Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihol Junior
"Undang-Undang Kepailitan merupakan Undang-Undang yang bersifat umum tanpa membedakan jenis bidang usaha, sedangkan kondisi pailit dapat terjadi dalam berbagai kegiatan usaha termasuk usaha pertambangan batubara oleh pemegang IUP PT Tunas Muda Jaya (PT TMJ) dan pemegang PKP2B PT Kartika Selabumi Mining (PT KSM). Dalam kepailitan PT TMJ dan PT KSM yang juga telah dinyatakan insolven terdapat pelaksanaan asas kelangsungan usaha (going concern), sebagai bagian dari upaya meningkatkan harta pailit. Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan oleh pemegang IUP dan PKP2B tentu harus mengikuti regulasi di bidang pertambangan serta PKP2B, dimana terdapat ketentuan pemegang IUP dapat dicabut.
Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan menganalisis akibat keadaan pailit terhadap pemegang IUP dan PKP2B serta apakah penetapan kelangsungan usaha pertambangan PT TMJ dan PT KSM dapat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang di bidang pertambangan. Peneliti berpendapat bahwa pailit bagi pemegang IUP dan PKP2B yang merupakan suatu bentuk konsesi dan terikat dengan hak menguasai negara mengakibatkan IUP atau PKP2B tidak memenuhi syarat untuk dapat dilaksanakan sehingga going concern kepailitan tidak serta merta dapat berlaku bagi usaha pertambangan.

The bankruptcy law is a general law regardless of the type of business, while bankruptcy conditions can occur in various business includes coal mining activities convey by mining licence holder PT Tunas Muda Jaya (PT TMJ) and coal mining contract holder PT Kartika Selabumi Mining (PT KSM). In the bankruptcy of PT TMJ and PT KSM which are in a stated of insolvency, as part of efforts to increase the assets is given going concern stipulation. The implementation of business activities by IUP and PKP2B holders certainly must comply with regulations in the mining sector and PKP2B, where there are clause for IUP holders to be revoked if stated in bankruptcy.
This doctrinal research is to study the consequences of the bankruptcy to the IUP and PKP2B holders and whether going concern of the mining businesses of PT TMJ and PT KSM was comply with the provisions of the mining law. Researchers suggest that a state of bankruptcy to IUP and PKP2B will result in IUP or PKP2B can’t comply the requirements to be implemented and applied into mining businesses which based on conssession from government as a part of state right to control.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dami Lail Hanifah
"Kepailitan merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan utang piutang antara debitor dan para kreditor, upaya kepailitan yang demikian sering juga ditempuh oleh para kreditor terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan batubara yang ada di Indonesia. Hal demikian wajar adanya, namun di antara pailitnya perusahaan-perusahaan tambang tersebut, ada kurator yang mengupayakan agar perusahaan pertambangan batubara yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Indonesia tersebut tetap dilanjutkan olehnya (going concern) demi meningkatkan nilai harta pailit guna melunasi utang-utang yang dimiliki oleh debitor pailit tersebut. Akan tetapi, upaya going concern tersebut ialah bertentangan dengan hukum, karena berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, serta asas dan ketentuan yang terkandung di dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara, dan juga teori tentang barang yang mengandung makna kepentingan publik (public interest) berupa public ownership, diketahui bahwa batubara merupakan sumber daya alam tak terbarukan milik bangsa Indonesia atau dalam hal ini ialah milik seluruh rakyat Indonesia, yang penggunaan dan pemanfaatannya tidaklah boleh berorientasi kepada kepentingan individu atau golongan semata, namun harus berorientasi kepada kepentingan bangsa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka dari itu, batubara yang masih ada di dalam perut bumi Indonesia ataupun yang iuran produksi atau royaltinya belum dibayarkan lunas sebelum perusahaan pertambangan batubara tersebut dinyatakan pailit tidaklah dapat dianggap sebagai kekayaan dari debitor pailit dalam konteks kekayaan yang sudah ada maupun dalam konteks kekayaan yang baru akan ada di kemudian hari selama berlangsungnya kepailitan.

