Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitanggang, Victory Fasten
"Pemeriksaan parameter hematologi telah banyak dilakukan pada subjek terkonfirmasi COVID-19 dengan metode RT-PCR tetapi belum banyak dilakukan pada subjek yang mengikuti Rapid Test antibodi sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Studi ini meninjau gambaran monosit darah pada populasi mahasiswa dari daerah dengan transmisi lokal dan riwayat kontak. Tujuan penelitian adalah menganalisis jumlah monosit dalam pemeriksaan darah rutin yang dibandingkan dengan hasil Rapid Test antibodi untuk mendukung interpretasi hasil Rapid Test antibodi. Data penelitian diperoleh dari 40 mahasiswa Asrama Universitas Indonesia yang mengikuti Rapid Test antibodi di Klinik Makara UI. Hasil Rapid Test antibodi seluruh subjek penelitian adalah nonreaktif. Seluruh parameter hematologi pada pemeriksaan darah rutin menunjukkan keadaan yang normal terlihat dari rerata seluruh parameter yang berada pada rentang nilai normal (Hemoglobin pada laki-laki; 14,45 ± 1,12 g/dL; Hemoglobin pada perempuan; 12,22 ± 0,83 g/dL; Eritrosit pada laki-laki; 5,29 ± 0,49x1012/L; Eritrosit pada perempuan; 4,49 ± 0,380x1012/L; Leukosit: 7,16 ± 0,59x109/L; Trombosit: 221,60 ± 38,381x109/L). Rerata jumlah monosit populasi subjek adalah 0,60 ± 0,49x109/L dan berada pada rentang nilai normal (0,1—0,8x109/L) sebagaimana pada subjek dengan infeksi COVID-19 yang tidak mengalami perubahan jumlah monosit. Terdapat 5 subjek dengan jumlah monosit yang tinggi. Berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah monosit didukung dengan jumlah leukosit terdapat indikasi infeksi COVID-19 pada populasi subjek penelitian yang berada pada tahap awal dan menunjukkan prognosis yang baik dan tidak bergejala.

Examination of haematological parameters has been widely carried out on subjects with confirmed COVID-19 using the RT-PCR method but not many have been carried out on subjects who take the rapid antibody test, so it needs to be investigated further. This study examines the profile of blood monocytes in a student population from an area with local transmission and contact history. The purpose of the study was to analyze the number of monocytes in routine blood tests compared with the results of the rapid antibody test to support the interpretation of the rapid antibody test’s result. Research data was obtained from 40 students of Asrama UI who took the rapid antibody test at the Klinik Makara UI. The results of the rapid antibody test of all research subjects were non-reactive. All haematological parameters on routine blood examination showed normal conditions as seen from the average of all parameters that were in the normal range (Haemoglobin in men; 14.45 ± 1.12 g/dL; Hemoglobin in women; 12, 22 ± 0.83 g/dL; Erythrocytes in men; 5.29 ± 0.49x1012/L; Erythrocytes in women; 4.49 ± 0.380x1012/L; Leukocytes: 7.16 ± 0.59x109/L ; Platelets: 221.60 ± 38.381x109/L). The mean number of monocytes in the subject population was 0.60 ± 0.49x109/L and was in the normal range (0.1—0,8x109/L) as in subjects with COVID-19 infection who did not experience changes in monocyte counts. There were 5 subjects with high monocyte counts. Based on the results of the examination of the number of monocytes and supported by the number of leukocytes, there are indications of COVID-19 infection in the population of research subjects who are in the early stages and show a good prognosis and are asymptomatic."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rachmat Yudiyanto
