Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78700 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Legina Nadhilah Qomarani
"Penelitian ini membahas mengenai penerapan Online Dispute Resolution dalam penyelesaian sengketa yang timbul antara pihak Peer to Peer Lending untuk melindungi para konsumen. Dikarenakan P2PL merupakan transaksi peminjaman online, maka alangkah lebih efisien jika terjadi sengketa, diselesaikan secara online pula. Mengingat para pihak yang terdapat pada P2PL dipisahkan oleh lokasi geografis, sehingga para pihak akan kesulitan untuk menyelesaikan sengketa secara konvensional. Namun pada faktanya, belum adanya aturan baku mengenai Online Dispute Resolution dalam menangani sengketa yang timbul antara para pihak peer to peer lending. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian deskriptif, yang sering sekali dikenal dengan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Selain itu, disebabkan minimnya regulasi yang mengatur tentang praktik Online Dispute Resolution (ODR) di Indonesia, maka penelitian tesis ini juga hendak menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach). Dalam hal ini, penulis akan melihat perbandingannya dengan ketentuan yang mengatur hal tersebut di Negara China dan Amerika Serikat. Maka dari itu penulis menarik kesimpulan apabila ODR diterapkan di Indonesia maka Metode penyelesaian sengketa secara online dan dilengkapi alat TIK, dan dilaksanakan sebagian besar prosedurnya secara Online dimulai dari tahap pengajuan awal, proses pembuktian, diskusi online dan putusan akhir, ketika proses tersebut dilakukan secara online maka disebut Online Dispute Resolution. Dalam Penyelesaian Sengketa Online harus dipertimbangkan tidak hanya pihak yang bersengketa dan pihak ketiga (mediator, konsiliator, arbiter), tetapi juga yang disebut sebagai “Pihak keempat”, yaitu elemen teknologi terlibat. Elemen penting dari “pihak keempat” ini jelas akan muncul dari sistem pakar dan perangkat lunak cerdas yang diberdayakan untuk membantu para pihak dan mediator/arbiter dalam mencapai solusi yang adil. Penelitian ini menyarankan diperlukannya revisi Undang-Undang OJK mengenai penyelesaian sengketa secara online (Online Dispute Resolution) mengingat P2PL adalah ranah pengawasan OJK, sehingga penyelesaian sengketa secara online dapat diaplikasikan di Indonesia.

This research discusses the application of Online Dispute Resolution in resolving disputes that arise between Peer to Peer Lending parties to protect consumers. Because P2PL is an online lending transaction, it is more efficient if a dispute occurs, it is resolved online as well. Considering that the parties involved in P2PL are separated by geographic location, so that the parties will find it difficult to resolve disputes conventionally. But in fact, there are no standard rules regarding Online Dispute Resolution in handling disputes that arise between peer to peer lending parties. The approach method used in writing this thesis is descriptive research, which is often known as normative legal research, namely law that is carried out by researching library materials or secondary data. In addition, due to the lack of regulations governing the practice of Online Dispute Resolution in Indonesia, this thesis also intends to use a comparative approach. In this case, the author will see a comparison with the provisions governing this matter in China and the United States. Therefore, the authors conclude that if ODR is applied in Indonesia, the dispute resolution method is online and equipped with ICT tools, and the implementation of most of the procedures online starting from the initial submission stage, the verification process, online discussion, and final decision, the process is online then called Online Dispute Resolution. In Online Dispute Resolution, it is necessary to consider not only the disputing parties and third parties (mediator, conciliator, arbitrator), but also the so-called “fourth party”, namely the technological elements involved. This essential element of “fourth party” will clearly emerge from expert systems and intelligent software empowered to assist parties and mediators/arbitrators in reaching a fair solution. This research is needed to revise the OJK Law regarding online dispute resolution considering that P2PL is the realm of OJK supervision so that online disputes can be applied in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prabaswara Fardantio Nugroho Wibowo
"Tesis ini membahas perlindungan konsumen dalam antara pihak fintech peer to peer lending dengan penerima pinjaman masih menjadi polemik, terutama sampai masuk ke ranah pendidikan di kampus ternama, salah satunya adalah Institut Teknologi Bandung (ITB). Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam hal ini membuat suatu kebijakan yang berisikan terkait skema pembayaran UKT berupa bunga sekaligus hitungan cicilan pada salah satu platform yang telah bekerjasama dengan pihak universitas, yakni Danacita. Fintech ini sendiri tentu menuai polemik yang bermuara pada bagaimana menciderai hak-hak daripada mahasiswa itu sendiri. ITB selaku pihak kampus dengan tanpa melakukan riset terlebih dahulu langsung menjalin kerjasama aplikasi fintech peer to peer lending, apalagi tanpa adanya koordinasi yang utuh dengan para mahasiswanya. Problematika yang terjadi adalah penetapan suku bunga yang jelas dilarang dalam Pasal 76 UU Perguruan Tinggi meskipun pada SE OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 telah diturunkan hingga mencapai 0,3% per hari dari besaran peminjaman. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal yang mengharuskan penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai landasan analisis disertai studi kepustakaan berupa buku, jurnal, dan literatur lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlunya sebuah skema ideal peminjaman dengan bukan dihapuskannya suku bunga karena kalau melihat sisi perlindungan konsumen maka perlu memperhatikan Fintech dalam mengkomersialisasikan peer to peer lending tersebut, sehingga hanya sebatas menurunkan suku bunga khusus di ranah pendidikan saja dibawah 0,3% per hari. Skema pinjaman ini sendiri sebetulnya dapat di mitigasi ketika terjadi gagal bayar oleh mahasiswa yaitu dengan mendapatkan bantuan oleh negara itu sendiri seperti di Australia, dengan memberikan bantuan yang ditanggung negara untuk memperoleh ijazah dan nantinya ketika telah bekerja harus mengembalikan uang tersebut, atau sistem dari student loan sendiri yang ditanggung pasca lulus ketika terjadi kegagalan membayar harus memberikan output, dimana mahasiswa nantinya harus berkontribusi kepada masyarakat melalui tugas-tugas yang diberikan negara untuk diberdayakan sesuai dengan jurusannya, sehingga nanti sama-sama mendapat keuntungan. Sederhananya, negara juga harus membantu mencarikan lowongan pekerjaan kepada mahasiswa agar nantinya hasil dari pendapatan pekerjaan digunakan untuk membayar pinjaman tersebut.

This thesis analyze that consumer protection between Fintech P2P Lending and loan recipients is still a polemic, especially until it enters the realm of education on a well-known campus, one of which is the Bandung Institute of Technology (ITB). Institut Teknologi Bandung (ITB) in this case makes a policy that contains a UKT payment scheme in the form of interest as well as installment calculations on one of the platforms that have collaborated with the university, namely Danacita. This fintech itself certainly reaps polemics that boil down to how to injure the rights of the students themselves. ITB as a campus without doing research first directly cooperates with peer to peer lending fintech applications, especially without full coordination with its students. The problem that occurs is the determination of interest rates which are clearly prohibited in Article 76 of the Higher Education Law even though the OJK SE Number 19 / SEOJK.06 / 2023 has been reduced to 0.3% per day of the loan amount. This research method uses a doctrinal approach that requires the use of laws and regulations as the basis for analysis accompanied by literature studies in the form of books, journals, and other literature. The results of the study show that the need for an ideal lending scheme by not eliminating interest rates because if you look at the consumer protection side, you need to pay attention to Fintech in commercializing peer to peer lending, so it is only limited to lowering interest rates specifically in the realm of education below 0.3% per day. This loan scheme itself can actually be mitigated when there is a default by students, namely by getting assistance by the state itself as in Australia, by providing assistance borne by the state to obtain a diploma and later when they have worked they must return the money, or the system of the student loan itself which is borne after graduation when there is a failure to pay must provide output, where students must later contribute to society through tasks given by the state to be empowered according to their majors, so that later both benefit. Simply put, the state must also help find job vacancies for students so that later the proceeds from job income are used to repay the loan."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haniya
"Skripsi ini mempunyai tujuan untuk memiliki pemahaman mengenai langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pencucian uang melalui Illegal Peer-to-peer (P2P) Lending dengan menerapkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Skripsi ini akan menganalisis pencegahan dalam praktiknya dan apakah telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulis akan melakukan penelitian tentang Financial Technology yaitu regulasi Peer-to-peer Lending dan Anti-Money Laundering (AML) serta fungsi regulasi beserta tindakan pencegahan Pencucian Uang dalam prakteknya. Skripsi ini merupakan Penelitian Hukum Doctrinal yang menekankan pada Analisis Deskriptif. Dengan menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif, penelitian ini menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam mengatasi risiko pencucian uang yang terkait dengan pinjaman P2P. Analisis deskriptif digunakan untuk mengevaluasi penerapan praktis tindakan AML, termasuk pemantauan transaksi, kewajiban pelaporan, dan Customer Due Diligence. Penelitian ini mengkaji fungsi pengaturan lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan memberikan rekomendasi penguatan kerangka hukum untuk mencegah pencucian uang di industri P2P lending khususnya yang Ilegal. Berdasarkan hasil analisis skripsi, tujuan penelitian ini adalah untuk menarik kesimpulan tentang penerapan langkah-langkah yang diambil untuk mencegah pencucian uang dari Fintech Peer-to-peer (P2P) Lending Ilegal. Dengan menganalisis permasalahan tersebut, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan rekomendasi untuk pengembangan penerapan ketentuan Illegal Peer-to-peer (P2P) Lending sebagai langkah pencegahan pencucian uang di Indonesia.

