Ditemukan 118150 dokumen yang sesuai dengan query
Beta Avissa
"Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah yaitu melalui perbuatan jual beli, dalam pelaksanaannya diperlukan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga perjanjian jual beli dilakukan di hadapan PPAT. Banyaknya kasus mengenai jual beli tanah yang melanggar hukum, menunjukan pentingnya pembahasan mengenai perbuatan PPAT yang mengalihkan hak atas tanah menggunakan akta jual beli yang didasari perikatan jual beli cacat hukum yang termuat dalam Putusan Pengadilan Negeri No 150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli yang dibuat dengan dasar perikatan jual beli cacat hukum, dan pertimbangan hakim terkait keabsahan akta jual beli tersebut. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa keabsahan akta jual beli yang pembuatannya didasari perikatan jual beli cacat hukum yang disebabkan tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian mengenai kesepakatan, kecakapan, dan kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata, tidak terpenuhinya sifat tunai dan terang jual beli menurut hukum adat, serta tidak terpenuhinya syarat materil dan formil jual beli yang diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No 123K/Sip/1970, mengakibatkan akta jual beli tersebut batal demi hukum, sedangkan perbuatan PPAT tersebut dinilai lalai dalam menjalankan tugas. Kemudian majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan batal akta jual beli tersebut dan menyatakan PPAT R melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, PPAT dalam melakukan peralihan hak atas tanah sebelum dibuatkannya akta jual beli seharusnya lebih hati-hati, teliti dan mempelajari keabsahan dokumen, keabsahan perbuatan hukum, untuk menghindari adanya pembatalan akta dikemudian hari.
This research discusses the validity of the Sales and Purchase Deed. One of the cases that became the issues in this research is the act of the Land Titles Registrar (PPAT)’s who transfers land rights using a sales and purchase deed which was based on a legally flawed sales and purchase agreement listed in the District Court Decision No.150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. The issues in this research are regarding the validity of the sales and purchase deed which was made based on the basis of a legally flawed sales, and purchase agreement and regarding the judge's consideration regarding the validity of the sales and purchase deed. To answer those issues, this research used normative juridical research methods and analyzed using the qualitative data analysis. The results of the analysis are that the validity of the Sales and Purchase Deed, which is made based on a legally flawed sales and purchase agreement caused by the non-fulfillment of the subjective elements of the validity of the agreement and the material requirements of the sales and purchase resulted in the cancellation of the sale and purchase deed, while the the Land Titles Registrar/PPAT’s action was considered negligent in carrying out its duties. Then the judges in their consideration, declared that the Sales and Purchase Deed is canceled and declared that Land Titles Registrar/PPAT R had committed an act against the law. Therefore, in transferring the land rights before the sale and purchase deed is drawn up, the Land Titles Registrar/PPAT should be more careful, thorough and study the validity of documents, the validity of legal acts, to avoid any claims for cancellation of the deeds that have been made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jami Allaidin
"Tesis ini meneliti tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) terhadap akta jual beli atas sertipikat yang dibatalkan pendaftaran peralihan haknya. Pembatalan pendaftaran peralihan sertipikat hak atas tanah akibat adanya cacat administrasi dan/atau cacat hukum didasari peralihan dari akta jual beli yang dalam pembuatannya terdapat perbuatan melawan hukum oleh salah satu penghadap, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada PPAT akan tetapi harus diperhatikan batasan pertanggungjawaban PPAT. Rumusan permasalahan yang diangkat adalah tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli atas sertipikat yang dibatalkan pendaftaran peralihan haknya oleh Badan Pertanahan Kota Jakarta Selatan berdasarkan Putusan Nomor 550/Pid.B/2021/PN Jkt/Sel. dan akibat pembatalan peralihan hak yang dilakukan oleh Badan Pertanahan terhadap pihak pembeli. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal, sehingga data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang didukung oleh wawancara pada narasumber dan penelitian ini bersifat deksriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah PPAT tidak bertanggung jawab atas pembatalan peralihan hak, karena telah menjalankan prosedur dengan memeriksa objek hak atas tanah dan dokumen secara formil. Akibat hukum dari pembatalan ini adalah akta jual beli yang dibuat oleh PPAT batal demi hukum karena tidak memenuhi asas-asas dan syarat-syarat sah jual beli sehingga pembatalan pendaftaran peralihan hak berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan mengembalikan hak atas tanah ke keadaan seperti semula sebelum adanya perbuatan melawan hukum terjadi.
