Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130354 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maryam Na`imah
"Penelitian ini membahas mengenai Perjanjian Sewa Menyewa Bangunan di Atas Tanah Negara yang Belum Bersertifikat di Pantai Padang Melalui Akta di Bawah Tangan. Lapau Panjang Cimpago (LPC) adalah kios-kios yang dibuat oleh Pemerintah Kota Padang guna merelokasi pedagang yang berjualan di bibir pantai. Pedagang akan menerima hak pakai setelah mengajukan permohonan hak kepada Dinas Pariwisata Kota Padang. Setelah diberikan hak pakai, penerima hak dilarang mengalihkan dan atau memindah tangankan hak tersebut kepada orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Perwako Padang Nomor 53 Tahun 2017. Dalam kasus ini Nyonya D adalah penerima hak pakai atas kios LPC Nomor XX yang mengalihkan hak tersebut kepada Tuan A melalui akta jual beli yang dibuat di bawah tangan. Perjanjian tersebut seyogyanya batal demi hukum karena tidak memenuhi salah syarat objektif sahnya perjanjian yaitu suatu sebab yang halal. Namun Tindakan hukum tersebut tidak dikenakan sanksi karena tidak ditegakkannya hukum yang berlaku. Kemudian Tuan A menyewakan hak pakai yang ia peroleh dari akta jual beli di bawah tangan tersebut kepada Tuan P atas dasar surat sewa di bawah tangan. Perjanjian sewa-menyewa hak pakai atas tanah negara yang dibuat di bawah tangan tersebut adalah batal demi hukum karena pihak penyewa bukan orang yang berwenang memberikan hak sewa kepada Tuan P. Tuan P sebagai pihak penyewa dilindungi oleh klausul pada perjanjian sewa-menyewa tersebut karena disebutkan bahwa Pihak Pertama wajib mengembalikan uang sisa sewa kepada Pihak Kedua apabila sewaktu-waktu pada masa sewa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap objek sewa.

This study discusses the Lease contract on Buildings on State Land that has not been Certified at Pantai Padang through the Private Deed. Lapau Panjang Cimpago (LPC) are stalls created by the Padang City Government to relocate cadgers who sell along the Pantai Padang’s coastwise. The cadgers will receive usufructuary rights after submitting an application for rights to the Government Tourism Office of Padang City. After being granted the right of use, the recipient of the right is prohibited from transferring and or transferring the right to another person as regulated in Article 10 of Perwako Padang Number 53 of 2017. In this case, Mrs. A through a deed of sale made under the hand. The agreement should be null and void because it does not fulfill one of the objective requirements for the validity of the contract, which is a lawful cause. However, the legal action is not subject to sanctions because the applicable law is not enforced. Then Mr. A rents out the usufructuary rights he obtained from the private sale and purchase deed to Mr. P on the basis of an underhand lease. The rent contract for the right to use state land made under the Private Deed is null and void because the lessee is not the person authorized to grant the lease rights to Mr. P. Mr. P as the lessee is protected by a clause in the lease agreement because it is stated that The First Party is obliged to return the remaining rental money to the Second Party if at any time during the rental period unwanted things happen to the object of the lease."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanita Adventine Desianty
"Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya di tuntut bertindak saksama, menjaga kepentingan para pihak, dan memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak terkait dengan pembuatan akta tersebut. Adapun pada prakteknya, terdapat akta Notaris dengan objek sewa Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan Yang Telah Berakhir Jangka Waktunya. Oleh karenanya muncul permasalahan sebagaimana dianalisis dalam tesis yakni perihal: 1 Bagaimana kedudukan Akta Perjanjian Sewa Menyewa dengan Objek Sewa Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan yang telah berakhir jangka waktunya? dan 2 Bagaimanakah peran dan tanggung jawab Notaris atas Akta Perjanjian Sewa Menyewa dengan Objek Sewa Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan yang telah berakhir jangka waktunya? Metode yang digunakan dalam penelitian ini yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis.
Dari hasil penelitian ini ditemukan 2 dua simpulan yaitu: 1 kedudukan Akta Perjanjian Sewa Menyewa tersebut batal demi hukum karena tidak memiliki objek perjanjian. Akibat dari batal demi hukum tersebut adalah perjanjian tersebut tidak pernah lahir; dan 2 Notaris berkewajiban untuk bertindak saksama dan menjaga kepentingan para pihak yang membuat akta tersebut, serta Notaris seharusnya memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak. Dalam hal ini, Notaris dapat diberikan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi perdata yaitu tuntutan berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga.
