Ditemukan 235649 dokumen yang sesuai dengan query
Nabila
"Waralaba memiliki kaitan yang erat dengan kekayaan intelektual yang ditandai dengan disyariatkannya kekayaan intelektual yang terdaftar dalam suatu perjanjian waralaba. Kekayaan intelektual yang terdaftar dalam PP Nomor 42 Tahun 2007 dan Permendag No. 71 Tahun 2019 dapat berupa kekayaan intelektual yang sudah mendapat sertifikat atau yang masih dalam proses pendaftaran, Hal ini memiliki perbedaan dengan konsep perlindungan kekayaan intelektual yang bergantung pada jenis kekayaan intelektualnya. Perbedaan ini menimbulkan banyaknya pemberi waralaba yang telah memberikan waralaba padahal mereknya masih dalam proses pendaftaran seperti PT Kopi X dan PT Kopi Y. Sehingga muncul permasalahan mengenai kesesuaian pengaturan tentang kekayaan intelektual dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba dengan undang–undang di bidang kekayaan intelektual serta bagaimana perlindungan hukum bagi penerima waralaba dari Kopi X dan Kopi Y jika perjanjian waralaba tidak memenuhi ketentuan undang-undang di bidang kekayaan intelektual. Dengan menggunakan metode penelitian normatif didapatkan kesimpulan bahwa Pengaturan tentang kekayaan intelektual terdaftar dalam PP No 42 Tahun 2007 dan Permendag No. 71 Tahun 2019 tidak sesuai dengan pengaturan kekayaan intelektual terdaftar di UU kekayaan intelektual serta belum ada pengaturan yang secara jelas mengatur tentang perlindungan hukum bagi penerima waralaba yang perjanjian waralabanya melanggar ketentuan UU di bidang kekayaan intelektual sehingga perlindungan hukumnya dikembalikan pada perjanjian waralaba Kopi X dan Kopi Y.
Franchising has a relation with intellectual property which is indicated by the requirement that intellectual property be registered in a franchise agreement. Intellectual property registered in Government Regulation No. 42 of 2007 and Ministry of Trade Regulation No. 71 of 2019 can be in the form of intellectual property that has received a certificate or which is still in the registration process, this is difference with the concept of intellectual property registered on intellectual property regulation. This difference has led to many franchisors who have granted franchises even though their trademarks are still in the registration process, such as PT Kopi X and PT Kopi Y. The problem raised are regarding the suitability of the regulation on intellectual property in Government Regulation Number 42 of 2007 concerning Franchising and Regulation of the Minister of Trade Number 71 of 2019 concerning the Implementation of Franchising with laws in the field of intellectual property and how legal protection is for franchisees from Kopi X and Kopi Y if the franchise agreement does not meet the provisions of the law in the intellectual property sector. By using normative research methods, it can be concluded that the regulation on intellectual property is registered in Government Regulation No. 42 of 2007 and Ministry of Trade Regulation No. 71 of 2019 is not in accordance with the “intellectual property registered” which regulated in the intellectual property law and there are no regulations which clearly regulate legal protection for franchisees whose franchise agreements violate the provisions of the law in the field of intellectual property thus, the legal protection is returned to the franchise agreements."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rachelle Valencia
"Manusia selama hidupnya tidak akan lepas dari adanya suatu perjanjian. Adapun perjanjian tersebut harus dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian. Pada zaman sekarang ini, salah satu perjanjian yang paling sering dibuat adalah perjanjian waralaba yang merupakan perjanjian tidak bernama. Pengaturan mengenai waralaba diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (PP 42/2007) dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (Permendag 71/2019). Walaupun tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), pembuatan perjanjian waralaba harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata, termasuk syarat sahnya perjanjian. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa pada kenyataannya terdapat kasus mengenai perjanjian waralaba yang melanggar ketentuan KUHPerdata, PP 42/2007 dan Permendag 71/2019. Kasus tersebut seperti yang terjadi antara para pihak dalam Putusan Nomor 546/PDT.G/2018/PN Jkt.Pst jo. Putusan Nomor 321/PDT/2021/PT.DKI. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai ketentuan mengenai hukum perjanjian di Indonesia, ketentuan hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan usaha waralaba, serta analisis hukum terhadap Putusan Nomor 546/PDT.G/2018/PN Jkt.Pst jo. Putusan Nomor 321/PDT/2021/PT.DKI menurut Permendag 71/2019. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa perjanjian waralaba yang dibuat oleh para pihak dalam perkara tersebut melanggar salah satu syarat sah perjanjian, yaitu syarat sebab yang halal. Hal tersebut dikarenakan perjanjian waralaba dibuat bertentangan dengan PP 42/2007 dan Permendag 71/2019
