Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85588 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akbar Kurniawan
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan belum terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Dalam Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris DKI Jakarta Nomor: 3/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2020, Notaris diberikan sanksi teguran tertulis karena membuat Akta PPJB dengan kausa palsu serta pada saat penandatanganan akta Notaris tidak hadir. Berkaitan dengan PPJB terdapat dua putusan lain yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:  478/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 159/Pdt.G/2020/PN.JKT.Utr, ketiga putusan tersebut mempunyai objek sengketa yang sama. Adapun permasalahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implikasi hukum Akta PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu berupa utang piutang; 2. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuatnya. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif bersumberkan data sekunder. Pendekatan analisis dengan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan: 1. Implikasi hukum Akta PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu adalah: a. Batal demi hukum dan terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, b. Hak atas tanah dalam PPJB dapat beralih apabila PPJB dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli (AJB), c. Apabila hak atas tanah dalam PPJB beralih maka pemilik hak atas tanah akan mengalami kerugian. 2. Notaris bertanggungjawab secara administratif berupa teguran tertulis dikarenakan tidak jujur dan karena kesalahannya tidak membacakan akta. Notaris juga dapat dikenakan sanksi perdata apabila terdapat kerugian atas terdegradasinya Akta-Akta PPJB  menjadi dibawah tangan dan apabila dinyatakan batal demi hukum. Selain itu Notaris juga dapat dituntut penggantian kerugian apabila hak atas tanah beralih dengan dibuatnya AJB berdasarkan Akta-Akta PPJB tersebut. Adapun PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu berpotensi menimbulkan kerugian bagi pemilik hak atas tanah.

The Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) is a preliminary agreement before the sale and purchase is carried out because the sale and purchase conditions have not been fulfilled. In the Decision of the Supervisory Council of the DKI Jakarta Notary Region Number: 3/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2020, the Notary was given a written warning for making the PPJB Deed with a false cause and was not present at the time of signing the deed. Regarding PPJB, there are two other decisions, namely the South Jakarta District Court Decision Number: 478/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel and the North Jakarta District Court Decision Number: 159/Pdt.G/2020/PN.JKT.Utr, The three decisions have the same object of dispute. The problems of this research are: 1. What are the legal implications of the PPJB Deed based on false causes in the form of debts; 2. What is the responsibility of the Notary who made it. This thesis uses a juridical-normative research method based on secondary data. Qualitative analysis approach. The results of the study show: 1. The legal implications of the PPJB deed based on false causes are: a. Canceled by law and relegated to a deed under the hand, b. Land rights in PPJB can be transferred if PPJB is used as the basis for making a Sale and Purchase Deed (AJB), c. If the land rights in the PPJB are transferred, the owner of the land rights will suffer losses. 2. The notary is administratively responsible in the form of a written warning due to dishonesty and because of his mistake he did not read the deed. Notaries can also be subject to civil sanctions if there is a loss due to the degradation of PPJB Deeds to be under the control and if declared null and void by law. In addition, the Notary can also be sued for compensation if the land rights are transferred by making AJB based on the PPJB Deed. The PPJB made based on false causes has the potential to cause harm to the owner of land rights. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rysti Hening Hendrastiti
"Penelitian ini membahas mengenai Putusan Pengadilan Negeri Gianyar Nomor 10/Pdt.G/2018/PN.Gin, yang mana terdapat gugatan terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Kuasa Menjual diluar pengetahuan dari salah satu pihak, dan Akta Kuasa Menjual tersebut juga dibuat oleh Notaris dimana pihak pembeli belum melakukan pelunasan kepada penjual, selain hal tersebut, Notaris dalam membuat aktanya juga melakukan rekayasa tanggal serta mencantumkan keterangan yang tidak benar mengenai tempat penandatanganan akta. Permasalahan yang akan diambil adalah mengenai akibat hukum dari akta yang dibuat secara melawan hukum serta tanggung jawab notaris dan akibat hukum terhadap pembatalan akta-akta yang dibuatnya. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif analitis, yang menggunakan data sekunder serta alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Hasil penelitian diperoleh bahwa Putusan PN Nomor 10/Pdt.G/2018/PN.Gin telah sebagian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan telah menyatakan notaris terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, yang berakibat akta notaris menjadi batal demi hukum, serta pelanggaran atas kebenaran formal akta memiliki akibat hukum akta autentik tersebut kehilangan keautentisitasannya. Dengan adanya pembatalan akta notaris memiliki akibat hukum bahwa kembalinya hubungan hukum serta penguasaan objek perjanjian menjadi seperti tidak pernah terjadi perjanjian.

