Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117408 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harlita Novela
"Pembuatan suatu wasiat (testament) dalam pembagian warisan seharusnya orang yang menyatakan wasiat itu (pewaris) mengemukakan secara lisan di hadapan Notaris dan dua orang saksi serta dengan persetujuan ahli waris lainnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 195 ayat (1),(2), dan (3) Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam kasus yang diteliti, surat hibah wasiat dibuat tanpa persetujuan ahli waris dan tidak ada saksi, sehingga hakim memutuskan untuk membatalkan hibah wasiat tersebut karena cacat formil. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai 1. Penerapan hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan berdasarkan perspektif hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Indonesia, 2. Akibat hukum surat hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan berkaitan dengan Putusan PTA Nomor 27/Pdt.G/2018/PTA.Mdn. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penilitian preskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hibah wasiat pada putusan PTA Nomor 27/Pdt.G/2018/PTA.Mdn dibuat tanpa adanya saksi dan tanpa persetujuan ahli waris. Berdasarkan hukum Islam hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 195 ayat (1) dan (3) KHI bahwa wasiat hendaknya dilakukan secara lisan atau tertulis di hadapan 2 (dua) orang saksi ataupun di hadapan Notaris, dan wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hal tersebut juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 931-932 bahwa wasiat yang dibuat dibawah tangan hanya boleh dibuat secara akta olografis (ditulis tangan sendiri) dan dengan akta rahasia (akta tertutup) dengan cara diserahkan kepada Notaris, kemudian Notaris membuatkan akta penyimpanan yang dibuat di hadapan para saksi dan ditandatangani oleh Notaris, pewaris dan para saksi. Akibat hukum surat hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan pada Putusan PTA Nomor 27/Pdt.G/2018/PTA adalah tidak berlaku sah dan dinyatakan cacat formil karena surat hibah wasiat tersebut tidak memenuhi syarat-syarat formil sebagai akta wasiat dibawah tangan sebagaimana pada Pasal 195 ayat (1) dan (3) KHI.

The making of a will (testament) in the distribution of inheritance, the person who declares the will (the heir) should present it orally before a Notary and two witnesses and with the approval of other heirs. This is in accordance with the provisions of Article 195 paragraphs (1), (2), and (3) the Compilation of Islamic Law (KHI). In the case studied, the testamentary grant was made without the consent of the heirs and there were no witnesses, so the judge decided to cancel the testamentary grant due to a formal defect. The problems raised in this study are about 1. The application of wills made under the hands based on the perspective of Islamic law and the Indonesian Civil Code, 2. The legal consequences of testaments made under the hands related to PTA Decision Number 27/Pdt .G/2018/PTA.Mdn. To answer these problems, normative juridical research methods and prescriptive types of research are used. The results of this study indicate that the application of will grants in the PTA decision Number 27/Pdt.G/2018/PTA.Mdn was made without witnesses and without the approval of the heirs. Based on Islamic law, this is not in accordance with the provisions of Article 195 paragraphs (1) and (3) of the KHI that a will should be made orally or in writing before 2 (two) witnesses or before a notary, and a will to heirs is only valid if approved. by all heirs. Based on the Civil Code, this is also not in accordance with the provisions of Article 931-932 that a will made under the hand may only be made by olographic deed (written by own hand) and by secret deed (closed deed) by submitting it to a Notary, then The notary shall make a deed of deposit made in the presence of witnesses and signed by the notary, heirs and witnesses. The legal consequences of a testamental grant made under the hands of the PTA Decision Number 27/Pdt.G/2018/PTA are invalid and declared formally disabled because the will does not meet the formal requirements as an underhand will as in Article 195 paragraphs (1) and (3) KHI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"Tesis ini membahas tentang kedudukan akta hibah dan akta hibah wasiat yang dibuat dengan akta autentik maupun dibawah tangan untuk suatu objek yang sama. Ketentuan mengenai kekuatan pembuktian dari kedua akta tersebut dan syarat-syaratnya agar akta dapat berlaku dan sah menurut hukum. Jika penghibahan atau hibah wasiat dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka dapat timbul masalah dan akta dapat diancam batal. Salah satu permasalahannya adalah pada satu objek tertentu dibuat akta hibah dibawah tangan dan akta hibah wasiat untuk orang yang berbeda, sehingga terdapat dua pihak yang merasa memiliki objek tersebut. Seperti pada Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan No. 371/PDT.2017/PT.DKI dimana alm. Janda Augustha Alexandra Johanna Lumanauw pada masa hidupnya memiliki sebidang tanah, dan sebidang tanah tersebut ia berikan kepada keponakannya Charlotte Meity Wairisal Lumanauw pada tahun 1996 dengan akta hibah dibawah tangan. Kemudian pada tahun 1999 tanah yang sama diberikan juga kepada Johanna V. Lumanauw dan Novie Mandas yang merupakan keponakannya yang lain dengan akta hibah wasiat. Metode penulisan yang digunakan yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata menunjukan akta hibah yang dibuat dibawah tangan pada kasus ini batal demi hukum, karena tidak memenuhi ketentuan yang ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan akta hibah wasiat yang dibuat pada tahun 1999 merupakan akta autentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, sehingga akta tersebut sah dan memiliki kekuatan pembuktian yang kuat.