This thesis examines the responsibilities of Land Deed Drafting Officials (hereinafter referred to as PPAT) regarding sale and purchase deeds of certificates whose transfer of rights registration has been cancelled. Cancellation of the registration of the transfer of a land title certificate due to administrative defects and/or legal defects based on the transfer of a sale and purchase deed in which there was an unlawful act by one of the parties, cannot be held accountable to the PPAT, but the limits of PPAT's liability must be taken into account. The formulation of the problem raised is the PPAT's responsibility for sale and purchase deeds for certificates whose transfer of rights registration was canceled by the South Jakarta City Land Agency based on Decision Number 550/Pid.B/2021/PN Jkt/Sel. and the consequences of the cancellation of the transfer of rights carried out by the Land Agency against the buyer. The research method used is a doctrinal research method, so the data used is a literature study supported by interviews with informants and this research is descriptive-analytical in nature. The result of this research is that PPAT is not responsible for the cancellation of the transfer of rights, because it has carried out procedures by formally examining land rights objects and documents. The legal consequence of this cancellation is that the deed of sale and purchase made by the PPAT is null and void because it does not fulfill the principles and conditions of legal sale and purchase, so the registration of the transfer of rights is canceled based on the Decree of the Head of the Regional Office of the National Land Agency by returning the land rights to their original state. as before the unlawful act occurred."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Shintya Robiatul Adawiyah
"Surat kuasa yang dibuat dengan unsur kuasa mutlak mengakibatkan surat kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali oleh si pemberi kuasa. Pada dasarnya, penggunaan dari surat kuasa mutlak dilarang dalam hal pembuatan akta-akta yang berkaitan dengan pemindahan hak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum terhadap pencatatan peralihan hak karena jual beli yang didasarkan pada surat kuasa mutlak yang didahului oleh perjanjian jual beli tanah dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan surat kuasa untuk pemindahan hak atas tanah yang menggunakan klausul surat kuasa mutlak. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa peralihan hak karena jual beli dengan dasar surat kuasa mutlak yang didahului oleh perjanjian jual beli tanah menjadi sah dan berkekuatan hukum karena surat kuasa mutlak yang digunakan merupakan satu kesatuan dengan perjanjian jual beli tanah sehingga tidak termasuk dalam larangan penggunaan surat kuasa mutlak. Dalam pembuatan akta, tanggung jawab notaris hanya sebatas kebenaran formil dari akta yang dibuatnya dan selama akta tersebut memenuhi syarat otentisitas dari sebuah akta. Peraturan mengenai surat kuasa mutlak dapat diperbarui dan dibuatkan suatu undang-undang khusus yang mengatur surat kuasa mutlak yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
A power of attorney made with absolute power resulted in a power of attorney irrevocably by the authorizer. Basically, the use of absolute power of attorney is prohibited in the making of a deed relating to the transfer of rights. The problems raised in this research are the legal consequences of the recording of the transfer of rights due to the sale and purchase based on an absolute power of attorney preceded by a land sale agreement and notary responsibility in the making of a power of attorney for the transfer of land rights using the clause of the absolute power of attorney. To answer these problems, normative juridical research method is used with the statutory and case approach. The type of research used in this research is explanatory research. The result of the analysis concluded that the transfer of rights due to the sale and purchase based on the absolute power of attorney preceded by a land sale agreement to be valid and legal because the absolute power of attorney used is unity with the land sale and purchase agreement so it is not included in the prohibition of the use of absolute power of attorney. In the making of a deed, notary responsibility is limited to the formal truth of the deed and if the deed qualifies the authenticity requirements of a deed. The rules regarding absolute power of attorney may be updated, and special law is made that regulates whether an absolute power of attorney is allowed and not allowed to be made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Natasya Rizki Asti
