Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Utari
"Latar belakang Kanker payudara merupakan salah satu kanker paling banyak dialami oleh perempuan di dunia. Data yang didapatkan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut lokal. Penanganan kanker payudara pada tahap lanjut lokal meliputi pemberian kemoterapi neoadjuvan, mastektomi, serta rekonstruksi. Waktu pelaksanaan rekonstruksi payudara pascamastektomi terbaik masih mejadi perdebatan pada klinisi. Studi ini bertujuan untuk membandingkan luaran antara rekonstruksi payudara secara immediate dan delayed pada pasien kanker payudara lanjut lokal yang dilakukan mastektomi dan pemberian kemoterapi neoadjuvan. Metode Penelitian ini merupakan sebuah studi tinjauan sistematik dengan pencarian literatur dari basis data elektronik Cochrane, Pubmed, dan ScienceDirect, tanpa membatasi waktu dan bahasa. Telaah kritis dilakukan dengan menggunakan panduan Critical Appraisal Skills Programme (CASP). Luaran yang dinilai dalam penelitian ini adalah mortalitas, rekurensi, komplikasi, dan kualitas hidup.
Hasil Ditemukan sebanyak empat artikel tentang perbandingan antara luaran rekonstruksi immediate dan delayed pada rekonstruksi kanker payudara stadium lanjut lokal pascakemoterapi neoadjuvan yang kemudian disaring hingga diperoleh dua artikel yang dinilai layak dikaji. Dari hasil kajian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan mortalitas dan rekurensi antar kelompok, didapatkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi pada kelompok dengan rekonstruksi immediate, serta tidak didapatkan data mengenai kualitas hidup pada kedua kelompok. Kesimpulan Didapatkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi secara signifikan pada rekonstruksi payudara secara immediate, namun tidak didapatkan perbedaan luaran pada parameter lainnya antar kelompok.

Background Breast cancer is one of the most common cancers among women in the world. Data from Cipto Mangunkusumo National General Hospital showed that most of the patients were in locally-advanced stage. The treatment of locally advanced breast cancer includes administration of neoadjuvant chemotherapy, mastectomy, and reconstruction. The ideal timing of post-mastectomy breast reconstruction is still a matter of debate for clinicians. This study aimed to compare the outcome between immediate and delayed breast reconstruction in locally advanced breast cancer after mastectomy and neoadjuvant chemotherapy.
Method This systematic review utilized Cochrane, Pubmed, and ScienceDirect as the databases. There was no limitation on the timing of publication, nor the language. The critical analysis was conducted using the Critical Appraisal Skills Program (CASP) guide. The outcomes assessed in this study were mortality, recurrences, complications, and quality of life.
Result There were four articles comparing immediate and delayed reconstruction outcomes in locally advanced breast cancer, after mastectomy and neoadjuvant chemotherapy. The articles were further screened to obtain two articles deemed suitable for this study. This study showed that there was no difference in mortality and recurrence between groups. However, there was a significant higher complication rate in the immediate reconstruction group. There was no data regarding the quality of life in the two groups.
Conclusion There was significantly higher rate of complications with immediate breast reconstruction, but there was no difference in outcome in other parameters between groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Utari
"Latar belakang Kanker payudara merupakan salah satu kanker paling banyak dialami oleh perempuan di dunia. Data yang didapatkan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut lokal. Penanganan kanker payudara pada tahap lanjut lokal meliputi pemberian kemoterapi neoadjuvan, mastektomi, serta rekonstruksi. Waktu pelaksanaan rekonstruksi payudara pascamastektomi terbaik masih mejadi perdebatan pada klinisi. Studi ini bertujuan untuk membandingkan luaran antara rekonstruksi payudara secara immediate dan delayed pada pasien kanker payudara lanjut lokal yang dilakukan mastektomi dan pemberian kemoterapi neoadjuvan.
Metode Penelitian ini merupakan sebuah studi tinjauan sistematik dengan pencarian literatur dari basis data elektronik Cochrane, Pubmed, dan ScienceDirect, tanpa membatasi waktu dan bahasa. Telaah kritis dilakukan dengan menggunakan panduan Critical Appraisal Skills Programme (CASP). Luaran yang dinilai dalam penelitian ini adalah mortalitas, rekurensi, komplikasi, dan kualitas hidup.