This thesis aimed to review deed of grant and deed of testamentary grant that was made with authentic deed or privately made for the same object. The provision on the strength of proof from the two deeds and the requirements for the deed to be valid and lawful. If the grant or the testamentary grant was made not in accordance with the applicable provisions then it can cause problem and the deed can be threatened void. One of the problems is that on one particular object is created privately made deed of grant and deed of testamentary grant for different person, so there are two parties who feel that they own the object. As in the High Court rsquo s Verdict of South Jakarta Number 371 PDT.2017 PT.DKI where deceased widow Augustha Alexandra Johanna Lumanauw in her lifetime had a plot of land, and she gave that plot of land to her niece Charlotte Meity Wairisal Lumanauw on 1996 with privately made deed of grant. Then, on 1999 the same land also given to Johanna V. Lumanauw and Novie Mandas who is her other niece with the deed of testamentary grant. The writing method that was used by the author to discuss and review this writing more deeply is judicial normative approach method. The result of this research is based on Indonesian Civil Code, the privately made deed of grant on this case is void ab initio, because it doesn rsquo t meet the provision prescribed by the law. While the deed of testamentary estate that was made on 1999 is the authentic deed made by authorized official, so the deed is legitimate and has a strong evidentiary power."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desvia Winandra
"Hibah dan hibah wasiat seharusnya dilihat dari cara penghibahan itu dilakukan dan langsung dibuatkan dalam bentuk akta autentik guna menjamin kepastian hukum. Namun, dalam kenyataannya terdapat 2 (dua) akta hibah terhadap objek yang sama sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 242 PK/Pdt/2021 yaitu akta hibah wasiat dan akta pernyataan notariil. Oleh karena itu, fokus dari penelitian untuk tesis ini adalah berkaitan dengan hibah wasiat yang dibuat setelah adanya hibah dibawah tangan dalam akta pernyataan notariil. Untuk menjawab permasalahan utama dalam penelitian ini disusun rumusan masalah yang berkaitan dengan kekuatan hibah dibawah tangan dalam akta pernyataan notariil serta kedudukan akta hibah wasiat yang dibuat setelah adanya hibah dibawah tangan atas objek yang sama. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan untuk mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Bahan-bahan hukum tersebut selanjutnya diinterpretasi, disistematisasi dan dievaluasi guna menjawab permasalahan utama penelitian. Hasil dari analisis terhadap bahan-bahan hukum itu menunjukkan bahwa hibah yang dibuat dibawah tangan dalam akta pernyataan notariil mempunyai kekuatan hukum mengikat, karena menjadi alat bukti yang sempurna sebagaimana dimiliki oleh akta autentik. Adapun hibah wasiat yang dibuat setelah adanya hibah dibawah tangan dibatalkan oleh hibah dibawah tangan tersebut, sebab pelaksanaan hibah yang dibuat secara bawah tangan dalam akta pernyataan notariil tersebut sudah dilaksanakan terlebih dahulu dan tidak dapat ditarik kembali. Dengan demikian, notaris yang diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik sebaiknya memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk membuat hibah dalam akta autentik serta melakukan penelitian terhadap segala perbuatan hukum yang akan dituangkan dalam akta.