Bankruptcy is one of the options for resolving debt problems between debtors and creditors. In Indonesia, creditors occasionally file for bankruptcy against coal mining companies. This is understandable, but among the bankruptcies of these mining companies, there is a curator who strives for the coal mining company that has been declared bankrupt by the Indonesian Commercial Court to be continued by him (going concern) that one may increase the value of the bankrupt assets in order to pay off the bankrupt debtor's debts. On the other hand, this type of going concern exercise is against the law, because it is based on Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, as well as the principles and provisions of the Mineral and Coal Mining Law, along with the theory about goods that contain the meaning of public interest, in the form of public ownership, it is well known that coal is a non-renewable natural resource that belongs to the Indonesian people, or in this case, to the entire Indonesian people, and that its use and utilization should not be oriented solely to the interests of individuals or groups, but must be oriented to the interests of the nation for the maximum benefit and prosperity of the people. As a result, coal that is still in Indonesia's bowels or whose production fees or royalties have not been paid in full before the coal mining company is declared bankrupt cannot be considered the bankrupt debtor's wealth in the context of existing assets or new assets to be acquired at a later date during the course of the bankruptcy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Listiana
"ABSTRACT
Asas kelangsungan usaha merupakan salah satu asas dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUK- PKPU. Di dalam Penjelasan Umum UUK-PKPU, pengertian asas kelangsungan usaha adalah memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. Berdasarkan pengertian tersebut, asas kelangsungan usaha di Indonesia diberikan dalam konteks perusahaan yang telah dinyatakan pailit. Seharusnya penerapan asas kelangsungan usaha dimaknai secara lebih luas yang juga meliputi keseluruhan proses penjatuhan putusan pailit. Hal ini bertujuan agar hukum kepailitan tidak hanya semata- mata melindungi kepentingan kreditor untuk mendapatkan pembayaran atas piutangnya, tapi juga melindungi hak debitor terutama debitor yang masih solven. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai penerapan asas kelangsungan usaha di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang melalui perkara kepailitan dalam Putusan Nomor 13/Pdt.Sus-Pailit/2017/Pn.Jkt.Pst dan juga membahas mengenai penerapan asas kelangsungan usaha di Amerika Serikat berdasarkan United States Bankruptcy Reform Act of 1978.

ABSTRACT
The principle of going concern is one of the principles in Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts UUK PKPU. In the General of UUK PKPU, the definition of going concern principle is that enable a prospective company of the debtor to survive. Based on this definition, going concern principle in Indonesia is given in the context of companies that have been declared bankrupt. Supposedly the implementation of going concern principle is interpreted more broadly which also covers the whole process of bankruptcy ruling. It is intended that the law of bankruptcy is not merely to protect the interests of creditors to get payment of their receivables, but also to protect the right of debtor, especially the debtor who is still solvent. Therefore, this study discusses the implementation of the going concern principle in Indonesia based on Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts through bankruptcy case Verdict Number 13 Pdt.Sus Pailit 2017 Pn.Jkt.Pst and also discuss about the implementation of going concern principle in United States based on United States Bankruptcy Reform Act of 1978. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Eldi Safiera
