Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200187 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reyna Salsabila Rinaldi
"Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa extraversion memiliki hubungan yang positif dengan kebahagiaan remaja. Meski demikian, perubahan pada kehidupan sosial dan meningkatnya kesepian di masa pandemi COVID-19 diduga dapat memengaruhi hubungan extraversion dan kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kesepian sebagai moderator dalam hubungan extraversion dan kebahagiaan remaja selama masa pandemi COVID-19. Partisipan merupakan 235 remaja berusia 15-21 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Subjective Happiness Scale (SHS) untuk mengukur kebahagiaan, Big Five Inventory (BFI) untuk mengukur extraversion dan 3-Item Loneliness Scale untuk mengukur kesepian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di masa pandemi, tingkat extraversion tetap dapat meningkatkan kebahagiaan remaja secara signifikan (β = 0.342, t(235) = 12.190, p < 0.05). Di sisi lain, kesepian tidak dapat memoderasi hubungan extraversion dan kebahagiaan remaja selama masa pandemi COVID-19 (b = -0.0030, t(231) = -0.9222, p > 0.05). Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya literatur terkait kepribadian, kesepian, dan kebahagiaan, khususnya dalam konteks pandemi COVID-19.

Previous research showed that extraversion has a positive relationship with happiness among adolescents. However, changes in social life and increased loneliness during COVID-19 pandemic are assumed to affect the relationship between extraversion and happiness. This study aims to examine the role of loneliness as a moderator in the relationship between extraversion and happiness among adolescents during pandemic. Participants were 235 adolescents aged 15-21. The research instrument used was the Subjective Happiness Scale (SHS) to measure happiness, the Big Five Inventory (BFI) to measure extraversion and the 3-Item Loneliness Scale to measure loneliness. The results showed that during the pandemic, the level of extraversion could significantly increase adolescents’ happiness (β = 0.342, t(235) = 12,190, p < 0.05). On the other hand, loneliness did not moderate the relationship between extraversion and happiness during the COVID-19 pandemic (b = -0.0030, t(231) = -0.9222, p > 0.05). This research is useful for enriching literature related to personality, loneliness, and happiness, especially in the context of COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Ayu
"Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini menimbulkan perasaan stres pada remaja. Sehingga dibutuhkan optimisme untuk menangani perasaan stres. Optimisme dapat membantu remaja mengatasi stres sehingga dapat meningkatkan kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar kontribusi Optimisme pada kebahagiaan remaja selama pandemi Covid-19. Partisipan penelitian ini menggunakan 231 subyek berusia 15 sampai 21 tahun yang sedang menempuh pendidikan di tingkat SMP, SMA atau Perguruan Tinggi dan belum menikah. Instrumen pengumpulan data menggunakan Subjective Happiness Scale (HSH) dari Lyubomirsky dan Lepper dan Life Orientation Test-Revised (LOT-R) dari Scheier et al. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear sederhana. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimisme dengan kebahagiaan remaja di masa pandemi COVID-19, (β = .566, t(229 ) = 3.852, p<.05). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa optimisme memberikan kontribusi pada kebahagiaan pada remaja sebesar 31%.