Hasil Ditemukan sebanyak empat artikel tentang perbandingan antara luaran rekonstruksi immediate dan delayed pada rekonstruksi kanker payudara stadium lanjut lokal pascakemoterapi neoadjuvan yang kemudian disaring hingga diperoleh dua artikel yang dinilai layak dikaji. Dari hasil kajian ini diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan mortalitas dan rekurensi antar kelompok, didapatkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi pada kelompok dengan rekonstruksi immediate, serta tidak didapatkan data mengenai kualitas hidup pada kedua kelompok.
Kesimpulan Didapatkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi secara signifikan pada rekonstruksi payudara secara immediate, namun tidak didapatkan perbedaan luaran pada parameter lainnya antar kelompok

Background Breast cancer is one of the most common cancers among women in the world. Data from Cipto Mangunkusumo National General Hospital showed that most of the patients were in locally-advanced stage. The treatment of locally advanced breast cancer includes administration of neoadjuvant chemotherapy, mastectomy, and reconstruction. The ideal timing of post-mastectomy breast reconstruction is still a matter of debate for clinicians. This study aimed to compare the outcome between immediate and delayed breast reconstruction in locally advanced breast cancer after mastectomy and neoadjuvant chemotherapy.
Method This systematic review utilized Cochrane, Pubmed, and ScienceDirect as the databases. There was no limitation on the timing of publication, nor the language. The critical analysis was conducted using the Critical Appraisal Skills Program (CASP) guide. The outcomes assessed in this study were mortality, recurrences, complications, and quality of life.
Result There were four articles comparing immediate and delayed reconstruction outcomes in locally advanced breast cancer, after mastectomy and neoadjuvant chemotherapy. The articles were further screened to obtain two articles deemed suitable for this study. This study showed that there was no difference in mortality and recurrence between groups. However, there was a significant higher complication rate in the immediate reconstruction group. There was no data regarding the quality of life in the two groups.
Conclusion There was significantly higher rate of complications with immediate breast reconstruction, but there was no difference in outcome in other parameters between groups
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Floryanti
"Latar belakang: Kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi dan penyebab kematian utama akibat kanker pada perempuan di dunia. Penggunaan implan payudara pasca mastektomi maupun tujuan kosmetik juga ikut meningkat. Ultrasonografi, mamografi dan MRI adalah modalitas pencitraan utama dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara. Peranan USG dalam hal tersebut masih kontroversi; sensitivitas mamografi dilaporkan menurun sementara MRI terbatas penggunaanya akibat kendala ketersediaan dan biaya pemeriksaan tinggi. Telaah sistematis ini dibuat untuk menilai akurasi diagnostik USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara. Metode: Pencarian sistematis dilakukan pada Januari 2022 untuk mengidentifikasi studi yang menilai akurasi diagnostik USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara dengan referensi baku pemeriksaan patologi anatomi dengan menggunakan data dasar Scopus, PubMed, jurnal dan riset nasional, hand searching serta grey literature. Nilai sensitivitas dan spesifisitas pada masing-masing uji indeks diekstraksi. Penilaian kualitas metodologi studi dilakukan menggunakan QUADAS-2. Hasil: Tiga belas studi diidentifikasi. Nilai sensitivitas USG terendah 62%, tertinggi 95%, spesifitas 93%. Nilai sensitivitas mamografi terendah 22%, tertinggi 80%, spesifitas 100%. Sementara itu, nilai sensitivitas MRI terendah 86%, tertinggi 100% dengan spesifisitas terendah 17%, tertinggi 75%. Sepuluh studi menunjukkan risiko bias tinggi pada salah satu domain, tiga studi di antaranya menunjukkan risiko bias tinggi pada domain yang lain. Kesimpulan: Akurasi diagnostik modalitas USG, mamografi dan MRI dalam mendeteksi lesi kanker payudara pada pengguna implan payudara sangat bervariasi.