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu: 1 Notaris agar lebih cermat, teliti, saksama dan menaati kewajiban yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya dan Kode Etik Notaris; dan 2 pihak yang menderita kerugian akibat batal demi hukum akta perjanjian tersebut dapat mengambil tindakan berupa pelaporan atas pelanggaran yang dilakukan Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah dan tuntutan biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

Notary, in performing its duty and function have to act precisely, maintain both parties interest, and educate them on making deed. In practice, there is a deed of lease agreement with an object of lease agreement is the expired Right to Build on the Rights of Management. Therefore, problem has emerged and will be analysis in this Research, such as 1 How is the position of a Deed with an object of Lease agreement is the expired Right to Build on the Rights of Management and 2 How is the role and responsibility of a Notary who made a Deed of Lease agreement which object is the expired Right to Build on Rights of Management Method used in this research is analytical normative juridical.
According to the research, there are 2 two conclusions 1 Deed is null and void as an effect of no object of agreement. 2 Notary has an obligation to act precisely and maintain both parties interest, and also educate them on making deed. Notary could be awarded sanction whether administrative sanction or civil sanction.
Suggestion that could be given to party that suffer loss are reporting this violation to Area Supervisory Board and bring charges to the Notary to cover expense, loss, and interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayinun Mardiyah
"Desa Adat Kubutambahan melakukan perjanjian sewa menyewa tanah adat dengan PT Pinang Propertindo, dalam rapat Paruman Krama Desa Negak telah bersepakat mengadakan sewa menyewa dan ditandatangani oleh Bandesa Adat. Perjanjian tersebut terdapat klausul-klausul yang tidak sesuai. Penelitian ini menelaah pelaksanaan sewa menyewa di Desa Kubutambahan dan keabasahan Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 03 dan Tambahan Nomor 209 antara Desa Adat Kubutambahan dengan PT Pinang Propertindo yang ditandatangani Bandesa Adat. Penelitian ini menggunakan Penelitian Normatif, dengan pendekatan Perbandingan hukum perdata barat dan hukum adat. Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah adat di Desa Kubutambahan harus memberitahukan kepada bandesa adat, setelah itu akan dilakukan Rapat Paruman untuk mendapat persetujuan krama desa. Keputusan Pararem dijadikan dasar dibuatkan Akta Perjanjian secara notaril. Langkah terakhir ialah penyerahan objek sewa diberikan secara bersamaan dengan dibayarkannya uang sewa. Perjanjian sewa menyewa nomor 03 dan tambahan nomor 209 telah memenuhi unsur syarat sahnya perjanjian yaitu sepakat mengikat, cakap, hal terntentu dan sebab yang halal dikarenakan berdasarkan kesepakatan rapat paruman dan para pihak tidak ada yang keberatan. Bandesa adat sah untuk menandatangani perjanjian sewa menyewa Nomor 03 dan Tambahan 209 berdasarkan kuasa yang diberikan krama desa pada Keputusan Paruman dan sewa menyewa tidak harus diwakili oleh pemilik tanah, namun dapat dikuaskan kepada pihak lain, karena perbuatan yang dilakukan bukan pengahlihan sebagaimana Pasal 1548 KUHPER.

