Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teffy Aulia Merry Dame
"Latar belakang: GPK adalah gangguan neurodevelopmental yang dikarakteristikkan dengan gangguan performa motorik dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak konsisten dengan usia dan intelegensi anak. Penyandang GPK juga memiliki gangguan keseimbangan selain gangguan motorik kasar dan halus yang memiliki ciri khas berupa kesulitan dalam proses pembelajaran motorik, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya. Akibat gangguan yang dimilikinya, anak dengan GPK cenderung melakukan isolasi dan restriksi dari beragam aktivitas fisik yang apabila tidak dikoreksi dapat memberikan defisit di bidang lainnya seperti akademis, perawatan diri bahkan mental yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. Gangguan ini dapat menetap hingga dewasa namun apabila diberikan intervensi dapat memberikan keluaran yang lebih baik dalam performa motorik anak, sehingga sebuah intervensi penting untuk diberikan. Penyandang GPK memiliki defisit mulai dari gerakan yang diinisiasi diri, gangguan motorik prefungsional, Kemampuan kontrol motoric dan performa motorik serta keterampilan motorik yang akhirnya mempengaruhi fungsi motoric adaptifnya, dalam hal ini bermain. Sementara engklek sendiri berperan dalam fungsi motorik adaptif yaitu bermain bersama dalam komunitas, yang aktivitasnya meliputi lompat,lempar dan berbalik, yang dengan pelatihan dapat meningkatkan fungsi koordinasi serta keseimbangan dan tidak lupa peningkatan motivasi bergerak serta memenuhi unsur praktek berulang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi intervensi dengan consecutive sampling pada 18 orang anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun dengan GPK yang memiliki skor motorik pada zona merah berdasarkan penilaian dengan Movement Assessment Battery for Children-2. Intervensi yang diberikan berupa latihan engklek sebanyak 2x/minggu sebanyak 10 kali putaran selama 6 minggu.
Hasil: Dari hasil penilaian skor pada awal, minggu ketiga dan akhir penelitian didapatkan peningkatan fungsi keseimbangan, namun hasilnya tidak signifikan secara statistik. Tidak signifikannya perbaikan ini dapat didasari oleh dasar mekanisme pada GPK yaitu kesulitan dalam proses pembelajaran motorik itu sendiri. Dalam penelitian ini, tiap anak hanya mendapatkan 120x momen permainan engklek total yang setara dengan 520 kali pengulangan lompat dengan satu kaki. Sehingga,penyandang GPK perlu lebih banyak latihan untuk menyesuaikan dengan kondisinya
Kesimpulan: permainan tradisional engklek memberikan perbaikan skor keseimbangan pada anak dengan GPK yang tidak signifikan secara statistik.

DCD is a neurodevelopmental disorder characterized by motor performance problems in
daily activities that are inconsistent with the age and intelegency. Children with DCD also has a balance problem in addition to fine and gross motor problems with a characteristic of difficulty in the motor learning process, which can take a longer time in motor learning process. Due to his or her problems, child with DCD tends to make a self isolation and restriction to various physical activities. Uncorrected problems in DCD children leads to other areas deficits such as academic, self-care even mental problems that can eventually affect children quality of life. These disorders can remain to adulthood but when given the intervention can provide better output in children motor performance, so that an intervention is important to this condition. DCD children have a deficit ranging from self-initiated movements, prefunctional Motor disorders, motoric control capabilities and motor performance as well as motor skills that ultimately affect its adaptive motoric function like plays. While the Engklek itself plays a role in adaptive motor function like play together in the community, whose activities include jumping, throwing and turning, which with training can improve the function of coordination as well as balance and also increased motivation to moves and fulfill elements of repetitive practice.
Methods: This research is an intervention study with consecutive sampling in 18 elementary school children aged 6-12 years with DCD that has a motor score in the red zone based on the assessment with the Movement Assessment Battery for Children-2. The intervention given is 2x/week of Engklek training as much as 10 rounds for 6 weeks.
Results: Assessment was taken at baseline, third and final week of study which shows improved balance function, but the results were not statistically significant. This finding might because of the based on the basic mechanism of DCD i.e difficulty in the motor learning process itself. In this study, each child only gained 120x a total game moment
equivalent to 520 times the jump loop with one foot. Thus, DCD child needs more exercise to adjust to its condition.