"Tulisan ini menganalisis penerapan asas kelangsungan usaha terhadap akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli lunas pada perusahaan pengembang yang dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst dan peran notaris dalam menjelaskan kepada para pihak tentang klausula yang mengakomodir asas kelangsungan usaha dalam akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang dilakukan secara preskriptif menggunakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan tersier. Data sekunder tersebut diperoleh dari studi kepustakaan atau studi dokumen. Untuk melengkapi data tersebut dilakukan wawancara dengan narasumber, seperti kurator, notaris, dan konsumen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan asas kelangsungan usaha terhadap akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli lunas pada perusahaan pengembang yang dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.Sus-Pailit/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst adalah dengan cara kurator melanjutkan proses PPJB lunas yang telah disepakati antara penjual dengan pembeli, yakni melakukan penandatanganan AJB, melakukan proses balik nama sertifikat ke atas nama pembeli, dan melakukan penyerahan bangunan beserta sertifikatnya kepada pembeli. Notaris berperan penting untuk menjelaskan kepada para pihak tentang klausula yang mengakomodir asas kelangsungan usaha dalam akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

This paper analyzes the application of the principle of going concern to the deed of Sale and Purchase Agreement for Land and Building in a developer company declared bankrupt based on the Decision of the Central Jakarta Commercial Court Number 30/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst and the role of notaries in explaining to the parties about the clause that accommodates the principle of business continuity in the deed of Sale and Purchase Agreement. This research uses a prescriptive doctrinal research method using secondary data. Secondary data used includes primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary. The secondary data is obtained from literature study or document study. To complement the data, interviews were conducted with resource persons, such as curators, notaries, and consumers. The results of this study found that the application of the principle of going concern to the deed of Sale and Purchase Binding Agreement in full in a developer company declared insolvency based on the Decision of the Central Jakarta Commercial Court Number 30/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst is by means of the curator continuing the PPJB process in full that has been agreed between the seller and the buyer, namely signing the AJB, transferring the name of the certificate to the buyer's name, and delivering the building and its certificate to the buyer. Notaries play an important role in explaining to the parties about clauses that accommodate the principle of going concern in the deed of Sale and Purchase Agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Indah Nur Lestari
"Tulisan ini menganalisis bagaimana penerapan dari asas kelangsungan usaha yang lahir dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) sebagai sarana bagi debitor untuk melanjutkan usahanya. Tulisan ini juga membahas mengenai kondisi insolvensi pada debitor yang dapat dijadikan rujukan bagi majelis hakim sebelum menjatuhkan pailit. Tulisan disusun dengan menggunakan metode doktrinal. Lebih lanjut, penerapan dari going concern dalam UUK-PKPU memungkinkan usaha milik debitor tetap dijalankan meskipun telah dinyatakan pailit. Penerapan dari going concern dalam UUK-PKPU memberikan kewenangan bagi kurator atau kreditor melalui persetujuan panitia kreditor untuk melangsungkan usaha debitor. Sementara itu, kondisi debitor yang telah dinyatakan pailit berada di kondisi insolvensi, sehingga tidak mampu untuk membayarkan utangutangnya kepada kreditor. Majelis hakim yang memutus perkara pailit masih terbatas terhadap pemenuhan syarat pailit dalam ketentuan UUK-PKPU. Tulisan ini akan membahas mengenai penerapan dari going concern dan kondisi insolvensi pada debitor yang telah dinyatakan pailit melalui perbandingan dengan Amerika Serikat. Penulis membandingkan dua putusan dalam menganalisis terkait going concern dan kondisi insolvensi yaitu Putusan Nomor 1262 K/Pdt.SusPailit/2022 dan Putusan Nomor 1434K/Pdt.Sus.Pailit/2020. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kewenangan untuk going concern terhadap usaha debitor atas persetujuan dari panitia kreditor atau izin dari hakim pengawas berdasarkan UUK-PKPU. Akan tetapi, majelis hakim dapat mempertimbangkan mengenai parameter dari going concern sebelum menjatuhkan pailit. Sementara itu, insolvency test belum diatur di Indonesia, sehingga majelis hakim keliru untuk mempertimbangkan mengenai implementasi dari kondisi insolvensi.