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan salah satunya dengan cara jual beli, syarat agar dapat melakukan pendaftaran peralihan hak melalui jual beli di kantor pertanahan adalah menggunakan bukti Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan PPAT yang berwenang. Namun masih banyak masyarakat yang tidak melakukan proses balik nama atau perubahan kepemilikan sertipikat hak atas nama dari pemilik hak yang lama (penjual) kepada penerima hak (pembeli). Adanya kewajiban untuk mendaftarkan setiap perubahan data fisik maupun data yuridis tanah tanpa adanya sanksi bagi yang melanggar membuat penyelenggaraan tertib administrasi terhambat dan tidak terpenuhinya asas publisitas. Kekuatan pembuktian pemilikan hak atas tanah yang telah dibuat akta jual beli namun belum didaftarkan di kantor pertanahan serta urgensi penegakan kewajiban balik nama demi terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan serta asas publisitas pun dipertanyakan. Penelitian menggunakan metode doctrinal dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kekuatan pembuktian pemilikan hak atas tanah yang akta jual belinya belum didaftarkan pada kantor pertanahan adalah akta tersebut memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagai akta autentik tetapi kehilangan asas publisitasnya. Selanjutnya penegakan kewajiban melakukan balik nama atas sertipikat tanah yang dibeli menggunakan akta jual beli demi terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dan asas publisitas sangat dibutuhkan supaya mengurangi resiko terjadinya sengketa di kemudian hari dan melindungi pihak ketiga yang memiliki itikad baik untuk membeli tanah yang peralihan haknya belum didaftarkan tersebut. Sanksi yang dapat diberlakukan dapat merupakan sanksi administratif seperti teguran ataupun denda dengan jumlah tertentu.
The transfer of rights to land can be done one way by buying and selling. The requirement to be able to register rights through buying and selling at the land office is to use proof of the Sale and Purchase Deed made before the authorized PPAT. However, there are still many people who do not carry out the process of changing names or changing ownership of title certificates in the name of the old rights owner (seller) to the rights recipient (buyer). The existence of an obligation to register every change in physical and juridical land data without any sanctions for those who violate it makes the implementation of administrative order hampered and publicity is not fulfilled. The strength of proof of ownership of land rights for which a sale and purchase deed has been made but has not been registered at the land office as well as the urgency of enforcing the obligation to transfer names for the sake of maintaining orderly government administration and the principle of publicity are also examined. The research uses doctrinal methods with qualitative analysis methods. The research results obtained are that the strength of proof of ownership of land rights for which the sale and purchase deed has not been registered at the land office is that the deed has perfect proof power as an authentic deed but loses its publicity. Furthermore, enforcing the obligation to transfer names to land certificates purchased using a sale and purchase deed in order to maintain orderly land administration and the principle of publicity is very necessary to reduce the risk of future incidents and protect third parties who have good faith in purchasing land whose rights protection has not been registered. . Sanctions that can be imposed can be in the form of administrative sanctions such as warnings or fines of a certain amount."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jhagad Jhelank Devitrita Wibowo
"Akta Pengakuan Hutang merupakan suatu akta autentik yang mengikat para pihak dan seharusnya tidak dapat dijadikan dasar dari adanya Akta Jual Beli tanah yang belum dibayar secara lunas. Pembuatan Akta Jual Beli yang diikuti dengan Akta Pengakuan Hutang atas dasar jual beli tanah yang belum lunas masih kerap terjadi di kehidupan masyarakat dikarenakan adanya ketidaktahuan mereka sebagai masyarakat awam yang kurang memahami ketentuan hukum yang berlaku dan adanya PPAT yang lalai dalam menerapkan hukum, sehingga ditemukan adanya satu kasus yang berkaitan dengan hal ini yaitu pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 180 K/PDT/2024. Penelitian ini mengangkat tentang kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang tidak beritikad baik dan tanggung jawab hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Akta Jual Beli yang belum lunas. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang beritikad tidak baik adalah batal demi hukum karena Akta Jual Beli tersebut dibuat dengan pembayaran yang belum lunas, sehingga tidak memenuhi asas terang dan tunai menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Adapun tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah berupa tanggung jawab administratif dalam bentuk teguran atau pemberhentian sementara.