The current COVID-19 pandemic causes feelings of stress in Adolescent. Optimism is needed to cope with feelings of stress. Optimism can help teens cope with stress so that it can increase happiness. This study aims to see how optimism contributes on adolescent happiness during the Covid-19 pandemic. The study used 231 participants aged 15 to 21 years and currently studying at junior high school, senior high school or university and not married. Data collecting instruments used in this study are Subjective Happiness Scale (HSH) from Lyubomirsky and Lepper and the Life Orientation Test-Revised (LOT-R) from Scheier et al. The data analysis techniques used in this study are simple linear regression analysis. The results of the analysis show that there is a significant positive relationship between optimism and adolescent happiness during the COVID-19 pandemic, (β = .566, t(229) = 3.852, p<.05). The results of this study also show that optimism contributes on happiness in adolescents by 31%."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Ishfahanie
"Penutupan institusi pendidikan sebagai salah satu langkah penerapan kebijakan pembataan sosial berskala besar, menyebabkan mahasiswa berisiko mengalami kesepian. Kesepian yang terjadi pada mahasiswa dapat berdampak pada kesehatan mental mahasiswa, salah satunya berisiko mengalami psychological distress. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kesepian selama pandemi Covid-19 dengan psychological distress pada mahasiswa. Penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif-korelasi dan teknik potong lintang melibatkan 591 mahasiswa, didapatkan melalui teknik virtual network sampling. Hasil analisis bivariat dengan uji kai kuadrat didapatkan ada hubungan antara kesepian selama pandemi Covid-19 dengan psychological distress (p=0,000). Penelitian ini membantu pelayanan, penelitian, dan pendidikan keperawatan terkait kesepian dan psychological distress. Peningkatan concern dan awareness perawat terhadap fenomena kesepian dan stresor lainnya yang dapat mengancam kesejahteraan psikologis mahasiswa direkomendasikan.

The closure of educational institutions as one of the steps in implementing large-scale social restriction puts college students at risk of experiencing loneliness. Loneliness can dangerously affects students’ mental health, one of negative mental health risk caused by loneliness is psychological distress. This study aims to determine the relationship of loneliness during Covid-19 pandemic and psychological distress in college students. Quantitative research with descriptive-correlation design and cross-sectional technique involving 591 students, obtained through virtual network sampling technique. The result of the bivariate analysis with the Chi-square test found a relationship between loneliness during Covid-19 pandemic and psychological distress (p=0,000). This research supports the development of nursing services, research, and education related to loneliness and psychological distress. It is recommended to increase nurses’ concern and awareness of the phenomenon of loneliness and other stressors that can affect students’ psychological well-being."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nico Kurniawan
"Salah satu faktor yang telah ditemukan secara konsisten berkorelasi dengan kebahagiaan adalah religiusitas. Di sisi lain, terdapat kelompok minoritas yang tidak terafiliasi dengan agama manapun, yaitu orang orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai ateis atau agnostik. Penelitian sebelumnya menemukan beberapa inkonsistensi mengenai hubungan antara identitas religius, religiusitas dan kebahagiaan. Peneliti menduga hal ini dipengaruhi oleh faktor mediasi berupa kesepian. Penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara religiusitas, sekularisme, dan identitas beragama terhadap kebahagiaan ketika dimediasi oleh Kesepian. Sebanyak 171 partisipan berusia lebih dari 18 tahun telah mengisi seperangkat kuesioner online, yang terdiri dari PERMA Profiler, Central Religiosity Scale. Secular Belief Scale, dan Revised UCLA Loneliness Scale - 6. Hasil analisis menggunakan PROCESS simple mediation (Model 4) menunjukkan bahwa religiusitas merupakan prediktor positif dan signifikan untuk kebahagiaan. Namun kesepian tidak ditemukan memediasi hubungan ini. Selain itu juga ditemukan bahwa sekularisme dan identitas religius tidak dapat memprediksi tingkat kebahagiaan. Hasil penelitian ini memiliki banyak implikasi menarik yang dapat digunakan baik untuk pengembangan teori selanjutnya maupun aplikasi praktis.