"Latar belakang: Diare merupakan masalah kesehatan paling sering pada anak.Berbagai penyebab diare dapat menyebabkan diare berlangsung lama dan bisa menjadi malnutrisi (gizi buruk).Penyebab diare bisa disebabkan oleh infeksi bakteri dan membutuhkan antibiotik sehingga diperlukan deteksi sedini mungkin. Pemeriksaan soluble triggering receptor expressed on myeloid cells-1 (sTREM-1) dapat menduga adanya infeksi bakteri pada anak dengan diare akut. Tujuan :Mengetahui seberapa besar nilai diagnostik peningkatan leukosit dalam tinja dibandingkan dengan sTREM-1. Metode :studi potong lintang terhadap anak usia 6-60 bulan dengan diare akut tanpa komplikasi dan penyerta penyakit lain. Pada subyek dilakukan anamnesis gambaran klinis (demam, muntah, sakit perut), pemeriksaan leukosit dalam tinja dan pemeriksaan sTREM-1 sebagai referensi standard. Hasil : Anak dengan diare akut oleh karena infeksi bakteri usia 6-60 bulan dengan sTREM-1>470 pg/mL sebanyak 2 dari 64 subyek penelitian dan leukosit tinja > 10 / LPB sebanyak 14 dari 64 subyek penelitian, terbanyak lelaki, status nutrisi normal dan memiliki gambaran klinis demam, muntah dan tanpa sakit perut. Peningkatan leukosit tinja > 10 / LPB memiliki sensitifitas 50 %, spesifisitas 79,1 %, nilai prediksi positif 7,1 %, nilai prediksi negatif 98 %, akurasi 78 %, nilai rasio likelihood positif 2,18 dan nilai rasio likelihood negatif 0,63. Simpulan :Peningkatan leukosit tinja > 10 / LPB sebagai konfirmasi diagnostik kurang
baik dalam mendiagnosis diare akut oleh karena infeksi bakteri.

Background: Diarrhea is a health problem most often occurs in children. Various etiology of diarrhea can cause prolonged diarrhea and become malnourished (malnutrition). The etiology of diarrhea can be caused by a bacterial infection and requires antibiotics, so that detection is needed as early as possible. Examination of soluble triggering expressed receptors on myeloid cells-1 (sTREM-1) can predict bacterial infection in children with acute diarrhea. Objective: toknow how much the diagnostic value of fecal leukocytes test compared to sTREM-1. Methods: cross-sectional study of children aged 6-60 months with acute diarrhea without complications and other diseases. In the subjects, clinical manifestation was performed (fever, vomiting, abdominal pain), fecal leukocyte test and sTREM-1 test as a standard reference. Results : Children, aged 6-60 months with acute diarrhea due to bacterial infections
with sTREM-1> 470 pg / mL as many as 2 of 64 subjects and fecal leukocytes > 10 / HPF as many as 14 of 64 subjects, most male, normal nutritional status and had clinical
manifestation of fever, vomiting and without abdominal pain. Increased fecal leukocytes > 10 / HPF has a sensitivity of 50%, specificity 79.1%, positive predictive value 7.1%, negative predictive value 98%, accuracy 78%, positive likelihood ratio 2.18 and negative likelihood ratio 0, 63. Conclusion: Fecal leukocyte test > 10 / HPF as a diagnostic confirmation is not good in
diagnosing acute diarrhea due to bacterial infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Aristyo
"ABSTRAK
Latar Belakang: Beberapa tahun belakangan ini, berbagai aspek sosial-ekonomi sering dihubungkan dengan pasangan yang menunda konsepsi mereka. Fenomena ini memunculkan isu tentang bagaimana umur ayah dan ibu dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan reproduksi. Dengan demikian, adalah hal yang sangat penting untuk mengerti bagaimana umur dapat mempengaruhi fertilitas mereka.Tujuan: Mencari korelasi antara umur dari pasien infertil dengan Index Fragmentasi DNA dan jumlah leukosit semenMetode: Penelitian ini dilakukan dengan metode retrospektif deskriptif. Sumber data pada penelitian ini adalah rekam medis pasien infertil dari Departemen Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pengambilan data dimulai dari Mei 2014 sampai Mei 2015 dengan jumlah sampel 51 dan 32 untuk setiap korelasiHasil: Pada studi ini, ada 2 korelasi yang dilakukan; 1 umur dari pasien infertil berkorelasi positif r = 0.502 dengan indeks fragmentasi DNA and 2 jumlah leukosit semen juga berkorelasi positif r = 0.528 dengan indeks fragmentasi DNAKata kunci: indeks fragmentasi DNA; infertilitas pria; umur; jumlah leukosit semen

ABSTRACT