This thesis aspires to have the understanding on measures taken to prevent money laundering coming from Illegal Peer-to-peer (P2P) Lending by implementing the Prevailing Laws and Regulations in Indonesia. This thesis will analyze the prevention of Money Laundering through Illegal P2P Lending in practice and whether it has been implemented in accordance with the prevailing laws and regulations. The author will conduct research on Financial Technology namely Peer-to-peer Lending and Anti-Money Laundering (AML) regulations and regulatory functions along with its measures for prevention. The research method is conducted through examining the existing legal material. This thesis is Doctrinal Legal Research where it emphasis on a Descriptive Analysis. Using a Doctrinal legal research approach, the study analyzes prevention measures through prevailing laws and regulations in practice to address money laundering risks associated with P2P lending. Descriptive analysis is employed to evaluate the practical implementation of AML measures, including transaction monitoring, reporting obligations, and Customer Due Diligence. The research assesses the regulatory functions of institutions such as the Financial Services Authority (OJK) and Financial Transaction Reports and Analysis Centre (PPATK) and provides recommendations for strengthening the legal framework to combat money laundering in the P2P lending industry specifically through the Illegal ones. Based on the thesis analysis result, the objective is to draw a conclusion on the implementation of the measures taken to prevent money laundering from Illegal Fintech Peer-to-peer (P2p) Lending. By analyzing those issues, the author expect that this thesis could provide any recommendation for the development on the implementation of provision on Illegal Peer-to-peer (P2P) Lending as measures to prevent money laundering in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Veronica
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut mencakup aspek finansial juga, sehingga melahirkan financial technology. Karena basis teknologi finansial adalah teknologi informasi, maka penggunaan data dan informasi menjadi elemen utama industri. Untuk memaksimalkan potensinya, praktik financial technology membutuhkan penggunaan data pribadi milik pengguna produk/jasa. Mengingat sifat khusus dari data pribadi, perlindungannya harus ditegakkan secara ketat. Tidak adanya regulasi yang seragam mengenai perlindungan data pribadi dapat menimbulkan kekacauan di industri, ditandai dengan maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak terkait. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini membahas tentang konsep perlindungan data pribadi, privasi, serta tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak dalam industri financial technology, khususnya mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer-to-peer lending). Berdasarkan penelitian yang komprehensif, ditemukan bahwa pengaturan perlindungan data pribadi oleh produk legislatif sektoral masih sangat minim dibandingkan dengan yurisdiksi lain bahkan peraturan nasional. Akibat pengaturan perlindungan yang tidak memadai, masyarakat dirugikan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan meningkatkan pendekatan hukumnya untuk melindungi kepentingan publik.