Humans during their lives will not be separated from the existence of an agreement. The agreement must be made by fulfilling the legal requirements of the agreement. In this current era, one of the most frequently made agreements is the franchise agreement which is an innominaat agreement. Regulations regarding franchising are specifically regulated in Government Regulation Number 42 of 2007 concerning Franchising (PP 42/2007) and Minister of Trade Regulation Number 71 of 2019 concerning the Implementation of Franchising (Permendag 71/2019). Although not specifically regulated in the Civil Code (KUHPerdata), the making of a franchise agreement must follow the provisions stipulated in Book III of the Civil Code, including the legal terms of the agreement. However, it is possible that in reality there are cases regarding franchise agreements that violate the provisions of the Civil Code, PP 42/2007 and Permendag 71/2019. This case is like what happened between the parties in Decision Number 546/PDT.G/2018/PN Jkt.Pst jo. Decision Number 321/PDT/2021/PT.DKI. Therefore, this research will discuss the legal provisions regarding agreement law in Indonesia, positive legal provisions in Indonesia which regulate the implementation of a franchise business, as well as a legal analysis of Decision Number 546/PDT.G/2018/PN Jkt.Pst jo. Decision Number 321/PDT/2021/PT.DKI according to Permendag 71/2019. This research is a normative juridical research with a statutory and case study approach. From this research it can be found that the franchise agreement made by the parties in the case violates one of the legal terms of the agreement, namely the terms of a lawful cause. This is because the franchise agreement was made contrary to PP 42/2007 and Permendag 71/2019"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Novaldy Ramadhani Farid
"Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif untuk mendukung perkembangan industri kreatif di Indonesia melalui Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual yang diajukan ke lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Salah satu bentuk kekayaan intelektual adalah konten video Youtube. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, konten video yang diunggah melalui
platform Youtube dapat termasuk ke dalam ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang ini karena termasuk dalam karya sinematografi dan dapat dikategorikan sebagai benda bergerak tidak berwujud serta dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Dalam praktiknya, baik pihak lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank menemukan kesulitan untuk dapat menerima konten video Youtube sebagai objek jaminan atas perjanjian pembiayaan, hal itu disebabkan karena pihak kreditor tidak merasa konten video Youtube merupakan objek yang aman untuk dijadikan jaminan perihal eksekusinya apabila debitor wanprestasi. Konten video Youtube sulit untuk dapat dijadikan sebagai objek jaminan pembiayaan bagi lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank karena beberapa hal yaitu nilai ekonomis dari konten video Youtube yang sulit untuk ditentukan dan ditetapkan, serta tidak adanya pasar untuk menjual atau melelang konten video Youtube sebagai objek jaminan dengan mudah apabila debitor wanprestasi di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi alasan-alasan utama lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan nonbank sulit untuk menjadikan konten video Youtube sebagai objek jaminan atas perjanjian pembiayaan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis akan menganalisis bagaimana implementasi konten digital berbentuk video dalam
platform Youtube sebagai jaminan fidusia atas kekayaan intelektual dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 sebagai objek jaminan pinjaman ke lembaga keuangan bank maupun nonbank.