Background Over the last years, various socio economic aspects have been attributed to couples who delay their conception. This phenomenon has raised an issue of how both paternal and maternal age influences the reproductive success rate. It is essential to comprehend the way age affects the fertility as it is common for partners to delay their childbirth until later decades of their livesAim To find the correlation between age of infertile male patients with their DNA fragmentation index and seminal leukocyte countMethods This study was conducted with retrospective descriptive method. The source of data in this study was medical records of infertile male patients in Department of Biology Faculty of Medicine Universitas Indonesia. The data was nested from May 2014 to May 2015 with sample number of 51 and 32 for each correlation respectively.Results In this study, there are two correlations being done 1 age of infertile male patients are positively correlated r 0.502 with their DNA fragmentation index and 2 their seminal leukocyte count are also positively correlated r 0.528 with their DNA fragmentation index.Keywords DNA fragmentation index male infertility age seminal leukocyte count."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyu Mulyati
"ABSTRAK
Frekuensi denyut jantung jantan dan betina rata-rata 88 denyut/menit (x̅ = 88 denyut/menit), pada suhu kamar (x̅ = 25,97°C) dan kelembaban udara (x̅ = 62,17%). Berat badan jantan (x̅ = 50,32 gram) dan betina (x̅ = 68,747 gram). Jumlah eritrosit jantan (x̅ = 604.333 sel/mm3 darah) dan betina (x̅ = 571.633 sel/mm darah). Kadar hematokrit jantan (x̅ = 35,77$) dan betina (x̅ = 30,97^). Kadar hemoglobin jantan (x̅ = 15,27 gram/100 ml darah) dan betina (x̅ = 12,95 gram/100 ml darah).
Jumlah leukosit jantan (x̅ = 16.900 sel/mm darah) dan betina (x̅ = 14.283 sel/mm darah). Jumlah trombosit jantan (x̅ = 13 sel/40 lapangan penglihatan) dan betina (x̅ = 14 sel/40 lapangan penglihatan). Jumlah eritroplastid jantan (x̅ = 0,005% dari eritrosit) dan betina (x̅ = 0,028^ dari eritrosit). Limfosit merupakan jenis leukosit yang terbanyak jumlahnya. urutan berikutnya adalah heterofil, monosit, eosinofil dan basofil. Berdasarkan hasil analisis dengan uji korelasi jenjang Spearman pada α= 0,05, tidak terdapat korelasi antara berat badan dengan frekuensi denyut jantung, jumlah eritrosit, nilai hematokrit serta kadar hemoglobin pada B. melanostictus Schneider. Analisis dengan uji Mann-whitney pada α = 0,05, diperoleh frekuensi denyut jantung dan jumlah eritrosit pada B. melanostictus jantan tidak berbeda denqan betina. Sedangkan nilai hematokrit dan kadar hemoglobin jantan berbeda dengan betina."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dreyfus, Camille
New York: Grune & Stratton , 1957
616.159 DRE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Firly Mariani
"Obat herbal atau jamu banyak digunakan masyarakat sebagai pengobatan alternatif yang bersifat empiris, satu diantaranya adalah untuk pengobatan asam urat. Penggunaan obat herbal untuk pemeliharaan kesehatan perlu didukung dengan pengujian ilmiah untuk menjamin keamanan penggunaannya, yaitu dengan mengamati gejala toksik yang mungkin terjadi pada hewan uji dengan penggunaan dalam jangka waktu yang lama. Pada penelitian ini jamu teh celup asam urat diberikan setiap hari secara oral selama 90 hari untuk mengetahui pengaruh hematologis dan histologis tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Tikus dibagi dalam tiga kelompok dosis uji yaitu berturut-turut 1800, 3600, 7200 mg/kg bb dan satu kelompok kontrol dan masing-masing terdiri atas 10 ekor tikus. Pemeriksaan jumlah sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan kadar hemoglobin dilakukan pada hari ke-0,45, dan 91 sedangkan pembedahan organ paru untuk pemeriksaan histologi dilakukan pada hari ke-91. Penilaian hematologis dapat dilihat dari uji statistik (ANAVA) 1 arah, sedangkan penilaian kondisi paru didasarkan hasil pengamatan secara mikroskopik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian sediaan jamu tidak berpengaruh terhadap hematologi (p > 0,05) dan histologi paru.
