Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156983 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hani Nur Anisa
"Deksametason merupakan glukokortikoid sebagai agen antiinflamasi yang dapat digunakan untuk penyakit radang usus. Namun, deksametason memberikan efek samping jika diberikan secara konvensional. Sistem penghantaran obat tertarget kolon merupakan solusi untuk menghantarkan deksametason ke kolon. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi tablet multisalut dengan probiotik menggunakan xanthan gum sebagai penyalut primer, serta Eudragit L100 dan Eudragit S100 sebagai penyalut sekunder untuk menghantarkan deksametason menuju kolon. Tablet inti dibuat dengan metode granulasi basah, yang diformulasikan dalam tiga formulasi dengan konsentrasi probiotik berbeda-beda yaitu 16%, 40%, dan 0%. Penyalutan dilakukan sebanyak dua tahap hingga diperoleh penambahan bobot penyalut primer xanthan gum sebesar 7% dan penyalut sekunder Eudragit sebesar 8%. Kemudian tablet dilakukan karakterisasi meliputi uji organoleptis, morfologi, keseragaman ukuran, keragaman bobot, kekerasan, keregasan, keseragaman kandungan, kadar obat, waktu hancur dan profil disolusi in vitro. Jika ditinjau dari kakteristiknya, formulasi F2 merupakan formula terbaik karena memiliki morfologi yang lebih merata, keregasan sebesar 0,043%; kekerasan sebesar 13,28 ± 1,39 kp; keseragaman kandungan sebesar 106,80 ± 1,80%; bobot sebesar 122,82 ± 1,94 mg; dan kadar sebesar 106,18 ± 1,38%. Profil disolusi in vitro formulasi F2 menunjukkan formula terbaik karena lebih mampu menahan pelepasan deksametason dalam medium asam dibandingkan formula lainnya.

Dexamethasone is a glucocorticoid as an anti-inflammatory agent that can be used for inflammatory bowel disease. However, dexamethasone produces side effects if given conventionally. Colon targeted drug delivery system is a solution to deliver dexamethasone to the colon. This research aimed to obtain a multicoated tablet formulation with probiotics using xanthan gum as primary coating, Eudragit L100, and Eudragit S100 as secondary coatings to deliver dexamethasone to the colon. Core tablets were made using a wet granulation method, which was formulated into three formulations with different concentrations of probiotics, 16%, 40%, 0%. The coatings were prepared into two stages until they got 7% additional weight of xanthan gum on primary layer and 8% extra weight of Eudragit on the secondary layer. Then tablets were characterized based on organoleptic, morphology, size uniformity, weight variation, hardness, friability, content uniformity, drug content, disintegration time, and in vitro dissolution profile. Based on the characteristics of tablets, F2 was the best formula because it had even morphology, friability was 0.043%, hardness was 13.28 ± 1.39 kp, content uniformity was 106,80 ± 1,80%; weight was 122.82 ± 1.94 mg; and drug content was 106.18 ± 1.38%. In vitro dissolution profile of F2 showed the best formula because it was more able to hold the release of dexamethasone in the acidic medium than others."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Ricardo
"Insiden inflammatory bowel disease (IBD) terus meningkat pada negara berkembang dan dipertimbangkan menjadi penyakit global. Deksametason dipilih karena memiliki efek glukokortikoid yang poten dan anti-inflamasi. Namun, penggunaan kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping sistemik sehingga diperlukan sediaan tertarget kolon. Sediaan tertarget kolon dibuat dengan memformulasikan probiotik pada tablet inti yang kemudian disalut dengan penyalut primer dan sekunder. Probiotik berfungsi untuk menjamin pelepasan obat di kolon. Alginat dipilih sebagai penyalut primer karena memiliki sifat biodegradable pada mikroflora kolon, sedangkan kombinasi Eudragit L100 dan Eudragit S100 dipilih sebagai penyalut sekunder karena mampu melindungi obat dari asam. Formulasi tablet inti dilakukan dengan metode granulasi basah, lalu dikempa menjadi tablet. Tablet disalut menggunakan larutan alginat 3% dan larutan campuran Eudragit 10%. Penyalutan dilakukan hingga diperoleh kenaikan bobot sebesar 6,5% untuk alginat dan 8,7% untuk campuran Eudragit. Berdasarkan hasil evaluasi, tablet multisalut F3 memiliki karakteristik dan profil disolusi terbaik. Tablet multisalut F3 memiliki diameter 7,30±0,06 mm; tebal 3,71±0,06 mm; bobot 123,25±1,82 mg; kandungan 104,59±1,63%; kekerasan 14,24±1,30 Kp; keregasan 0,01%, dan kadar 104,18±0,63%. Hasil analisis SEM menunjukkan tablet multisalut memiliki morfologi permukaan dengan pori-pori yang lebih sedikit. Profil uji disolusi menunjukkan tablet multisalut F3 mengalami pelepasan obat yang lebih sedikit pada medium asam dibandingkan formulasi lain.

