Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Novita Sari
"Bangunan peribadatan merupakan ruang sosial yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial, baik secara individu maupun komunal. Pemaknaan ruang ephemeral dapat dilihat melalui kehadiran ruang dalam jangka waktu tertentu selama suatu kegiatan berlangsung, dan akan menghilang setelah mewujudkan fungsi dan tujuan dari individu yang membentuk ruang. Kelenteng merupakan salah satu bangunan peribadatan memiliki ruang-ruang yang disusun atas kepercayaan, nilai dan konsep filosofis kebudayaan Cina, sehingga di dalamnya juga terdapat tingkatan hierarki serta makna. Kajian ini secara khusus akan membahas mengenai tingkatan hierarki ruang pada Vihara Tri Ratna, mulai dari sakral hinggal profan dan juga makna yang terbentuk pada ruang terbuka sebagai area yang aktif digunakan untuk ritual sembahyang individu ataupun komunal. Melalui tahapan pengumpulan sumber data, pengolahan sumber data dengan memasukkan konteks ke dalamnya untuk memperoleh bukti arkeologis, serta interpretasi, penelitian ini bertujuan untuk melihat hierarki ruang pada kelenteng, serta makna ruang yang dapat ditelusuri melalui elemen-elemen pembentuk ruang ephemeral dengan melihat ruang terbuka sebagai frontier and bridge dan juga theatre of action. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa adanya dualitas makna antara frontier and bridges menjadi theatre of action, antara ruang semi-sakral menjadi sakral, pada saat ruang ephemeral terbentuk dan hilang.

Religious building is a social space used for various social activities, individually and communally. The meaning of ephemeral space could be seen through the presence of space in certain period of time during an activity and will disappear after the purpose of the created space has been finished. Chinese temple is one of religious building consist of spaces which are arranged based on the belief, values, and philosophical concept of Chinese culture, and there are also levels of hierarchy and meaning in it. This study will specifically discuss about the level of spacial hierarchy in Vihara Tri Ratna, start from the sacred area to the profane, and the meaning of the temple’s open space which is actively used for individual and communal ritual prayer. Through a series of method consist of data gathering, processing data by applying context in order to be archaeological evidence, and interpretation, this paper aim to see the hierarchy of the Chinese temple’s spaces, as well as the meaning of space which could be traced through the formed element of an ephemeral space by seeing temple’s open space as ‘frontier and bridges’ and ‘the theatre of action’. The results of the study indicate a duality of meaning between frontier and bridges to become the theatre of action, between semi-sacred space to sacred, at a certain point when ephemeral space is appeared and disappeared."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Novita Sari
"Bangunan peribadatan merupakan ruang sosial yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial, baik secara individu maupun komunal. Pemaknaan ruang ephemeral dapat dilihat melalui kehadiran ruang dalam jangka waktu tertentu selama suatu kegiatan berlangsung, dan akan menghilang setelah mewujudkan fungsi dan tujuan dari individu yang membentuk ruang. Kelenteng merupakan salah satu bangunan peribadatan memiliki ruang-ruang yang disusun atas kepercayaan, nilai dan konsep filosofis kebudayaan Cina, sehingga di dalamnya juga terdapat tingkatan hierarki serta makna. Kajian ini secara khusus akan membahas mengenai tingkatan hierarki ruang pada Vihara Tri Ratna, mulai dari sakral hinggal profan dan juga makna yang terbentuk pada ruang terbuka sebagai area yang aktif digunakan untuk ritual sembahyang individu ataupun komunal. Melalui tahapan pengumpulan sumber data, pengolahan sumber data dengan memasukkan konteks ke dalamnya untuk memperoleh bukti arkeologis, serta interpretasi, penelitian ini bertujuan untuk melihat hierarki ruang pada kelenteng, serta makna ruang yang dapat ditelusuri melalui elemen-elemen pembentuk ruang ephemeral dengan melihat ruang terbuka sebagai frontier and bridge dan juga theatre of action. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa adanya dualitas makna antara frontier and bridges menjadi theatre of action, antara ruang semi-sakral menjadi sakral, pada saat ruang ephemeral terbentuk dan hilang.