.The government issued Government Regulation Number 24 of 2022 concerning Regulations for Implementing Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy to support the development of creative industries in Indonesia through Intellectual Property-Based Financing Schemes submitted to bank financial institutions and non-bank financial institution. One kind of the intellectual property is Youtube video content. Based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, video content uploaded via the Youtube platform can be included in creations protected by this law because it is considered as cinematographic works and can be categorized as intangible moving objects and can be used as objects of fiduciary guarantees. In practice, both bank financial institutions and non-bank financial institutions as potential creditors find it difficult to accept Youtube video content as collateral for a financing agreement because creditor does not feel that Youtube video content is a safe object to be used as a collateral regarding its execution if the debtor default. Youtube video content is difficult to be used as a guarantee object for financing in bank or non-bank institutions due to the economic value of Youtube video content is difficult to determine and there is no market for selling or auctioning Youtube video content as a collateral object. These are the main reason why it is difficult for bank or non-bank financial institutions to accept Youtube video content as the object of collateral for financing agreement. By using normative juridicial research methods, the author will analyze how digital content in the form of Youtube video implemented as a fiduciary guarantee for intellectual property in Government Regulation Number 24 of 2022 as the objects of loan guarantees to bank and non-bank financial institutions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Amanda Novia Anggita
"Permendag RI No. 7 Tahun 2013 pada dasarnya mengatur mengenai pembatasan jumlah gerai waralaba untuk jenis usaha jasa makanan dan minuman. Tujuannya adalah untuk pemerataan ekonomi dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah melalui pengembangan kemitraan dalam waralaba dengan pola penyertaan modal. Pada prakteknya, mayoritas pemberi waralaba merek asing terkenal hanya akan mempercayakan pemasaran merek dagangnya kepada satu penerima waralaba di Indonesia. Hal ini dinilai oleh pemerintah sebagai pemicu terjadinya kesenjangan sosial, ditakutkan pemilik waralaba ini akan semakin merajai dan menjajah perekonomian negara dengan memonopoli sistem perdagangan dalam negeri. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, dikeluarkanlah Permendag RI No. 7 Tahun 2013. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah implementasi dari regulasi ini dalam kegiatan bisnis waralaba secara nyata? Dapatkah regulasi ini menjadi suatu solusi yang komperhensif untuk mengembangkan usaha kecil dan mengengah sehingga terwujud pemerataan ekonomi? Bagaimana mengenai perlindungan hukum terhadap pemilik waralaba? Mengingat kegiatan perkembangan waralaba di Indonesia yang semakin pesat, dan semakin banyaknya waralaba merek asing yang masuk ke Indonesia, maka Pemerintah Indonesia selaku regulator perlu memberikan perhatian khusus terutama dari segi hukum yang mengatur waralaba di Indonesia. Penelitian ini akan memberikan tinjauan hukum atas usaha waralaba merek asing terkenal di Indonesia, terkait dengan keberlakuan Permendag RI No. 7 Tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang bersifat kualitatif.
This regulation, basically set on limiting the number of franchise outlets in foods and beverages franchise. The purpose is for economic equality by developing small and medium enterprises through the development of partnerships in franchise with the pattern of equity participation. In practice, most of famous foreign trademark franchisor will only entrust the marketing of its trademark to one franchisee in Indonesia. This is seen by the government as a trigger of social inequality, franchisor will increasingly dominate and colonize the country's economy to monopolize trade in the domestic system. In order to anticipate this situation, the government issued the Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/MDAG/ PER/2/2013. However, the problem is about the implementation of these regulation in the franchising activities in real. Can this regulation be a comperhensive solution to develop small and medium enterprisess in order to realizing economic equality? How about the legal protection of the franchisor? Since franchises in Indonesia are growing rapidly, and the increasing number of foreign trademark franchises in Indonesia, the Indonesian government as regulator needs to give special attention, especially in terms of the law governing franchise in Indonesia. This study will provide an overview of business law for famous foreign trademark franchise in Indonesia, associated with Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/M-DAG/PER/2/2013. This type of research is normative juridical literature. Data analysis methods used in this research is descriptive qualitative analysis. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47115
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Diani Putri Pracasya
"Penulisan Hukum ini membahas mengenai ketentuan unsur kebaruan dalam hak kekayaan intelektual atas desain industri baik yang diberlakukan di Indonesia, Inggris, dan juga Jepang, dimana pembahasan lebih terfokuskan pada pembahasan pengungkapan yang dikaitkan dengan tindakan uji pasar atas suatu desain industri yang dilakukan oleh pendesain yang bersangkutan. Tindakan uji pasar acapkali dilakukan oleh pendesain yang bersangkutan atas desain industri yang telah dihasilkan, maka Penulis mengkaji dan menganalisa pengaturan hukum atas tindakan uji pasar atas suatu desain industri yang dilakukan oleh pendesain yang bersangkutan dengan mengacu dan membandingkan ketentuan unsur kebaruan desain industri di Indonesia, Inggris, dan Jepang. Penulisan Hukum ini bersifat yuridis normatif, dimana Penulis melakukan penelitian kepustakaan, yaitu penilitian terhadap data sekunder, dimana data sekunder tersebut memiliki relevansi dengan permasalahan dan pembahasan pokok dalam Penulisan Hukum ini agar Penulis mampu membuat suatu kajian dengan menganalisis data sekunder tersebut. Penelitian yuridis normatif dalam Penulisan Hukum ini merupakan penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dan/atau norma-norma dalam hukum positif.