The incidence of inflammatory bowel disease (IBD) increases in developing countries and is regarded as a global disease. Dexamethasone was chosen because it has potent glucocorticoid and anti-inflammatory effects. However, long-term use of corticosteroids causes systemic side effects, so colon-targeted preparations are needed. Colon-targeted drug delivery was made by formulating probiotics in core tablets which are then coated with primary and secondary coatings. Probiotics ensure the release of drugs in the colon. Alginate was chosen as the primary coating because it has biodegradable properties on the colonic microflora. While the combination of Eudragit L100 and Eudragit S100 was selected as the secondary coating because it can protect the drug from acid. Core tablet formulation was carried out by the wet granulation method, then compressed into tablets. Tablets were coated using 3% alginate solution and 10% Eudragit combination solution. Coating was carried out until 6.5% weight gain for alginate, and 8.7% weight gain for Eudragit was obtained. Based on the evaluation results, F3 has the best characteristics and dissolution profile. The multicoated tablet has a diameter of 7.30±0.06 mm, 3.71±0.06 mm of thickness, 123.25±1.82 mg of weight, 104.59±1.63% of content uniformity, 14.24±1.30 Kp of hardness, 0.01% of friability and 104.18±0.63% of drug content. SEM analysis showed that the multicoated tablets had fewer pores. Dissolution test showed that F3 multicoated tablets experienced less drug release in acidic medium than other formulations. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Almadhiya Siti Nurhadi
"Prevalensi kejadian Inflammatory Bowel Disease (IBD) mengalami peningkatan terutama di negara-negara asia termasuk Indonesia. Deksametason merupakan salah satu agen terapi golongan glukokortikoid untuk pengobatan IBD. Namun, penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat memberikan efek samping sistemik. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan sistem penghantaran yang bekerja secara spesifik ke kolon atau disebut dengan Colon Drug Delivery System (CDDS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi serta mengetahui karakteristik dan profil pelepasan obat tablet multisalut deksametason dengan probiotik, kitosan sebagai penyalut primer, serta Eudragit L100 dan S100 sebagai penyalut sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan metode granulasi basah untuk membentuk tablet inti, kemudian dilakukan dua tahap penyalutan dengan metode spray drying dengan hasil pertambahan bobot penyalut primer sebanyak 5% dan penyalut sekunder sebanyak 8%. Tablet dikarakterisasi melalui beberapa evaluasi yaitu uji organoleptis, uji morfologi, uji keseragaman ukuran, uji keseragaman kandungan, uji keragaman bobot, uji keregasan, uji kekerasan, uji waktu hancur, uji kadar obat, dan uji profil disolusi in vitro. F2 dipilih sebagai formulasi paling baik karena memiliki karakteristik penampilan dan morfologi yang lebih baik dengan keregasan sebesar 0,029%, kekerasan sebesar 12,808± 1,946 kP, bobot sebesar 119,2 ± 1,636 mg, kadar sebesar 106,250 ± 1,848.%. Alasan lain yaitu karena memiliki profil pelepasan obat di asam terendah yaitu sebesar 29.2% dan memberikan pelepasan obat di kolon sebesar 97.41%.