Religious building is a social space used for various social activities, individually and communally. The meaning of ephemeral space could be seen through the presence of space in certain period of time during an activity and will disappear after the purpose of the created space has been finished. Chinese temple is one of religious building consist of spaces which are arranged based on the belief, values, and philosophical concept of Chinese culture, and there are also levels of hierarchy and meaning in it. This study will specifically discuss about the level of spacial hierarchy in Vihara Tri Ratna, start from the sacred area to the profane, and the meaning of the temple’s open space which is actively used for individual and communal ritual prayer. Through a series of method consist of data gathering, processing data by applying context in order to be archaeological evidence, and interpretation, this paper aim to see the hierarchy of the Chinese temple’s spaces, as well as the meaning of space which could be traced through the formed element of an ephemeral space by seeing temple’s open space as ‘frontier and bridges’ and ‘the theatre of action’. The results of the study indicate a duality of meaning between frontier and bridges to become the theatre of action, between semi-sacred space to sacred, at a certain point when ephemeral space is appeared and disappeared."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ferro Yudistira
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang nilai kontekstual dari arsitektur ephemeral. Ephemeral diposisikan sebagai konsep yang bisa menjelaskan dinamika hubungan antara lingkung-bangun dan ruang arsitektural. Pertanyaan penelitian adalah bagaimana suatu ruang arsitektural bisa muncul dan menghilang di lingkung-bangun yang tidak sesuai. Penekanan dari pertanyaan ini terletak pada dua hal, yaitu: 1) keterkaitan antara kondisi tertentu dari lingkung-bangun dengan ruang arsitektural yang muncul-menghilang di dalamnya; 2) proses muncul-menghilangnya ruang arsitektural di suatu lingkung-bangun, serta pelbagai komponen yang terlibat di dalam proses tersebut. Meminjam konsep morfogenesis dan assemblage, penelitian ini menginvestigasi kehadiran kumpulan ruang pedagang di pelataran masjid Sunda Kelapa melalui pendekatan Straussian grounded theory. Penelitian menemukan bahwa ephemeralitas ruang arsitektural yang hadir di suatu lingkung-bangun bisa dijelaskan dengan konsep in-compatibility. In-compatibility merupakan kompatibilitas antara lingkung-bangun dan ruang arsitektural yang terjadi secara sementara di kerangka waktu tertentu. Suatu ruang arsitektural menjadi ephemeral karena kompatibilitas yang membuat ruang tersebut bisa hadir di lingkung-bangun hanya terjadi secara sementara. In-compatibility terbagi menjadi dua bagian yang berkaitan erat satu sama lain, yaitu keadaan potensial (potential circumstance) dan spatial assemblage. Keadaan potensial adalah kondisi khusus dari lingkung-bangun yang hadir melalui perpotongan antara berbagai lapisan pengkondisian. Spatial assemblage adalah proses pembentukan-pembongkaran ruang arsitektural yang dilakukan dengan berdasarkan pada keadaan potensial. Inti yang menghubungkan keadaan potensial dan spatial assemblage di dalam konsep in-compatibility adalah ketersediaan sumber daya (resources) dan batasan (constraint).

ABSTRACT
This study discusses the contextual value of ephemeral architecture. Ephemeral architecture positioned as a concept that can explain the dynamism between the built environment and architectural space. The research question is how architectural space can appear dan disappear in an incompatible built environment. The question emphasizes on: 1) first, the connectedness between the particular condition of the built environment and architectural space that appear-disappear inside it; 2) second, the appear-disappear process of architectural space in the built environment, along with various components that involved in the process. Using Straussian grounded theory approach, and morphogenesis and assemblage as a theoretical lens, this study investigates the occurrence of a cluster of trader space in Sunda Kelapa mosque courtyard. This study proposed in-compatibility as the central concept to explain the ephemerality of architectural space that occurs in a certain built environment. In-compatibility is compatibility between the built environment and architectural space that occurs in a particular time frame. Architectural space becomes ephemeral because of the compatibility that allows the space to occur in the built environment only happen temporarily. In-compatibility consists of two parts that closely connected each other, which is: potential circumstance and spatial assemblage. Potential circumstance is a particular condition of a built environment that occur through the intersection between several layers of conditioning. Spatial assemblage is an assembly-disassembly process of architectural space that performed based on the potential circumstance. The core that links the potential circumstance and spatial assemblage within the concept of in-compatibility is the availability of resources and constraint.

