Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Ariefiani Putri
"Notaris menjadi salah satu Pihak Pelapor Pemilik Manfaat sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Perpres 13/2018). Tidak terdapat pengecualian Korporasi dalam Peraturan terkait, dengan kata lain Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero) termasuk dalam salah satu bentuk Korporasi yang wajib melaporkan pemilik manfaatnya. Pada praktiknya, belum ada pengaturan terkait tata cara khusus pelaporan Pemilik Manfaat dalam Persero dimana yang memenuhi kriteria Pemilik Manfaat sesuai Perpres 13/2018 adalah Negara bukan orang perseorangan. Sedangkan yang menjadi tujuan utama pelaporan pemilik manfaat dalam Perpres 13/2018 adalah orang perorangan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum normatif dan data sekunder yang didapatkan diolah dan dianlisis secara kualitatif. Hasilnya adalah Notaris berperan sebagai pihak yang menyampaikan pemilik manfaat kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Administrasi Hukum Umum secara Online. Kewajiban untuk verifikasi, identifikasi dan penetapan Pemilik Manfaat tetap menjadi kewajiban Persero terkait. Bagi Notaris yang memiliki klien Persero pada dasarnya dapat melaporkan Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku kuasa dari Negara sebagai Pemilik Manfaat Persero atau pihak lain yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham Persero sebagai pemilik manfaat. Hal tersebut harus ditunjang dengan dokumen penunjukan resmi berikut hasil identifikasi, verifikasi dan penetapan pemilik manfaat oleh Persero terkait dan persetujuan penunjukan sebagai pemilik manfaat yang disetujui oleh pihak yang ditunjuk.

Notary becomes one of the Beneficial Owner (BO) Reporting Parties as stated in Presidential Regulation of the Republic of Indonesia Number 13 of 2018 concerning the Application of the Principle of Recognizing Beneficial Owners of Corporations in the context of Prevention and Eradication of Money Laundering and Terrorism Financing Crimes (Presidential Decree 13/2018). There are no exceptions of corporate form in the regulations, in other words State Own Enterprises (SOE) are included in one form of corporations that required to report their BO. In practice, there is no special procedures regulation for reporting Beneficial Owners in SOE, which basically meet the criteria for BO as states in the regulation, not individuals but state. Meanwhile, the main objective of BO in Presidential Decree 13/2018 is individuals. To answer these problems, using normative legal research methods and obtaining, processed and analyzed the secondary data obtained qualitatively. The result is the Notary acts as reporting parties of the BO to the Ministry of Law and Human Rights through the online system of General Legal Administration. The obligation for verification, identification and determination of BO remains in the SOE. For Notary who has a SOE’s client, they can reporting the SOE’s Minister as the proxy of the State or another party appointed by the SOE’s General Meetings Shareholders as the BO. This must be supported by an official appointment document along with the identification, verification and determination result of BO by the SOE and approval as the BO that approved by the appointed party. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Nugroho Widjaja
"ABSTRAK
Notaris merupakan pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik. Salah satu bentuk akta yang dibuat oleh Notaris adalah Akta Pendirian Korporasi. Korporasi terdiri atas perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya. Tujuan utama orang mendirikan korporasi adalah untuk menjalankan usaha dan mencari keuangan. Namun, dengan seiringnya perkembangan zaman, korporasi banyak digunakan oleh oknum-oknum tertentu sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Dalam hal ini muncul istilah baru yang disebut dengan pemilik manfaat. Pemilik manfaat suatu korporasi memiliki kekuasaan yang melebihi organ-organ korporasi lainnya sehingga mampu mengendalikan korporasi tersebut. Dengan munculnya istilah pemilik manfaat dalam korporasi ini menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan korporasi dalam suatu perusahaan. Banyak orang yang mendirikan korporasi palsu dengan dana yang ia miliki untuk menghindari pajak, melakukan tindak pidana pencucian uang, bahkan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Melihat hal tersebut, Pemerintah mewajibkan setiap korporasi untuk mengungkap identitas pemilik manfaat dari setiap korporasi di Indonesia. Notaris sebagai pihak yang berperan dalam membuat Akta Pendirian Korporasi juga memiliki tugas untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan pemilik manfaat dalam pendirian korporasi. Dalam kolom di website www.ahu.go.id, Notaris memiliki kewajiban untuk mengisi kolom pemilik manfaat dalam suatu korporasi apabila terdapat pemilik manfaat dalam korporasi tersebut. Hal tersebut dilakukan Notaris dengan melakukan proses identifikasi dan verifikasi pengguna jasa Notaris tersebut. Selain itu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mewajibkan Notaris untuk melakukan pendaftaran aplikasi Gathering Report Information Processing System (GRIPS). Aplikasi GRIPS ini dapat mempermudah Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk melaporkan kepada PPATK tentang transaksi keuangan yang mencurigakan yang berpotensi untuk menyebabkan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