Kubutambahan Traditional Village entered into a lease agreement for customary land with PT Pinang Propertindo, in the Paruman Krama meeting, Negak Village agreed to hold a lease and was signed by the Bandesa Adat. The agreement contains clauses that are not appropriate. This study examines the implementation of the lease in Kubutambahan Village and the validity of the Lease Agreement Number 03 and Supplement Number 209 between the Kubutambahan Traditional Village and PT Pinang Propertindo which was signed by Bandesa Adat. This research uses normative research, with a comparative approach to western civil law and customary law. The implementation of the customary land lease agreement in Kubutambahan Village must notify the customary village council, after which a Paruman Meeting will be held to obtain the approval of village manners. Pararem's decision is used as the basis for a notarial deed of agreement. The final step is that the delivery of the object of the lease is given simultaneously with the payment of the rent. The lease agreement number 03 and additional number 209 have fulfilled the elements of the legal requirements of the agreement, namely agreeing to be binding, competent, certain things and lawful reasons because based on the agreement of the Paruman meeting and the parties have no objections. Bandesa adat is legal to sign a lease agreement Number 03 and Supplement 209 based on the power given by krama desa in the Paruman Decree and the lease does not have to be represented by the land owner, but can be delegated to another party, because the act committed is not a transfer as referred to in Article 1548 of the KUHPER.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ihsanul Fikri
"Minangkabau adalah salah satu suku yang ada di Indonesia yang mendiami wilayah Sumatera Barat dan memiliki hak tradisional penguasaan tanah yang dikenal dengan hak ulayat. Hak ulayat tersebut tidak terdaftar dan merupakan milik bersama sehingga tidak boleh dialihkan atau ditransaksikan. Karena perkembangan ekonomi, terdapat Investor yang berkeinginan untuk menyewa tanah ulayat dalam jangka waktu yang panjang untuk usaha tambak udang. Namun, konsep ini merupakan hal baru dalam hukum adat minangkabau yang digunakan dalam pengikatan perjanjian sewa menyewa yang mana tanah ulayat tidak termasuk dalam kategori hak berdasarkan pasal 16 UUPA. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai aspek hukum dari perjanjian sewa menyewa atas tanah ulayat minangkabau untuk usaha tambak udang di Kabupaten Padang Pariaman. Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empiris yang menggunakan metode analisis kualitatif yang didukung dengan jenis data sekunder sekaligus data primer. Berdasarkan penelitian penentuan status tanah ulayat hanya ditentukan secara lisan berupa pengakuan dari batas sepadan kaum yang bersebelahan tanahnya atau berupa batas alami seperti sungai dan sebagainya. Meski demikian, keabsahan perjanjian sewa menyewa atas tanah ulayat minangkabau tersebut tetap sah meskipun objek tanah ulayat tersebut tidak terdaftar. Sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum kepada para investor atau penyewa maka pemerintah Sumatera barat perlu melakukan upaya preventif dengan mengeluarkan aturan yang jelas terkait tata cara dan pelaksanaan dan sanksi atas pengikatan sewa menyewa tanah ulayat tersebut.

The Minangkabau are one of the tribes in Indonesia who inhabit the West Sumatra region and have traditional land tenure rights known as ulayat rights. These Indigeneous rights are not registered and are joint property, so they cannot be transferred or transacted. Due to economic developments, there are investors who wish to rent communal land for a long period of time for shrimp farming. However, this concept is new in Minangkabau customary law, which is used in binding land lease agreements where customary land is not included in the category of rights based on article 16 of the UUPA. Therefore, this research aims to find out more about the legal aspects of lease agreements on Minangkabau indigeneous land for shrimp farming businesses in Padang Pariaman Regency. This research is a normativeempirical research that uses qualitative analysis methods supported by secondary data as well as primary data. Based on research, determining the status of customary land is only determined verbally in the form of recognition of the commensurate boundaries of the people adjoining the land or in the form of natural boundaries such as rivers and so on. However, the validity of the lease agreement on Minangkabau Indigeneous land remains valid even if the object of the Indigeneous land is not registered. As an effort to provide legal certainty to investors or tenants, the West Sumatra government needs to make preventive efforts by issuing clear regulations regarding the procedures and implementation and sanctions for binding leases on indigeneous land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnia Rahmah
"Pihak penyewa di Indonesia belum dapat menjadi pihak pertama dalam melakukan pembelian objek sewa, jika dalam hal ini objek sewanya tersebut dijual oleh pemilik sewa. Hal ini disebabkan oleh karena belum adanya hak prioritas sebagai perlindungan hak bagi pihak penyewa dalam suatu perjanjian sewa di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hak prioritas terkait dengan tanah dan bangunan di Indonesia dan negara lain serta menganalisis pengaturan hak prioritas atas tanah dan bangunan di Indonesia di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian doktrinal dengan pendekatan komparatif yang mana dilakukannya perbandingan hukum negara lain dengan meminjam cara pandang comparative legal approach. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan metode analisis  kualitatif. Pengaturan hak prioritas terkait dengan tanah dan bangunan di Indonesia sendiri belum diatur secara tegas sehingga dapat menimbulkan adanya suatu perbedaan tafsir atau interpretasi. Adanya pengaturan hak prioritas secara khusus dalam pengaturan sewa-menyewa diatur dalam pengaturan hukum Columbia, New York, dan Jerman.