The prevalence of Inflammatory Bowel Disease (IBD) has increased, especially in Asian countries, including Indonesia. Dexamethasone is a glucocorticoid therapeutic agent for the treatment of IBD. However, long-term use of dexamethasone can give systemic side effects. Colon Drug Delivery System (CDDS), a delivery system that works specifically to the colon is needed to overcome this problem. The purpose of this study was to obtain a formulation and to determine the characteristics and drug release profile of dexamethasone multicoated tablets with probiotics, chitosan as primary coating, and Eudragit L100 and S100 as secondary coating. This research was conducted by wet granulation method to form core tablets, then carried out two stages of coating with spray drying method with the results of weight gain of 5% primary coating and 8% secondary coating. Tablets were characterized through several evaluations, such as organoleptic test, morphology test, size uniformity test, weight diversity test, stiffness test, hardness test, disintegration time test, drug content test, and in vitro dissolution profile test. F2 was chosen as the best formulation because it has better appearance and morphological characteristics with a stiffness in amount of 0.029%, hardness in amount of 12.808± 1.946 kP, weight in amount of 119.2 ±1.636 mg, drug content in amount of 106.250 ±1.848%. Another reason was because it had the lowest acid release profile of 29.2% and gave 97.41% of colonic drug release. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Yasmina Khaerunisa
"Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit dengan gejala peradangan kronis pada saluran gastrointestinal yang mencakup dua kondisi, Crohn’s disease dan colitis ulserativa. Pengobatan farmakologis lini pertama untuk IBD adalah golongan kortikosteroid. Deksametason yang termasuk dalam kortikosteroid memiliki bioavailabilitas yang relatif buruk dan spesifisitas yang kurang. Untuk mengatasi kelemahan dan mengurangi efek samping sistemik yang dihasilkannya, perlu diformulasikan pengobatan dengan sistem penghantaran tertarget kolon. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan formulasi beads zink alginat yang mengandung deksametason dan kombinasi deksametason-probiotik, serta memperoleh karakteristik dan profil pelepasannya. Jenis probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum. Beads dibentuk menggunakan metode gelasi ionik zink alginat yang kemudian disalut dengan Eudragit®L100 atau Eudragit®S100, sehingga didapatkan empat jenis formulasi. Uji pelepasan in vitro dilakukan pada beads tersalut dalam medium HCl pH 1,2 selama 2 jam, medium dapar fosfat pH 7,4 selama 3 jam, dan medium dapar fosfat pH 6,8 selama 3 jam secara kontinyu. Didapatkan persentase profil pelepasan obat berturut-turut sebesar -0.11% (1A), 0.42% (2A), 0.50% (1B), dan 0.50% (2B). Berdasarkan hasil pengujian, beads zink alginat, dengan atau tanpa probiotik, belum optimal sebagai sediaan tertarget kolon karena pelepasan obatnya belum maksimal dalam kondisi pH kolon.