ABSTRACT
The rapid development of information technology has brought significant changes in various aspects of human life. These aspects include financial aspects as well, thus giving birth to financial technology. Because the basis of financial technology is information technology, the use of data and information is the main element of the industry. To maximize its potential, the practice of financial technology requires the use of personal data belonging to product/service users. Given the special nature of personal data, its protection must be strictly enforced. The absence of uniform regulations regarding the protection of personal data can lead to chaos in the industry, marked by rampant violations committed by related parties. In this regard, this thesis discusses the concept of personal data protection, privacy, as well as the responsibilities and obligations of each party in the financial technology industry, especially regarding technology-based lending and borrowing services (peer-to-peer lending). Based on comprehensive research, it was found that the regulation of personal data protection by sectoral legislative products is still very minimal compared to other jurisdictions and even national regulations. As a result of inadequate protection arrangements, the community is harmed. Therefore, Indonesia is expected to improve its legal approach to protect the public interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawan Agusta
"ABSTRAK
Inovasi di bidang teknologi informasi melahirkan model bisnis baru yang pada gilirannya mampu menghasilkan efisiensi bagi masyarakat. Revolusi teknologi informasi tersebut terus berkembang dan sekarang memasuki bidang keuangan yang regulasinya ketat. Kolaborasi antara teknologi informasi dengan bidang keuangan melahirkan Teknologi Finansial atau Financial Technology (Fintech), salah satunya pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (Peer to Peer Lending/P2P Lending). Masyarakat menjadi lebih mudah mengakses kebutuhan keuangannya melalui P2P Lending. Di sisi lain, muncul tantangan dalam P2P Lending mengenai perlindungan Data Pribadi bagi pemilik Data Pribadi dan banyaknya aplikasi P2P Lending Illegal yang beroperasi di Indonesia. Pemilik Data Pribadi memiliki hak-hak sehubungan dengan datanya, salah satunya hak untuk meminta penghapusan Data Pribadi. Tesis ini membahas mengenai penghapusan Data Pribadi Pengguna Aplikasi dalam Penyelenggaraan P2P Lending yang tidak terdaftar. Di dalamnya juga membahas bagaimana tanggungjawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap penghapusan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan P2P Lending yang tidak terdaftar.

ABSTRACT
Innovations in information technology bring in to new business models which in turn can produce efficiency for the community. The information technology revolution continues to grow and now entering the financial sector which is highly regulated. Collaboration between information technology and finance bring in to Financial Technology (Fintech), which is information technology-based money-lending (Peer to Peer Lending/P2P Lending). It is easier for people to access their financial needs through P2P Lending. On the other hand, challenges arise in P2P Lending regarding the protection of personal data for Data Subject and Illegal P2P Applications in Indonesia. Data Subject have rights related to Personal Data, one of them is the Right to Erasure. This thesis discusses the Right to Erasure in the Unregistered P2P Lending. It also discusses the responsibilities of the Ministry of Communication and Information Technology (MoCI) and the Financial Service Authority (FSA) for the Right to Erasure in the Unregistered P2P Lending."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melia Agustina
"Salah satu bentuk financial technology yang ada adalah peer to peer lending. Peer to Peer Lending memfasilitasi transaksi utang dengan menghubungkan para peminjam dan pemberi pinjaman secara online. Menurut technology acceptance model salah satu komponen yang bisa mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi teknologi baru adalah social influence. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh social influence terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending dan memasukan trust sebagai variabel moderasi.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa social influence berpengaruh terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending. Semantara faktor trust terindikasi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending dan trust memperlemah pengaruh Social Influence terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending.

One form of financial technology that exists is peer to peer lending. Peer to Peer Lending facilitates debt transactions by connecting borrowers and lenders online. According to the technology acceptance model, one component that can influence someone to adopt a new technology is social influence. This study aims to analyze the influence of social influence on intention to borrow through peer to peer lending and include trust as a moderating variable.
The results of this study state that social influence has an effect on intention to borrow through peer to peer lending. Among the trust factors indicated to do not have a significant relationship on intention to borrow through peer to peer lending and trust weaken the influence of Social Influence on intention to borrow through peer to peer lending.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arief
"Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending dengan mengkaji peraturan apa saja yang mengatur mengenai peer to peer lending di Indonesia, dan bagaimana perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan teknik pengolahan data secara kualitatif sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk deskriptif analitis. Dalam hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan Pengaturan mengenai peer to peer lending di Indonesia adalah sebagai perlindungan hukum bagi pengguna dan penyelenggara dari jasa P2P Lending tersebut. Hal tersebut diatur secara khusus dalam POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, SEOJK 18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dan SEOJK 21/SEOJK.02/2019 tentang Regulatory Sandbox. Perlindungan hukum penerima pinjaman P2PLending dalam hal terjadinya pelanggaran saat penagihan dapat dibedakan sebagai berikut: Perlindungan bagi penerima pinjaman pada penyelenggara P2PLending legal, yaitu berdasarkan POJK Nomor 18/POJK.07/2018 tentang layanan Pengaduan Konsumen Sektor Jasa Keuangan maka, penerima pinjaman yang merasa dirugikan disaat penagihan dapat terlebih dahulu mengajukan penyelesaian kepada penyelenggara P2P Lending, apabila tidak mendapat kesepakatan maka penerima pinjaman dapat melakukan upaya hukum melalui litigasi maupun non litigasi dan apabila tidak ada upaya hukum non litigasi dapat melakukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan. Perlindungan bagi Penerima pinjaman pada P2P Lending illegal tidak mengikuti aturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan, sehingga tidak tersedia lembaga khusus untuk menampung pengaduan penerima pinjaman, maka bentuk perlindungan hukum yang diberikan akan menyesuaikan dengan tindakan pelanggaran petugas penagihan terhadap peraturan perundangan-undangan yang ada.