Conclusion: Engklek traditional game usually provide balance function score improvement in children with DCD but not statistically significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teffy Aulia Merry Dame
"Latar belakang: GPK adalah gangguan neurodevelopmental yang dikarakteristikkan dengan gangguan performa motorik dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak konsisten dengan usia dan intelegensi anak. Penyandang GPK juga memiliki gangguan keseimbangan selain gangguan motorik kasar dan halus yang memiliki ciri khas berupa kesulitan dalam proses pembelajaran motorik, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya. Akibat gangguan yang dimilikinya, anak dengan GPK cenderung melakukan isolasi dan restriksi dari beragam aktivitas fisik yang apabila tidak dikoreksi dapat memberikan defisit di bidang lainnya seperti akademis, perawatan diri bahkan mental yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. Gangguan ini dapat menetap hingga dewasa namun apabila diberikan intervensi dapat memberikan keluaran yang lebih baik dalam performa motorik anak, sehingga sebuah intervensi penting untuk diberikan. Penyandang GPK memiliki defisit mulai dari gerakan yang diinisiasi diri, gangguan motorik prefungsional, Kemampuan kontrol motoric dan performa motorik serta keterampilan motorik yang akhirnya mempengaruhi fungsi motoric adaptifnya, dalam hal ini bermain. Sementara engklek sendiri berperan dalam fungsi motorik adaptif yaitu bermain bersama dalam komunitas, yang aktivitasnya meliputi lompat,lempar dan berbalik, yang dengan pelatihan dapat meningkatkan fungsi koordinasi serta keseimbangan dan tidak lupa peningkatan motivasi bergerak serta memenuhi unsur praktek berulang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi intervensi dengan consecutive sampling pada 18 orang anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun dengan GPK yang memiliki skor motorik pada zona merah berdasarkan penilaian dengan Movement Assessment Battery for Children-2. Intervensi yang diberikan berupa latihan engklek sebanyak 2x/minggu sebanyak 10 kali putaran selama 6 minggu.
Hasil: Dari hasil penilaian skor pada awal, minggu ketiga dan akhir penelitian didapatkan peningkatan fungsi keseimbangan, namun hasilnya tidak signifikan secara statistik. Tidak signifikannya perbaikan ini dapat didasari oleh dasar mekanisme pada GPK yaitu kesulitan dalam proses pembelajaran motorik itu sendiri. Dalam penelitian ini, tiap anak hanya mendapatkan 120x momen permainan engklek total yang setara dengan 520 kali pengulangan lompat dengan satu kaki. Sehingga,penyandang GPK perlu lebih banyak latihan untuk menyesuaikan dengan kondisinya
Kesimpulan: permainan tradisional engklek memberikan perbaikan skor keseimbangan pada anak dengan GPK yang tidak signifikan secara statistik

DCD is a neurodevelopmental disorder characterized by motor performance problems in daily activities that are inconsistent with the age and intelegency. Children with DCD also has a balance problem in addition to fine and gross motor problems with a characteristic of difficulty in the motor learning process, which can take a longer time in motor learning process. Due to his or her problems, child with DCD tends to make a self isolation and restriction to various physical activities. Uncorrected problems in DCD children leads to other areas deficits such as academic, self-care even mental problems that can eventually affect children quality of life. These disorders can remain to adulthood but when given the intervention can provide better output in children motor performance, so that an intervention is important to this condition. DCD children have a deficit ranging from self-initiated movements, prefunctional Motor disorders, motoric control capabilities and motor performance as well as motor skills that ultimately affect its adaptive motoric function like plays. While the Engklek itself plays a role in adaptive motor function like play together in the community, whose activities include jumping, throwing and turning, which with training can improve the function of coordination as well as balance and also increased motivation to moves and fulfill elements of repetitive practice. Methods: This research is an intervention study with consecutive sampling in 18 elementary school children aged 6-12 years with DCD that has a motor score in the red zone based on the assessment with the Movement Assessment Battery for Children-2. The intervention given is 2x/week of Engklek training as much as 10 rounds for 6 weeks. Results: Assessment was taken at baseline, third and final week of study which shows improved balance function, but the results were not statistically significant. This finding might because of the based on the basic mechanism of DCD i.e difficulty in the motor learning process itself. In this study, each child only gained 120x a total game moment equivalent to 520 times the jump loop with one foot. Thus, DCD child needs more exercise to adjust to its condition. Conclusion: Engklek traditional game usually provide balance function score improvement in children with DCD but not