Inflammatory bowel disease (IBD) is a disease with symptoms of chronic inflammation of the gastrointestinal tract which includes two conditions, Crohn's disease and ulcerative colitis. The first line pharmacological treatment for IBD is corticosteroids. Dexamethasone, which is a corticosteroid, has relatively poor bioavailability and less specificity. To overcome weakness and reduce the resulting systemic side effects, it is necessary to formulate medication with a colon-targeted delivery system. This research aimed to obtain a zinc alginate beads formulation containing dexamethasone and a combination of dexamethasone-probiotic, and obtain its characteristics along with its release profile. The types of probiotics used are Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium longum. Beads are formed using the ionic gelation method which are then coated with Eudragit®L100 or Eudragit®S100, resulting in four types of formulations. The in vitro release test was carried out on beads coated in HCl medium pH 1.2 for 2 hours, phosphate buffer medium pH 7.4 for 3 hours, and phosphate buffer medium pH 6.8 for 3 hours continuously. The drug release profile percentages were -0.11% (1A), 0.42% (2A), 0.50% (1B), and 0.50% (2B), respectively. Based on the test results, zinc alginate beads, with or without probiotics, are not optimal as colon-targeted preparations because the drug release is not optimal under colonic pH conditions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragi, Sheryn Laura
"Dalam dua dekade terakhir, terjadi peningkatan insidensi Inflammatory Bowel Disease (IBD) secara global. Deksametason yang tergolong dalam golongan kortikosteroid menjadi salah satu pilihan terapi IBD. Deksametason memiliki spesifisitas yang rendah sehingga dapat memberikan banyak efek samping ketika diberikan lewat rute oral konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi beads berisi deksametason (F1) dan deksametason-probiotik (F2) menggunakan metode gelasi ionik, dengan polimer natrium alginat (2%) yang disambung silang dengan kation Ca2+ dari kalsium klorida (3%). Probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Probiotik ditambahkan dengan tujuan memfasilitasi degradasi polimer pada lingkungan kolon. Beads kalsium-alginat yang dihasilkan berbentuk hampir bulat dan memiliki efisiensi penjerapan yang tinggi (F1 94,839%, F2 97,415%). Beads kemudian disalut oleh Eudragit L100 (F1A & F2A) atau Eudragit S100 (F1B & F2B). Pengujian pelepasan zat aktif dilakukan secara in vitro pada medium HCl 0,1 N pH 1,2 (2 jam), dapar fosfat pH 7,4 (3 jam), dan dapar fosfat pH 6,8 (3 jam) secara kontinu. Keempat formula beads berhasil menghasilkan pelepasan rendah pada medium HCl. Formula dengan probiotik yang tersalut dengan Eudragit L100 (F2A) merupakan formula terbaik karena berhasil menghasilkan pelepasan deksametason dalam HCl yang rendah (3,062 ± 0,036%), dan memberikan pelepasan kumulatif deksametason pada kolon yang paling tinggi (94,698 ± 0,608%). Hasil pengujian menunjukkan bahwa beads dengan probiotik memiliki pelepasan kumulatif yang lebih tinggi dibanding beads tanpa probiotik.

In the past two decades, there has been an increase in the incidence of Inflammatory Bowel Disease (IBD) globally. Dexamethasone, which belongs to corticosteroid class, has low specificity so that it can produces many side effects when given by the conventional oral route. This research was conducted to prepare and evaluate beads containing dexamethasone (F1) and dexamethasone-probiotic (F2) by ionic gelation method, where sodium alginate (2%) was crosslinked with Ca2+ ions from calcium chloride (3%). Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium bifidum are used as probiotics in this formulation. Probiotics are added with the aim to facilitate the degradation of polymers in the colonic environment. The resulting beads are almost spherical in shape and have high entrapment efficiency (F1 94.839 ± 0.361%), F2 (97.415 ± 0.852%). The beads were then coated with Eudragit L100 (F1A & F2A) or Eudragit S100 (F1B & F2B). In vitro drug release study was performed on 0,1 N HCl pH 1,2 (2 hours), phosphate buffer pH 7.4 (3 hours), and phosphate buffer pH 6,8 (3 hours) continuously. All formulas successfully resist release in the acidic environment. Formula 2A was selected as most optimum formula as it could resist the release of dexamethasone in HCl (3.062 ± 0.036%), and gave the highest drug cumulative release in colon (94.698 ± 0.608%). The results showed that beads formulated with probiotics had higher cumulative release compared with the beads with dexamethasone only."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Lestari