This Legal Research discusses about the novelty provisions of intellectual property rights for industrial designs which enforced in Indonesia, the United Kingdom, and also Japan, the discussion is focused on the disclosures which carried out by market tests of industrial designs conducted by the designer itself. Market test actions are usually conducted by the designer on industrial designs which have been produced, thus the Author the discuss and analyzes the legal provisions of market test actions on an industrial design which conducted by the designer by referring and comparing the provisions of the novelty of industrial design in Indonesia, the United Kingdom, and Japan. This Legal Research is normative juridical, where the Author conducts library research, namely research on secondary data, the secondary data has relevance to the main issues and discussion while compiling this Legal Research, thus the Author is able to make a document by analyzing the secondary data. Normative juridical research is focused on examining the practices of the rules and/or norms of the positive law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mochammad Dary Iriawan
"Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang bagaimana hukum ekonomi kreatif Indonesia telah berdampak pada sektor Industri Kreatif Indonesia. Mempunyai fakta bahwa Indonesia sedang dalam tahap pengembangan; sektor industri kreatif sebagai salah satu perbaikan dalam pembangunan bangsa ini. Industri ini cenderung tidak memiliki perlindungan, di mana sebagian besar pemain industri kreatif adalah SMSE yang juga membutuhkan dukungan keuangan. Pembentukan undang-undang nomor 24 tahun 2019 tentang ekonomi kreatif telah memberikan harapan bagi pelaku industri kreatif dalam memaksimalkan penggunaan Kekayaan Intelektual, yang dapat digunakan sebagai jaminan untuk mendukung bisnis mereka. Hasil dari artikel ini diharapkan dapat memberikan saran yang dapat mengarah pada argumen kuat yang dapat dimasukkan untuk meningkatkan peran hak kekayaan intelektual dalam hal skema pembiayaan untuk pemain industri kreatif di Indonesia. Memiliki tujuan untuk melindungi para kurator, perancang, dan pemain dari Bisnis Industri Kreatif kita dengan menemukan koneksi dari hukum dan peraturan yang berlaku yang dapat membantu melalui memperbaiki masalah.
The objective in writing this article is to gain the understanding of how the Indonesian creative economy law has impacted the Indonesian Creative Industry sector. Having the fact that Indonesia is in its developing stage; the creative industry sector sits as one of the improvement inside this nation development. This Industry tends to have a lack of protection, where most of the creative industry players are SMSEs that also require financial backings. The establishment of law number 24 year 2019 regarding creative economy has gives hope for the creative industry player in maximizing the use of Intellectual Property, by which may be used as collateral to support their business. The outcome from this article are hoped to provide suggestions that may led to strong arguments that can be inputted to improve the Intellectual property right roles in matters of financing scheme for the creative industry player in Indonesia. Having the goal to protect our nation curators, designers, and players of the Creative Industry Business by finding the connection of the prevailing laws and regulation that can help through fixing the issues."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nurul Safitri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21543
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Cita Citrawinda Priapantja
Jakarta: [Publisher not identified], 2000
346.048 CIT k
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 1996
S25611
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rajulur Rakhman
"
ABSTRAKSetelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Negara Indonesia akhirnya mempunyai dasar hukum tentang pelindungan merek Suara. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian yang lebih mendalam terkait aturan tentang pelindungan merek suara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan berdasarkan kepada penelitian yuridis normatif. Dari permasalahan yang ada, kesimpulannya antara lain suara dapat dijadikan sebagai merek, tanda suara memiliki kelebihan-kelebihan khusus dan masih terdapatnya kekurangan dalam aturan yang berlaku saat ini terkait dengan pelindungan merek suara di Indonesia. Penelitian menyarankan agar segera dibuat pedoman standar teknis dari merek suara.
ABSTRACTFollowing the enactment of the Regulation Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications, the Republic of Indonesia finally has a legal basis on the protection of sound mark. Therefore, more in depth research on the regulation is needed. The research method is based on normative juridical research. From the existing problems, the conclusions are sound can be used as a trademark, sound marks as a trademark have special advantages among others and there are still deficiencies in the current rules related to the protection of sound marks in the Republic of Indonesia. Research suggests that a technical standard guidance of the sound marks to be created immediately."
2018
T49744
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library