ABSTRACT

 


Notary is an authorized official to make authentic deeds. One form of deed made by a Notary is the Corporate Establishment Deed. The corporation consists of limited liability companies, foundations, associations, cooperatives, cooperative partnerships, firm partnerships, and other corporate forms. The main goal of people establishing a corporation is to run a business and seek profits. However, with the development of the times, corporations are widely used by certain elements as a means of committing money laundering and terrorism funding. In this case a new term appears called the beneficial owner. The beneficial owner of a corporation has more power than other corporate organs so that it can control the corporation. With the emergence of the term beneficial owner in the corporation this raises questions about the position of the corporation in a company. Many people who set up fake corporations with funds that they have to avoid taxes, commit money laundering crimes, even to commit acts of terrorism. Seeing this, the Government requires every corporation to reveal the identity of the beneficial owner of every corporation in Indonesia. Notary as the party that plays a role in making the Corporation's Deed of Establishment also has the duty to apply the principle of recognizing service users and benefit owners in establishing a corporation. In the column on the website www.ahu.go.id, Notaries have the obligation to fill in the column of benefit owners in a corporation if there are beneficial owners in the corporation. This was done by a Notary by carrying out the process of identification and verification of the Notary service users. In addition, the Financial Transaction Reporting and Analysis Center (PPATK) also requires Notaries to register applications for the Gathering Report Information Processing System (GRIPS). This GRIPS application can make it easier for Notaries and Land Deed Officials (PPAT) to report to PPATK about suspicious financial transactions that have the potential to cause money laundering and terrorism funding crimes.

 

 

"
2019
T52242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsanul Fikri
"Penelitian ini membahas mengenai penyertaan modal negara khususnya yang berbentuk barang milik negara kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan mengenai peralihan kekayaan badan usaha dari Djawatan Kereta Api sampai PT KAI. Dalam penyelenggaraan kegiatan perkeretaapian selama ini masih terdapat beberapa barang milik negara berbentuk tanah atau bangunan yang belum disertakan melalui Peraturan Pemerintah. Selain itu perubahan bentuk dari Perusahaan Jawatan (Perjan) ke Perusahaan Umum (Perum) tidak otomatis mengalihkan kekayaan PT KAI karena Perjan merupakan badan hukum publik sedangkan Perum merupakan badan hukum privat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan mengaitkan Peraturan Pemerintah tentang perubahan bentuk Perusahaan Kereta Api dan Penyertaan Modal Negara pada PT Kereta Api dengan teori keuangan negara dan pemisahan kekayaan negara. Penyertaan modal negara kepada Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk barang milik negara wajib melalui mekanisme Pemindahtanganan barang milik negara dan wajib dimuat di dalam Peraturan Pemerintah agar penyertaan modal negara sah secara hukum. Langkah yang harus dilakukan adalah Kementerian Perhubungan harus melakukan penertiban barang milik negara terhadap aset yang belum beralih ke PT KAI, sedangkan bagi PT KAI harus meminta dilakukannya penyertaan modal negara terhadap aset yang belum jelas statusnya melalui Peraturan Pemerintah.

