Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Sartika Putri
"Pengusahaan sumber daya air saat ini semakin marak sejalan dengan pertumbuhan pendudukan serta pemenuhan kebutuhan air terhadap masyarakat. Para pelaku usaha yang melakukan pengusahaan air untuk menunjang proses produksinya seharusnya memiliki izin pengusahaan air untuk memastikan terciptanya perlindungan negara terhadap hak rakyat atas air. Hal ini disebabkan pendaftaran perizinan pengusahaan air oleh para pelaku usaha memberikan pengawasan serta pengontrolan negara atas air yang bersifat mutlak, sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan airnya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan aturan undang-undang serta penelusuran kepustakaan juga didukung oleh data instansi serta kementerian yang mempunyai kewenangan dalam hal penegakan hukum serta pelaksanaan perizinan pengusahaan sumber daya air. Penelitian membahas keberlanjutan peraturan perundang-undangan terkait perizinan pengusahaan sumber daya air pasca Putusan MK Nomor: 85/PUU-XI/2013. Penegakan hukum terhadap pelanggar perizinan pengusahaan sumber daya air dan perlindungan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan airnya juga dibahas dalam penelitian ini. Belum maksimalnya pengawasan perizinan pengusahaan sumber daya air terhadap para pelaku usaha, merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas perizinan pengusahaan sumber daya air. Hal tersebut membuat celah bagi para pelaku usaha untuk tidak terlebih dahulu mendaftarkan izin pengusahaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam hal ini, perlindungan masyarakat atas hak terhadap air perlu dipertegas.

The exploitation of water resources is currently increasingly widespread in line with the rate of population growth and meeting the water needs of the community. Business actors who carry out water exploitation to support the production process should have a water concession permit to ensure the creation of state protection for the people's right to water. This is because the registration of water concessions by business actors provides absolute state supervision and control over water, so that it can provide protection to the community in meeting their water needs. This research uses normative legal research through a statutory regulatory approach with literature searches supported by data from agencies and ministries that have authority in terms of law enforcement and the implementation of water resources exploitation permits. The study discusses the sustainability of legislation related to licensing of water resources after the Constitutional Court Decision Number: 85/PUU-XI/2013. Law enforcement against violators of water resources exploitation permits and community protection in meeting their water needs are also discussed in this study. The lack of maximum supervision in terms of licensing for water resources exploitation for business actors is a factor that affects the effectiveness of licensing for water resources exploitation. This creates a gap for business actors not to first register a water resource exploitation permit in accordance with the provisions of the applicable law. In this case, the community's protection of the right to water needs to be emphasized. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Rillifani
"Skripsi ini mengangkat topik mengenai pembatalan perjanjian lisensi. Pembatalan perjanjian pada dasarnya dimungkinkan atas alasan tidak terpenuhinya syarat subyektif perjanjian atau diatur secara khusus dalam perjanjian dan disepakati oleh para pihak serta tidak bertentangan dengan Pasal 1266 jo. Pasal 1338 KUHPerdata. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dapat dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum, dimana selama memenuhi unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Penulis mengangkat kasus yang terjadi atas pembatalan lisensi secara sepihak dalam sengketa Larutan Cap Kaki Tiga. Hal ini dapat diketahui bahwa pembatalan lisensi secara sepihak tidak dapat dikatakan sebagai PMH karena pemberian lisensi dari pemilik merek kepada penerima merek didasarkan atas kuasa dan bukanlah atas perjanjian yang formal, sehingga kedudukan kuasa tidak dapat dipersamakan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik begitu saja. Konsekuensi hukumnya adalah pemberi kuasa memiliki hak untuk menarik kuasanya atau mengakhiri lisensi tersebut kapan saja.