One factor that has been found to consistently correlate with happiness is religiosity. On the other hand, there are minority groups who are not affiliated with any religion, namely people who identify themselves as atheists or agnostics. Previous research found some inconsistencies regarding the relationship between religious identity, religiosity and happiness. Researchers suspect that this is influenced by mediating factors in the form of loneliness. This research aims to understand the relationship between religiosity, secularism and religious identity on happiness when mediated by loneliness. A total of 171 participants aged over 18 years have filled out a set of online questionnaires, consisting of the PERMA Profiler, Central Religiosity Scale. Secular Belief Scale, and Revised UCLA Loneliness Scale - 6. The results of analysis using PROCESS simple mediation (Model 4) show that religiosity is a positive and significant predictor of happiness. However, loneliness was not found to mediate this relationship. Apart from that, it was also found that secularism and religious identity could not predict the level of happiness. The results of this research have many interesting implications that can be used both for further theoretical development and practical applications.."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filza Nashira
"Situasi pandemi COVID-19 memunculkan banyak perubahan dalam kehidupan remaja. Terbatasnya aktivitas remaja menyebabkan meningkatnya masalah emosional yang dihadapi mereka. Tidak hanya itu, kebahagiaan remaja juga terbukti menurun pada situasi pandemi COVID-19. Untuk menghadapi hal ini, diperlukan tingkat kecerdasan emosional yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosional dan kebahagiaan pada populasi remaja di Indonesia dalam situasi COVID-19. Partisipan penelitian berjumlah 232 orang remaja berusia 15-21 tahun yang belum menikah. Kebahagiaan diukur menggunakan alat ukur Subjective Happiness Scale (SHS), sementara kecerdasan emosional diukur menggunakan alat ukur Trait Meta-Mood Scale Short-Form (TMMS-SF). Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara kecerdasan emosional dan kebahagiaan remaja pada situasi COVID-19 (r 0,433; p < 0,05). Penelitian juga menemukan hubungan positif antara dimensi-dimensi kecerdasan emosional (perhatian emosional, kejelasan emosional, regulasi emosi) dan kebahagiaan.

The COVID-19 pandemic situation has brought about many changes in the lives of adolescents. The restricted activities of adolescents have caused an increase in the emotional problems that they face. Not only that, the happiness of adolescents has also been proven to decline during the COVID-19 pandemic. To deal with this, a good level of emotional intelligence is needed. This study aims to examine the relationship between emotional intelligence and happiness among adolescents in Indonesia during the COVID-19 situation. The research participants were 232 unmarried adolescents aged 15-21 years old. Happiness was measured using the Subjective Happiness Scale (SHS), while emotional intelligence was measured using the Trait Meta-Mood Scale Short-Form (TMMS-SF). Data of the research were analyzed using the Pearson correlation analysis technique. The result shows a positive correlation between emotional intelligence and adolescents’ happiness during the COVID-19 situation (r 0.433; p < 0.05). This research also finds positive correlations between the dimensions of emotional intelligence (emotional attention, emotional clarity, emotion regulation) and happiness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Athika Rani
"Remaja dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian psikologis dengan baik agar dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi. Namun demikian, banyak remaja mengalami perasaan kesepian yang dapat berdampak negatif pada penyesuaian psikologisnya. Salah satu faktor protektif yang dapat melindungi remaja dari masalah penyesuaian psikologis adalah resiliensi yang terdiri dari resource dan vulnerability index. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran resiliensi sebagai moderator dalam hubungan antara loneliness dan penyesuaian psikologis remaja. Metode penelitin ini adalah kuantitatif dan cross-sectional. Terdapat 377 partisipan remaja berusia 12-18 tahun dalam penelitian ini. Loneliness diukur menggunakan instrumen de Jong Gierveld Loneliness Scale, resiliensi diukur dengan instrumen Resilience Scale for Children and Adolescent, dan penyesuaian psikologis diukur menggunakan instrumen Brief Adjustment Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resource index dari resiliensi secara signifikan berperan sebagai moderator yang melemahkan hubungan antara loneliness dan penyesuaian psikologis remaja. Hasil ini juga berimplikasi pada pentingnya intervensi yang dapat meningkatkan resiliensi yaitu resource index guna meningkatkan kesehatan mental remaja secara umum.