This thesis discusses the legal protection for loan recipients against the violations of the peer to peer lending (P2P Lending) billing mechanism by examining the regulations governing the P2P lending in Indonesia, and the legal protection for loan recipients against the violations of billing mechanisms in P2P lending. The method used is a normative juridical literature method with qualitative data processing techniques, resulting in descriptive-analytical research. The result concluded that the regulation regarding peer to peer lending in Indonesia serves as legal protection for users and operators of the P2P Lending service. This is specifically regulated in POJK 77/POJK.01/2016 regarding Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, POJK 13/POJK.02/2018 regarding Digital Financial Innovation in the Financial Services Sector, SEOJK18/SEOJK.02/2017 regarding Governance and Information Technology Risk Management in Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, and SEOJK 21/ SEOJK.02/2019 regarding Regulatory Sandbox. The legal protection for P2P Lending loan recipients in the event of a violation during the billing process can be distinguished as follows: Protection for loan recipients at legal P2P Lending operators based on POJK Number 18 / POJK.07 / 2018 regarding Consumer Complaint services in the Financial Services Sector. The loan recipients who feel disadvantaged during the billing process can first submit a settlement to the P2P Lending organizer. If there is no agreement, the loan recipient can take legal action through litigation and non-litigation, and if there is no non-litigation legal remedy, he can file a complaint with the Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan, OJK). Protection for loan recipients in illegal P2P lending does not follow the rules set by the Financial Services Authority. Therefore, no institution will accommodate complaints from loan recipients. Thus, the form of legal protection provided will be adjusted to the actions conducted by billing officers that violated the existing laws and regulations"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henrietta Sarah Mega
"Kegiatan berinvestasi untuk menumbuhkan aset merupakan hal penting dalam pertumbuhan ekonomi. Salah satu platform investasi yang menjadi pilihan populer adalah platform peer-to-peer lending dengan janji tingkat pengembalian atau return yang tinggi. Namun tingkat pengembalian investasi yang tinggi ini juga diikuti dengan risiko gagal bayar yang tinggi pula. Selain risiko gagal bayar, layanan peer-to-peer lending juga memiliki berbagai risiko operasional yang terdapat dalam penyelenggaraannya. Oleh karena itu dibutuhkan kepastian hukum untuk menjamin penyelenggaraan peer-to-peer lending berjalan dengan efisien dan aman. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan regulasi penyelenggaraan peer-to-peer lending di Indonesia, tanggung jawab penyelenggara atas risiko yang ada dalam layanan peer-to-peer lending, dan perlindungan hukum bagi investor dan penerima pinjaman yang menggunakan layanan peer-to-peer lending. Penelitian ini menemukan bahwa regulasi layanan peer-to-peer lending diatur dalam peraturan-peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia dan OJK sebagai lembaga yang memiliki wewenang regulasi. Walau telah diatur untuk menjamin keamanan penyelenggaraannya, risiko dalam layanan ini tetap ada dan kerugian yang diderita pengguna akibat risiko tersebut menjadi tanggung jawab dari penyelenggara. Lebih lanjut, investor maupun penerima pinjaman memerlukan perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap haknya sebagai pengguna.