"Transdermal drug delivery system (TDDS) adalah sistem penghantaran obat yang digunakan pada permukaan kulit dengan tujuan sistemik. Untuk itu, diperlukan suatu eksipien pembentuk matriks transdermal yang dapat menghantarkan obat masuk ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan eksipien koproses xanthan gum dan amilosa tersambungsilang-6 (Ko-CLA6-XG) sebagai matriks sediaan transdermal, kemudian dilakukan uji penetrasi secara in vitro dan in vivo. Ko-CLA6-XG diformulasikan dalam bentuk hidrogel dengan model obat natrium diklofenak. Uji penetrasi in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz yang kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV. Uji in vivo dilakukan dengan cara mengaplikasikan satu gram hidrogel dengan luas aplikasi 1,13 cm2 di atas kulit tikus bagian abdomen, kemudian sampel darah dikumpulkan melalui sinus orbitalis mata dan dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif obat yang terpenetrasi ke dalam kulit hingga 12 jam sebanyak 1435 ± 180 µg cm-2 dengan fluks total sebesar 118,55 ± 23,01 µg cm-2 jam-1 (r=0,0994) dan waktu tunda selama 48,6 ± 15,6 menit. Profil pelepasan natrium diklofenak selama 12 jam pada uji in vivo mencapai konsentrasi puncak plasma sebesar 2236 ± 398 ng/ml pada 0,86 ± 0,21 jam dengan AUC sebesar 25273 ± 4133 ng ml-1 jam. Kedua hasil uji memberikan gambaran bahwa hidrogel mengandung natrium diklofenak dengan Ko-CLA6-XG sebagai matriks dapat dikembangkan untuk sediaan transdermal.

Transdermal drug delivery system (TDDS) is the administration of therapeutic agents through the skin for systemic effect. Therefore, it requires an excipient for transdermal matrix-forming that can deliver drug across the skin. This present research was intended to develop the utilization of coprocessed excipient of xanthan gum and 6-cross-linked amylose (Co-CLA6-XG) as a matrix for transdermal and then evaluate the in vitro and in vivo penetration. Co-CLA6-XG was formulated as hydrogel with sodium diclofenac as a drug model. In vitro penetration study was evaluated using Franz diffusion cell analysed with spectrophotometre UV. The in vivo experiment was performed by applied one gram of hydrogel spread over 1,13 cm2 to the rat abdoment skin, then the blood samples were obtained from sinus orbitalis and analysed with high-performance liquid chromatography (HPLC). In vitro study records the cumulative drug permeated across the skin for 12 hours ranged 1435 ± 180 µg cm-2 and shows the transdermal flux 118,55 ± 23,01 µg cm-2 hours-1 (r = 0,994) with the lag time value ranged 48,6 ± 15,6 min. The release profile of sodium diclofenac for 12 hours in vivo reached a maximum peak of 2236 ± 398 ng/ml at 0,86 ± 0,21 hours with the AUC value was 25273 ± 4133 ng ml-1 hour. Thus diclofenaccontaining hydrogel using Co-CLA6-XG as a matrix could be developed as transdermal drug delivery."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jan Angelo Arinabo Sutiono
"Penyakit IBD pada kolon dapat ditangani dengan penggunaan mesalazin sebagai lini pertama pengobatan. Mesalazin merupakan obat golongan aminosalisilat dan hanya dapat bekerja secara lokal sehingga diperlukan formulasi sediaan dengan sistem tertarget kolon. Penelitian ini bertujuan untuk karakterisasi dan mengetahui profil pelepasan obat dari tablet matriks mesalazin yang diformulasikan dengan kitosan serta Eudragit S100 dan Eudragit L100. Dengan menggunakan perangkat lunak Design-Expert, 9 formula diperoleh dengan jumlah kitosan dan Eudragit yang bervariasi. Formulasi tablet matriks mesalazin dibuat dengan metode granulasi basah. Setelah itu, tablet dievaluasi lebih lanjut terkait karakteristiknya. Kemudian, hasil uji evaluasi tablet dan granul dipertimbangkan untuk penentuan 3 formula yang paling optimal yang dapat digunakan untuk uji profil disolusi secara in-vitro, yaitu formula F1, F3, dan F4. Hasil menunjukkan pelepasan pada media asam hidroklorida pH 1,2 di menit ke-120 untuk formula F1, F3, dan F4 secara berturut – turut adalah 27,98 ± 1,58%; 27,20 ± 1,71%; dan 17,98 ± 2,30%. Di antara ketiga formula tersebut, formula F4 dianggap sebagai formula yang terbaik karena pelepasan obat kumulatif di media asam paling sedikit dibandingkan dengan 2 formula lainnya. Walaupun demikian, hasil uji ANOVA satu arah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara formula F1, F3, dan F4 dalam hal pelepasan kumulatif obat dari menit ke-15 hingga menit ke-1440 (p=0,451).