The lessee in Indonesia has not been able to be the first party in purchasing the lease object, if in this case the lease object is sold by the lease owner. This is due to the absence of priority rights as a protection of rights for tenants in a lease agreement in Indonesia. This research aims to analyze the regulation of priority rights related to land and buildings in Indonesia and other countries and analyze the regulation of priority rights to land and buildings in Indonesia in the future. The research method used in this research is a form of doctrinal research with a comparative approach in which a comparison of other countries' laws is carried out by borrowing a comparative legal approach.This research uses secondary data with a qualitative analysis method. The regulation of priority rights related to land and buildings in Indonesia itself has not been expressly regulated so that it can lead to differences in interpretation or interpretation. The existence of priority right arrangements specifically in lease arrangements is regulated in the legal arrangements of Columbia, New York, and Germany."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Hendy Alamsyah
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Haura Irawan
"Pembuatan suatu perjanjian harus memenuhi syarat sah perjanjian sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat sah perjanjian dapat membuat perjanjian tersebut menjadi batal, baik karena batal demi hukum maupun dapat dibatalkan. Penelitian ini mengadaptasi salah satu kasus di Kabupaten Magelang mengenai pembuatan perjanjian sewa menyewa di hadapan notaris dengan objek sewa menyewa harta warisan yang beluzm dibagi. Tidak dipungkiri bahwa dalam pembuatan perjanjian tidak dipenuhi syarat sah perjanjian, meskipun sudah dibuat di hadapan notaris. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai akibat hukum adanya cacat kehendak dalam perjanjian sewa menyewa dan terdapat pihak selaku ahli waris yang tidak diikutsertakan dalam perjanjian serta tindakan preventif yang biasanya dilakukan oleh notaris dalam menghadapi permasalahan tersebut. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal dengan menggunakan data primer berupa wawancara dan data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil analisis dalam penelitian ini adalah adanya cacat kehendak melanggar syarat subjektif perjanjian dan ahli waris yang tidak diikutsertakan dalam perjanjian melanggar syarat objektif perjanjian. Akibat hukum terhadap perjanjian sewa menyewa adalah batal demi hukum. Notaris dapat menentukan sendiri tindakan preventif yang ingin dilakukan meskipun tidak diatur dalam Kode Etik Notaris, sepanjang tindakan tersebut tidak melanggar aturan yang berlaku dan memudahkan notaris.

The making of an agreement must meet the legal requirements for an agreement in accordance with Article 1320 of the Civil Code. The legal consequences of not fulfilling the legal conditions of an agreement can make the agreement void, either because it is null and void or can be cancelled. This research adapts a case in Magelang Regency regarding the making of a rental agreement before a notary with the object of leasing inherited assets that have not been divided. It cannot be denied that when making an agreement the legal requirements for the agreement are not fulfilled, even though it has been made before a notary. The problem in this research concerns the legal consequences of a defective will in the rental agreement and there are parties as heirs who are not included in the agreement as well as preventive measures that are usually taken by notaries in dealing with these problems. The research method used in this research is doctrinal research using primary data in the form of interviews and secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials. The results of the analysis in this research are that there is a defect in the will that violates the subjective terms of the agreement and heirs who are not included in the agreement violate the objective terms of the agreement. The legal consequences of the rental agreement are null and void. Notaries can determine for themselves what preventive actions they want to take, even if they are not regulated in the Notary's Code of Ethics, as long as these actions do not violate applicable rules and make things easier for the notary."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosdafiana
"Penyalahgunaan Keadaan termasuk juga ke dalam ranah perbuatan melawan hukum yang mana melanggar hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Dalam hal ini seseorang membuat suatu perjanjian dengan menyalahgunakan keadaan pihak lainnya. Dalam hal ini bagaimana akibat hukum dari suatu perjanjian dengan adanya cacat kehendak serta di- waarmerking oleh Notaris. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan studi kasus dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer guna menunjang penulisan karya ilmiah ini. Studi kasus dilakukan terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1952 K/Pdt/2011 yang mana perjanjian sewa menyewa dibuat dengan adanya penyalahgunaan keadaan oleh salah satu pihak dalam perjanjian sehingga terjadi cacat kehendak dalam pembuatan perjanjian yang mengakibatkan perjanjian menjadi dapat dibatalkan. Pembuatan perjanjian dilakukan secara dibawah tangan dan kemudian di-waarmerking pada kantor Notaris sehingga Notaris tidaklah mempunyai tanggung jawab atas perjanjian tersebut.