This thesis mainly discuss how the inclusion of state capital, especially in the form of state-owned property to PT Kereta Api Indonesia or PT KAI and about the goods switchover since Djawatan Kereta Api to PT KAI. That being said, there are some state-owned property in the form of land and buildings that are still not being
switched over. Moreover, the change of shape from Perusahaan Jawatan or Perjan to Perusahaan Umum or Perum does not automatically transfer the asset to PT KAI because Perjan is a public legal entity, while Perum is a private public legal entity.
This thesis use normative juridical method by analyzing the rules about the change of shape of the Railway Company and state capital inclusion on PT KAI to theories
about state finance and the separation of state goods. The inclusion of state capital in the form of goods towards the state-owned company must be done through a
transfer mechanism of state-owned properties and need to be written in a government regulation to make those inclusion legally acclaimed. The Ministry of Transportation need to audit all of the state-owned properties that are yet to be transferred to PT KAI, while PT KAI must be pushing for a government regulation
which includes state capital towards unidentified assets.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latuconsina, Rai Hasni
"ABSTRAK
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Perum BULOG menggantikan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2003, maka terjadi penambahan ruang lingkup penugasan Perum BULOG dalam kegiatan usaha komersial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan yang Perum BULOG sebagai BUMN dalam kegiatan usaha komersial dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran Perum BULOG sebagai BUMN dalam kegiatan usaha komersial pasca berlakunya PP No. 13 Tahun 2016 Tentang Perum BULOG. Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Socio Legal Research . Berdasarkan hasil penelitian, hambatan yang dihadapi yaitu pelaksanaan tugas dan fungsi yakni di satu sisi menjalankan tugas publik public sevice obligation yang ditugaskan negara, tetapi di sisi lain Perum BULOG juga dituntut untuk mengejar keuntungan fungsi bisnis . Walaupun BULOG telah berubah dari LPND menjadi Perum tetapi Perum BULOG masih belum maksimal menjalankan kegiatan usaha komersial Perum BULOG. Hambatan perizinan, permodalan, pangsa pasar, harga dan SDM juga menjadi permasalahan kegiatan komersial Perum BULOG. Upaya yang dilakukan Perum BULOG sebagai BUMN dalam menjalankan peran kegiatan usaha komersial adalah segera melakukan penguatan kelembagaan Perum BULOG guna mewujudkan perusahaan yang mandiri sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukan Perum khususnya bagi Perum BULOG seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33.

ABSTRACT
The Issued of Government Regulation Number 13 Year 2013 Concerning Perum BULOG Replacing Government Regulation No. 7 Year 2003 bring an addition of Perum BULOG Scope as a State Owned Enterprises in commercial business activities. This study aims to analyze the barriers as a State Owned Enterprises in commercial business activities and efforts that can be done to improve the role of Perum BULOG as a State Owned Enterprises in commercial business activities after the enactment of PP. 13 Year 2016 About Perum BULOG. In order to preparing this study, the authors used socio legal research method. Based on the research, the barriers that faced is the execution of duties and function of Perum BULOG in conducting its function running public services obligation assigned by the state and also required to pursue profit business function . Although Perum BULOG has changed from LPND to Perum , Perum BULOG is still not maximally running commercial business, Licensing constraints, capitalization, market share, prices and human resources also hampered commercial activities of Perum BULOG. The efforts that should be done is strengthen the institutional of Perum BULOG In order to be independent company, give contribution in accordance with the intent and purpose of forming Perum BULOG as mandated also in constitution article 33.Key words State Owned Enterprises, Perum BULOG, Commercial Act"
2017
T49147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfin Sulaiman
"Definisi menyangkut keuangan negara ternyata masih menuai polemik sampai saat ini. Khususnya menyangkut keuangan negara yang sudah disetorkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara sebagai kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagian undang-undang mengatur bahwa keuangan negara yang sudah disetorkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, adalah tetap merupakan uang negara. Sedangkan sebagian undang-undang, khususnya undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas mengatur, bahwa keuangan negara yang telah disetorkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara selaku badan hukum sudah bukan menjadi uang negara lagi, melainkan sudah menjadi uang Badan Usaha Milik Negara itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori badan hukum sebagai communis opinion doctorum dalam teori ilmu hukum. Disharmonisasi peraturan perundangundangan menyangkut keuangan negara tersebut ternyata membawa implikasi dan konsekuensi yuridisnya di dalam praktek, khususnya terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi serta terhadap mekanisme pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara yang telah disetorkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara. Hal ini juga membawa implikasi dan konsekuensi yuridis terhadap timbulnya fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMA/Yud/20IVIIII2006 menyangkut piutang negara dan piutang BUMN. Fatwa Mahkamah Agung tersebut sekaligus juga memberikan batasan dan pengertiannya terhadap keuangan negara. Bahwa uang negara yang telah disetorkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara sudah bukan merupakan uang negara lagi, melainkan sudah menjadi uang Badan Usaha Milik Negara. Oleh sebab itu perlu dilakukan persesuaian peraturan antar undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lainnya menyangkut definisi keuangan negara. Sehingga diperoleh pengertian secara jelas mengenai keuangan negara dan keuangan negara yang telah disetorkan ke dalam Badan Usaha Milik Negara, tanpa harus mengebiri teori badan hukum sebagai communis opinion doctorum dalam teori ilmu hukum. Persesuaian undang-undang menyangkut definisi keuangan negara dan keuangan negara Badan Usaha Milik Negara tersebut, juga harus membawa implikasi positif terhadap upaya pemberantasan korupsi, sistematika pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara, dan kemandirian Badan Usaha Milik Negara itu sendiri.