IBD in the colon can be treated with the usage of mesalazine as a first-line therapy. Mesalazine is categorized as an aminosalicylic drug and can only provide therapeutic effect locally. Therefore, a formulation of colon targeted system is needed. The purpose of this study is to determine the characteristics and drug release profile of mesalazin matrix tablet formulated with chitosan, Eudragit L100, and Eudragit S100. The Design-Expert application is used to obtain 9 different formulas with a variety of chitosan and Eudragit concentrations. The formulation of mesalazin matrix tablet involve wet granulation method. After formulation, the tablet was evaluated to determine its characteristics. The results of the tests were used to determine which 3 of the 9 formulas are the most optimal to be evaluated for dissolution test. The chosen formulas were F1, F3, dan F4. The results of the dissolution test show that the cumulative drug release in the acidic media at the 120th minute of  F1, F3, and F4 were 27.98 ± 1.58%; 27.20 ± 1.71%; and 17.94 ± 2.30% respectively. It has been proved that F4 is the most desired formula due to its lesser cumulative drug release in the acidic media compared to the other two formulas. However, the one-way ANOVA test result showed no significant differences between the 3 formulas in terms of cumulative drug release from the 15th to the 1440th minute of dissolution time (p=0.451)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprillia Wulandari
"Eksipien koproses xanthan gum-amilosa tersambungsilang (Ko-CLA-XG) beresiko mengalami degradasi enzimatis oleh α-amilase. Hal ini dapat mempengaruhi pelepasan obat dalam matriks eksipien Ko-CLA-XG. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui degradasi enzimatis eksipien Ko-CLA-XG dan melihat pengaruh α-amilase pada profil disolusi tablet lepas lambat natrium diklofenak dengan matriks eksipien Ko-CLA-XG. Eksipien Ko-CLA-XG merupakan hasil koproses dari amilosa tersambungsilang dengan xanthan gum. Amilosa disambungsilang dengan menggunakan natrium trimetafosfat dalam konsentrasi 6% dan 12%. Eksipien Ko-CLA6-XG dan Ko-CLA12-XG dibuat dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1 kemudian dilakukan uji degradasi enzimatis dengan metode iodin. Selanjutnya eksipien Ko-CLA-XG diformulasikan menjadi tablet lepas lambat dengan metode kempa langsung. Tablet lepas lambat yang dihasilkan dievaluasi dan dipelajari profil pelepasan obat dengan dan tanpa menggunakan α-amilase.
Hasil penelitian menunjukkan derajat substitusi CLA6 dan CLA12 adalah 0,204 dan 0,319. Waktu untuk mendegradasi CLA sebanyak 20% dari eksipien Ko-CLA6-XG 1:1, 1:2, dan 2:1 berturut-turut adalah 28 menit, 43 menit, dan 24 menit serta eksipien Ko-CLA12-XG 1:1, 1:2, dan 2:1 berturut-turut adalah 44 menit, 45 menit, dan 36 menit. Seluruh tablet lepas lambat yang diformulasikan memenuhi persyaratan evaluasi tablet. Profil pelepasan tablet dengan matriks eksipien Ko-CLA-XG tidak terpengaruh oleh adanya α-amilase. Oleh karena itu, eksipien Ko-CLAXG dapat digunakan sebagai matriks tablet lepas lambat.