The Debt Acknowledgment Deed is an authentic deed that binds the parties involved and should not serve as the basis for a Land Sale and Purchase Deed that has not been fully paid. However, in practice, the creation of the Sale and Purchase Deed followed by a Debt Acknowledgment Deed based on an unsettled land sale continues to occur in society due to the ignorance of the general public, who lack understanding of the applicable legal provisions, as well as the negligence of the PPAT in enforcing the law. This has led to a case related to this issue, specifically in the Supreme Court of the Republic of Indonesia Decision No. 180 K/PDT/2024. This research highlights the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed, concerning buyers who act in bad faith and the legal responsibilities of the Land Deed Official regarding Sale and Purchase Deeds that remain unsettled. The doctrinal research conducted here collects legal materials through library research, which are subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be concluded that the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed for buyers acting in bad faith, is null and void because the Sale and Purchase Deed was created with a payment that has not been settled, thus failing to meet the principles of clarity and cash payment according to Law No. 5 of 1960 on Basic Agrarian Principles. The responsibility of the Land Deed Official in this regard is in the form of administrative responsibility, which may include reprimands or temporary suspension."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ivania Evelin Adelia Antony
"Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta autentik ialah suatu akta yang dibuat sesuai ketentuan undang-undang atau dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta dibuat. Sebelum melakukan pembuatan akta, PPAT wajib melakukan pengenalan penghadap dengan memeriksa identitas data diri dan dokumen dari penghadap. Kewajiban ini dilakukan sebatas pada kebenaran formil saja. Meskipun pengenalan penghadap telah dilakukan, masih dijumpai permasalahan hukum terkait akta PPAT. Salah satu permasalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan akta adalah pemalsuan identitas dan dokumen, yang terlihat dari adanya tanda tangan palsu (spurious signature) pada akta. Hal ini menjadi permasalahan terhadap PPAT yang lalai dalam melakukan pengenalan penghadap sehingga digugat karena dianggap dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan penghadap. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis mengenai tanggung jawab serta perlindungan hukum bagi PPAT terhadap pemalsuan tanda tangan (spurious signature) yang terdapat di dalam akta jual beli. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder, yang hasilnya bersifat eksplanatoris-analitis. Apabila PPAT melakukan kelalaian dalam pengecekan identitas penghadap, maka PPAT telah melanggar syarat formil dan syarat materiil pembuatan akta serta dapat dikenai tanggung jawab administratif. Namun, kurang tepat jika karena kelalaiannya yang bersifat administratif PPAT digugat atas dasar perbuatan melawan hukum dan ditempatkan sebagai tergugat. PPAT hanya bertugas mengkonstantir kehendak dari para penghadap dan tidak mengetahui adanya pemufakatan jahat yang terjadi, maka lebih tepat bila ditempatkan sebagai pihak turut tergugat. Berdasarkan hal tersebut seorang PPAT dapat meminta perlindungan yaitu pendampingan dalam proses persidangan dari Majelis Pembinaan dan Pengawasan maupun Majelis Kehormatan IPPAT.