statistically significant"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research aim to know and to analyse how much the influence of coordination in constructing Tax Object Sales Value forward effectiveness of services to tax community. This pointed out that for increasing coordination with implementation in relationship with tax objact sales value consist of objective integration, activity integration and achievement purpose efficiently would be promote a services tax object sales value to the object sales value to the tax community. The research population were tax payers and others institutional relationship with tax object sales value at DKI Jakarta. Sampling technique was proportional stratified random sampling . This technique is used if the population dishomogen and stratified proportional. Data technique collecting which is used in this research was observation, interview, documentation and questioner. Questioner which constitute measure equipment in this research should be tested and reliable. The mainstay point out precision, stability of measure equipment which be used. Data collecting of the research result be analysed with using quantitative metode approach while linear regression analysis has been performed in the quantitative approach. The result of hypothesis test indicate that objective integration, activity integration and achieve a purpose efficiently influenced significantly a services tax object sales value to the tax community, and the achievement of this research also need to know and to analyse for increasing dimension of objective integration, activity integration and achievement purpose integrated in order to find out satisfication to tax community services which to expected. based on this research The Head of Kanwil Pajak or The Head of KTP in carry out coordination must be receptance input from others instutions interrelated for constructing Tax Object sales value at each their regions."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Sylvania Oswari
"Gangguan perkembangan dan koordinasi (GPK) adalah suatu kondisi di mana anak memiliki kelemahan dalam mengatur gerakan motorik sehingga anak tampak perilaku ceroboh. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa bahwa jenis kelamin dan berat badan lahir anak merupakan faktor risiko terjadinya GPK pada anak bahwa. Di Indonesia, masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dampak GPK terhadap prestasi akademik dan angka absensi siswa, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor risiko, epidemiologi, dan dampak GPK terhadap prestasi akademik dan jumlah absensi siswa. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa sekolah-sekolah dasar di salah satu sekolah negeri di Jakarta. Penelitian ini menggunakan studi desain potong Garis Lintang. Kuesioner Bahasa Indonesia DCDQ'07 dibagikan dan orang tua diminta untuk melengkapi. Subjek kemudian dipisahkan menjadi 2 kelompok yaitu subjek yang diduga mengalami GPK dan subjek tidak diduga GPK. Dari 221 subjek yang termasuk dalam penelitian ini (127 laki-laki) dan 94 perempuan), 22 subjek diduga mengalami GPK. Usia (median = 10,64) dan berat badan kelahiran (median = 3000 gram) merupakan variabel yang signifikan terhadap kejadian GPK. Tipe jenis kelamin, latar belakang pendidikan orang tua dan tingkat pendidikan anak di sekolah tidak signifikan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara GPK dengan prestasi akademik dan kehadiran siswa. Namun, anak-anak dengan GPK ditemukan memiliki skor dan ketidakhadiran yang lebih rendah lebih tinggi dari anak yang tidak terduga dengan GPK. Kesimpulan: Faktor yang signifikan untuk GPK menurut penelitian ini adalah usia dan berat badan lahir. Prevalensi GPK dalam penelitian ini adalah 10%. Tidak ada signifikansi yang ditemukan antara GPK dengan prestasi akademik dan absensi siswa.

Developmental coordination disorder (DCD) is a condition where children have poor ability in motor planning hence, clumsy behavior. Studies done previously have proven that several risk factors such as gender and birth weight play role towards the occurrence of DCD. As studies about the impact of DCD towards average academic score and absenteeism is very limited in Indonesia, this study aims to explore the risk factors, epidemiology, and impact of DCD towards average academic score and absenteeism. Subjects include primary school students in a public school in Jakarta. This study uses cross-sectional design. Questionnaires (DCDQ’07, Indonesian version) were distributed and parents were asked to fill in the questions completely. Subjects will then be grouped into subjects suspected with DCD and subjects not suspected with DCD. From 221 subjects (127 males and 94 females), 22 subjects are suspected with DCD. Age (median = 10,64) and birth weight (median = 3000 grams) were significant towards the occurrence of DCD. Gender, parental education, and grades were not found to be significant. DCD are not found to be significantly correlated with academic achievement and total absence. However, children with DCD has slightly lower academic achievement and higher absence.