The definition of state finance is still creating polemic condition to this date, particularly related to the allocation of state finance to the State-Owned Enterprise classified as excluded state assets. The provision of Law clearly governs that state finance allocated to the State-Owned Enterprise is categorized as excluded state assets and therefore it shall remain the property of the state. Meanwhile, subject to the other provisions of the relevant law on State-Owned Enterprise and Limited Liability Company, it is stated that financial allocation made to the State-Owned Enterprise in its status as legal entity shall no longer be the property of state, but the State-Owned Enterprise. This corresponds to the theory affirming that legal entity is communis opinion doctorum, as defined in the theory of law. Inconsistencies in laws and regulations related to the state finance bears juridical implications and consequences in its practice, especially on Fight Against Corruption as well as the mechanism for audit and control over the state finance allocated to the State-Owned Enterprise. This also bears juridical implications and consequences on Supreme Court's opinion number WKMA/Yud/20IVIII/2006 related state and State-Owned Enterprise receivables. Opinion of the Supreme Court has also set limitations and understanding of the state finance. In other words, state financial allocation shall no longer be the property of the state but State-Owned Enterprise. For that reason, it is regarded necessary to make amendment to relevant laws and regulations related to the definition of the state finance. Thus, state finance and excluded state assets will be clearly defined without disregarding the theory of legal entity as communis opinion doctorum in the theory of law. The amendment to law on definition of state finance and excluded state asset should bring positive implications for fight against corruption, mechanism for audit and control of State Finance as well as the independence of State-Owned Enterprise."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat memajukan perekonomian Indonesia serta mewujudkan rakyat Indonesia yang lebih makmur serta mampu bersaing dalam perekonomian global. Guna memaksimalkan kegiatan usahanya, BUMN dapat membentuk suatu anak perusahaan. Adanya hubungan antara induk perusahaan BUMN dengan anak perusahaan BUMN tersebut dalam konteks holding, memunculkan beberapa pendapat yang berbeda mengenai status hukum kelembagaan dan keuangan dari anak perusahaan BUMN. Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai status hukum kelembagaan dan keuangan anak perusahaan BUMN yang didirikan oleh BUMN itu sendiri dan perusahaan BUMN yang dialihkan sebagian besar modalnya kepada BUMN lain serta tata hubungan antara negara dengan BUMN yang didirikan oleh BUMN itu sendiri dan perusahaan BUMN yang dialihkan sebagian besar modalnya kepada BUMN lain berdasarkan perspektif hukum keuangan publik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa (1) secara kelembagaan, anak perusahaan BUMN tidak berstatus sebagai BUMN karena modal Anak perusahaan BUMN tidak berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melalui penyertaan oleh negara secara langsung seperti halnya BUMN, dan status hukum keuangan anak perusahaan BUMN adalah tetap keuangan perusahaan yang bersangkutan bukan keuangan negara, karena anak perusahaan BUMN merupakan subyek hukum; (2) kedudukan hukum kelembagaan dari anak perusahaan yang berasal dari pengalihan saham BUMN lainnya adalah bukan BUMN karena penyertaan modal negara meski secara langsung sifatnya akan tetapi secara jumlah kurang dari 51% sebagaimana BUMN seperti yang disyaratkan dalam UU BUMN, dan status hukum keuangannya bukan keuangan negara; (3) anak perusahaan BUMN yang didirikan oleh BUMN sama sekali tidak mempunyai hubungan baik secara kelembagaan maupun keuangan dengan negara, sedangkan tata hubungan antara negara dengan anak perusahaan BUMN yang berasal dari pengalihan saham BUMN lainnya adalah sebatas sebagai pemegang saham dengan hak istimewa.