This thesis analyzes the principle of going concern in Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payments of Debts (UKK-PKPU) is implemented as a means for debtors to continue their business. Furthermore, this thesis also discusses the debtor’s insolvency condition which can be used as a reference for the panel of judges before bankruptcy. In this regard, this article is prepared using the doctrinal method. The application of going concern in UUK-PKPU allows the debtor's business to continue running even though the debtor has been declared bankrupt. However, the implementation of the principle going concern in the UUKPKPU gives the curator or creditor the authority through the approval of a creditor committee to carry on the debtor’s business. Meanwhile, the debtors who have been declared bankrupt are in a state of insolvency so they are unable to pay their debts to creditors. The panel of judges who decide on bankruptcy cases are still limited in fulfilling the bankruptcy requirements in the UUKPKPU provisions. This article will discuss the application of going concern and insolvency conditions for debtors who have been declared bankrupt through comparison with the United States. This article compares two decisions in analyzing going concern and insolvency conditions in Decision Number 1262 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 and Decision Number 1434 K/Pdt.Sus.Pailit.2020. The research of this article shows that the authority to going concern for the debtor’s business with approval from the creditor committee or permission from the supervisory judge through UUK-PKPU. However, the panel of judges can consider the parameters of the going concern before declaring bankruptcy. Meanwhile, the insolvency test has not been regulated in Indonesia, so the panel of judges was wrong to consider the implementation of insolvency. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kris Lihardo Aksana Sijabat
"Asas kelangsungan usaha (Going Concern) merupakan salah satu asas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Perusahaan yang telah diputus pailit dengan segala akibat hukumnya tidak selalu berakhir dengan pemberesan, dimana peluang supaya usaha kembali dilanjutkan masih dimungkinkan dan tentu dengan tujuan untuk meningkatkan boedel pailit. Namun menurut peraturan perundang-undangan dalam hukum pertambangan, asas kelangsungan usaha bisa terhenti apabila ijin dicabut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) apabila suatu perusahaan dijatuhi pailit, meskipun berstatus going concern. Oleh karena itu, dalam tesis ini akan dibahas lebih lanjut berkaitan dengan Tindakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mencabutijin perusahaan pailit walaupun telah dinyatakan going concern oleh pengadilan.

The principle of business continuity is one of the principles regulated in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. Companies that have been declared bankrupt with all the legal consequences do not always end with settlements, where the opportunity for business to be resumed is still possible and of course with the aim of increasing the bankrupt account. However, according to the laws and regulations in mining law, the principle of business continuity can be stopped if the permit is revoked by the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) if a company is declared bankrupt, even though it has a going concern status. Therefore, in this thesis, we will discuss further regarding the action of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) which revoked the bankrupt company's license even though it had been declared a going concern by the court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Raihan
"Pencabutan izin usaha pertambangan merupakan tindakan hukum yang dilakukan sebagai sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang. Menteri Investasi/BKPM memiliki wewenang dalam mengurus perizinan dan investasi di sektor pertambangan. Menteri Investasi/Kepala BKPM selaku Badan/pejabat tata usaha negara secara resmi mencabut ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) berdasarkan Keputusan Presiden nomor 1 tahun 2022. Maka permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah (1) Bagaimana pemetaan kewenangan terhadap penerbitan dan pencabutan izin usaha pertambangan di Indonesia? (2) Bagaimana upaya administratif terhadap perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat tata usaha negara (Onrechtmatige Overheidsdaad) dalam sengketa pencabutan izin usaha pertambangan?Hasil analisis menunjukan bahwa  upaya administratif yang dapat dilakukan terhadap perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat tata usaha negara (Onrechtmatige Overheidsdaad) dalam sengketa pencabutan izin usaha pertambangan adalah, pihak yang dirugikan dapat memohon tuntutan hukum kepada pihak yang bertanggung jawab, seperti pihak resmi atau pihak tingkat satuan kerja dan pemetaan kewenangan terhadap penerbitan dan pencabutan izin usaha pertambangan di Indonesia ada pada BKPM. Hal ini terjadi atas delegasi kewenangan pencabutan izin usaha pertambangan dari Kementerian ESDM ke BKPM melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 19 Tahun 2020. Demi menghindari perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat tata usaha Negara, penulis merekomendasikan untuk segala pihak bekerja sama dalam upaya meminimalisir risiko yang mungkin terjadi. Ini dapat dilakukan dengan cara memastikan proses pencabutan izin usaha pertambangan dilakukan dengan benar, transparan, dan sesuai dengan hukum.