Conclusions: Factors significantly associated to DCD were age and birth weight. The prevalence of DCD in this study is 10% which is similar to other studies. Average academic achievement and absenteeism were not found to be significantly associated with DCD.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Albert Zicko Johannes
"Konduktivitas atau transpor muatan pada DNA akan dipelajari dengan melihat panjang lokalisasi yaitu ukuran panjang ruangan yang mungkin bisa ditempati oleh muatan dalam suatu sistem. Perhitungan panjang lokalisasi dilakukan dengan memodelkan DNA sebagai model 1-Channel yang parameter inputnya diperoleh dari perhitungan kimia kuantum kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode perhitungan numerik Tranfer Matrix. Pada perhitungan numerik ini dilihat pengaruh dari sequences DNA dan pengaruh dari lingkungan terhadap backbone DNA, yaitu ketidak teraturan (disorder) energi dari molekul gula-fosfat yang membentuk backbone DNA.
Hasil perhitungan panjang lokalisasi yang diperoleh menunjukkan transpor muatan pada DNA sangat tergantung terhadap sequence. Untuk pengaruh disorder energi backbone menunjukkan transpor muatan pada DNA bisa mengalami transisi dari yang semula semakin insulatif menjadi semakin konduktif dengan semakin besarnya disorder energi backbone ini."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S28868
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Adhistya
"Negara Indonesia merupakan negara yang berpotensi mengalami berbagai jenis bencana, kegiatan penanggulangan bencana di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertugas dalam penanggulangan bencana secara nasional yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki tugas dalam penanggulangan bencana pada daerah yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Daerah. Hal ini yang mendorong dilakukannya penelitian ini yang bertujuan untuk melihat gambaran bagaimana tata kelola koordinasi yang dilakukan oleh BNPB dengan BPBD Kabupaten Pandeglang Banten pada saat melakukan penanggulangan bencana gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Pandeglang Banten dengan merujuk teori model Multi Level Governance yang memiliki dimensi diantaranya Koordinasi dan Otoritas, Partisipasi Pihak Lain, Pembuatan Keputusan Bersama sebagai Sebuah Pengetahuan, Penyediaan Kapasitas SDM, Melindungi Manfaat Tambahan Bulkeley & Betsill (2018). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist dengan Teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi langsung, serta studi Pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola koordinasi penanggulangan bencana yang dilakukan oleh BNPB dan BPBD Kabupaten Pandeglang telah berjalan dengan baik. Berdasarkan analisis data yang diperoleh bahwa tata kelola koordinasi telah dilakukan secara berstruktur dan sesuai dengan peraturan terkait penanggulangan bencana yang telah ditetapkan, walaupun terdapat hambatan dalam pelaksanaannya, namun BNPB dan BPBD Kabupaten Pandeglang mendapatkan keputusan bersama sebagai solusi dalam meminimalisir hambatan tersebut.

Indonesia is a country that has the potential to experience various types of disasters, disaster management activities in Indonesia are carried out by the National Disaster Management Agency (BNPB) as a Non-Ministerial Government Agency in charge of disaster management nationally which is domiciled under and directly responsible to the President. The Regional Disaster Management Agency (BPBD) is a Regional Apparatus Organization (OPD) that has the task of disaster management in the region which is under and responsible to the Regional Government. This is what encourages this research which aims to see an overview of how the coordination governance carried out by BNPB with BPBD Pandeglang Banten Regency during earthquake disaster management that occurred in Pandeglang Banten Regency by referring to the Multi Level Governance model theory which has dimensions including Coordination and Authority, Other Party Participation, Joint Decision Making as Knowledge, Provision of Human Resources Capacity, Protecting Additional Benefits Bulkeley & Betsill (2018). Approachment method which had been used for this research is post-positivist by collecting the qualitative data techniques by doing in-depth interview, observation, and literature review. The results showed that the governance of disaster management coordination carried out by BNPB and BPBD Pandeglang Regency has been running well. Based on the data analysis obtained, the coordination governance has been carried out in a structured manner and in accordance with the regulations related to disaster management that have been established, although there are obstacles in its implementation, but BNPB and BPBD Pandeglang Regency get a joint decision as a solution in minimizing these obstacles."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fera Mutiara Dewi
"ABSTRAK
Kepemilikan double insurance telah membuka peluang praktik
Coordination of Benefit (CoB) di Indonesia, terlebih dalam era JKN saat ini. Yang
mana setiap orang selain memiliki asuransi yang bersifat wajib mereka pun
memiliki asuransi kesehatan tambahan yang kepesertaanya bersifat tidak wajib.
Pada praktiknya CoB terkadang masih belum sesuai dengan prinsip universal
asuransi.