Based on Indonesian Law, Undue Influence falls under the regime of common law tort or unlawful act (Onrechtmatige Daad) and violates relevant jurisprudences and governing law per se. in a brief definition, undue influence involves primarily overpowering element preventing a person from receiving what he/she would have gained if such element had not been exercised. In practice, a contract under undue influence is often concluded unnoticed and to some extent even registered in a public notary. What is the legal status of such contract taking into account the undue influence condition? How should the law treats such contract and whether a remedy should be enforced thereof? These are just few basic questions this Thesis attempts to answer. In so doing, the Thesis applies library research and case study methodology to identify, collect and review relevant primary and secondary sources. A particular review will be conducted to Indonesia Supreme Court Decree Number 1952K/Pdt/2011 concerning an unnotarized leasing agreement with undue influence condition and registered in a public notary. In this case leasing agreement can be cancelled by the court decision and the notary who register the deed (Waarmerking) does not have any responsibility because of that."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Kalyana
"Sekarang ini banyak sekali kasus-kasus mengenai sewa menyewa yang dilindungi oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata tetapi banyak yang tidak mengetahui mengenai hal ini dan tidak mematuhinya. Memang di dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata, obyek jaminan yang dibuat dengan Hak Tanggungan tidak boleh dilakukan sewa menyewa tanpa seizin dari bank sebagai pemegang Hak Tanggungan. Hal inilah yang akan dibahas dalam tesis ini. Bagaimanakah seorang penyewa yang obyek sewanya di]adikan jaminan di bank? Bagaimanakah peranan Notaris/PPAT dalam menyelesaikan masalah tersebut?
Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode kepustakaan dan wawancara secara langsunq dengan pihak-pihak yang terkait, khususnya Notaris yang memahami masalah tersebut, dimana para penyewa merasa tidak dilindungi oleh hukum, sedangkan didalam pasal 1576 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan: dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah mengakhiri perjanjian yang sebelumnya kecuali apabila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Di dalam ayat (2)nya menjelaskan: Jika ada perjanjian tersebut, si penyewa tidak berhak menuntut suatu ganti rugi, apabila tidak ada suatu janji yang tegas, tetapi jika ada suatu janji seperti tersebut, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang yang disewa, selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi. Oleh karena itu penyewa pada saat datang ke notaris dan aktanya dibacakan notaris dan minta dibuatkan klausula pengosongan dengan jelas, apabila pada saat sewa menyewanya belum berakhir tetapi obyek sewanya dieksekusi maka penyewa mendapatkan ganti rugi dari sisa uang sewa yang belum dinikmati, kalau perlu dengan denda sehingga hak penyewa tetap dilindungi.
Sekarang ini lembaga yang paling mudah dan pasti eksekusinya adalah Undang-undang Hak Tanggungan. Undang-undang Hak Tanggungan memberikan 3 (tiga) pelaksanaan eksekusinya yaitu: Parate eksekusi, eksekusi berdasarkan title eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan dan menjual obyek Hak Tanggungan dibawah tangan. Dengan adanya Undang-undang Hak Tanggungan maka obyek hak tanggungan dapat dijual dengan tidak merugikan pihak yang menyewa."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Lely
"Tesis ini menganalisis bagaimana hukum agraria nasional mengatur mengenai praktek jual beli dan tukar menukar hak atas tanah dan bagaimana pertimbangan hakim dalam menilai keabsahan peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan pada perkara dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 98 K/Pdt/2016, tanggal 5 Oktober 2016. Penelitian ini masuk ranah penelitian hukum normatif atau kepustakaan dengan menggunakan sumber data berupa data sekunder.
Hasil penelitian yang diperoleh menyimpulkan bahwa jual beli dan tukar menukar merupakan dua perbuatan hukum yang berbeda namun bertujuan sama yaitu untuk memindahkan hak atas tanah. Jual beli dan tukar menukar berlandaskan pada hukum adat sehingga bersifat terang dan tunai. Peralihan hak yang terjadi dengan jual beli maupun tukar menukar hanya dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan apabila dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan adalah sah sepanjang memenuhi syarat materii, namun tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

This thesis analyzes how national agrarian law regulates the practice of sale and purchase and exchange of land rights and how were the judge considerations in assessing the legitimacy of privately-made transfer of land rights in Jurisprudence No. 98 K/Pdt/2016, dated October 5, 2016 of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. This study includes in the domain of normative legal study or bibliography study by using secondary data sources.
Results of the study concluded that sale and purchase and exchange are two different legal actions but having similar objective, transferring the rights on land. Sale and purchase and exchange of rights are based on customary law so it is clear and cash. Transfer of rights in the form of the sale and purchase or exchange of rights can only be registered with the Land Office if it is made before a Land Deed Title Officer. Privately-made transfer of land rights is legitimate providing that meeting the material requirements, it is however cannot be registered with the Land Office as it does not meet the provisions of Article 37 Paragraph (1) of Government Regulation No. 24 of 1997 on Registration of Land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>