As one that supports the economy in the financial system in Indonesia, a State-Owned Enterprise (SOE) can advance the Indonesian economy and realizing a more prosperous Indonesian people and able to compete in the global economy. In order to maximize its business activities, SOE can establish a subsidiary company. The relationship between the holding company and the SOE subsidiary in the context of holding, gives rise to several different opinions regarding the legal and financial status of the subsidiary SOE. This study specifically discussed about the institutional legal status and financial legal status of the subsidiary SOE founded by the SOE itself and the SOE company which most of its capital transferred to other SOE and the relationship between the state and SOEs established by SOEs themselves and SOE companies partially transferred large capital to other SOEs from the perspective of a public financial law whose analysis is carried out according to the regulations, experts, as well as related decisions of the Constitutional Court to find out the legal status of subsidiary SOE. This research is in the form of normative- juridical, with descriptive-analytical type. (1) institutionally, Subsidiary SOE do not have the status of SOEs because Subsidiary SOE's capital does not originate from state assets that are separated through direct participation by the state such as SOEs, and the financial legal status of Subsidiary SOE is still the financial company concerned is not state finance, because SOE subsidiaries are legal subjects, (2) The institutional legal status of a subsidiary  SOE originating from the transfer of other SOE shares is not a SOE due to state capital participation even though it is directly in nature but in the amount of less than 51% as SOEs as required in the SOE Act, and the financial legal legal status is not state finance; (3) Subsidiary SOE established by SOEs have no institutional or financial relationship with the state at all, while the relationship between the state and Subsidiary SOE originating from the transfer of other SOE shares is limited to as shareholders with special rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Ismail Suny
"Era perdagangan babas mengharuskan Pemerintah Republik Indonesia untuk bertindak lebih profesional dalam menjalankan roda pemerintahan dan menjauhkan dirt dart kepentingan individu atau kelompok tertentu, termasuk di dalamnya dalam rangka menjalankan roda perekonomian. Melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pemerintah berusaha untuk menjadi penggerak sekaligus sebagai contoh yang baik bagi rakyatnya dalam melakukan kegiatan bisnis. semi mengejar keuntungan yang sebesarbesarnya, Pemerintah memilih model perseroan terbatas sebagai kendaraan dalam menjalankan usahanya yang diimplementasikan dalam bentuk BUNN Persero.
BUMN Persero sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab pribaoi sebagaimana telah diatur dalam doktrin-daktrin perseroan terbatas, UU Perseroan Terbatas dan UU Badan Usaha Milik Negara. Untuk menunjang cita-cita luhur menjadi penggerak perekonomian yang baik, pemerintah berusaha senantiasa mengikuti aturan-aturan yang baik dan benar dalam menjalankan kegiatan usahanya, salah satunya adalah dengan mengimplementasikan doktrin pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) dalam BUN Persero. Doktrin tersebut menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh demi menciptakan ikliin usaha yang baik.
Namun di Indonesia seringkali pandangan mengenai kepentingan negara seolah merupakan alasan pembenar untuk menempuh jalan apapun, termasuk di dalamnya jalan yang melanggar asas-asas yang sebelumnya dijunjung tinggi dan dijadikan acuan. Urusan negara, urusan perusahaan dan korupsi semakin lama semakin dicampuradukkan pengertiannya sehingga menimbulkan kekacauan sistem peradilan dan iklim usaha di tanah air yang senyata nyatanya telah mengakibatkan kesimpangsiuran dalam putusan pengadilan.