Investment activities to grow assets are important for economic growth. One of the investment platforms that has become a popular choice is the peer-to-peer lending platform with the promise of a high rate of return. However, this high rate of return on investment is also accompanied by a high risk of default. In addition to the risk of default, peer-to-peer lending services also have various operational risks involved in their business. Therefore, legal certainty is needed to ensure that the business of peer-to-peer lending runs efficiently and safely. The research method used in this research is normative juridical. This study aims to explain the regulations for peer-to-peer lending services in Indonesia, the responsibility of the company for the risks involved in peer-to-peer lending services, and legal protection for investors and loan recipients who use peer-to-peer lending services. This study finds that the regulation of peer-to-peer lending services is regulated in the rules made by Bank Indonesia and OJK as institutions that have regulatory authority. Even though it has been regulated to ensure the security of its implementation, risks in this service still exist and the losses suffered by the users due to these risks are the responsibility of the peer-to-peer lending company. Furthermore, investors and loan recipients need legal protection in the event of a violation of their rights as users."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alvito Rizki
"Perkembangan perusahaan teknologi keuangan (fintech) yang sangat pesat mendorong industri perbankan untuk tetap berkembang guna bersaing dengan perusahaan teknologi keuangan. Industri perbankan berdaptasi dengan menerbitkan layanan baru yaitu Bank Digital. Untuk mengurangi persaingan dengan perusahaan teknologi keuangan, Bank Digital juga melakukan kolaborasi dengan perusahaan teknologi keuangan Peer to Peer Lending. Salah satu bentuk kerja sama antara Bank Digital dengan perusahaan Peer to Peer Lending yaitu kerja sama penyaluran kredit. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan kegiatan usaha Bank Digital dalam hal penyaluran kredit. Kedua, membahas permasalahan hukum dan non-hukum apa saja yang timbul pada kerja sama antara Bank Digital dan perusahaan Peer to Peer Lending dalam penyaluran kredit. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah kerja sama penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank Digital dan Perusahaan Peer to Peer Lending harus didasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“POJK”) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 77/2016”). Kerja sama penyaluran kredit antara Bank Digital dan Perusahaan Peer to Peer Lending diawali dengan perjanjian kerja sama antara Bank Digital dengan perusahaan Peer to Peer Lending dan setelah perjanjian setujui oleh kedua pihak, perusahaan Peer to Peer Lending melakukan perjanjian pinjam meminjam dengan peminjam. Dalam kerja sama antara Bank Digital dan perusahaan Peer to Peer Lending juga terdapat permasalahan hukum dan non-hukum. Permasalahan yang timbul dari kerja sama antara Bank Digital dan perusahaan Peer to Peer Lending adalah penerima pinjaman yang gagal bayar dan Bank Digital menuntut perusahaan Peer to Peer Lending untuk mengganti kerugian dari penerima pinjaman yang gagal bayar sedangkan permasalahan non-hukum yang timbul adalah penyalahgunaan pinjaman, kesalahan penanggalan pada pencatatan Bank Digital dan Perusahaan Peer to Peer Lending, dan pengembalian dana yang telat oleh perusahaan Peer to Peer Lending. Penelitian ini memberikan saran kepada OJK untuk menerbitkan panduan kerja sama antara Bank Digital dengan perusahaan Peer to Peer Lending dan kepada Bank Digital untuk membuat klasifikasi perusahaan teknologi keuangan yang dapat diajak bekerja sama.

The rapid development of financial technology (fintech) companies encourages the banking industry to continue to grow to compete with financial technology companies. The banking industry is adapting to issuing a new service, namely Digital Bank. To reduce competition with financial technology companies, Digital Bank collaborates with financial technology company Peer to Peer Lending. One form of cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies is credit channeling cooperation. This study addresses two issues. First, analyze how the regulation of business activities of Digital Bank in terms of credit channeling. Second, discuss what legal and non-legal issues arise in the cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies in lending. The form of research used is normative juridical with an analytical descriptive research type. The results of the research obtained are credit channeling cooperation conducted by Digital Bank and Peer to Peer Lending Companies must be based on Financial Services Authority Regulation ("POJK") Number 77/POJK.01/2016 on Information Technology-Based Lending Services ("POJK 77/2016"). The credit channeling cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending Company begins with a cooperation agreement between Digital Bank and Peer to Peer Lending company and after the agreement is agreed by both parties, Peer to Peer Lendingcompanies conduct loan agreements with borrowers. In cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies there are also legal and non-legal issues. Problems arising from the cooperation between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies are recipients of loans that default and Digital Bank demands Peer to Peer Lending companies to compensate for losses from defaulted loan recipients while non-legal problems that arise are loan abuse, dating errors on the recording of Digital Banks and Peer to Peer Lending Companies, and late refunds by Peer to Peer Lending companies. This research provides advice to OJK to issue cooperation guidelines between Digital Bank and Peer to Peer Lending companies and to Digital Bank to make a classification of financial technology companies that can be invited to cooperate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>