Background: Breast cancer is cancer with the highest incidence and leading cause of cancer death among women worldwide. Breast implant use for post mastectomy patients and for cosmetic purposes is also increasing. Ultrasonography, mammography and MRI are imaging modalities mostly used to detect breast lesions in patients with breast implants. Ultrasound role is still unclear; mammography has been reported to have lower sensitivity while MRI availibility is still limited and highly cost. This systematic review is written to analyze diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI in detecting breast cancer in patients with breast implants. Methods: Studies contained diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI in detecting breast cancer lesions with pathological examination as reference standard were identified. Scopus, PubMed, national journals and research, hand searching and grey literatures were systematically searched through January 2022. Sensitivity and specificity value of each index tests from eligible studies is extracted. Methodological quality was assessed using QUADAS-2. Results: Thirteen studies were identified. The lowest and the highest sensitivity value are 62% and 95 % for ultrasound, 22% and 80 % for mammography, 86% and 100% for MRI while specificity value are 93% for ultrasound, 100% for mammography, the lowest and the highest of MRI 17% and 75%, respectively. Ten studies demonstrated high risks of bias in one domain with three of them also have high risk of bias in another domain. Conclusion: Diagnostic accuracy of ultrasound, mammography and MRI to detect breast cancer in patients with breast implants is varied."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Candra
"ABSTRAK
Kanker menunjukkan suatu potensi untuk invasi baik in vitro maupun in vivo. Proses ini dimediasi oleh Methaderin (MTDH). Hipoksia-inducible factor-2α (HIF-2α) dapat meningkatkan ekspresi MTDH; Namun, sedikit diketahui tentang korelasi antara HIF-2α dan MTDH ekspresi dalam kanker payudara. Suatu studi telah menyelidiki hubungan antara HIF-2 dan MMP9. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara HIF-2 dan MTDH. Desain penelitian ini adalah analisis berpasangan dengan 48 sampel jarinagn kanker payudara sebelum dan sesudah Kemoterapi dan terapi hormonal yang terdiri dari 20 terapi hormonal dan 28 kemoterapi. Ekspresi mRNA HIF-2 dan MTDH diukur dengan menggunakan QRT-PCR. HIF-1 ekspresi protein dideteksi oleh teknik enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Peningkatan ekspresi relatif mRNA HIF-2 dan MTDH setelah terapi tidak signifikan (p> 0,05, Mann Whitney) dibandingkan sebelum terapi. Peningkatan ekspresi relatif mRNA HIF-2 dan MTDH pada derajat histopatologi III tidak signifikan (p> 0,05, Mann Whitney) dibandingkan dengan histopatologi I dan II. Peningkatan ekspresi relatif mRNA HIF-2 dan MTDH pada usia > 40 tahun tidak signifikan (p> 0,05, Mann Whitney) dibandingkan dengan <40 tahun. Spearman analisis korelasi mengungkapkan bahwa HIF-2α dan ekspresi MTDH secara signifikan berkorelasi (r = 0,632; P = 0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa tingginya ekspresi HIF-2α dikaitkan dengan buruk nya prognosis pada pasien dengan kanker payudara dan menjadikan bahwa HIF-2α dan MTDH bisa menjadi penanda dari perkembangan kanker payudara.

ABSTRACT
Malignant cells show increased invasion potency in vitro and in vivo. This process is considered to be mediated by Methaderin (MTDH). Hypoxia-inducible factor-2α (HIF-2α) may upregulate MTDH expression; however, little is known about the correlation between HIF-2α and MTDH expressions in breast cancer. The current study investigated correlation between HIF-2 and MMP9 immunohistochemically according to various clinical and pathological features in 102 paraffin-embedded archival tissue block specimens from patients with breast cancer. Aim of this study is to investigate correlation between HIF-2 and MTDH. Design of this study is couple analysis with 48 breast cancer sample before and after Chemoteraphy and hormonal therapy comprises 20 hormonal therapy and 28 chemotheraphy. Expression of mRNA HIF-2 and MTDH were measured using qRT-PCR. HIF-1 protein expression was detected by enzim linked immunoabsorbant assay (ELISA). mRNA HIF-2 and MTDH expression after theraphy is not significantly higher (p > 0,05, Mann Whitney) compared to before theraphy. mRNA HIF-2 and MTDH expression in Histopathology Grade III is not significantly higher (p > 0,05, Mann Whitney) compared to histopathology grade I and II. mRNA HIF-2 and MTDH expression in >40 years old is not significantly higher (p > 0,05, Mann Whitney) compared to <40 years old. Spearman correlation analysis revealed that HIF-2α and MTDH expression ons were significantly correlated (r = 0.632; P = 0.000). These results suggest that high HIF- 2α expression is associated with poor overall survival in patients with breast cancer, indicating that HIF-2α could be a valuable marker of breast cancer"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelya Augusthina Ayusari
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi di dunia dengan insidensi 25,1% dari semua jenis kanker. Pasien kanker payudara yang menjalani radiasi, umumnya tidak memenuhi kriteria malnutrisi pada skrining gizi namun kebanyakan pasien memiliki massa otot yang rendah, sehingga berpotensi mengalami penurunan kapasitas fungsional. Proses keganasan dan radiasi dapat menyebabkan peningkatan IL-6 yang berdampak pada penurunan kadar Hb. Kadar kolesterol LDL yang tinggi juga sering ditemukan pada pasien dengan obes/riwayat obes, peningkatan ini merugikan karena berdampak pada prognosis dan kesintasan pasien. Terapi medik gizi yang adekuat diperlukan pada pasien kanker payudara.