Grant and Testamentary Grant should be reviewed in the transfer of land rights through grants and also directly made into authentic deeds. Unfortunately, in the reality there are 2 (two) grant deeds with the same object as it was found on the case of Decision of the Supreme Court of the Republic Indonesia Number 242 PK/Pdt/2021. Therefore, the focus in this law research for this thesis are related to testamentary grant that was made after underhand grant into notarial statement deeds. To answer the main problem of this research, research problems are arranged to about the power of underhand grants that was made after that underhand grant and the standing of testamentary grants that was made after that underhand grant within the same object. Doctrinal research is been done to collect legal materials by library research. Those legal material then been interpreted, systemized, and evaluate to answer the research problems. The results by analyzing those legal materials indicates that underhand grants that was made into notarial statement deeds are legally binding, because it became strong evidence as it was been have in authentic deeds. As for testamentary grants that was made after underhand grants is been canceled by underhand grants that are poured into notarial statement deeds, because the implementation of the grant that was made by underhand grant are been done and irrevocable. Thus, Notary who is given the authority to establish and authentic deeds should provide legal counseling to public in establishing deeds into authentic deeds also conduct research in any legal actions that will be establish into deeds.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah
"ABSTRAK
Hukum waris di Indonesia bersifat pluralistik, karena masih berlaku beberapa
sitem hukum kewarisan, yaitu hukum waris adat, hukum waris islam dan hukum
waris menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ke pluralistikan ini terbukti dari belum adanya pengaturan khusus yang bersifat nasional mengenai sistem hukum kewarisan di Indonesia, yang mengakibatkan masyarakat Indonesia menggunakan aturan hukum yang berbeda-beda untuk menentukan pembagian warisan. Begitu pula dengan aturan mengenai hibah di Indonesia. Saat ini di Indonesia, pengaturan hukum yang mengatur hibah berlaku lebih dari satu sistem hukum, yaitu diatur baik menurut hukum islam, hukum perdata berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maupun hukum adat. Tesis ini akan membahas tentang hak waris anak angkat dan istri menurut hukum waris di Indonesia dan status hukum atas warisan yang menjadi objek hibah yang dibatalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif dengan data sekunder yang bersumber dari kepustakaan. Dari hari pembahasan ditemukan bahwa hibahnya tidak sah karena dibuat oleh pihak yang tidak berwenang untuk membuat hibah tersebut.

ABSTRACT
Inheritance law in Indonesia is pluralistic, because they apply some system of
inheritance law, namely customary inheritance law, inheritance law and the
Islamic law of inheritance according to the Book of the Law of Civil Law. This
diversity is proven because there are no special arrangement which is national
heritage of the legal system in Indonesia, which resulted in the Indonesian people using legal rules different to determine the division of inheritance. Similary, the rules on grants in Indonesia. Currently in Indonesia, the legal rules governing the grant applies more than one legal system, which is governed both by Islamic Law, civil law based on the Book of the Law of Civil Law, as well as Customary Law. This thesis will discuss the inheritance rights of an adopted child and the wife of the heir according to inheritance law in Indonesia and the legal status of heritage is the object of the grant is canceled. The method used in this research is normative with descriptive type with secondary data obtained from the literature. The result og the research, it was found that the grant does is illegitimate, because the grant was made by the subject that unauthorized."
2016
T46588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Meutia
"Penelitian ini terkait dengan permasalahan pembagian waris yang disebabkan oleh adanya pemberian hibah wasiat kepada salah satu ahli waris. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2665 K/Pdt/2019, para ahli waris dari perkawinan pertama pewaris melakukan gugatan pembatalan hibah wasiat. Permasalahan dalam penelitian  ini adalah mengenai pembatasan yang diperbolehkan dalam hibah wasiat dan perlindungan hukum serta pembagian waris sebagai akibat dari pembatalan hibah wasiat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Data yang dipakai dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Untuk menganalisis data-data tersebut, digunakan metode analisis kualitatif, dengan bentuk hasil kajian berbentuk eksplanatoris analitis. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa hibah wasiat dalam putusan ini dianggap melanggar bagian mutlak (legitime portie) para ahli waris Golongan I dikarenakan pemberian hibah wasiat hampir sebesar 100% harta warisannya. Bagian mutlak hanya dapat diterapkan pada ahli waris dalam garis lurus kebawah maupun keatas yang dalam putusan ini faktor legitime portie yang digunakan adalah ¾ (tiga per empat) karena jumlah anak-anak yang dilahirkan lebih dari 3 (tiga) orang. Selanjutnya mengenai perlindungan hukum dan akibat pembatalan hibah wasiat terhadap pembagian waris dalam kasus ini para ahli waris dapat melakukan upaya perlindungan hukum secara represif yaitu dengan mengajukan gugatan pembatalan hibah wasiat melalui pengadilan. Hakim memutuskan hibah wasiat tidak sah kecuali hanya untuk 1/3 (sepertiga) bagian dan ahli waris lainnya sebesar masing-masing 1/6 (seperenam) bagian dari sisa harta pewaris.