According to Article 1868 of the Indonesian Civil Code, an authentic deed is a deed made in accordance with the provisions of the law or made before an authorized public official at the place where the deed was made. Prior to the creation of an authentic deed, Indonesian Land Deed Officer (PPAT) is required to identify the requesting party by checking their identity from personal data and documents. This obligation is carried out to the extent of fulfilling the formal truth. Despite identification has been carried out, there are still legal problems related to the authentic deed made by PPAT. One of the problems that might happen is falsification of identities and documents, which can be seen from the existence of a fake signature (spurious signature) on the deed. This is a problem for Land Deed Officer (PPAT) who was negligent in identifying the requesting party where they could be sued to have intentionally committed unlawful acts together with the requesting party. Therefore, this study will analyze the responsibility and legal protection for Land Deed Officer (PPAT) against forgery of signatures (spurious signature) contained in the creation of sales and purchase authentic deed. This research is a normative juridical research using secondary data types, the results of which are explanatory-analytical. If Land Deed Officer (PPAT) is negligence in checking the identity of the requester, then the Land Deed Officer (PPAT) has violated the formal and material requirements for making the deed and is subject to administrative responsibility. However, it is not appropriate if due to administrative negligence, Land Deed Officer is sued on the basis of an unlawful act and placed as a defendant since Land Deed Officer is only tasked with constituting the will of the parties and does not know that there is an evil consensus that has occurred, so it is more appropriate to be placed as a co-defendant party. Based on this, Land Deed Officer can ask for protection, namely assistance in the trial process from the Guidance and Supervision Council and the Land Deed Officer Honorary Council."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Marsella Dwi Salola
"Notaris/PPAT yang mengizinkan seseorang untuk mengaku sebagai dirinya selaku Notaris/PPAT dan melakukan pemalsuan dokumen untuk menghapuskan piutang, seharusnya dianggap sebagai perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini disebabkan karena tidak melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf M Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah dan berkaitan dengan akta tersebut menjadi batal demi hukum karena terpenuhinya syarat materiil jual-beli. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai Bagaimana Tanggung Jawab Notaris/PPAT dalam Membuat Akta Peralihan Hak Atas Tanah yang dibuat secara melawan hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3460 K/Pdt/2017)? dan Bagaimanakah perlindungan hukum bagi Penjual yang dirugikan akibat akta Notaris/PPAT Yang Dibuat Tidak Sesuai Dengan Peraturan Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3460 K/Pdt/2017)?. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Notaris/PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara membuat dan menandatangani akta AJB tanpa sepengetahuan dari salah satu pihak, dan menyuruh seseorang untuk mengakui sebagai dirinya selaku Notaris/PPAT berakibat akta tersebut batal demi hukum dan dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pidana, pertanggungjawaban perdata dan pertanggungjawaban administrasi kemudian pihak yang dirugikan atas perbuatan yang dilakukan oleh Notaris/PPAT wajib untuk mendapatkan ganti rugi.
Notary / PPAT who makes and signs a deed without the knowledge of one of the parties and allows another person to claim to be himself a Notary / PPAT should be considered an act against the law that is contrary to the laws and regulations. This is due to the failure to fulfill the material requirements of buying and selling and violating the provisions of Article 16 paragraph 1 letter M of Law Number 30 of 2004 concerning Regulation of Notary Position in conjunction with Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 24 of 2016 concerning Officials for Making Land Deeds. This research raises the issue of How the Notary / PPAT Responsibilities in Issuance of Deeds of Transfer of Rights to Land which were made illegally based on the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 3460 K / Pdt / 2017)? and How is legal protection for parties who are harmed by the Notary / PPAT deed Made Against the Law Based on the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 3460 K / Pdt / 2017) ? to answer these problems, this study uses a normative juridical approach. In this study using secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, this study used a descriptive data analysis method with a qualitative approach. The result of this research is a Notary / PPAT who commits an act against the law by making and signing the AJB deed without the knowledge of one of them and ordering someone to acknowledge himself as a Notary / PPAT resulting in the deed being null and void and subject to criminal liability, civil and administrative accountability, then the party who is injured for an act committed by a Notary Public / PPAT is obliged to get compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.
This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jauzaa Giovani Kusumaputri
"Banyak timbulnya masalah-masalah terkait akta autentik yang dibuat oleh Camat yang diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dahulu, dikarenakan tidak adanya ilmu yang diberikan, serta pengawasan yang kurang ketat dari Pemerintah, sehingga banyak akta yang menimbulkan masalah di kemudian hari. Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah konsep dari adanya unsur perbuatan melawan hukum dalam Akta Jual Beli atas tanah yang dibuat di hadapan PPAT Sementara dan dalam hal apa pihak ketiga dapat mengajukan pembatalan suatu akta PPAT. Bentuk penelitian yang akan digunakan Penulis, yaitu yuridis normatif, dengan menganalisis pertimbangan hakim dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 423 PK/Pdt/2019. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsep perbuatan melawan hukum telah diatur secara jelas dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang mana apabila terdapat unsur perbuatan melawan hukum dalam pembuatan suatu Akta Jual Beli atas tanah, maka akta tersebut dapat dibatalkan melalui Pengadilan. Selanjutnya, pihak ketiga sebagai pihak di luar akta dapat membatalkan suatu Akta Jual Beli atas tanah dengan dapat dibuktikannya bahwa adanya akta tersebut merugikan pihak ketiga. Penelitian ini juga memberikan saran kepada pihak ketiga sebagai pihak yang membayar (pembeli) harus segera membuat Akta Jual Beli di hadapan PPAT, oleh sebab pihak penjual dapat memberikan kuasanya kepada pihak lain, atau PPAT sebagai pejabat umum dapat menuliskan keterangan pada akhir akta bahwa Penjual tidak dapat menandatangani Akta Jual Beli yang bersangkutan karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan.