Metode: Pasien kanker payudara berusia antara 36-79 tahun. Empat pasien telah menjalani mastektomi dan tiga di antaranya telah dikemoterapi. Pasien memiliki hasil skrining MST ≥2. Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, tanda vital, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan 24 jam. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support (ONS), suplementasi vitamin dan mineral serta omega-3.
Hasil: Dari hasil pemantauan diketahui bahwa pasien kanker payudara yang mendapatkan terapi medik gizi dapat meningkatkan asupan makanannya, berat badan, massa otot, kekuatan genggam tangan, kadar hemoglobin dan perbaikan kadar kolesterol LDL. Skor ECOG/Karnofsky Performance dari keempat pasien mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan pemeriksaan awal.
Kesimpulan: Terapi medik gizi dapat memperbaiki outcome klinis, kapasitas fungsional, antropometri, dan laboratorium pada semua pasien dalam serial kasus ini.

Background: Breast cancer is the most common cancer in the world with an incidency 25.1% of all types of cancer. Generally, breast cancer patients who had undergoing radiation did not meet the criteria for malnutrition based on nutritional screening, but most patient had low muscle mass that reduce functional capacity. Malignancy and radiation cause an increase of IL-6 which result a decrease in Hb levels. High LDL cholesterol levels were also found in obesity or history of obesity which affected the prognostic and survival of breast cacer patient. The patients mostly had skeletal mass decreased. Adequate nutritional therapy is needed for breast cancer patients.
Method: The case saries reported breast cancer patients aged between 36-79 years. Three patients had mastectomy and chemotherapy, while the other had only mastectomy. Patients had MST screening ≥ 2. Patiens were examined of subjective complaints, clinical conditions, vital signs, laboratory examination, anthropometry, body composition, functional capacity and 24-hour intake analysis. The four patients received nutritional education, oral nutrition support (ONS), vitamin and mineral supplement and omega-3.
Results: Breast cancer patients who got adequate nutritional therapy had increased their food intake, body weight, skeletal mass, handgrip strength, hemoglobin levels and improvement of LDL cholesterol levels. The ECOG/Karnofsky Performance Score of the all patients showed improvement from the initial examination.
Conclusion: Medical nutrition therapy improves the outcome, nutritional status, laboratory parameters and body composition in breast cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Felicia
"Latar Belakang: Respons patologis kanker payudara terhadap terapi neoadjuvan masih relatif rendah, khususnya di RSCM. Intensitas sTIL dan ekspresi PD-L1 telah diteliti sebagai prediktor respons terapi neoadjuvan. Penelitian ini menilai peran intensitas sTIL dan ekspresi PD-L1 terhadap repons terapi neoadjuvan kanker payudara. Data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai data awal di Indonesia, untuk perencanaan terapi pasien kanker payudara yang lebih baik, terlebih dengan sudah tersedianya imunoterapi anti-PD-1/PD-L1.
Tujuan: Mengetahui intensitas sTIL dan ekspresi PD-L1 sebagai prediktor respons patologis kanker payudara terhadap terapi neoadjuvan di RSCM.