This research is related to the problem of inheritance distribution caused by the granting of a will to one of the heirs. In the Supreme Court Decision Number 2665 K/Pdt/2019, the heirs of the testator's first marriage filed a lawsuit for the cancellation of the will grant. The problem in this study is regarding the permissible limitations in will grants and legal protection as well as inheritance distribution as a result of the cancellation of will grants. This study uses a normative juridical research method with an explanatory research typology. The data used in this paper is secondary data, which consists of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. To analyze the data, a qualitative analysis method was used, with the results of the study in the form of an analytical explanatory. The results of the research analysis show that the testamentary grant in this decision is considered to violate the absolute portion (legitime portie) of the Group I heirs because the grant of wills is almost 100% of the inheritance. Legitime portie can only be applied to heirs in a straight line down or up where in this decision the factor of legitime portie used is (three quarters) because the testator’s has more than three children. Furthermore, regarding legal protection and as a result of the revocation of testamentary grant on the distribution of inheritance, in this case the heirs can take repressive legal protection efforts, namely by filing a lawsuit for the cancellation of the will through the court. The judge decided that the testamentary grant was invalid except for only 1/3 (one third) of the share and the other heirs for 1/6 (sixth) each of the remaining estate of the testator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Sakinah
"PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai hak atas tanah, salah satunya ialah Akta Hibah. Hibah ialah perjanjian sepihak dimana pihak pertama akan menyerahkan suatu benda karena kebaikannya kepada pihak lain. Dalam pelaksanaannya, hibah harus memenuhi syarat objektif maupun subjektif. Tidak terpenuhinya syarat materiil menyebabkan suatu perbuatan hukum menjadi batal demi hukum seperti pada Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 195/Pdt.G/2020/PN Blb yang mana hakim menyatakan batal demi hukum akta hibah yang dibuat berdasarkan identitas palsu. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. tanggung jawab PPAT terhadap pembuatan akta hibah berdasarkan identitas palsu, 2. akibat hukum pembatalan akta hibah, 3. implementasi asas itikad baik atas peralihan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan negeri bale bandung Nomor 195/Pdt.G/PN Blb. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah PPAT tidak bertanggung jawab atas pembuatan akta hibah yang memuat identitas palsu sebab PPAT hanya bertanggung jawab atas kebenaran formiil, 2. Akta hibah yang memuat identitas palsu tidak memenuhi syarat objektif sehingga batal demi hukum, maka hibah hibah tersebut dianggap tidak pernah ada, 3. YK dalam kasus posisi tersebut tidak mengimplementasikan asas itikad baik sedangkan DW selaku pembeli atas tanah objek hibah dapat dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu seharusnya PPAT dalam menjalankan tugasnya mengedepankan asas kehati-hatian dan setiap individu harus mengimplementasikan asas itikad baik atas setiap perbuatan hukum.