There are many problems arise related to authentic deeds made by Subdistrict Head who was appointed as a Temporary PPAT in the past, due to the lack of knowledge provided, less strict supervision from the Government, so that many deeds caused problems later on. The problem discussed in this thesis are the concept of an element of the tort in the making of a Land Title Deed in front of The Temporary Land Deed Official and in what terms a third party can apply for a cancellation of a PPAT deed. The form of research that the author will use is normative juridical, by analyzing the Judicial Review Decision Number 423 PK / Pdt / 2019. The results of this study state that the concept of the tort has been clearly regulated in Article 1365 of the Civil Code, in which if there is an element of the tort in making a Land Title Deed, the deed can be canceled through the Court. Furthermore, a third party as a party outside the deed can cancel a Land Title Deed by proving that the deed is detrimental to the third party. This study also provides advice to third parties as the paying party (the buyer) must immediately make a Land Title Deed in front of PPAT, because the seller can give an authority to other parties, or PPAT as a public official may write a statement at the end of the deed that the Seller is unable to sign the Land Title Deed due to his health condition which is not possible."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ashilah Chalista
"Jual beli tanah yang dilakukan secara lisan seringkali masih ditemui dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang belum terdapat banyak PPAT di daerahnya. Peralihan hak atas tanah secara lisan dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena minimnya bukti-bukti yang dapat menerangkan mengenai peristiwa tersebut. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli ingin menghibahkan hak atas tanah di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara lisan ketika akan dilakukan peralihan hak setelahnya, keabsahan pembuatan akta hibah oleh PPAT Sementara, serta pertanggungjawaban dibatalkannya akta hibah dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 95 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian perskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara lisan mengikat para pihak secara terbatas. Tidak adanya alat bukti yang dimiliki menjadikan jual beli tidak mempunyai kekuatan hukum di muka pengadilan. Penghibahan yang dilakukan juga tidak sah oleh karena tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan hibah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PMNA No 3 Tahun 1997. PPAT Sementara yang menerbitkan akta hibah hanya berlandaskan pada SPPT PBB yang dimiliki oleh pemberi hibah, padahal SPPT PBB bukanlah bukti kepemilikan hak atas tanah. Atas hal tersebut, PPAT Sementara dapat dimintai pertanggungjawaban, baik dalam aspek perdata maupun secara administratif.
The oral land transactions are still often encountered in community life, especially in rural areas where there are not many Land Deed Officials (PPAT) available. The transfer of land rights orally can lead to various issues in the future due to the lack of evidence that can explain the event. One of the issues that may arise is when, in the future, the buyer wishes to donate the land rights through PPAT. In this research, an analysis and examination were conducted regarding the legal validity of land transactions conducted verbally when transferring ownership rights thereafter, the validity of the process carried out by the Temporary Land Deed Official (PPAT Sementara) in the creation of a deed of gift, and the accountability for the cancellation of the deed of gift using a case study in Decision Number 95 K/Pdt/2021. This study employs a doctrinal method with a descriptive research type. The results indicate that land transactions conducted verbally bind the parties involved to a limited extent. The lack of supporting evidence renders such transactions unjustifiable in court. The act of giving is also deemed invalid due to the failure to fulfill the requirements for a gift as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration and PMNA No. 3 of 1997. The PPAT Sementara issuing the deed of gift is solely based on the Land and Building Tax Payment Receipt (SPPT PBB) held by the donor, although the SPPT PBB does not serve as proof of ownership rights to the land. Therefore, the PPAT Sementara can be held accountable, both in terms of private law and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library