Revocation of a mining business permit is a legal action taken as a sanction for violations committed by a mining company. The Minister of Investment/BKPM has the authority to manage licensing and investment in the mining sector. The Minister of Investment/Head of BKPM as the State Administration Agency/official officially revoked thousands of Mining Business Permits (IUP) based on Presidential Decree number 1 of 2022. So the problems that will be discussed in this thesis are (1) How is the mapping of authority regarding the issuance and revocation of permits mining business in Indonesia? (2) What are the administrative measures against unlawful acts by state administrative bodies/officials (Onrechtmatige Overheidsdaad) in disputes over the revocation of mining business permits? The results of the analysis show that administrative measures can be taken against unlawful acts by state administrative bodies/officials (Onrechtmatige Overheidsdaad) in disputes over the revocation of mining business permits, the aggrieved party can request a legal claim against the responsible party, such as an official party or work unit level party and the mapping of authority regarding the issuance and revocation of mining business permits in Indonesia lies with the BKPM. This happened due to the delegation of authority to revoke mining business permits from the Ministry of Energy and Mineral Resources to BKPM through the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation (Permen ESDM) No. 19 of 2020. In order to avoid unlawful acts by State administrative bodies/officials, the author recommends that all parties work together in an effort to minimize possible risks. This can be done by ensuring that the mining business permit revocation process is carried out correctly, transparently and in accordance with the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jeffry Kencana Halim
"Ketidakpastian makro ekonomi sehubungan dengan terjadinya volatilitas nilai tukar mata uang asing, harga dan permintaan akibat pandemi COVID-19, serta terjadinya perubahan iklim. PT XYZ dinilai memiliki budaya yang tidak kondusif tercermin oleh tidak tepat waktu dalam menyelesaikan penutupan pembukuan dan menyampaikan laporan keuangan. Kondisi ini diperburuk karena PT XYZ mengalami nilai hutang lebih tinggi dari nilai asset yang di miliki (PT XYZ, 2022). Hal ini mengakibatkan nilai modal perusahaan menjadi negatif atau sering disebut dengan istilah “Capital Deficiency”. Diperlukan langkah strategis untuk dapat keluar dari masalah-masalah yang dialami PT XYZ, salah satu strategi perusahaan adalah melakukan transformasi budaya & tata kelola. Penelitian ini bertujuan menganalisa bagaimana transformasi budaya organisasi & tata kelola mendukung kelangsungan hidup usaha (going concern) yang lebih bersifat jangka eknik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian triangulasi melalui kuisioner dan wawancara dengan eknik analisis konten, tematik, dan konstan komparatif. Survei dilakukan terhadap karyawan PT XYZ sedangkan wawancara dilakukan dengan Kepala Bagian Perusahaan dari beberapa fungsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai “AKHLAK” & ketiga pilar komitmen organisasi mendorong terciptanya budaya yang kondusif. Keterikatan emosional (rasa memiliki terhadap organsiasi) dan kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi meningkatkan kinerja karyawan, produktifitas, efisiensi, & kinerja keuangan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Rashid et al., 2003) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan positif antara budaya perusahaan, komitmen organisasi, dan kinerja keuangan. Kedua, terdapat peran budaya yang kondusif dan tata kelola perusahaan yang membaik, dalam memastikan kelangsungan hidup usaha PT XYZ. Tata kelola perusahaan menjadi faktor yang mencerminkan atribut kontrol, pengawasan, dan dukungan terhadap rencana serta tindakan manajemen yang dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan keuangan hasil ini sejalan dengan penelitian (Zureigat et al., 2014; Parker et al., 2005). Good corporate governance berimplikasi pada kinerja perusahaan namun dibutuhkan adanya budaya organisasi yang kondusif, hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Manik, 2014). 