The thesis discusses about termination of a licence agreement. The termination of an agreement is basically permitted over reasons such as subjective terms, or specifically regulated in the agreement, agreed by the contracting parties, and is not contrary to Article No.1266 jo. Article No.1338 of KUHPer. All of undue agreement?s termination will be considered as tort. Such action of tort refers to Article 1365 KUHPer. The topic of termination of a licence agreement is referred to Larutan Cap Kaki Tiga dispute. The unilateral termination of licence agreement, in this case, is not a tort, for the licence given from the licencor to the licencee was based on authority, not a formal agreement. For that matter, an authority is not similar with an agreement, which cant be terminated unilaterally. Juridically, the consequences follow that the licencor reserves the right to withdraw the authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43149
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Gilbert
"Meningkatnya hubungan bisnis dalam dunia internasional telah menyebabkan semakin banyaknya perikatan bisnis yang terjadi antar perusahaan di berbagai negara, misalnya antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan dari negara asing. Perikatan-perikatan yang terjadi diantara pelaku bisnis tersebut biasanya dinyatakan dalam perjanjian bisnis yang diwujudkan dalam suatu kontrak. Dalam kontrak tersebut diatur prestasi masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhannya sepanjang tidak melanggar aturan-aturan hukum. Selain itu diatur juga hukum negara mana yang menjadi acuan bagi para pihak bila kelak timbul sengketa. Seiring dengan hal tersebut, para pihak juga menentukan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) seperti apa yang mereka pilih bila sengketa terjadi. Ada banyak pilihan, misalnya mediasi, arbitrase, atau pengadilan dari suatu negara. Salah satu kecenderungan APS yang dipilih akhir-akhir ini ialah arbitrase internasional. Arbitrase internasional ini biasanya diikuti dengan pemakaian aturan arbitrase tertentu seperti misalnya Uncitral atau ICC (International Chamber of Commerce). Dalam penelitian ini dilakukan tinjauan terhadap sebuah Perjanjian Bisnis antara PT X dengan SAP AG, yaitu sebuah Perusahaan Jerman yang bergerak dalam bidang perangkat lunak (software) komputer. Perjanjian ini menggunakan hukum Indonesia dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah Arbitrase dengan menggunakan aturan ICC dan lokasi “peradilan” arbitrase adalah Singapore. Jadi Alternatif Penyelesaian Sengketa-nya adalah Arbitrase Internasional. Dalam telaah ini ditinjau bagaimana posisi para pihak dalam Perjanjian Lisensi Perangkat Lunak SAP Antara PT X Dengan SAP AG dan bagaimana dampaknya bagi PT X."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusty Priscilia
"Tesis ini membahas mengenai pengaruh perubahan Peraturan Menteri Pertanian No. 98 tahun 2013 revisi terhadap Peraturan Menteri Pertanian No. 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan terhadap Grup PT X yang berlokasi di Samarinda, Kalimantan Timur. Grup PT X terdiri 6 (enam) perusahaan. PT X merupakan pemegang saham mayoritas dari perusahaanperusahaan tersebut. PT X merupakan grup perusahaan dan atau kelompok perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mempunyai hak kepemilikan luas lahan 100.000 hektar sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 98/Permentan/OT.140/9/2013. Grup perusahaan PT X telah memiliki Hak Guna Usaha seluas ± 70.587, 39 hektar dan Izin Usaha Perkebunan seluas ± 121.192 hektar artinya ada selisih luasan antara luasan HGU dengan IUP seluas ± 50.604,61 hektar. Sehingga, di dalam penelitian ini juga dilakukan kajian terhadap prosedur perizinan yang dikeluarkan oleh instansi yang terkait sehubungan dengan pemberian lahan untuk perkebunan kelapa sawit seta kewajiban alas hak tanah (Hak Guna Usaha) yang wajib dimiliki oleh PT X. Penulisan tesis ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu dalam hal ini penelitian terhadap asas-asas hukum dan taraf sinkronisasi hukum. Sedangkan, analisa dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan memiih pasal-pasal yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian dan peraturan perundang-undangan terkait sesuai dengan ruang lingkup permasalahan penelitian ini kemudian melakukan penelusuran terhadap teori dan asas-asas hukum sehubungan dengan hal tersebut.