Metode: Penelitian berdesain kohort retrospektif, analitik observasional, pada kasus kanker payudara yang mendapatkan terapi neoadjuvan dan mastektomi di RSCM periode Januari 2014-Desember 2021. Dilakukan total sampling sebanyak 60 kasus. Ekspresi PD-L1 (imunohistokimia, klon 22C3) dan intensitas sTIL (histopatologi) diperiksa pada spesimen biopsi. Dilakukan analisis multivariat regresi linear untuk mendapatkan prediktor independen respons terapi neoadjuvan.
Hasil: Didapatkan 60 pasien perempuan, median usia 46 tahun, 91,7% karsinoma invasif no special type. Median intensitas sTIL 10% (1%-70%). Intensitas sTIL rendah (≤10%) pada 58,3% sampel. Ekspresi PD-L1 positif (CPS ≥1) pada 28,3% sampel. Hanya 8,3% sampel mencapai pCR, 90% tergolong RCB kelas II-III. Didapatkan prediktor independen skor RCB: Setiap peningkatan 1% intensitas sTIL, tidak adanya invasi limfovaskular, dan pemberian kemoterapi berbasis taksan diprediksi menurunkan skor RCB sebanyak 0,058 (0,039-0,078), 0,781 (0,241-1,321), dan 0,594 (0,037-1,152). Ekspresi PD-L1 yang positif berhubungan dengan tercapainya pCR-RCB kelas I (p=0,048), tetapi skor CPS bukan merupakan prediktor skor RCB pada analisis multivariat regresi linear.
Kesimpulan: Intensitas sTIL merupakan prediktor respons patologis kanker payudara terhadap terapi neoadjuvan di RSCM. Ekspresi PD-L1 berhubungan dengan tercapainya pCR-RCB kelas I, tetapi skor CPS bukan prediktor skor RCB.
Kata kunci: PD-L1, programmed-death ligand 1, sTIL, stromal tumour infiltrating lymphocyte, kanker payudara, kemoterapi neoadjuvan, respons patologis

Background: Pathological responses to neoadjuvant therapy were still relatively poor, especially in RSCM. Studies had been done to search for predictors of response such as sTIL intensity and PD-L1 expression, which is known to block sTIL action in killing cancer cells. This research assessed sTIL intensity and PD-L1 expression as predictors of response to neoadjuvant therapy in breast cancer. The preliminary data might be used to better tailored breast cancer patient therapy, considering the availability of anti-PD-1/PD-L1 immunotherapy nowadays.
Objective: To assess TIL intensity, PD-L1 expressions, and their roles as pathological predictors of breast cancer reponse to neoadjuvant therapy in RSCM.
Method: This was an observational analytic retrospective cohort study on breast cancer patients receiving neoadjuvant therapy and mastectomy in RSCM from January 2014 to December 2021. Total sampling was done. PD-L1 expression (immunohistochemistry, clone 22C3) and sTIL intensity (histopathology) was examined in the biopsy specimen. Linear regression analysis was done to determine the independent predictors of neoadjuvant therapy response (evaluated in the mastectomy specimen with residual cancer burden/RCB score).
Results: There were 60 female patients, median age 46 years old. 91,7% had invasive carcinoma of no special type. Median sTIL intensity was 10% (1%-70%). 58,3% patients had low sTIL intensity (≤10%). 28,3% patients had positive PD-L1 expression (CPS ≥1). Only 8,3% patients had pCR, while 90% patients had RCB class II-III. Every 1% increase in sTIL intensity, no lymphovascular invasion, and taxane chemotherapy were predicted to lower RCB score by 0,058, 0,781, dan 0,594, respectively. PD-L1 expression associated with pCR-RCB class I (p=0,048), but CPS score was not a predictor of RCB score in linear regression analysis.
Conslusion: sTIL intensity was an independent predictor of breast cancer response to neoadjuvant therapy in RSCM. PD-L1 expression associated with pCR-RCB class I, but CPS score was not a predictor of RCB score.
Keywords: PD-L1, programmed death ligand 1, sTIL, stromal tumour infltrating lymphocyte, breast cancer, neoadjuvant therapy, pathological response
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Rini Puspitasari
"Kanker payudara merupakan kanker paling umum pada wanita tidak hanya di dunia tetapi juga di Indonesia. Jumlah kasus baru semakin meningkat setiap tahun dan terdeteksi pada stadium lanjut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang kanker payudara dan perilaku SADARI perawat di ruang rawat RS Kanker Dharmais. Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif dengan populasi 198 responden dan diambil sampel sebanyak 132 orang menggunakan menggunakan metode Disproportionate Stratified Random Sampling. Hasil menunjukkan tingkat pengetahuan perawat tentang kanker payudara sebagian besar memiliki pengetahuan baik. perilaku SADARI perawat cukup. Penelitian ini menyarankan diadakannya pelatihan kanker berkelanjutan bagi perawat dan sosialisasi SADARI di masyarakat.