This study discusses the Decision of the Gianyar District Court Number 10/Pdt.G/2018/PN.Gin, where there is a lawsuit against a Notary who commits an unlawful act in the matter of making a Deed of Conditional Sale and Purchase Agreement (PPJB) and a Selling Authorization Deed without the knowledge of one of the parties, and the Selling Authorization Deed is also made by a Notary where the buyer has not paid off to the seller, other than this, the Notary in making the deed also includes incorrect date and includes incorrect information about the place of signing of the deed. The problems that will be taken are about the legal consequences of the deeds made in an unlawful manner and the responsibility of the notary and the legal consequences of the cancellation of the deeds he made. This study uses normative juridical research, using descriptive analytical research typology, which uses secondary data and data collection tools used are document studies. The results showed that the PN Decision Number 10/ Pdt.G/2018/PN.Gin had been partially in accordance with statutory provisions and had stated that the notary was proven to have committed an unlawful act, which resulted in the notary deed being null and void, and violation of formal truth the deed has the legal effect that the authentic deed loses its authenticity. With the cancellation of the notary deed, there is a legal consequence that the return of legal relations and the control of the object of the agreement are as if there had never been an agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Gambir Melati Hatta
"Masalah-masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian yang dilakukan mengenai Pranata Beli Sewa ini mencakup beberapa hal: Pertama, apakah konsep Bali Sewa yang dianut oleh masyarakat bisnis di Indonesia sudah tepat menurut konsep hukum, baik yang dianut oleh Common Law maupun oleh Civil Law. Selanjutnya bagaimana pandangan dan peranan pengadilan dalam hal ini sikap para Hakim mengenai Pranata Beli Sewa ini, yang dapat dilihat melalui putusan-putusan mereka. Kedua, karena pranata Beli Sewa ini tidak diatur di dalam BW maupun KUHDagang maka keberadaannya didasarkan kepada kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak bisa berkembang manakala para pihak berada dalam kedudukan yang sama atau seimbang, artinya mempunyai posisi tawar (bargaining power) yang sama kuat. Dalam keadaan dimana Salah satu pihak berana dalam posisi yang lemah maka perjanjian yang dihasilkan akan berat sebelah artinya hanya akan menguntungkan salah satu pihak saja. Untuk menghindarkan kaadaan yang demikian negara perlu campur tangan untuk melindungi pihak yang lemah dengan menetap kan syarat-syarat tertantu mengenai Beli Sewa yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Ketiga, perlu ditetapkan klausul-klausul yang tidak diperbolahkan atau yang diharuskan dalam Parjanjian Beli Sewa agar tidak merugikan Salah satu pihak, sehingga tercapai suatu perjanjian yang tidak berat sebelah."
1997
D659
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Nabila Hamdi
"Penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sering disalahgunakan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peristiwa hukum utang piutang yang disamarkan melalui PPJB dan Akta Pembelian Kembali. Dalam praktik ini, kreditor memanfaatkan kondisi debitor yang sedang menghadapi kesulitan keuangan untuk menandatangani PPJB yang merupakan upaya untuk mengalihkan kepemilkan tanah dan/atau bangunan debitor kepada kreditor. Penelitian ini mengangkat permasalahaan bagaimana PPJB dan Akta Pembelian Kembali yang didasarkan pada utang piutang dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum serta peran dan tanggung jawab notaris dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1261 K/PDT/2021. Metode penelitian ini bersifat doktrinal dengan pengumpulan data sekunder melalui studi dokumen dan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PPJB dan Akta Pembelian Kembali yang didasarkan pada utang piutang dapat dikategorikan sebagai perjanjian semu dan penyelundupan hukum yang dapat dianggap batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan hukum yang seharusnya diterapkan. Selain itu, peran notaris dalam penelitian ini yang kurang memberikan penyuluhan hukum dan melanggar ketentuan hukum tanah nasional berpotensi menimbulkan kerugian bagi para pihak. Sehingga, notaris dapat dikenakan sanksi administratif dan perdata terkait akta-akta yang telah dibuat.