This thesis focuses on the effects of some changes in the Law of the Minister of Agriculture Number 98/Permentan/OT.140/9/2013 revised to be the Law of the Minister of Agriculture Number 26 of 2007 on the Regulation Concerning Permission to Start Plantation Business for Palm Oil Plantation Companies to PT X Group located in Samarinda, East Kalimantan. PT X Group consists of 6 (six) companies. PT X, a major shareholder of these company groups, is a company operating oil palm plantations that have ownership rights to 100,000 hectares of land in accordance with the Minister of Agriculture Regulation. No. 98/Permentan/OT.140/9/2013. PT Group X has had a leasehold area of ± 70,587.39 hectares and Business License of ± 121,192 hectares of plantations, which means there is a difference between the area of the concession and IUP area of ± 50,604.61 hectares. Thus, this study also conducted a review of the licensing procedures issued by the relevant authorities in connection with the provision of land for oil palm plantation land title and liability (leasehold) which must be owned by PT X. This thesis is a juridical normative study, emphasizing the study of the principles of law and the legal standard of synchronization. Meanwhile, the analysis in this study is conducted qualitatively by selecting assorted provisions contained in the Regulation of the Minister of Agriculture and related laws and regulations in accordance with the scope of the problem in this research, and then perform a search on the theory and principles of law that pinpoint the urgency.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fine, Frank L
London: Sweet & Maxwell, 2006
343.072 FIN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Hapsari
"Penelitian ini membahas tentang dampak pengalihan saham pada perusahaan tambang terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dilakukannya penelitian ini berkaitan dengan adanya pasal dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang adanya pengalihan IUP. Larangan pengalihan IUP ini terkait dengan maraknya jual beli izin pertambangan pada masa peraturan pertambangan masih diatur dalam UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Larangan tersebut membuat pengusaha tambang mencari cara bagaimana agar dapat mengalihkan IUP, salah satu cara yang dianggap tidak melanggar Undang-Undang adalah melakukan pengambilalihan saham terhadap perusahaan pemilik IUP. Kemudian muncul pertanyaan apakah jika saham mayoritas perusahaan tambang pemilik IUP beralih, maka kepemilikan atas IUP ikut beralih ke tangan perusahaan pengambilalih? Bagaimana sebenarnya dampak dari pengambilalihan saham tersebut terhadap kedudukan IUP perusahaan yang sahamnya terambilalih. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dimana menggunakan UU No. 4 tahun 2009 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai data primernya.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa walaupun 99% saham perusahaan pemilik IUP diambilalih, namum kepemilikan IUP tidak akan ikut beralih, jika kedua belah pihak tidak melakukan proses pengalihan IUP. Proses administrasi dan persyaratan pengalihan IUP dan pengambilalihan saham memiliki caranya masing-masing. Adanya ketidakharmonisan antara peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertambangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan, terutama dalam hal pengambilalihan saham yang membuat penerapan peraturan pengalihan saham pada perusahaan tambang sulit untuk dapat ditaati oleh masyarakat.

This research examines the impacts of shares takeover in mining company to the Mining Permits. The background of this research is Law of The Republic Indonesia Number 4 of 2009 concering Mineral and Coal Mining. This regulation prohibits transfer of Mining Permits. The prohibition is related to the raise of the sale and purchase of mining permits when the regulation of mining was still regulated in Law of The Republic Indonesia Number 11 of 1967 concering Basic Provisions of Mining. This prohibition has caused mine operators to look for the solution to transfer the Mining Permits. One of the solutions is buying shares from a company that has Mining Permits. This solution is regarded as the way out that does not infringe the regulation. This research background led to these following research questions: if the majority shares of a company that holds Mining Permits was taken over by another company, is the ownership of Mining Permits also transferred to the acquiring company? What are the impacts of this shares takeover to the Mining Permits that is hold by old company (that holds Mining Permits)? This research uses juridical and empirical methods. The Law Number 4 of year 2009 and Law Number 40 of year 2007 on limited company are used as primary sources.