Penelitian ini mencoba menganalisis praktik CoB dan besaran biaya CoB
yang terjadi di Indonesia baik antara BPJS Kesehatan dengan AKT maupun antara
AKT dengan AKT.
Metode yang digunakan adalah rancangan studi observasional dengan
desain cross sectional. Pemodelan menggunakan pendekatan ekonometrik yaitu
two-part model yang memisahkan proses antara praktik CoB dengan besaran
biaya CoB.
Hasil penelitian menyatakan kovariat usia, LOS dan penyakit sistem
sirkulasi menunjukkan efek yang signifikan dalam pengujian secara statistik.
Kurangnya koordinasi antar provider dengan asuradur atau asuradur dengan
asuradur menyebabkan meningkatnya potensi moral hazard yang dilakukan baik
oleh peserta maupun provider sehingga peserta berpotensi mendapatkan cakupan
ganda.
Saran dari penelitian ini adalah perlunya dibuat Badan/Organisasi yang
khusus mengelola CoB dan dibuatnya regulasi CoB.

ABSTRACT
Nowadays, some people may have double insurance. Besides having compulsory
insurance that regulated by government, they also have additional health
insurance which is not mandatory. This condition has opened up opportunities for
Coordination of Benefit (CoB) in Indonesia, especially in JKN era. Unfortunately,
in practice CoB still not executed according to the principle of general rules of
insurance. This research seeks to analyze the practice of the COB and COB fee
scale that occurred between BPJS with AKT and between AKT to AKT. The
method used is the observational study with cross sectional design. The
modeling uses an econometric approach, that is a two-part model which
separates the process between the CoB practice and the CoB funds.
The result of the research states that age covariate, LOS, and circulatory system
diseases show significant effects in statistical testing. Lack of coordination
between providers and assurer or between assurer and assurer, causes increasing
potential moral hazard by both participants and providers so that participants may
get double coverage.
The suggestions of this research are first the need to create an independent agency
or organization that manages CoB and second the need to made regulation of
CoB."
2017
T47699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noridha Weningsari
"ABSTRAK
Penelitian ini difokuskan untuk melihat penerapan CBT dalam meningkatkan keterampilan regulasi emosi pada anak usia sekolah dengan reactive attachment disorder (RAD). Penelitian ini merupakan penelitian single-case dengan menggunakan teknik pretest-posttest. Subjek adalah anak perempuan berusia 10 tahun yang telah didiagnosa dengan RAD dan memiliki kesulitan dalam meregulasi emosi. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi melalui observasi, wawancara, dan penggunaan skala perilaku CBCL dan DERS. Sebelum program intervensi diberikan, subjek memiliki pemikiran maladaptif, keterampilan regulasi emosi yang kurang berkembang sesuai dengan usianya, serta memperlihatkan masalah perilaku internalizing seperti menarik diri dan cemas/depresi, masalah sosial, serta masalah pikiran. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa CBT efektif dalam meningkatkan keterampilan regulasi emosi dan mampu merubah pemikiran maladaptif pada anak. Hal tersebut terlihat dari meningkatnya keterampilan regulasi terutama dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menyalurkan emosi, serta menurunnya masalah perilaku internalizing, sosial, dan pemikiran. Subjek juga menunjukkan pemikiran yang lebih positif berkaitan dengan emosi.

ABSTRACT
This study examined the application of CBT in order to enhance emotion regulation skill in school-aged children with reactive attachment disorder. The research was conducted using single-case experimental design with pretest-posttest technique. Subject of the study is a ten-year-old female student who has been diagnosed with reactive attachment disorder and has difficulty in regulating her emotions. Measurements were taken before and after intervention program through interviews, observation, and behavior scale such as CBCL, and self report such as DERS. Before interventions were conducted, subject was unable to identify; understand or describe her own emotions and also tend to bury her emotions and feelings, particularly anger and sadness; and exhibit internalizing behavior such as withdrawan and anxious/depressed; social problems; and thought problems. Subject also appeared to have maladaptive thoughts which refer to a belief that she should not have negative emotions and children who express their emotions are bad and spoil children. The results of this study indicate that CBT is effective in order to improve the emotion regulation skill and to change cognitive distortion on children. It can be seen from the ability to regulate subject‟s emotions, especially to identifying, evaluating, and using emotion regulation strategies that have significantly improved as well as decreasing in internalizing behavior, social, and thought problems. The findings from the evaluations of the intervention also show the changes in cognitive distortions about her emotion and improve positive thinking related to emotions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T38892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>