Breast cancer is the most common cancer in women not only in the world but also in Indonesia. The number of new cases is increasing every year and detected at an advanced stage. The purpose of this research is to know an overview level knowledge of breast cancer and behavior nurses BSE in the Dharmais Hospital. The results indicate the level of nursing knowledge about breast cancer is good and behavior BSE is enough. This research suggests an ongoing training for nurses and socialization BSE in the community."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Purnamawati
"Latar Belakang: Sel punca mesenkimal SPM asal jaringan lemak ASCs dan tali pusat UCSCs merupakan sumber sel punca yang umum digunakan pada terapi seluler. SPM berkomunikasi dengan sel kanker diantaranya melalui berbagai faktor biologis aktif yang dinamakan sekretom. Lingkungan mikro kanker yang hipoksik dapat memberi pengaruh berbeda pada interaksi ini. Efek interaksi sekretom SPM terhadap agresivitas sel punca kanker payudara hingga kini belum banyak diketahui.
Tujuan: Menganalisis berbagai penanda agresivitas yang berkaitan dengan pertumbuhan dan ketahanan hidup viabilitas, proliferasi, sifat pluripotensi OCT4 dan SOX2, tumorigenik MFU, progresif-agresif TGF-?1 dan T?R1, penanda kepuncaan dan kemampuan detoksifikasi ALDH1A1 dan ALDH1A3, serta sifat invasif MMP2 dari sel punca kanker payudara BCSCs ALDH paska interaksi dengan sekretom dari conditioned medium CM SPM asal tali pusat dan jaringan adiposa yang diproduksi dalam kondisi normoksia maupun hipoksia.
Metode: Studi eksperimental in vitro menggunakan CM UCSCs dan ASCs normoksia dan hipoksia yang disuplementasikan pada medium asal DMEM-F12 dari sel punca kanker payudara BCSCs ALDH dengan konsentrasi 50 v/v selama 72 jam. Analisis uji viabilitas dan proliferasi, q-RT-PCR ekspresi mRNA ALDH1A1, ALDH1A3, OCT4, SOX2, MMP2, TGF-?1 dan T?R1 serta uji MFU dari BCSCs ALDH dilakukan untuk mengetahui efek dari sekretom dalam CM terhadap agresivitas BCSCs ALDH.
Hasil: Sekretom dalam CM-UCSCs dapat meningkatkan agresivitas BCSCs melalui peningkatan penanda invasif ndash;agresif dan detoksifikasi. Sekretom dalam CM-ASCs dapat meningkatkan agresivitas BCSCs melalui peningkatan penanda pluripotensi, invasif dan detoksifikasi. Prekondisi hipoksia pada CM-SPM dapat meningkatkan potensi agresivitas lebih tinggi daripada CM normoksia. Perbedaan regulasi viabilitas dan proliferasi serta turunnya penanda tumorigenik BCSCs paska suplementasi CM perlu diinterpretasikan dengan hati-hati dan masih memerlukan verifikasi.
Kesimpulan: Sekretom dalam CM UCSCs maupun ASCs dapat memberikan efek meningkatkan sifat agresif dari BCSCs ALDH. Preparasi hipoksia pada produksi CM cendrung lebih mendukung sifat agresif dari BCSCs ALDH dibandingkan CM normoksianya. Perbedaan regulasi viabilitas dan proliferasi serta turunnya penanda tumorigenik pada BCSCs paska suplementasi CM SPM masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis dasar molekuler yang menyebabkannya.

Background: Adipose and umbilical cord tissue derived mesenchymal stem cells MSCs are the most common sources that are used in various cellular therapies. MSCs are known to communicate with cancer cells through their secretomes. The hypoxic microenvironment of cancer may cause different effects on this interaction. Effects of MSC secretomes against the aggressiveness of breast cancer stem cells BCSCs ALDH have not been widely investigated.