Coproccessed xanthan gum-crosslinked amylose (Co-CLA-XG) excipients are at risk of enzymatic degradation by α-amylase. It may affect the drug release of tablets with Co-CLA-XG excipients matrices. This study aims to know the enzymatic degradation of Co-CLA-XG excipients and to view α-amylase effect on dissolution profile of sodium diclofenac sustained release tablet with Co-CLA-XG excipients matrices. Co-CLA-XG excipients is the result of crosslinked amylose and coproccessed with xanthan gum. Amylose was crosslinked using sodium trimetaphosphate, which is 6% and 12%. Co-CLA6-XG and Co-CLA12-XG excipients were made with a ratio of 1:1, 1:2, and 2:1 then evaluated for enzymatic degradation using iodine method. Afterward, Co-CLA-XG excipients were formulated into sustained release tablets by direct compression. Tablets were evaluated and studied drug release profile using and without α-amylase.
The results showed substitution degree of CLA6 and CLA12 were 0.204 and 0.319. Time to degrade 20% CLA for Co-CLA6-XG excipients 1:1, 1:2, and 2:1 were 28, 43, and 24 minutes with Co-CLA12-XG excipients 1:1, 1:2, and 2:1 were 44, 45, and 36 minutes. Tablets fulfilled tablet evaluation requirements. The release profile of tablets with Co-CLA-XG excipients matrices were not affected by α-amylase. Therefore, Co-CLA-XG excipients can be used as a sustained-release tablet matrices.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Nizma
"Berdasarkan penelitian sebelumnya, eksipien sambung silang koproses xanthan gum-amilosa (CL-Ko-A-XG) berpotensi sebagai matriks dalam formulasi tablet lepas lambat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah eksipien yang terdegradasi oleh α-amilase dan pengaruh α-amilase terhadap profil disolusi dari tablet lepas lambat yang menggunakan matriks CL-Ko-A-XG. Eksipien disambungsilang dengan dua konsentrasi natrium trimetafosfat, yaitu 6% (CL6-Ko-A-XG) dan 12% (CL12-Ko-A-XG). Tiap eksipien dibuat dengan tiga perbandingan amilosa-xanthan gum, antara lain 1:1, 1:2 dan 2:1. Uji degradasi enzimatik dilakukan dilakukan terhadap serbuk eksipien selama 60 menit. Selain itu, eksipien digunakan sebagai matriks tablet lepas lambat dan diformulasi dengan metode kempa langsung. Kemudian, dilakukan uji disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4 dengan dan tanpa α-amylase selama 8 jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksipien CL6-Ko-A-XG dan CL12-Ko-A-XG terdegradasi sebesar 20% berturut-turut selama 10 dan 30 menit. Selain itu, tablet F1-F6 menunjukkan profil pelepasan obat diperlambat yang mengikuti kinetika pelepasan orde nol dan Korsmeyer-Peppas, dan tidak terpengaruh dengan adanya α-amylase. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa eksipien CL-Ko-A-XG lebih tahan terhadap degradasi enzimatik dibandingkan amilosa. Oleh karena itu, eksipien ini berpotensi sebagai matriks tunggal tablet lepas lambat.