Adolescent are required to have a positive psychological adjustments in order to adapt to the various changes that occur in their life. However, many adolescents experience feelings of loneliness which can have a negative impact on their psychological adjustment. One of the protective factors that can protect adolescents from psychological adjustment problems is resilience which consists of resource and vulnerability indexes. This study aims to determine the role of resiliency as a moderator in the relationship between loneliness and adolescent psychological adjustment. This research method is quantitative and cross-sectional. There were 377 youth participants aged 12-18 years in this study. Loneliness was measured using the de Jong Gierveld Loneliness Scale instrument, resilience was measured with the Resilience Scale for Children and Adolescents instrument, and psychological adjustment was measured using the Brief Adjustment Scale instrument. The results showed that the resource index of resilience significantly acts as a moderator that weakens the relationship between loneliness and adolescent psychological adjustment. These results also have implications for the interventions that can increase resiliency, importanly, the resource index to improve adolescent mental health in general."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Rosdiana Emmanuelle L
"Kesepian merupakan fenomena yang utamanya rentan dialami oleh emerging adults karena dinamika emerging adulthood yang unik dan dipenuhi instabilitas dibandingkan tahapan perkembangan lainnya. Tidak hanya itu, pandemi COVID-19 nanti dan juga perilaku menggunakan teknologi juga mempengaruhi tingkat kesepian emerging adults. Sebagai akibatnya, ditemukan angka kesepian yang signifikan tinggi pada emerging adults. Diketahui bahwa tingkat keterampilan sosial individu dapat memengaruhi atau mengurangi tingkat kesepian pada emerging adult. Selain itu, pola respon individu dalam menghadapi pengalaman yang tidak menyenangkan (dalam konteks ini, kesepian) juga ditemukan berhubungan dengan kesepian. Psychological inflexibility merupakan pola respon yang kaku menyebabkan individu menghindari atau kabur dari pengalaman yang tidak menyenangkan. Maka dari itu, psychological inflexibility diasumsikan berperan sebagai faktor risiko yang dapat melemahkan efek keterampilan sosial terhadap kesepian pada individu. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu psychological inflexibility memoderasi hubungan negatif antara keterampilan sosial dan kesepian pada emerging adults. Penelitian ini melibatkan 433 emerging adults (17-25 tahun). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini meliputi De Jong Gierveld Loneliness Scale (DJGLS) untuk mengukur kesepian, Social Skills Inventory (SSI) untuk mengukur keterampilan sosial, dan Acceptance and Action Questionnaire-II (AAQ-II) untuk mengukur psychological inflexibility. Hasil penelitian menunjukkan bahwa psychological inflexibility memperkuat hubungan negatif antara keterampilan sosial dan kesepian secara signifikan. Implikasi penelitian mendukung pentingnya peran psychological flexibility dalam membantu individu untuk menjadi individu yang lebih flexibel sehingga dapat melakukan cara-cara yang mendukung untuk mengurangi kesepian.

Loneliness is a phenomenon that emerging adults are particularly vulnerable to because the dynamics of emerging adulthood are unique and filled with instability compared to other developmental stages. Not only that, the COVID-19 pandemic and technology use behavior also affect the loneliness level of emerging adults. As a result, there is a significantly high rate of loneliness in emerging adults. It is known that an individual's level of social skills can influence or reduce the level of loneliness in emerging adults. In addition, individual response patterns in the face of unpleasant experiences (in this context, loneliness) were also found to be associated with loneliness. Psychological inflexibility is a rigid response pattern that causes individuals to avoid or run away from unpleasant experiences. Therefore, psychological inflexibility is assumed to act as a risk factor that can weaken the effect of social skills on loneliness in individuals. This study aims to test the research hypothesis that psychological inflexibility moderates the negative relationship between social skills and loneliness in emerging adults. This study involved 433 emerging adults (17-25 years old). The measuring instruments used in this study include the De Jong Gierveld Loneliness Scale (DJGLS) to measure loneliness, the Social Skills Inventory (SSI) to measure social skills, and the Acceptance and Action Questionnaire-II (AAQ-II) to measure psychological inflexibility. The results showed that psychological inflexibility significantly strengthened the negative relationship between social skills and loneliness. The implications of the study support the important role of psychological flexibility in helping individuals to become more flexible individuals so that they can engage in supportive ways to reduce loneliness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sania Fitria