PPAT is a public official authorized to make authentic deeds regarding land rights, one of which is the Grant Deed. A grant is a one-sided agreement in which the first party will hand over an object because of their kindness to another party. In its implementation, grants must meet both objective and subjective requirements. The non-fulfillment of material conditions causes a legal action to be null and void, as in the Bale Bandung District Court Decision Number 195/Pdt.G/2020/PN Blb, in which the judge declared null and void the grant deed made based on a false identity. The problems raised in this study are 1. PPAT's responsibility for creating a grant deed based on a false identity, 2. the legal consequences of canceling the grant deed, 3. implementation of the principle of good faith on the transfer of land rights based on the decision of the Bale Bandung District Court Number 195/ Pdt.G/PN Blb. A normative juridical legal research method with an explanatory type of research was used to answer these problems. The analysis results are that PPAT was not responsible for making a grant deed containing a false identity because PPAT was only responsible for the formal truth, 2. The grant deed containing a false identity did not meet the objective requirements, so it was null and void, then the grant was considered to have never existed, 3. In the case of the position, YK did not implement the principle of good faith, while DW, as the buyer of the land object of the grant, can be declared a buyer in good faith. The advice that can be given is that PPAT should prioritize the principle of prudence in carrying out its duties, and each individual must implement the principle of good faith for every legal act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninda Afifah Permatasari
"Hak atas tanah dapat diperoleh melalui jual beli, hibah ataupun pewarisan. Adanya dasar kepemilikan hak atas tanah yang berbeda terhadap satu objek yang sama dapat menyebabkan adanya saling klaim hak atas tanah yang merupakan awal adanya sengketa tanah. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini ialah terkait peralihan hak atas tanah melalui hibah yang menimbulkan sengketa antara penerima hibah dan ahli waris serta keabsahan peralihan hak atas tanah melalui jual beli yang dilakukan oleh ahli waris kepada pihak ketiga yang dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 4/PDT.G/2018/PN.Mks juncto Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 504/PDT/2018/PT.Mks juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/PDT/2020. Bentuk penelitian ini ialah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun metode analisis data yang dilakukan dalam tesis ini bersifat kualitatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa dalam pemberian hibah, perlu memperhatikan pengaturan mengenai status harta benda serta adanya hak ahli waris atas harta peninggalan pewaris yang dihibahkan. Adapun untuk memperoleh kepastian hukum terkait pihak yang berhak atas tanah waris tersebut hendaknya para pihak menyelesaikan perselisihan mengenai waris tersebut pada Pengadilan Agama yang berwenang dalam hal memeriksa, memutus dan mengadili mengenai sengketa waris bagi orang-orang yang beragama Islam. Selanjutnya, perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah yang dilakukan oleh ahli waris melalui jual beli kepada pembeli yang beritikad baik adalah sah selama syarat materiil dan formil telah terpenuhi. Meski diketahui belakangan bahwa penjual bukanlah orang yang berhak maka terdapat perlindungan untuk pembeli yang beritikad baik di mana pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemilik atau penjual tanah yang tidak berhak tersebut.

Land rights can be obtained through buying and selling, grants or inheritance. The existence of different basic land rights ownership of the same object can lead to mutual claims of land rights which is the beginning of land disputes. The problems raised in this study are related to the transfer of land rights through grants which cause disputes between grantees and heirs as well as the validity of the transfer of land rights through buying and selling carried out by the heirs to third parties which can be found in the Makassar District Court Decision Number 4 /PDT.G/2018/PN.Mks in conjunction with the Makassar High Court Decision Number 504/PDT/2018/PT.Mks in conjunction with the Supreme Court Decision Number 1206 K/PDT/2020. The form of this research is normative juridical, using a statutory approach and a case approach. The data analysis method used in this thesis is qualitative using secondary data. The results of this study can be seen that in granting, it is necessary to pay attention to the regulation regarding the status of the property and the rights of the heirs to the inheritance of the heirs who are donated. As for obtaining legal certainty regarding the parties entitled to the inheritance land, the parties should settle disputes regarding the inheritance at the Religious Courts which are authorized in terms of examining, deciding and adjudicating on inheritance disputes between Muslim people. Furthermore, the legal act of transferring land rights carried out by the heirs through buying and selling to buyers with good intentions is valid as long as the material and formal requirements have been met. Although it was later discovered that the seller was not the rightful person, there is legal protection for buyers who had a good faith, so the original owner could only file a claim for compensation to the owner or seller of the land who was not entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacelyn Liwandi
"Peralihan hak atas tanah melalui hibah seharusnya dilakukan dengan akta autentik untuk kepentingan dalam pendaftaran tanah pertama kali. Jika tanah tersebut merupakan tanah warisan harus dengan persetujuan ahli waris dan apabila hibah diperoleh paska perkawinan sebaiknya dipisahkan perolehan terhadap tanah dan bangunannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum tentang keabsahan hibah dan status hibah yang diperoleh paska perkawinan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah terkait keabsahan hibah dibawah tangan yang objek tanahnya merupakan hasil warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris dalam putusan Nomor 2859 K/Pdt/2019 dan status hibah yang diperoleh paska perkawinan menurut pertimbangan hakim dalam putusan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen. Selanjutnya analisis secara kualitatif dilakukan untuk mengolah data sekunder yang didapat. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun hibah dibawah tangan diperbolehkan (SEMA 3/1963). Namun akta PPAT tetap dibutuhkan untuk melakukan pendaftaran tanah pertama kali guna memperoleh kepastian hukum. Akan tetapi, peralihan hibah dalam perkara tidak memenuhi syarat materiil dan formil karena objek sengketa masih merupakan tanah warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris sehingga peralihan hak atas tanah melalui hibah tersebut tidak sah menurut hukum. Adapun status hibah yang diperoleh paska perkawinan tidak dapat dinyatakan sepenuhnya sebagai harta bersama ataupun harta bawaan. Terkait bangunan di atas tanah hibah, oleh karena dibuat dari hasil kerja keras bersama merupakan harta bersama. Sedangkan tanah yang diperoleh berdasarkan hibah merupakan harta bawaan.