Aim: To analyze various markers of aggressiveness that are associated with growth and survival viability, proliferation, pluripotency OCT4 and SOX2, tumorigenic MFU, progressive aggressive TGF 1 and T R1, stemness and detoxification ALDH1A1 and ALDH1A3, as well as the invasive nature MMP2 of BCSCs ALDH post interaction with both normoxic and hypoxic MSC secretomes.
Methods: The in vitro experimental study using conditioned medium CM of MSCs produced in normoxic and hypoxic condition that were supplemented in medium of BCSCs ALDH with concentrations of 50 v v for 72 hours. Analysis of viability, proliferation, and q RT PCR of ALDH1A1, ALDH1A3, OCT4, SOX2, MMP2, TGF 1 and T R1 mRNA as well as MFU assay were performed to determine the effect of secretomes on the aggressiveness of BCSCs ALDH.
Results: Secretomes of UCSCs supported the aggressiveness by increasing invasive aggressive and detoxification markers, while secretomes of ASCs supported the aggressiveness by increased pluripotency, invasive and detoxification markers. Hypoxic preconditioning of MSC secretomes increased the potential for aggressiveness higher than normoxic secretomes. Differences in viability and proliferation regulation and the decrease in BCSCs tumorigenic post secretomes supplementation need to be interpreted carefully and further verification.
Conclusion: Supplementation of MSC secretomes increased the aggressive properties of BCSCs ALDH. The hypoxic secretomes tend to favor the aggressive nature of BCSCs ALDH compared to its counterpart. Differences in viability and proliferation regulation as well as the decrease in tumorigenic markers in BCSCs after MSC secretomes supplementation still need further research to analyze the molecular underlying basis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filipus Dasawala
"Kemoterapi neoajuvan (KNA) merupakan salah satu modalitas terapi pada kanker payudara lanjut lokal (KPD-LL). Beberapa studi telah menunjukkan KNA dapat meningkatan kesintasan keseluruhan bila didapatkan respons patologis komplet, namun efektifitasnya dihambat oleh kemoresistensi yang dapat dimediasi oleh P-glycoprotein (Pgp). Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji hubungan antara ekspresi Pgp dengan respons terhadap KNA pada pasien KPD-LL. Studi kohort prospektif multisentra dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUD Koja pada periode September 2018 sampai Mei 2019. Analisis imunohistokimia dilakukan pada sampel biopsi untuk menilai ekspresi Pgp secara semikuantitatif. Respons klinis dinilai pascakemoterapi tiga siklus dengan menggunakan kriteria WHO. Subjek yang dinilai operabel pascaKNA menjalani operasi mastektomi radikal modifikasi. Respons patologis dinilai pada spesimen bedah dengan menggunakan kriteria Miller-Payne. Pgp didapatkan positif pada 21/27 subjek (77,8%) dan lemah/negatif pada 6/27 subjek (22,2%). Respons patologis komplet hanya didapatkan pada satu pasien dengan Pgp negatif. Tidak ada perbedaan secara statistik antara subjek dengan Pgp positif dan Pgp negatif dalam hal respons klinis maupun respons patologis. Hasil studi ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien KPD-LL mengekspresikan Pgp, namun Pgp tidak dapat digunakan sebagai prediktor respons terhadap KNA, baik klinis maupun patologis.

Neoadjuvant chemotherapy (NACT) is one of the modalities used to treat locally advanced breast cancer (LABC). Studies have shown that it can improve overall survival if pathological complete response is achieved, but it is impeded by chemoresistance of which can be mediated by P-glycoprotein (Pgp). The aim of this study is to explore the association between Pgp expression and response to NACT. A multicenter prospective cohort study was carried out in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital and Koja General Hospital from September 2018 to May 2019. Immunohistochemical analyses of the biopsy samples were done to semiquantitatively measure Pgp expression. Clinical response was evaluated after three cycles NACT using WHO response criteria. Subjects, who were deemed operable post-NACT, underwent modified radical mastectomy. Afterwards, the surgical specimens were evaluated for pathological response following Miller-Payne criteria. Pgp was strongly expressed in 21/27 subjects (77.8%) and weak/negative in 6/27 subjects (22.2%). pCR was seen only in one Pgp negative subject. There was no difference between Pgp positive and negative subjects in terms of clinical response and pathological response. The results show, Pgp is expressed in the majority of LABC patients, but it cannot be used as a predictor of response to NACT, either clinically or pathologically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Jamtani
"Pendahuluan: Efikasi neoadjuvan kemoembolisasi transarterial (N-TACE) pada karsinoma hepatoseluler (KSH) yang dapat direseksi masih diperdebatkan. Meskipun N-TACE dapat mengurangi ukuran tumor, dampaknya terhadap luaran jangka panjang masih belum dapat disimpulkan.