"Gangguan mental emosional merupakan peristiwa yang terus meningkat di Indonesia, utamanya  pada usia 15-24 tahun yang merupakan usia remaja akhir hingga dewasa awal. Kejadian kesepian diyakini sebagai salah satu faktor potensial yang menyebabkan gangguan kesehatan mental dari waktu ke waktu di masa remaja. Utamanya di masa pandemi COVID-19, yang dapat memicu maupun memperburuk situasi dalam penanganan kesehatan mental akibat dari pemberlakukan kebijakan untuk 'meratakan kurva', atau mencegah penularan virus COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan gangguan mental emosional pada mahasiswa domisili kota Depok di masa pandemi COVID-19. Desain studi dari penelitian ini adalah cross-sectional dengan analisis univariat, bivariat dan stratifikasi. Penelitian ini menggunakan data primer dalam bentuk google form yang disebar secara daring kepada mahasiswa. Hasil penelitian ini menunjukkan  bahwa terdapat sebanyak 234 (78,8%) mahasiswa domisili kota Depok yang mengalami gangguan mental emosional di masa pandemi COVID-19. Hasil penelitian berhasil membuktikan hubungan yang signifikan secara statistik antara kejadian kesepian berat (PR= 4,42; 95% CI: 2,30-8,49; p: 0,006), kesepian sedang (PR=4,20; 95% CI : 2,18-8,07; p: 0,0001) dan kesepian ringan (PR=3,51; 95% CI : 1,81-6,76; p: 0,000) dengan gangguan mental emosional pada mahasiswa domisili Kota Depok di masa pandemi COVID-19. Pembentukan program atau layanan terkait konseling dan promosi pencegahan kesehatan mental melalui platform yang mudah digunakan oleh mahasiswa oleh pemerintah dan memperbanyak kegiatan positif serta interaksi dengan orang terdekat dapat membantu mencegah dan mengurangi resiko terjadinya gangguan mental emosional dan kejadian kesepian.

Emotional mental disorders are the issue that continue to increase in Indonesia, especially among aged 15-24 which is the period of late adolescent and early adulthood. Loneliness believed to be one of the potential factor that causes emotional mental disorder from time to time in adolescent period. Especially, during COVID-19 pandemic, that trigerred and worsen mental health situation as the consequences of implementing public policy for ‘flatten the curve’ or prevent the transmission of COVID-19 virus. This study aims to determine the association between loneliness with Emotional Mental Disorders on College Students in Depok during the COVID-19 Pandemic. The study design of this study was cross-sectional with univariate, bivariate and stratified analysis. This study uses primary data that taken from google forms which are distributed online to college student. The results of this study showed that there are 234 (78.8%) students in Depok who experienced emotional mental disorders during the COVID-19 pandemic. The results of this study have been able to prove a statistically significant relationship between the incidence of severe loneliness (PR = 4.42; 95% CI: 2.30-8.49; p: 0.006), moderate loneliness (PR = 4.20; 95% CI: 2.18-8.07; p: 0.0001) and mild loneliness (PR=3.51; 95% CI: 1.81-6.76; p: 0.000) with emotional mental disorders among college students in Depok during COVID-19 pandemic. The establishment of programs or services related to counseling and promotion of mental health prevention through the platforms that are easy to use for college student by the government and increasing positive activities and interactions with those closest to them can help to prevent and reduce the risk of emotional mental disorder and loneliness.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlyta Candra Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran bias atensi sebagai moderator pada hubungan antara afek dan kebahagiaan. Hubungan antara afek dan kebahagiaan sudah terbukti signifikan. Namun, penelitian mengenai hubungan keduanya lebih banyak menggunakan pengukuran yang disadari, sementara afek memberikan pengaruh pada fungsi kognitif melalui proses yang juga tidak disadari. Penelitian ini mengajukan bias atensi sebagai proses tidak disadari yang diasumsikan akan memoderasi hubungan antara afek dan kebahagiaan khususnya di populasi remaja. Penelitian ini menggunakan desain korelasional dengan partisipan sebanyak 87 remaja SMA dan SMK (M = 16,5 tahun). Kebahagiaan diukur dengan Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1997), afek diukur dengan Positive and Negative Affect Schedule (Watson et al., 1988), dan bias atensi diukur menggunakan tugas kognitif Emotional Stroop Task. Hasil analisis moderation dengan Jamovi menunjukkan bahwa bias atensi pada stimulus kata terkait kebahagiaan maupun kata terkait ancaman secara signifikan memoderasi hubungan antara afek positif dan kebahagiaan. Sementara itu, bias atensi pada stimulus kata terkait kebahagiaan maupun kata terkait ancaman tidak memoderasi hubungan antara afek negatif dan kebahagiaan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk merancang intervensi pada bias atensi di populasi remaja.