The outcome of this research indicates that although 99% of shares is taken over, the ownership of Mining Permits would not be transferred if two parties do not conduct the Mining Permits transfer process. Moreover, the administration process and transfer requirement of Mining Permits and the takeover of the shares have their own ways. Finally, the disharmony between the mining regulation and limited company regulation is occurred, especially in regulating shares takeover that makes implementation of takeover regulation on mining company difficult to be obeyed by society."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arandhya Wikrama Wardana
"Tesis ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui implikasi pembatalan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap hapusnya privatisasi air dan perizinan pengusahaan sumber daya air oleh swasta. Penelitian menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, pendekatan menggunakan teori penguasaan negara atas sumber daya air, teori hak asasi manusia, dan teori perizinan. Implikasi dibatalkannya UU Sumber Daya Air adalah tidak berlakunya peraturan perundang-undangan sebagai peraturan pelaksana dari UU Sumber Daya Air, sehingga sebagai payung hukum diberlakukan kembali UU Pengairan. Sebagai aturan pelaksana dari UU Pengairan dikeluarkan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Surat Edaran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pembatalan UU SDA oleh Mahkamah Konstitusi adalah langkah tepat untuk mengembalikan hak rakyat atas air dan menghapuskan privatisasi air. Bahwa UU SDA telah memberikan ruang bagi swasta untuk melakukan penguasaan air atau sumber air yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga air dipandang sebagai benda ekonomi dimana perolehannya membutuhkan pengorbanan materi. Pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 121 dan 122 Tahun 2015 telah mengembalikan prioritas hak menguasai dan mengusahakan sumber daya air kepada negara melalui BUMN dan BUMD. Namun, masih dirasakan bahwa kedua PP ini memberi kesempatan kepada pihak swasta yang telah menjalankan usahanya sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dapat terus menjalankan usahanya sampai berakhirnya perizinan tersebut.

This thesis is written with the aim to determine the implications of the invalidation of Law No. 7 of 2004 on Water Resources to the abolishment of the privatization of water and permitting exploitation of water resources by the private sector. This research uses Normative Juridical research methods, with the approach on the theory of state control over water resources, human rights theory, and the theory of licensing. The invalidation of Water Resources Act is causing implementing regulations of the law has been replaced with the previous Water Resources Act. As the implementing rules of The Water Resources Act, The Government has issued a Circular Letter of The Minister of Public Works and Housing, a Circular Letter of The Minister of Energy and Mineral and also established Government Regulation Number 121 of 2015 on Exploitation of Water Resources and Government Regulation Number 122 of 2015 on Water Supply System. Based on the results obtained that the invalidation of the law by the constitutional court is the right step to restore people’s right to water and eliminating water privatization. The law had provided opportunities for the private sector to control water or water resources that vital to the life of many, so the water is seen as an economic goods where materialistic sacrifice is needed to have access for it. The adoption of Government Regulation Number 121 and 122 of 2015 have returned the priority right to control and exploit the water resources to the state-owned or localowned enterprises. Namun, masih dirasakan bahwa kedua PP ini memberi kesempatan kepada pihak swasta yang telah menjalankan usahanya sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dapat terus menjalankan usahanya sampai berakhirnya perizinan tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi Haykal Miswar