The transfer of land rights through grants should be carried out with an authentic deed concerns for the first timer land registration. If the land is inherited land, of course, it must be with the approval of the heirs and if the grant is obtained after marriage, it should be separated among the land and the building. This intended to provide legal certainty regarding the validity of the grant and the status of the grant obtained after marriage. The main issues in this study associate to the validity of the provate grant letter whose land object is an inheritance that has not been distributed to the heirs based on the verdict of Supreme Court Rulings Number 2859 K/Pdt/2019 and the status of the grant obtained after the marriage according to the judge's consideration by this rullings. In order to elucidate the issues, a normative juridical research is carried out by conducting a document study. Furthermore, qualitative analysis was carried out to process the secondary data obtained. This study found that the transfer of land rights through private grant letter was allowed under SEMA 3/1963. However, the PPAT deed is still needed to register the land for the first time in order to obtain legal certainty. The transfer of the grant in this case doesn’t meet the material and formal requirements because the object of the dispute is still inherited land that has not been distributed to the heirs, so that the transfer of land rights through the grant is not legally valid. The status of grants obtained after marriage cannot be fully declared as joint property or personal property. Regarding the building on the land of the grant was built by the results of joint hard work, then it shuld be a joint property. Meanwhile, the land acquired based on a grant was a personal property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Israviza Notaria
"

Salah satu akibat hukum dari perkawinan berdasarkan KUHPerdata adalah terciptanya harta percampuran bulat/harta bersama antara suami dan istri secara otomatis sejak ikatan perkawinan terjadi. Salah satu cara bagi seseorang mengalihkan haknya secara hukum adalah dengan dihibahkan kepada seseorang yang dikehendakinya dengan membuat akta hibah dihadapan PPAT untuk barang-barang tidak bergerak seperti tanah. Pelaksanaan atas pemberian hibah dapat menimbulkan sengketa, terutama menyangkut pembagian harta warisan yang ditinggalkan. Oleh karena itu, pemberian hibah kepada pihak lain tidak boleh melanggar dan merugikan bagian ahli waris menurut undang-undang, karena ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) yang sama sekali tidak dapat dilanggar bagiannya. Maka, para ahli waris memiliki suatu hak khusus yaitu hak hereditatis petitio dimana tiap-tiap ahli waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum akta hibah yang dibuat PPAT yang objeknya harta warisan yang belum dibagi dan bagaimana akibat hukum akta hibah yang objeknya harta warisan yang belum dibagi waris dan melebihi legitieme portie. Melalui penelitian yuridis normatif dan bersifat analitis preskriptif ini, penulis dengan menggunakan data sekunder berusaha menganalisis kedudukan akta hibah dan memberikan solusi serta saran atas pembagian harta warisan dengan dibatalkannya akta hibah tersebut. Simpulannya, kedudukan akta hibah yang dibuat oleh PPAT adalah cacat secara hukum karena tidak terpenuhinya syarat fomil dan syarat materil sehingga dibatalkan oleh hakim yang mengakibatkan batal demi hukum dan atas pembatalan akta hibah tersebut maka perhitungan pembagian waris seharusnya berdasarkan ahli waris golongan I. 