Many people in Indonesia using herbal or Traditional medicine as an empirical alternative medication, one of them is for hyperuricemia therapy. The use of herbal medicine for maintaining need support by scientific research to ensure the safety, among others by conducting a toxicity testing to observe whether toxic symptom occurred in a long period usage in experimental animal. In this research a herbal tea for curing hyperuricemia was given orally for 90 days to observe the influence on hematology and lung histology of the male albino rats Sprague Dawley. The experimental rats were divided into three group of dosages viz 1800, 3600, and 7200 mg/kg body weight and one group of control. Each group consisting of 10 mice. The measuring of hemoglobin concentration and enumeration the number of red blood cells, white blood cells, and platelet were carried out on day-0, day-45th, and day-91st, while histology examination of the lung was done on day-91st. The hematological assessment could be seen from One Way ANOVA statistic test, whereas the lung condition assessment based on the result from microscopic observation. The experimental result showed that there was no sign of influence in experimental rats hematology (p>0,05) and lung histology."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Azharry R
"Latar belakang: Sepsis neonatorum awitan lambat SNAL , merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terpenting bayi berat lahir rendah di rumah sakit. Klinisnya tidak spesifik sehingga membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosisnya. Baku emas kultur darah memiliki nilai diagnostik yang rendah dan hingga kini belum ada penanda infeksi tunggal yang dapat mendiagnosis sepsis neonatorum. Toll-like receptor TLR berperan dalam mengenali patogen dan memulai respon imun. Ekspresi TLR2 dan TLR4 diharapkan dapat menjadi penanda sepsis neonatorum. Tujuan: Mengetahui ekspresi TLR2 dan TLR4 neutrofil dan monosit serta nilai diagnostiknya pada SNAL. Metode: Studi potong lintang pada Mei-Juni 2017 yang melibatkan 52 neonatus >72 jam dengan klinis sepsis. Pemeriksaan darah perifer lengkap, rasio I/T, CRP, PCT, TLR2 dan TLR4 menggunakan flow cytometry dilakukan dan dibandingkan dengan kultur darah. Hasil: Insidens SNAL penelitian ini sebesar 32,6 . Terdapat penurunan ekspresi TLR2 neutrofil maupun monosit pada kasus SNAL. Peningkatan ekspresi TLR4 neutrofil memiliki sensitivitas 88,2 , spesifisitas 20 , dan AUC 0,541. Ekspresi TLR4 monosit memiliki sensitivitas 92,1 , spesifisitas 11,4 , dan AUC 0,528 jika dibandingkan kultur darah. Nilai AUC CRP meningkat hingga lebih dari 0,75 setelah dikombinasikan dengan TLR4. Simpulan: Pada SNAL, ekspresi TLR4 memiliki sensitivitas yang baik namun kurang spesifik. Pemeriksaan TLR4 dapat menunjang nilai diagnostik CRP.

Background Late onset neonatal sepsis LONS , is the major morbidity and mortality in low birth weight. Unspecific clinical manifestation make laboratory examination is needed to establish the diagnosis. Unfortunately, blood culture as a gold standard has low diagnostic value. While, there is no single infection marker to diagnose neonatal sepsis. TLRs are a sensor to recognize the pathogens and trigger the immune response. Expression of TLR2 and TLR4 are promising to be a septic marker. Aim To know the expression of TLR2 and TLR4 neutrophil and monocyte and their diagnostic value in LONS. Methods A cross sectional study was conducted from May June 2017 which involved 52 neonates 72 hours with clinically sepsis. Complete blood count, I T ratio, CRP, PCT, TLR2 and TLR4 by flow cytometry already done and compared to blood culture. Result The incidence of LONS is 32.6 . There is TLR2 down expression in LONS. Expression of TLR4 neutrophil has sensitivity 88.2 , specificity 20 , and AUC 0.541. While TLR4 monocyte has sensitivity 92.1 , specificity 11.4 , and AUC 0.528. AUC of CRP is increased over to 0.75 after combined with TLR4. Conclusion Expression of TLR4 have good sensitivity but less specific. TLR4 expression could increase the diagnostic value of CRP."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Wulandari