"Pada tanggal 27 Oktober 2016, MK RI telah mengeluarkan putusan nomor 69/PUU-XIII/2015 yang merubah bunyi Pasal 29 ayat (1), (3), dan (4) UU Perkawinan. Namun, sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan perjanjian perkawinan pasca Putusan MK tersebut sehingga menimbulkan permasalahan. Salah satu permasalahan yang muncul ke permukaan adalah tentang penerapan asas publisitas terhadap perubahan perjanjian perkawinan pasca Putusan MK. Penelitian skripsi ini mengungkap tentang bagaimana pengaturan perubahan perjanjian perkawinan dan bagaimana penerapan asas publisitas terhadap perubahan perjanjian perkawinan pasca putusan MK tersebut. Untuk itu, digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan fokus kajian pada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Untuk memperkuat bahan hukum tersebut dilakukan wawancara dengan beberapa narasumber terkait. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, perubahan pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan pasca Putusan MK ini membawa pengaruh kepada pengaturan perubahan perjanjian perkawinan, sedangkan prosedur dan tata cara pelaksanaannya belum diatur sehingga dapat menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga. Selain itu, mengenai penerapan asas publisitas terhadap perubahan perjanjian perkawinan di dalam pasal 29 ayat (1) pasca Putusan MK hanya ditentukan untuk disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris sebelum berlaku kepada pihak ketiga sehingga asas publisitasnya belum terpenuhi karena dengan pengesahan tidak berarti telah diumumkan, sehingga pihak ketiga dapat dirugikan. Atas dasar itu, penulis merekomendasikan agar segera dilakukan revisi khususnya pasal 29 ayat (1), (3), dan (4) UU Perkawinan diikuti dengan penambahan penjelasan dalam PP terkait prosedur dan tata cara perubahan perjanjian perkawinan supaya memberikan dasar hukum yang kuat bagi notaris dalam melaksanakan Putusan MK tersebut.

On October 27, 2016, the Constitutional Court of the Republic of Indonesia issued a decision number 69 / PUU-XIII / 2015 which changed the sound of article 29 paragraph (1), (3), and (4) of Marriage Law. However, until now there is no provision that regulates the implementation of marriage after the Constitutional Court's decision so that cause problems. One of the problems that arise is about the application of the principle of publicity to the change of marriage agreement after the Constitutional Court Decision. This thesis research reveals how the arrangement of change of marriage agreement and how the application of publicity principle to change of marriage agreement after the Constitutional Court decision. For that, the researcher use the juridical normative methods focusing the analysis on the the primary, secondary, and tertiary legal materials. To strengthen the legal material is done with several relevant sources. Based on the results of the review, the amendment of Article 29 paragraph (1) of the Marriage Law after the Constitutional Court's Decision has had an effect on the arrangement of amendments to the marriage agreement, while the procedures and procedures for implementation are not yet reliable for third parties. In addition, concerning the application of the principle of publicity to the amendment of the marriage agreement in article 29 paragraph (1) after the Constitutional Court Decision is only determined to be approved by the marriage or notary before applying to a third party so that the publicity principle has not been fulfilled because with no validation has been announced, third parties can be harmed. On that basis, the author suggest to promptly revise in particular Article 29 paragraphs (1), (3), and (4) of the Marriage Law with additional explanation in the Implementing regulation relating to the procedures and procedures for amending the marriage agreement which provide a firm legal basis for the notary in carry out the Constitutional Court Decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomy Pasca Rifai
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan memakai data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dan data sekunder terdiri dari sumber bahan hukum primer, sumber bahan sekunder dan sumber bahan tersier. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah perlindungan merek dalam kemasan dagang. Merek sebagai suatu tanda pemasaran dan periklanan memberikan informasi tertentu kepada konsumen. Dengan demikian produsen harus menjaga reputasi mereknya sebaik mungkin karena reputasi bagus merupakan faktor yang membuat konsumen menjadi pelanggan produknya. Kemasan suatu merek produk mempunyai peranan penting untuk meningkatkan penjualan dan dapat dipakai sebagai media pengenalan dan informasi bagi konsumen. Hal ini menambah pentingnya kemasan, yaitu untuk membedakan asal-usul barang dan kualitasnya. Apabila terjadi tidakan persaingan usaha curang dengan cara meniru kemasan dagang, konsumen yang tadinya percaya akan kualitas bagus merek menjadi kecewa karena ada penurunan kualitas barang yang diperdagangkan tersebut. Pada akhirnya, reputasi merek tersebut menjadi hancur akibat tindakan-tindakan pelanggaran yang merugikan pemilik merek.Dalam kasus ini penulis ingin meninjau kasus pelanggaran merek yang terjadi, dimana terjadi persamaan pada pokoknya dalam suatu kemasan dagang. Pemboncengan reputasi dapat mencakup perlindungan packaging kemasan yang termasuk dalam perlindungan merek.