"
2019
D2754
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferro Yudistira
"ABSTRAK
Manusia hidup dalam ruang dan waktu. Dalam situasi kehidupan sehari-hari, suatu
kegiatan tidak berlangsung secara kekal. Suatu kegiatan selalu memiliki rentang waktu
tertentu dan terjadi di suatu tempat yang spesifik. Kondisi ini disebut dengan event. Ketika event ini terjadi maka terbentuk sebuah ruang yang mewadahi selama event ini
berlangsung. Ruang ini hanya hadir ketika event tersebut berlangsung. Ketika event selesai, maka ruang tersebut juga menghilang. Ruang yang bisa muncul dan menghilang ini disebut dengan ruang ephemeral.
Kondisi yang disebut event beserta ruang ephemeral ini terjadi ketika sesorang atau
kelompok memilih satu atau beberapa dari berbagai elemen yang hadir di suatu tempat
untuk kemudian mereka interpretasi. Interpretasi ini dilakukan untuk menyesuaikan atau bahkan mengubah secara sementara fungsi dan peran dari suatu elemen agar bisa sesuai dengan event yang ingin dibentuk oleh seseorang atau kelompok tersebut.
Konsep tentang event dan ephemeral ini menjadi semakin kompleks apabila dibawa ke ranah ruang terbuka publik yang bersifat urban. Karena di ruang terbuka publik setiap individu bisa lebih bebas untuk melakukan berbagai interpretasi. Dalam tesis desain ini, konsep tentang event, ruang ephemeral dan interpretasi ini akan dibahas di suatu konteks spesifik, yaitu di sebuah ruang terbuka publik di Kota Palembang yang bernama Kambang Iwak. Rentang waktu yang akan diambil dalam tesis desain ini adalah akhir pekan (sabtu ? minggu). Pemilihan waktu akhir pekan ini terkait dengan konteks dari event yang akan dibahas yaitu event penyegaran (refresh). Event yang dilakukan pengunjung untuk menyegarkan badan dan pikiran mereka setelah lelah berkatifitas selama sepekan.
Dalam tesis desain ini akan coba dibahas bagaimana proses terbentuknya event dan ruang ephemeral. Interpretasi sebagai aspek yang sangat penting akan digali secara mendalam.
Mulai dari ranah makro hingga ke mikro, terkait dengan karakteristik khusus dari tapak Kambang Iwak. Dalam pembahasan akan dianalisa berbagai masalah yang mungkin muncul bersama dengan proses pembentukan event dan ruang epehemeral melalui interpretasi ini. Untuk kemudian disintesakan menjadi suatu intervensi arsitektural yang sesuai dengan konteks Kambang Iwak.

ABSTRACT
Humans living in space and time. In everyday life, an activity does not last eternally. A
range of activities has always had a certain time and happen in a specific place. This
condition is called the event. When this event occurs there are space formed together with it. This space is only appear when the event happen. When the event is completed, then the space will disappear. The space that can be appear and disappear is called ephemeral space.
Event and ephemeral space happens when someone or a group chooses one or several from various elements that present in a place, and then interpret the elements. This interpretation is done to adjust or even change the basis functions and roles of an element, so it can be fit with the event.
The concept of ephemeral events become increasingly complex when brought into the realm of urban - public open space. Because at urban-public open space, each individual can be more free to do a variety of interpretations. In this design thesis, the concept of the event, space, interpretation and ephemeral will be discussed in a specific context, in a public open space in the Palembang city called Kambang Iwak. Timeframe that taken in this design thesis is at the weekend (Saturday - Sunday). This timeframe taken related to the context of the event which will be discussed, which is refresh-event. Refresh-event is a time when people refresh their bodies and minds.
In this design thesis I will try to discuss how the ephemeral event and space are ?construct? and related each other. Interpretation as a very important aspect will be explored in depth.
Starting from the macro to the micro-sphere, associated with the special characteristics of the Kambang Iwak as the context. In this discussion I will analyze the various problems that might arise along with the process of forming event and epehemeral space through this interpretation, then I will try to synthesized into an architectural intervention that fits into the context."
2010
T27816
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Artanevia
"Ruang merupakan salah satu unsur yang dibahas dalam ilmu arkeologi. Arkeologi-ruang merupakan disiplin ilmu arkeologi yang berfokus pada sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dengan ruang, situs, maupun wilayah disekitarnya. Suatu ruang, dalam konteks religi, dapat dibagi menjadi ruang sakral dan profan. Hierarki ruang sakral dan profan, salah satunya, dapat ditemukan pada Vihara Arya Marga. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pembagian ruang sakral dan profan pada bangunan vihara. Metode penelitian yang digunakan meliputi; pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi pada aspek-aspek struktural dan non-struktural pada Vihara Arya Marga dan studi pustaka. Analisis data yang dilakukan dengan analisis bentuk (formal analysis), analisis kontekstual (contextual analysis), dan analisis spasial (spatial analysis). Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diidentifikasikan bahwa tedapat tiga pembagian hierarki ruang di Vihara Arya Marga, yaitu ruang sakral, semi-askral dan profan. Ruang sakral pada Vihara Arya Marga meliputi ruang utama, ruang khusus Kapitan The Liong Hwi, ruang tambahan bagian barat, dan ruang tambahan bagian timur. Ruang semi-sakral pada Vihara Arya Marga adalah pelataran dan serambi. Ruang profan pada Vihara Arya Marga yaitu halaman depan dan tempat tinggal pengurus vihara.