"Pajanan kronis benzena di lingkungan kerja selalu dihubungkan dengan gangguan hematologi. Hal ini dikarenakan sistem hematologi adalah jaringan target yang paling kritis terhadap pajanan benzena melalui rute inhalasi dan diketahui sebagai penyebab pansitopenia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar S-PMA urin dengan leukosit pada pekerja industri sepatu informal yang terpajan benzena. Penelitian menggunakan desain cross sectional di enam industri sepatu informal yang berada di kawasan Cibaduyut dengan jumlah sampel 64 pekerja. Sampel urin dan darah diambil pada masing-masing sampel untuk menilai kadar S-PMA urin dan jumlah leukosit. Kadar S-PMA urin diukur dengan menggunakan alat LC-MS/MS dan leukosit diukur menggunakan alat Automated Hematology Analyzer. Data karakteristik individu diperoleh melalui wawancara langsung. Konsentrasi benzena di udara menggunakan data sekunder dari penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar S-PMA dengan leukosit (p value: 0,048) dan kadar S-PMA urin dengan jenis pekerjaan (p value: 0,004). Sebanyak 31,3% pekerja memiliki kadar S-PMA urin melampaui BEI ACGIH (>25 μg/g kreatinin). Semakin tinggi konsentrasi benzena di udara ruang kerja, semakin banyak pekerja yang memiliki kadar S-PMA urin >25 μg/g kreatinin. Hasil uji regresi linear ganda menemukan bahwa ada kecenderungan asosiasi antara kadar S-PMA urin dengan leukosit, setelah dikontrol dengan variabel jenis pekerjaan, jam kerja per hari, dan kebiasaan berolahraga. Hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat asosiasi antara kadar S-PMA urin dengan penurunan jumlah leukosit.

Benzene high exposure in working is environment always connected to hematology disorders. This is caused by hematology system is the most critical target network toward benzene exposure through inhaling route. This study aims to analyze the relation between urinary and leukocytes S-PMA level of informal shoes industrial workers exposed to benzene. This study uses cross sectional design in six informal shoes industries which are located in Cibaduyut with the number of sample of 64 workers. Urinary and blood samples are collected on each sample to measure urinary S-PMA level and the number of leukocytes. Urinary SPMA level is measured using Automated Hematology Analyzer. Individual characteristic data are obtained through direct interview. To measure benzene concentration, secondary data of previous study is used. The result of the study indicates that there is significant correlation between S-PMA level with leukocytes (p value: 0.048) and urinary S-PMA level with the type of job (p value: 0.004). By 31.3% workers have urinary S-PMA level more than BEI ACGIH (>25 μg/g creatinine). The higher the benzene concentration of indoor air, the more workers have urinary S-PMA level > 25 μg/g creatinine. The result of double linear regression test finds that there is association tendency between urinary and leukocytes S-PMA level, after it is controlled by type of job, time of work per day, and exercising habit variables. It can be concluded that there is association between urinary S-PMA level and the number of leukocytes decrease.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Syarifuddin
"Latar belakang: Respon terapi diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) sangat heterogen. Skor IPI dan subtype DLBCL berdasarkan algoritma Hans masih banyak dipakai untuk menentukan prognosis. Jumlah monosit absolut (AMC) dan Tumor microenviroment (TME)  memiliki peranan penting dalam memprediksi  terjadinya event pada DLBCL. Beberapa TME yang telah dikaji adalah tumor associated macrophage (TAM), dan tumor infiltrating lymphocytes (TIL), namun masih terdapat hasil yang kontradiktif terhadap tingkat survival pasien DLBCL yang mendapatkan regimen terapi RCHOP dalam dua tahun.
Tujuan penelitian: Mengetahui hubungan antara AMC,  TAM dan TIL terhadap event free survival 2 Tahun  pada  DLBCL yang mendapatkan terapi RCHOP.
Metode penelitian: Penelitian ini adalah studi kohort retrospektif dengan mengambil data rekam medis pasien dari Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang terdaftar sejak Januari 2014-Maret 2021. Kami mengumpulkan data demografis, hasil pemeriksaan klinis,  laboratorium, termasuk AMC, pemeriksaan radiologi dan event selama 2 tahun. Pemeriksaan CD163 dan CD8 menggunakan pewarnaan imunohistokimia antibodi dari parafin blok biopsi jaringan. Kami menganalisis nilai cut off terbaik dari AMC, CD163, dan CD8 dalam menentukan survival dua tahun dan korelasi AMC terhadap CD163 dan CD8.