This study applying a normative juridical research method using primary data and secondary data. Primary data are data obtained directly from the object of research and secondary data consists of primary source legal materials, secondary source material and tertiary source material. This thesis is mainly discussed about trademark protection on trade dress. Brand as a sign of marketing and advertising to provide certain information to consumers. Thus, manufacturers must maintain its brand reputation as possible because a good reputation is a factor that makes the consumer buys the product. Packaging a product brand plays an important role to increase sales and can be used as a medium of introduction and information for consumers. This adds to the importance of packaging, which is to distinguish the origin of goods and quality. In the event of an act of unfair competition by copying trade dress, consumers who once believed in the good quality of the brand to be disappointed because there is degradation in the quality of the goods traded. Ultimately, the reputation of the brand ruined by actions that harm the brand owner violations. In this case the authors wanted to review the cases of brand infringement occurring, where there is equality in principle on a trade dress. Passing off can include packaging protection packaging is included in the brand protection."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S274
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Khusuma Putra
"Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan suatu tonggak sejarah dalam Hukum Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan tersebut selanjutnya diterbitkan tanda bukti kepemilikan atas tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah merupakan awal dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yang kemudian digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai kepastian dan perlindungan hukum dari sertipikat tanah. Dengan adanya kedua peraturan yang memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi Warga Negara Indonesia ditandai dengan terbitnya sertipikat. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menilai bahwa begitu banyak kesalahan serta kecurangan yang terjadi dalam mencapai perlindungan serta kepastian hukum tersebut. Kita dapat melihat dalam hal terbitnya Sertipikat Hak Milik ganda atas sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh Tuan OR. Penerbitan Sertipikat Hak Milik yang kedua dilakukan oleh Nyonya RMH yang berkedudukan sebagai saudara ipar dari Tuan PM. Sertipikat merupakan salah satu alat bukti yang kuat, tetapi harus diingat bahwa sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, selama dapat dibuktikan sebaliknya didalam persidangan, maka perlindungan serta kekuatan hukumnya akan hilang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.

In 1960, Agrarian Law Number 5 Year 1960 was a pioneer and a foundation of our National Land Law. In article 19th explained that to create the certainty of land law, the Government hold the land registration system, so that for which land that was already registered, must have published with a certificate as a solid or strong evidence. Government Regulation number 10 Year 1961 about Land Registration was a beginning of the basic of law which have been supporting the operation of the Agrarian Law. This regulation was then replaced with Government Regulation Number 24 Year 1997. In article 32th of that new government regulation sets about the legal certainty and the legal protection on a land certificate. But nowadays, we could evaluate that there’re so many mistakes and fraudulence happening in reaching the legal certainty and legal protection. Let us see in writer’s case that there are double certificate published on a land owned by Mr. OR. The second certificate publishing was done by Mrs. RMH whom was Mr. OR’s sister in law. Certificate is a solid or strong evidence, but we should remind that it isn’t an absolute evidence as long as it can be proved in reverse when in trial, so that the legal protection and the legal power vanished. This research was using juridical normative method by researching a case of a court decision, and then arranged with the positive regulation and manifested it in analytical - descriptive written form about researching the problem which occurred.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>