Metode: Meta-analisis ini meninjau studi terkait N-TACE vs. Reseksi Hati (RH) pada karsinoma sel hati soliter besar (KSHSB) hingga Maret 2023 dari empat database online.
Hasil: 5 penelitian dengan total sampel 1556 pasien (N-TACE = 474; LR = 1082) dilakukan analisis. Dari hasil analisis, tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok N-TACE dan RH yang diamati pada KS dan KBT 1, 3, atau 5 tahun. Odds Ratio yang didapatkan adalah 0,91 (95% CI 0,54 – 1,54), 0,80 (95% CI 0,56 – 1,15), dan 0,88 (95%CI 0,47 – 1,65) untuk KS 1, 3, dan 5 tahun dan 0,66 ( 95% CI 0,32 – 1,34), 0,70 (95% CI 0,37 – 1,33), dan 0,75 (95% CI 0,28 – 1,98) masing- masing untuk KBT 1, 3, dan 5 tahun. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada kehilangan darah intraoperatif antar kelompok. Analisis subgroup menunjukkan KS 1, 3, dan 5 tahun yang mengarah ke N-TACE pada kombinasi kemoterapi dan KS 1 tahun yang lebih baik pada kelompok RH di kemoterapi agen tunggal. Selain itu, KBT 5 tahun lebih mengarah pada RH di kelompok agen kemoterapi tunggal (OR 2,82 95% CI 1,18 – 6,72) dan N-TACE pada kelompok kombinasi (OR 0,75 95%CI 0,28 – 1,98).
Kesimpulan: Pengelolaan KSHSB memerlukan pertimbangan yang rumit dan diperlukan peningkatan strategi pengobatan untuk subkelompok HCC yang ini. Pengaruh N-TACE terhadap kelangsungan hidup jangka panjang dan kehilangan darah intraoperatif pada KSHSB memiliki hasil tidak signifikan. Namun, kombinasi kemoterapi pada N-TACE memberikan hasil yang lebih baik terhadap kesintasan pasien KSHSB.

Introduction: The efficacy of neoadjuvant transarterial chemoembolization (N- TACE) in resectable hepatocellular carcinoma (HCC) remains debated. While N- TACE may reduce tumor size, its impact on long-term outcomes is inconclusive. Methods: This meta-analysis reviewed studies on N-TACE before surgical resection vs. LR SLHCC up to March 2023 from four online databases.
Results: 5 studies with 1556 patients (N-TACE = 474; LR = 1082) were analyzed. No significant differences between N-TACE and LR groups were observed in 1-, 3-, or 5-year OS and DFS. The pooled HRs were 0.91 (95% CI 0.54 – 1.54), 0.80 (95% CI 0.56 – 1.15), and 0.88 (95%CI 0.47 – 1.65) for the 1-, 3-, and 5-year OS and 0.66 (95% CI 0.32 – 1.34), 0.70 (95% CI 0.37 – 1.33), and 0.75 (95% CI 0.28 – 1.98) for 1-, 3-, and 5-year DFS respectively. No significant differences were observed in intraoperative blood loss between groups as well. Subgroup analysis showed favorable 1-, 3-, and 5-year OS with combination chemotherapy N-TACE (combination group) and better 1-year OS in the LR group with single-agent chemotherapy N-TACE (single-agent group). In addition, 5-year DFS favored LR in the single-agent group (OR 2.82 95% CI 1.18 – 6.72) and N-TACE in the combination group (OR 0.75 95%CI 0.28 – 1.98).
Conclusion: Managing SLHCC requires intricate considerations and enhancement of treatment strategies for this challenging subgroup of HCC is needed. The influence of N-TACE on long-term survival and intraoperative blood loss in SLHCC appears limited. However, combination chemotherapy in N-TACE results in better outcomes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>