Space is one of the elements which is also discussed in archeology. Spatial archeology is a discipline of archeology that focuses on the distribution and locational relationships between archaeological objects and the space, site, and surrounding area. A space, in the context of religion, can be divided into sacred and profane spaces. The hierarchy of sacred and profane spaces, for example, can be found at the Arya Marga Vihara. This paper aims to determine the division of sacred and profane spaces in the monastery building. The research methods used include; Data collection was carried out by observing structural and non-structural aspects of the Arya Marga Monastery and literature studies. Data analysis was carried out by means of formal analysis, contextual analysis, and spatial analysis. Based on the results of this analysis, it can be identified that there are three hierarchical divisions of space at the Arya Marga Vihara, namely sacred, semi-askral and profane spaces. The sacred space at the Arya Marga Vihara includes the main room, the special room for Kapitan The Liong Hwi, the western additional room, and the eastern additional room. The semi-sacred space at the Arya Marga Vihara is the courtyard and porch. The profane room at the Arya Marga Vihara is the front yard and the residence of the temple administrator."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Wulandari
"Du Fu (杜甫) merupakan salah satu penyair besar Cina dari jaman Dinasti Tang (唐) (618-907 Masehi) . Karyakaryanya
dianggap sebagai karya yang mampu menggambarkan kondisi Cina pada jamannya. Dalam jurnal ini, akan
dibahas mengenai struktur dua buah puisi karya Du Fu yaitu Balada Gadis Rupawan (丽人行Lìrén Xíng) dan Balada
Kereta Perang (兵车行Bīng Chē Xíng). Kedua puisi ini dipilih karena ditulis dalam bentuk xing dan pada periode
yang sama yakni tahun 750 M. Dengan menggunakan teori analisis struktural, jurnal ini ditujukan untuk menjelaskan
bagaimana struktur fisik dan batin dua buah puisi tersebut serta memaparkan pengaruh struktur fisik dan batin puisi
dengan makna puisi tersebut.
Du Fu (杜甫) is one of the greatest poet from Tang (唐) Dynasty of China (618-907 C). His works are considered as
works that are able to describe the condition of China in his time. In this paper, we discuss the structure of two
poems by Du Fu called Ballad of The Beautiful Lady (丽人 行Lìrén Xíng) and Ballad of The War Wagon (兵车行
Bīng Chē Xíng). Both poems have been written in the same period 750 C and in the form of xing. By using the theory
of structural analysis, this journal is intended to explain how the physical and the inner structure of these two poems
and explain how the physical and the inner structure influence the meaning of the poems.
"
[Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tahlia Salima Motik
"ABSTRAK
Penelitian berjudul ?Snapchat: Alasan Dibalik Kebiasaan Ephemeral Messaging Antara Remaja di Jakarta? membahas tentang penggunaan Snapchat dari responden, fitur yang membuat Snapchat berbeda dari media sosial lain, dan bagaimana ?ephemeral messaging? menjadi kebiasaan antara mereka. Penelitian kualitatif ini mencoba untuk menganalisis hal tersebut menggunakan wawancara mendalam sebagai metodenya. Responden terdiri dari wanita dan pria remaja yang tinggal di Jakarta dan dapat dikategorikan sebagai pengguna aktif Snapchat. Hasil dari penelitian ini didasarkan dengan 2 tema dari teori Simbolik Interaksi (SI); Pentingnya Konsep Diri dan Hubungan antara individu dan masyarakat, dan Teori Media Ekologi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa responden menggunakan Snapchat untuk mengekspresikan diri mereka dan untuk ?eksis? dengan cara yang baik.