Macroeconomic uncertainty related to volatility in foreign currency exchange rates, prices, and demand due to the COVID-19 pandemic, and climate change. PT XYZ is considered to have a culture that is not conducive to the wrong time in completing book closings and submitting financial reports. This condition is exacerbated because PT XYZ experiences a debt value that is higher than the value of its assets (PT XYZ, 2022). This causes the value of capital to be negative or often referred to as Capital Deficiency. Strategic steps are needed to get out of the problems experienced by PT XYZ, one of the company’s strategies is to carry out a cultural transformation & corporate governance. This study aims to analyze how the transformation of organizational culture & corporate governance supports the company's going concern which is more long-term in nature. This research was conducted using the triangulation research method through questionnaires and interviews with content, thematic, and constant comparative analysis techniques. The survey was conducted with employees of PT XYZ while interviews were conducted with the Heads of Company Sections from several functions. The results of this study indicate that “AKHLAK” values & third pillar of organizational commitment encourage the creation of a conducive culture. Emotional attachment (sense of belonging to the organization) and belief in organizational values improves employee performance, productivity, efficiency, & financial performance. The results of this study are by research (Rashid et al., 2003 who said that there is a positive relationship between corporate culture, organizational commitment, and financial performance). Second, there is the role of a conducive culture and improved corporate governance, in ensure the PT XYZ's going concern supported by organizational commitment. Corporate governance is a factor that reflects the attribute control, supervision, and support for management plans and actions intended to overcome financial difficulties this result is in line with the study conducted by (Zureigat et al., 2014 and Parker et al., 2005). Good corporate governance has implications for company performance but a conducive organizational culture is needed, which is in line with research conducted by (Manik, 2014)."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evie Amandha
"Laporan magang ini membahas mengenai evaluasi terhadap perlakuan akuntansi atas piutang sewa pembiayaan serta tindakan dan penerapan kode etik KAP EAT dalam rangka kelangsungan usaha PT KLJ (KLJ). KLJ merupakan perusahaan afiliasi dari PT ABC Group (ABC) bergerak di bidang transmisi gas alam. KLJ terlibat sebagai transporter dalam Gas Transportation Agreement (GTA) dengan PLC dan SLM sebagai shipper, serta PPP sebagai offtaker. GTA diklasifikasikan sebagai suatu perjanjian yang mengandung sewa berdasarkan ISAK 8 sehingga KLJ mengakui piutang sewa pembiayaan sesuai dengan PSAK 30. Pada tahun 2016 PLC melakukan pelanggaran perjanjian GTA dan memberikan notifikasi keadaan kahar pada tahun 2017 yang berujung pada penghentian perjanjian pada tahun 2019. Manajemen KLJ melakukan evaluasi ulang atas perjanjian tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak lagi mengandung sewa. Manajemen KLJ memutuskan untuk melakukan penurunan nilai dan reklasifikasi piutang sewa pembiayaan menjadi piutang usaha dan aset tetap sebagai upaya mempertahankan kelangsungan usaha. Piutang sewa pembiayaan direklasifikasi menjadi piutang usaha berdasarkan probable cash flow atas Ship-or-Pay tahun 2016 September 2019. Sisa dari piutang sewa pembiayaan kemudian direklasifikasi menjadi Aset Tetap. Secara umum, perlakuan akuntansi yang diterapkan pada piutang sewa pembiayaan dan dampak pelanggaran perjanjian atas pengakuan selanjutnya telah sesuai dengan PSAK berlaku. Auditor KAP EAT telah melakukan tindakan sesuai dengan SA 570 terkait dengan kelangsungan usaha dan menerapkan kode etik dengan baik.

This internship report discusses the evaluation of the accounting treatment on finance lease receivables along with the actions and application of the code of ethics by KAP EAT in the framework of PT KLJ (KLJ)s going concern. KLJ is an affiliated company of PT ABC Group (ABC) which is engaged in gas transmission. KLJ was involved as a transporter in the Gas Transportation Agreement (GTA) with PLC and SLM as shipper, and PPP as an offtaker. GTA is classified as an agreement that contains a lease based on ISAK 8 so KLJ recognizes finance lease receivables in accordance with PSAK 30. In 2016 PLC violated the GTA and gave a force majeure condition notification in 2017 which led to termination of the agreement in 2019. KLJ management re-evaluated the agreement and states that the agreement did not contain any lease. The management of KLJ decided to impair and reclassify the finance lease receivables into trade receivables and fixed assets in order to maintain KLJs going concern. Finance lease receivables are reclassified into trade receivables based on probable cash flow for Ship-or-Pay in 2016- September 2019. The remainder of the finance lease receivables is then reclassified as Fixed Assets. In general, the accounting treatment applied to finance lease receivables and the impact of breach of agreement for subsequent recognition is in accordance with applicable PSAK. KAP EAT auditors have acted in accordance with SA 570 related to business continuity and implemented the code of ethics properly."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>