The use of a Sale and Purchase Agreement (PPJB) is often misused in society. This can be observed in legal incidents involving debts and receivables that are disguised through PPJB and Deeds of Repurchase. In this practice, creditors take advantage of debtors facing financial difficulties to have them sign a PPJB, which is an attempt to transfer ownership of the debtor's land and/or buildings to the creditor. This research addresses the issue of how PPJB and Deeds of Repurchase based on debts and receivables can be considered forms of legal evasion, as well as the role and responsibilities of notaries in Supreme Court Decision Number 1261 K/PDT/2021. The research method employed is doctrinal, involving the collection of secondary data through document studies and qualitative analysis. The results indicate that PPJB and Deeds of Repurchase based on debts and receivables can be classified as sham agreements and legal contraband, which may be deemed null and void due to non-compliance with applicable legal provisions. Furthermore, the role of the notary in this research is characterized by a lack of legal guidance and violations of national land law, potentially resulting in harm to the parties involved. As a result, notaries may be subject to administrative and civil sanctions related to the deeds they have executed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrizal
Jakarta: Universitas Indonesia, 1976
346.07 SYA l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Farras Indriati
"Notaris dalam menjalankan jabatannya tunduk pada Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (UUJN) dan Kode etik Notaris. Dalam pembuatan suatu akta Notaris hanya bertanggungjawab terhadap kebenaran formil. Seringnya terjadi permasalahan mengenai pemalsuan pada dokumen yang diserahkan dalam pembuatan suatu akta yang mengakibatkan kerugian bagi para pihak, salah satunya yaitu surat kuasa waris palsu yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli. Pemalsuan terhadap dokumen pembuatan suatu akta mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan tidak jarang Notaris menjadi turut tegugat pada gugatan tersebut. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai akibat hukum terhadap Notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang berdasarkan surat kuasa waris yang dipalsukan; dan perlindungan hukum bagi Notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang menggunakan surat kuasa waris palsu. Peneliatan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian preskriptif, metode analisis data kualitatif, jenis data sekunder dan bentuk hasil penelitian menggunaka prekriptif analitis. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah akibat hukum bagi Notaris dalam akta perjanjian pengikatan jual beli yang berdasarkan surat kuasa palsu maka Notaris tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban, karena Notaris membuat suatu akta berdasarkan apa yang dimintakan oleh para pihak dan berdasarkan pada kebenaran formil. Selain itu, perlindungan hukum yang diberikan dimana Majelis Kehormatan Notaris berwenang untuk menyetujui diperiksa atau tidak diperiksa selama Notaris sudah bertindak sesuai dengan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (UUJN) dan Ikatan Notaris Indonesia melakukan perlindungan berupa pengayoman dengan mendampingi Notaris yang mendapatkan gugatan.

Notaries in carrying out their positions are subject to the Law on Amendments to Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary Law No. 2 of 2014 (UUJN) and the Notary Code of Ethics. In making a deed, the Notary is only responsible for formal truths. The deed made by a notary has absolute legal force. There are often problems regarding falsification of documents submitted in making a deed which results in losses for the parties, one of which is a fake inheritance power of attorney which is used as the basis for making a deed of sale and purchase agreement. Forgery of documents for making a deed results in losses for the parties and it is not uncommon for a Notary to become a defendant in the lawsuit. The formulation of the problem raised in this study regarding the legal consequences of a Notary in making a deed of binding sale and purchase agreement based on a falsified inheritance power of attorney; and legal protection for Notaries in making a deed of sale and purchase binding agreement using a fake inheritance power of attorney. This research uses normative juridical research methods, with prescriptive research typology, qualitative data analysis methods, types of secondary data and the form of research results using analytical prescriptive. The results obtained from the study are the legal consequences for the Notary in the deed of binding sale and purchase agreement based on a fake power of attorney, the Notary cannot be held accountable, because the Notary makes a deed based on what is requested by the parties and is based on formal truth. In addition, the legal protection provided where the Notary Honorary Council is authorized to approve the examination or not to be examined as long as the Notary has acted in accordance with the Law on Amendments to Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary Law No. 2 of 2014 (UUJN) and the Indonesian Notary Association provide protection in the form of protection by assisting Notaries who get a lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Hardjanto