ABSTRACT
The research titled ?Snapchat: The Reasons Behind the Habit of Ephemeral Messaging Amongst Young Adults in Jakarta? discusses about the Snapchat?s usage of the respondents, feature that makes Snapchat different from other social media, and how ephemeral messaging became a habit among them. This qualitative research tries to analyze it by using in-depth interview as its data sampling method. The respondents are consisted of male and female young adults who live in Jakarta and categorized as active Snapchat users. According to Erik Erikson?s theory of psychosocial development, young adults entail 20 ? 24 year olds (Newman and Newman, 2011, p.69). The result of this research is based on two themes of Symbolic Interaction (SI) Theory; The Importance of the Self-Concept and The Relationship between the Individual and Society, and Media Ecological Theory. In conclusion, the respondents use Snapchat to express themselves and to be ?exist? in a good way
"
2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Leepel, Ruby Josephine
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Fathia Pramesti
"Film The Falls 《瀑布》 (Pùbù) adalah film dengan tema drama keluarga yang disutradarai oleh Zhong Menghong. Film ini berlatar belakang pandemi COVID-19 yang mengisahkan kehidupan seorang janda bernama Pin Wen bersama putrinya, Xiao Jing. Suasana menegangkan terlihat ketika Pin Wen menderita gangguan mental. Misteri dalam film akhirnya terungkap ketika Pin Wen mengaku bahwa selama ini ia mendengar ilusi suara gemuruh air terjun yang membuatnya gelisah. Penelitian-penelitian terdahulu tentang film ini lebih menyoroti segi psikologi dan hubungan antar ibu-anak. Sementara itu, penelitian ini akan menganalisis apa makna dari air terjun dalam film ini sebab visualisasi air terjun sama sekali tidak dihadirkan hingga akhir film. Hasil penelitian menemukan bahwa air terjun merepresentasikan perjalanan hidup Pin Wen dan Xiao Jing. Layaknya air terjun besar yang menghantam ke permukaan beberapa air terjun kecil di bawahnya hingga membentuk suara gemuruh, lalu mengalir dengan tenang ke sungai. Pin Wen dan Xiao Jing telah melalui berbagai permasalahan, namun akhirnya sampai pada tahap keikhlasan.

The Falls 《瀑布》 (Pùbù) is a family drama film directed by Zhong Menghong. Set against the background of the COVID-19 pandemic, the movie follows the life of a widow named Pin Wen and her daughter, Xiao Jing. The tense scene is seen when Pin Wen suffers from mental illness. The mystery in the movie is finally revealed when Pin Wen confesses that she has been hearing the illusion of the roaring sound of a waterfall that makes her anxious. Previous studies of this film have focused more on psychology and mother-daughter relationships. Meanwhile, this research will analyze the meaning of the waterfall in the film since the visualization of the waterfall is not presented at all until the end of the film. This research found that the waterfall represents the life journey of Pin Wen and Xiao Jing. Like a large waterfall slams into the surface of several smaller waterfalls below to form a roaring sound, then flows calmly into the river. Pin Wen and Xiao Jing have gone through complicated problems, but finally come to the stage of sincerity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Berliany Putri
"Penelitian ini membahas pengaruh pergeseran makna dalam lagu kebangsaan “Indonesia Raya” yang diterjemahkan ke bahasa Jerman pada pesan dalam lagu sumber dengan menggunakan dua jenis metode, yaitu metode penelitian kualitatif deskriptif untuk menjelaskan pergeseran makna dan metode penelitian kuantitatif dengan survei menggunakan GoogleForm yang berisi penggalan lirik dalam bahasa Jerman dan jawaban iya/tidak untuk melihat kenaturalan terjemahan. Analisis ini menggunakan teori pergeseran makna Leuven-Zwart (1989) dan teori Skopos Vermeer (1978), serta strategi penerjemahan lagu Low (2003), dikenal dengan pentathlon principle, sebagai pendukung teori Skopos. Hasilnya menunjukkan bahwa 83% lirik mengalami pergeseran. Meskipun begitu, pergeseran tersebut tidak mengubah pesan, hanya mengubah kesan dari lagu sumber. Lalu, hanya ditemukan enam kata dan frasa yang tidak natural bagi penutur jati sehingga tidak memberikan pengaruh besar terhadap pergeseran makna. Setelah dianalisis lebih lanjut, ditemukan juga tujuan lain dari penerjemahan ini, yaitu agar dapat dinyanyikan kembali.

This study discusses the effect of shifts in translation of the national anthem "Indonesia Raya" translated into German to the message in the source song by using two types of methods, there are descriptive qualitative method to explain shifts in translation and quantitative method with survey using GoogleForm, which contains German lyrics and yes/no answers to see the naturalness of the translation. The analysis use the theory of shifts in translation by Leuven-Zwart (1989) and Skopos theory by Vermeer (1978), as well as Low's (2003) song translation strategy known as the pentathlon principle to support Skopos theory. The results show 83% lyrics are shifting. However, the shifts do not change the message, only change the impression of the source song. Then, there are only six words and phrases are not natural for native speakers so that they do not have big effect on the shifts. Furthermore, it is also found another purpose of this translation was to be sing it again."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>