenit sisa rendah, maka kemungkinan terjadi transformasi isotermal pada temperatur ruang dari austenite sisa menjadi fasa lain juga menjadi lebih sedikit sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya delay crack.

High strength low alloy steel has a wide application range, including the heavy equipment industry as material for bucket tooth of excavator. Bucket tooth was shipped to a consumer without any defects but when received, the product has a crack which was indicated as delayed crack. Delayed crack was suspected to happen because the retained austenite experienced isothermal transformation resulting in residual stress and crack initiation during the shipping period. This research focuses on the austenitizing stage of heat treatment process. Austenitizing was carried out for 28 minutes on 850oC, 870oC, 900oC and 926oC. The characterization conducted was metallogaphy, micro and macro hardness testing and retained austenite phase quantification using an image analyzer. The microstructure produced was tempered martensite. The hardness of steel increased with the rise of austenitizing temperature until 900oC, then it decreased at 926oC. The retained austenite amount of steel decreased with the rise of austenitizing temperature until 900oC, then it increased at 926oC. The optimum austenitizing temperature is at 900oC. With low amount of retained austenite, the possibility of isothermal transformation in room temperature of the retained austenite to other phases becomes less so it reduces the likelihood of delayed crack."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Heru Prakoso
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur austenisasi, waktu tahan dan volume media celup- dalam hal ini air - terhadap kekerasan dan struktur mikro sebuah produk yang bemama Liner KL-3, yang terbuat dari baja mangan austenitik tipe GX 120Mn12 (DIN), yang komposisi utamanya adalah 12-13 % Mn dan 1.10-1.30 % C. Sampel penelitian adalah balok logam baja mangan austenitik dengan ukuran kira-kira 1 x 1 x 4 cm yang diambil dari garfng .system pada pengecoran produk Liner KL-3. Variabel penelitian yang dipakai adalah temperatur austenisasi (900 °C, 950 °C dan 1000 °C), waktu tahan (30, 45 dan 60 menit) serta volume air - sebagai media kuens (1 Lt., 3 Lt., dan 5 Lt). Sifat-sifat yang diteliti setelah perlakuan panas adalah kekerasan (menggunakan metode Brinell) dan struktur mikro. Dari penelitian ternyata diperoleh hasil bahwa makin tinggi temperatur austenisasi (untuk semua kondisi waktu tahan dan volume media kuens) akan menurunkan kekerasan baja mangan austenitik. Hal ini sesuai dengan hasil foto struktur mikro, dimana makin tinggi temperatur austenisasi menyebabkan karbida yang larut makin banyak. Demikian juga dengan meningkatnya waktu tahan akan menyebabkan karbida yang larut makin banyak sehingga kekerasan baja mangan austenitik cenderung turun. Sedangkan meningkatnya volume media kuens air hanya sedikit mempengaruhi kekerasan baja mangan austenitik, seperti juga tampak dalam foto stmktur mikro dimana jumlah karbida yang larut tidak terlalu banyak berbeda untuk ketiga volume air (1, 3 dan S Lt.). Penelitian juga menunjukkan bahwa makin tinggi temperatur austenisasi maka kecenderungan terjadinya dekarburisasi permukaan makin besar."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S40774
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>