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmedihati
"ABSTRAK
Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk membandingkan perjanjian jual beli berdasarkan teori dan yang ada dalam praktek. Untuk itu penulis dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Suatu hal yang penting diperhatikan pada saat pembangunan yang sedang dilaksanakan dewasa ini, dimana diperlukan peningkatan pengerahan dan pendayahgunaan semua dana yang tersedia serta seluruh yang dimiliki oleh segenap kemampuan bangsa guna meningkatkan pembangunan, maka untuk itu diperlukan suasana yang tetap bergairah bagi masyarakat dalam partisipasinya melaksanakan pembangunan. Pembangunan tidak hanya bidang ekonomi saja tetapi harus pula didukung oleh bidang-bidang lainnya; antara lain perlu di tingkatkan usaha untuk memelihara ketertiban dan kepastian hukum yang mampu mengayomi masyarakat,yang merupakan salah satu syarat bagi terciptanya stabilitas nasional yang mantap . Di Indonesia satu-satunya indikasi bahwa suatu perjanjian berbentuk tertulis sebenarnya tidak disyaratkan oleh KUH-Perdata,sebagaimana dituangkan dalam buku III yang mengatur tentang perjanjian pada umuinnya.KUH-Perdata hanya mewajibkan empat syarat bagi syahnya suatu perjanjian yaitu para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian perjanjian tersebut mengenai suatu hal tertentu dan perjanjian tersebut merupakan suatu sebab yang halal. Meskipun tidak disyaratkan suatu perjanjian harus dalam bentuk tertulis, namun dalam praktek orang sering kali membuat perjanjian-perjanjian tertulis ,yang kini timbul dalam masyarakat dengan istilah kontrak atau transaksi untuk menunjukkan adanya bentuk perjanjian tertulis. Hal tersebut timbul sebagai suatu kebutuhan karena kemajuan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks; maka masyarakat merasa perlu adanya kepastian hukum bagi para pihak yang bersangkutan melalui suatu perjanjian tertulis. Demikian dalam kaitannya dengan penulisan ini,per janjian jual beli antara instansi pemerintah sebagai suatu lembaga yang kuat dengan pihak swasta dalam pengadaan barang perlengkapan pemerintah dituangkan dalam bentuk kontrak, dimaksudkan tidak saja untuk mempermudah sistim pengadministrasiannya,namun yang lebih penting adalah un tuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan transaksi jual beli tersebut, sehingga dalam pelaksanaannya kelak para pihak dapat mengetahui apa yang menjadi segala hak dan kewajibannya masing-masing secara jelas dan tegas. Dan sebagai kontrak jual beli yang baik di harapkan akan dapat mengurangi atau menghilangkan sama sekali kemungkinan-kemungkinan yang dapat menimbulkan perse lisihan didalam pelaksanaan isi perjanjian tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jutina Imelda Tarmizi
"Jual beli dengan hak membeli kembali dilakukan dengan motivasi pinjam-meminjam uang dengan jaminan. Tetapi fungsinya berubah menjadi alat pemerasan bagi golongan ekonomi lemah yakni debitur, yang dilakukan oleh kreditur. Dalam perjanjian sering kali terdapat cacat kehendak dari pihak debitur. Cacat kehendak dapat dilihat dari adanya pasal-pasal perjanjian yang merugikan debitur . Dengan adanya cacat kehendak, perjanjian tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Oleh karenanya perjanjian dapat dinyatakan batal. Perjanjian jual beli dengan Kitab Undang-Undang Hukum hak membeli kembali menurut Perdata tidak dikenal dalam Hukum Adat. Perjanjian yang di gunakan dalam Hukum Adat sebagai lembaga pinjam meminjam uang yang hampir mirip dengan jual beli dengan hak membeli kembali adalah jual gadai atau gadai. Sepanjang mengenai tanah berlaku Hukum Agraria. Hukum Agraria menggunakan Hukum Adat untuk segala perbuatan yang berkaitan dengan tanah. Oleh karena itu jika obyeknya adalah tanah lembaga jual beli dengan hak membeli kembali tidak dapat dipakai lagi. Untuk benda bergerak masih berlaku ketentuan jual beli dengan hak membeli kembali dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hampir semua perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali oleh hakim dianggap sebagai perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Octa Melia Jalal
"ABSTRAK
Didorong oleh keadaan pada masyarakat umumnya dan pegawai negeri secara khusus pemerintah memutuskan untuk menjual sebahagian dari rumah rumah negerinya kepada pegawai negeri Kebijaksanaan ini dilaksanakan dengan bentuk perjanjian sewa - beli rumah negeri Didalam penelitian ini bertujuan mengungkapkan segala sesuatu mengenai perjanjian sewa beli dilihat dari teori hukum - perdata Indonesia . Penggambaran ini sifatnya normatif sehingga seluruh data yang diambil berasal dari data sekundair melalui study kepustakaan Putusan pemerintah untuk memakai peraturan perjanjian - sewa beli sebagai pelaksanaan dari penjualan rumah rumah itu - ternyata salah Karena berdasarkan Undang Undang Pokok Agraria no. 5 Tahun 1960 hukum yang mengatur penjualan rumah adalah Hukum Adat sedangkan perjanjian sewa beli tidak dikenal di dalam bentuk perjanjian hukum Adat Kesalahan didalam mengambil kebijaksanaan dan segala kekurangan yang terdapat di dalam pengaturan perjanjian sewa beli memperlihatkan bahwa pihak pemerintah kurang memperhatikan segi hukum perdata didalam memutuskan suatu kebijaksanaannya Hendaknya dimasa yang akan datang pemerintah dapat menjadikan masalah ini sebagai suatu pelajaran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>