Hasil: Kami menganalisis sebanyak 108 pasien (52% laki-laki, 33,3% usia lebih dari enam puluh tahun). Ditemukan nilai cut off terbaik AMC, CD163, dan CD8 berturut-turut adalah 631, 23, dan 27,5%. Terdapat hubungan yang bermakna berturut-turut antara AMC dan CD163 serta CD8 (r=0,577, p<0,001; r=-0,599, p<0,001). Kesimpulan dari penelitian ini ditemukan AMC, TAM M2 (CD163) dan TIL CD8 secara kuantitatif berhubungan dengan event free survival 2 tahun pada pasien DLBCL yang mendapatkan terapi RCHOP. Terdapat hubungan korelasi positif sedang antara AMC dengan TAM M2 (CD163),  dan hubungan korelasi negatif sedang antara AMC dengan  TIL CD8.

Background: Response to therapy of diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) is very heterogeneous. IPI scores and DLBCL subtypes based on Hans' algorithm are still widely used to determine prognosis. Absolute monocyte count (AMC) and tumor microenvironment (TME) are important in predicting events in DLBCL. Several TMEs studied are tumor-associated macrophages (TAM) and tumor-infiltrating lymphocytes (TIL). However, there are still contradictory results regarding the survival rate of DLBCL patients who receive RCHOP therapy regimens within two years.
Objective: This study aimed to determine the correlation between AMC, TAM, and TIL on 2-year event-free survival in DLBCL receiving RCHOP therapy.
Methods: This research is a retrospective cohort study by taking patient medical record data from Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) registered from January 2014-March 2021. We collected demographic data, clinical and laboratory examinations, including AMC, radiological examinations, and events for 2 years. Examine CD163 and CD8 using antibody immunohistochemical staining of paraffin tissue biopsy blocks. We analyzed the best cut-off values ​​of AMC, CD163, and CD8 in determining two-year survival and the correlation of AMC to CD163 and CD8.
Results: We analyzed 108 patients (52% male, 33.3% over sixty). It was found that the best cut-off values ​​for AMC, CD163, and CD8 were 631, 23, and 27.5%, respectively. There was a significant relationship between AMC and CD163 and CD8, respectively (r=0.577, p<0.001; r=-0.599, p<0.001). This study concluded that AMC, TAM M2 (CD163), and TIL CD8 were quantitatively associated with 2-year event-free survival in DLBCL patients receiving RCHOP therapy. A moderate positive correlation exists between AMC and TAM M2 (CD163) and a moderate negative correlation between AMC and TIL CD8.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wulandari
"Kebocoran plasma pada fase kritis berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas infeksi dengue. Hingga saat ini belum diketahui pasti patofisiologinya dan kejadiannya belum dapat diprediksi. Diteliti peran respons imun pejamu dengan kejadian kebocoran plasma pada pasien dengue dengan melihat hubungan antara hitung virus intra-monosit dan hitung monosit absolut pada fase akut dengan kejadian kebocoran plasma pada fase kritis, serta mengetahui adanya antibodi terhadap sel endotel yang kemungkinan berperan pada kebocoran plasma. Penelitian ini merupakan kohort prospektif dengan 127 subjek penelitian yang terinfeksi serotipe DENV tunggal berdasarkan rt-PCR dan dirawat di rumah sakit sebelum hari keempat demam. Spesimen darah diambil pada hari kedua demam, dan perubahan klinis dan laboratoris dipantau hingga hari ketujuh perawatan. Kebocoran plasma ditentukan pada fase kritis hari ke-5 sampai ke-7, berdasarkan kriteria WHO dan dengue score. Pada pasien dengan kebocoran plasma berdasarkan kriteria WHO, tidak terdapat perbedaan hitung virus DENV plasma pada hari kedua demam (p = 0,325) dengan pasien tanpa kebocoran plasma. Hitung virus DEN intra-monosit lebih tinggi secara bermakna (p = 0,031). Jika dikelompokkan berdasarkan dengue score, perbedaan hitung DENV intra-monosit bermakna antara kelompok skor > 3 dan skor < 1 (p = 0,07), namun tidak ditemukan perbedaan antara kelompok skor 2 dan < 1 (p = 0,14) dan antara skor 2 dan skor > 3 (p = 0,23). Demikian pula tidak ada perbedaan bermakna hitung DENV plasma pada ketiga kelompok tersebut (nilai p masing-masing adalah 0,07, 0,14, dan 0,95). Hitung absolut monosit darah tepi mengalami penurunan pada semua pasien, dengan titik terendah pada hari ketiga demam. Penurunan lebih besar secara bermakna (p = 0,015) terjadi pada kelompok dengan kebocoran plasma. Dengan titik potong hitung monosit absolut hari ketiga 250 sel/L, diperoleh AUC 0,742 untuk memprediksi kebocoran plasma dengan kriteria WHO, dan AUC 0,647 untuk memprediksi dengue score > 3 pada fase kritis. Selain itu, ditemukan antibodi terhadap sel endotel pada pasien terinfeksi DENV, dengan 3 target lebih banyak diekspresikan pada pasien dengan kebocoran plasma adalah protein berukuran 37 kDa, 75 kDa, dan 120 kDa. Kebocoran plasma pada fase kritis berhubungan dengan hitung virus DENV intra-monosit yang lebih lebih tinggi dan jumlah absolut monosit darah tepi yang lebih rendah pada fase akut. Dengan titik potong hitung monosit absolut pada hari ketiga 250 sel/L dapat diprediksi kejadian kebocoran plasma pada fase kritis. Ditemukan antibodi terhadap sel endotel yang kemungkinan berhubungan dan berpotensi sebagai penanda prediktor kebocoran plasma.

Plasma leakage during the critical phase is associated with morbidity and mortality from dengue infection. Until now, the pathophysiology is remains unclear, and the occurrence is unpredictable. We examine the role of host immune response in the pathophysiology of plasma leakage in dengue infected patients by studying the association of intra-monocyte DENV viral load and monocyte absolute count during the acute phase with plasma leakage during critical phase. We also examined the existence of anti-endothelial antibody in dengue infected patients’ plasma that could potentially be involved in the plasma leakage. This prospective cohort study involved 127 subjects with single DENV serotype infected identified by rt-PCR and hospitalized for three days after the fever occurs. Blood samples were taken on the second day, and all the patients were monitored until the 7th day for clinical and laboratory changes. Plasma leakage was determined on fifth to seventh day, according to the WHO criteria and dengue score. In the plasma leakage group, based on WHO criteria, there was no significant difference in plasma DENV viral load (p = 0.325), while the intra-monocyte DENV viral load was significantly higher (p = 0.031). Based on the dengue score grouping, intra-monocyte DENV viral load was significantly higher on score > 3 compared to score < 1 (p = 0.07), but there was no significant difference between scores 2 and < 1 (p = 0.14), and between scores 2 and > 3 (p = 0.23). There were no significant differences in plasma DENV viral load among those groups (respective p values: 0.07, 0.14, and 0.95). The monocyte absolute count decreased in all the patients, with the lowest count was reached on the third day of fever. On day 3, the monocyte absolute counts were significantly lower among plasma leakage patients compared to non-plasma leakage patients (p = 0.015). By using a cut-off point of absolute monocyte count of 250 cells/L, We obtained an AUC of 0.742 which was used to predict the occurrence of plasma leakage in the critical phase based on WHO criteria, and AUC 0.647 to predict dengue score > 3. We also found the anti-endothelial antibodies in the acute plasma of dengue infected patients. The prominent antibodies targeting endothelial proteins of 37 kDa, 75 kDa, and 120 kDa were expressed more among the plasma leakage groups. Plasma leakage during the critical phase is associated with higher intra-monocyte DENV viral loads and lower monocyte absolute count compared to the acute phase. The monocyte absolute count cut-off point of 250 cells/L on the third day may be used as predictor of plasma leakage. Anti- endothelial antibodies were detected in acute plasma and might be associated and used as predictors of plasma leakage."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>