This study aims to examine the role of attentional bias as a moderator of the relationship between affect and happiness. The relationship between affect and happiness has been shown to be significant. However, research on the relationship between the two uses more conscious measurements, while affect affects cognitive function through processes that are also unconscious. This study proposes attentional bias as an unconscious process that is assumed to moderate the relationship between affect and happiness, especially in the adolescent population. This study used a correlational design with 87 high school and vocational high school youth participants (M = 16.5 years). Happiness was measured by the Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Lepper, 1997), affect was measured by the Positive and Negative Affect Schedule (Watson et al., 1988), and attentional bias was measured using the Emotional Stroop Task. The results of the moderation analysis with Jamovi showed that attentional bias on stimulus words related to happiness and words related to threat significantly moderated the relationship between positive affect and happiness. Meanwhile, attentional bias on stimulus words related to happiness and words related to threat did not moderate the relationship between negative affect and happiness. The results of this study can be used as a reference for designing interventions on attentional bias in the adolescent population."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Dewina
"Kesepian merupakan salah satu gangguan psikososial yang disebabkan oleh isolasi sosial dan emosional. Pandemi COVID-19 memberikan dampak berupa isolasi sosial akibat dari pembatasan sosial. Lansia termasuk dalam kelompok rentan terdampak COVID-19. Selama masa pandemi COVID-19 lansia mengalami pembatasan interaksi sosial sehingga berdampak mengalami kesepian. Kesepian dapat diatasi oleh beberapa faktor diantaranya dengan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara kesepian dengan dukungan sosial pada lansia di Pelayanan Kesehatan Sosial di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross-sectional. Jumlah responden penelitian ini sebanyak 95 lansia (> 60 tahun), dikumpulan dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah The University of California Los Angeles Loneliness Scale version 3 dan Social Support Quistionaire. Hasil penelitian didapatkan nilai p value 0,000 (p<0,05). Sehingga, dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kesepian dengan dukungan sosial pada lansia. Dukungan sosial dapat dtingkatkan selama masa transisi dan atau sudah mulai selesainya PPKM untuk mnegurangi risiko kesepian pada lansia.

Loneliness is one of the psychosocial disorders caused by social and emotional isolation. The COVID-19 pandemic has had an impact in the form of social isolation due to social distancing. The elderly are among the vulnerable groups affected by COVID-19. During the COVID-19 pandemic, the elderly experienced restrictions on social interactions, which resulted in experiencing loneliness. Loneliness can be overcome by several factors including social support. This study aims to identify the relationship between loneliness and social support in the elderly at the Social Health Service in Jakarta. This study uses quantitative methods with cross-sectional design. The number of respondents to this study was 95 elderly (> 60 years), collected using purposive sampling techniques. The instruments used are The University of California Los Angeles Loneliness Scale version 3 and Social Support Quistionaire. The results of the study obtained a p value of 0.000 (p<0.05). Thus, it can be concluded that there is a relationship between loneliness and social support in the elderly. Social support can be increased during the transition period and or the completion of PPKM to reduce the risk of loneliness in the elderly."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>