Based on previous studies, cross-linked of coprocessed xanthan gum-amylose excipient (CL-Co-A-XG) has potential as a matrix in a sustained release tablet formulation. This study aims to determine amount of excipient that is degraded by α-amylase and influence of α-amylase to the dissolution profile of sustained release tablet that used matrix CL-Co-A-XG. Excipient is cross-linked with two concentration of sodium trimetaphospate, which is 6% (CL6-Co-A-XG) and 12% (CL12-Co-A-XG). Each excipient was made with ratio 1:1, 1:2 and 2:1 amylose-xanthan gum. Enzymatic degradation testhas been performed on excipient powder for 60 minutes. Beside that, sustained release tablet with CL-Co-A-XG excipient as matrix was formulated by direct compression method. Then, performed drug dissolution test in phosphate buffer pH 7.4 using and without α-amylase as medium for 8 hours. The results of this study showed that CL6-Co-A-XG and CL12-Co-A-XG were degraded 20% for 10 and 30 minutes. In addition, the release profile of F1-F6 tablets showed the sustained release profile which follow zero-order and Korsmeyer-Peppas kinetic, and not affected by presence of α-amylase. From this study, it can be concluded that the CL-Ko-A-XG excipients is more resistant from enzymatic degradation than amylose. Therefore, this excipient potential as a single matrix sustained release tablets.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Prana
"Kerugian jatuh tekanan (pressure drop) berkaitan dengan koefisien gesek dan merupakan hal yang penting dari sistem aliran fluida di dalam pipa karena berhubungan dengan penggunaan energi. Air murni merupakan salah satu dari fluida-fluida sederhana yang digunakan pada penelitian kerugian jatuh tekan. Air merupakan fluida newtonian dimana viskositasnya hanya berpengaruh oleh perubahan temperatur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan biopolimer xanthan gum terhadap nilai jatuh tekanan pada pipa spiral Ø 27mm dengan berbagai variasi konsentrasi yang berbeda, yaitu 150 ppm, 250 ppm dan 350 ppm. Aliran fluida memiliki karakteristik pokok (laminer atau turbulen). Didapat bahwa larutan xanthan gum mengalami pengurangan hambatan pada aliran turbulen. Percobaan dilakukan dari bilangan Reynolds rendah sampai tertinggi yaitu 25861 dengan rasio penurunan hambatan maksimumnya adalah 62,60%. Nilai Bilangan Reynolds yang tinggi berarti ada kecepatan aliran yang tinggi, perluasan fluida dan viskositas yang kecil. Gesekan antara fluida dan dinding pipa mengalami penurunan mengindikasikan keefektifan bahan uji sebagai drag reduction agent yang dapat dilihat dari koefisien gesek terhadap grafik Blasius.
Dari pengujian ini didapatkan data debit aliran, perbedaan ketinggian air dan kecepatan aliran. Spesifikasi dari alat pengujian yang diperlukan juga didapatkan untuk diolah menggunakan persamaan-persamaan empiris sehingga didapatkan hasil pengolahan, tampilan grafik hasil pengolahan yang akan dibandingkan dengan grafik secara teoritis. Grafik yang ditampilkan merupakan hubungan antara Bilangan Reynolds dan koefisien gesek dimana semakin kecil Bilangan Reynolds (laminer) maka akan semakin tinggi koefisien gesek pada. Perbedaan ketinggian air melalui alat ukur (pressure gauge) juga menunjukan besar kecilnya kerugian energi tersebut. Semakin tinggi perbedaan ketinggian air antar tiap titik alat pengukur tekanan maka kerugian energi semakin besar.

Pressure drop has a relavancy with the coefficient of friction and it's significant case of the system of fluid rate in the pipeline as it’s related with energy consumption. Pure water is one of plain fluids used on pressure drop research. Water is newtonian fluid which the viscosity depends is one of them affected temperature change. This research done in order to determine the effect of biopolymer xanthan gum to pressure drop at spiral pipe Ø 27mm with a variety of different concentrations 150 ppm, 250 ppm and 350 ppm. Fluid rate has a fundamental characteristic (laminar or turbulent). Found that xanthan gum is solution a reduction for turbulent flow. The experiment was performed from low to high Reynolds number to 25861 with the highest ratio of drag reduction is 62.6%. High value of Reynolds Number appears high velocity of fluid rate, fluid expansion and low viscosity. The Friction between the fluid and the pipe wall can neglected it mean the effectiveness of material (xanthan gum) as drag reduction agent which can be seen on grapich drag coefficient curve compare to blasius curve.
From the research obtains the capacity of rate, difference of water height, velocity of rate. Specification of the equipment required is also getting to processing that uses empirical equations, so it will get the processing result, processing result graphic will be compared with the theoritical graphic. The graphic being appeared is relation between Reynolds Number and coefficient of the friction, where on teh wane of Reynolds Number (laminar), so then the coefficient of friction increased. A difference of water height through the measuring instrument (pressure gauge) also appears amount of losses. The higher a difference of water height inter each point of pressure gauge, so the losses become bigger.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>