One of the legal consequences of marriage according to the Civil Code is the creation of a mixed property/joint property between a husband and a wife which occurred automatically since the marriage bond takes place. One way for a person to legally transferred their rights is by granting it to another person based on their will through a grant deed in front of the PPAT for immovable goods such as land. However, the implementation of giving grants can lead to disputes particularly regarding the distriburion of inheritance of the deceased. Therefore, giving grants to another party should not infringed and harm the portion of the heirs by law since each one of them has a legitieme portie rights that cannot be excluded by any means. Thus, the heirs also have a special rights namely hereditatis petitio where each heir is entitled to file a lawsuit to claim their inheritance. The main problem in this research is how is the legal position of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and how is the legal consequences of grant deed made by PPAT which object of inheritance has not been distributed and exceeding the legitieme portie. Through a normative legal research particulary prescriptive research, the writer using secondary materials to analyze the position of grant deed and to find a solution to the distribution of inheritance by the cancellation of grant deed. In conclusion, the position of the grant deed made by PPAT is legally flawed due to the non-fulfillment of formal and material conditions, therefore, it is canceled by the judge which results in null and void and for the cancellation of the grant deed, the calculation of inheritance should be based on heirs of group I.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rezky Restu Rakasi
"Pembagian harta bersama yang tidak dilakukan dengan jelas dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Peralihan objek harta bersama melalui pembuatan Akta Hibah wasiat harus memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Di dalam pembuatannya, akta hibah wasiat sangat erat kaitannya dengan pihak yang berwenang membuat akta autentik yaitu profesi Notaris. Penelitian ini membahas mengenai implikasi yuridis pembatalan akta hibah wasiat terhadap harta bersama yang belum dibagi. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Keabsahan akta Notaris pada akta hibah wasiat dalam kasus harta bersama yang belum dibagi; 2. Implikasi hukum pembatalan akta hibah wasiat oleh Pengadilan Agama Pare-Pare bagi para pihak. Dalam hal ini mengacu pada putusan Pengadilan Agama Pare-Pare Nomor 327/Pdt.G/2019/Pa/Pare. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif bersifat deskriptif analitis, berdasarkan data sekunder, melalui penelusuran studi dokumen, dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa Akta hibah wasiat dalam perkara tersebut tidak sah karena akta yang dibuat Notaris D cacat secara hukum yang mengakibatkan akta yang dibuat batal demi hukum.  Implikasi hukum dari pembatalan akta hibah wasiat yang dibatalkan oleh putusan hakim menyebabkan hilangnya kekuatan mengikat akta terhadap para pihak. Notaris sebaiknya mengedepankan prinsip kehati-hatian dengan cara melaksanakan kewajiban memeriksa dengan saksama seluruh dokumen terkait kebenaran formil sebelum menuangkan dalam bentuk akta. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus memberi sanksi yang tegas terhadap Notaris yang tidak mengirim daftar Akta Wasiat ke Daftar Pusat Wasiat.

The division of joint property that is not done clearly can cause problems in the future. The transfer of the object of joint property through the making of the Deed of Will must pay attention to the applicable legal rules. In its manufacture, a will grant deed is closely related to the party authorized to make an authentic deed, namely the Notary profession. This study discusses the juridical implications of canceling a testament grant deed on shared assets that have not been divided. The problems discussed in this study are: 1. The validity of the notarial deed in the testament grant deed in the case of shared assets that have not been divided; 2. The legal implications of the cancellation of the wills by the Pare-Pare Religious Court for the parties. In this case, it refers to the decision of the Pare-Pare Religious Court Number 327/Pdt.G/2019/Pa/Pare. The research method used is normative juridical, descriptive analytical, based on secondary data, through document study tracing, with a qualitative approach. The results of this study can be drawn the first conclusions: 1. This deed of will grant in this case is invalid because the deed made by Notary D is legally flawed which results in the deed being made null and void. 2. The legal implications of the cancellation of the wills grant deed which is canceled by the judge's decision causes the loss of binding power of the deed to the parties. Notaries should prioritize the precautionary principle by carrying out the obligation to carefully examine all documents related to formal truth before putting them in the form of a deed. The government, in this case the Ministry of Law and Human Rights, must impose strict sanctions on Notaries who do not send a list of Wills to the Central List of Wills."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>