Free-trade era requires the government of the Republic of Indonesia to act more professionally and distance itself from individual and group interest, especially in economic matters. The government hopes to utilize state owned enterprise to drive the economy and to act as a good model for other domestic enterprises. For greater profits, the government has chosen a limited company model as a vehicle to run its business organization in the form of limited state owned company (BUMN Persero).
State owned limited enterprise as a legal entity has its own rights and obligation as specified by limited liability company doctrine, law of Limited Liability Company and law of the State Owned Enterprise. The government in order to fulfill its role as economic driver always attempts to abide by the regulations such as implementing the principles of good corporate governance in the state owned limited enterprise. Such doctrine determines measures that need to be taken in order to ensure favorable business climate.
Nevertheless in Indonesia, state interest frequently is being used as a reason to justify measures that violate sound legal doctrines. For example, misunderstanding in regard to public and private realm of law, as well as incorrect interpretation of the definition of corruption has led to confusion in upholding the law.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Rahmadi Wicaksono
"Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membentuk anak perusahaan guna memaksimalkan kegiatan usahanya. Adanya bentuk keterkaitan antara induk dan anak perusahaan dalam konteks holding mengakibatkan adanya polemik klasik pada masyarakat yang beranggapan bahwa status hukum anak perusahaan BUMN adalah BUMN. Hal ini kemudian muncul kembali dalam kasus perselisihan hasil pemilihan umum presiden tahun 2019 yang mana salah satu pihak pemohon menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN adalah BUMN. Penelitian ini mengkhususkan pembahasan mengenai status hukum anak perusahaan BUMN yang ditinjau dari prespektif hukum keuangan publik yang analisisnya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait, pendapat pada ahli, serta putusan Mahkamah Konstitusi terkait guna mengetahui status hukum anak perusahaan BUMN yang ideal. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa anak perusahaan BUMN bukan berstatus sebagai BUMN, berdasarkan teori badan hukum anak perusahaan merupakan entitas yang mandiri karena ia merupakan subjek hukum yang berbentuk badan hukum, konsep ini dapat dijumpai dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tetang Perseroan terbatas yang sudah selayaknya menjadi acuan dalam membuat pengaturan mengenai konsep BUMN dan anak perusahaannya,  serta dalam anak perusahaan BUMN tidak terdapat kekayaan negara yang dipisahkan melalui penyertaan oleh negara secara langsung seperti halnya BUMN, oleh sebab itu anak perusahaan BUMN bukan merupakan BUMN. Berdasarkan Penelitian ini, perlu dibentuk peraturan yang menegaskan bahwa terjadi transformasi kekayaan Negara menjadi kekayaan BUMN dan perlu dilakukan sosialisasi lebih mengenai kekayaan negara yang dipisahkan, dan status hukum anak perusahaan BUMN yang bukan merupakan BUMN.
State own enterprise (SOE) created subsidiaries company to maximize their profits. There is a connection between the holding and their subsidiaries in the context of people perception that still translate subsidiaries from state own enterprise is state own enterprise. This issue arrise again in the mid of 2019 presidential election which one of plaintiff stated that subsidiaries from SOE is SOE. This research specificly discuss about legal status of SOE subsidiaries from the perspective of public finance law whcih analize based on the recent regulation, expert opinion, constitution court judicial decision to figure about legal status of the subsidiaries. This research is excersise with juridis normative format with the type of descriptive analysis. Conclusion from this research is that subsidiaries from SOE is not SOE. Based on Act No.40 year 2007 about limited liability company which is the reference of SOE concept and its subsidiaries, subsidiaries from SOE also dont have such separation like the holding have. Based on this research there is a regulation that needs to be made to reassure that there is a asset transformation of SOE, sosialization about seperated asset between states and SOE, and legal status that subsidiaries of SOE is not SOE."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamora, Maria Kinara
"Tulisan ini menganalisis terkait dengan inkonsistensi atau diferensiasi pendapat hakim terkait dengan putusan-putusan atas Permohonan Kepailitan BUMN (Persero). Penulisan atas Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian Yuridis-Normatif. BUMN (Persero) merupakan salah satu bentuk BUMN di Indonesia yang terbagi atas saham dengan minimal kepemilikan 51% oleh negara. Penyertaan modal oleh negara kepada BUMN (Persero) berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga pertanggungjawaban pengelolaannya menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Maka dari itu, regulasi dan ketentuan dalam BUMN (Persero) mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adapun ketika BUMN (Persero) mengalami permasalahan keuangan dan berakhir menghadapi Kepailitan, timbul permasalahan mengenai status keuangan BUMN (Persero) maupun legalitas pihak yang dapat mengajukan Permohonan Kepailitan. Hingga saat ini belum ada pengaturan yang jelas terkait dengan entitas keuangan BUMN (Persero) dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Apabila mengacu pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengakibatkan muncul perbedaan konsepsi dalam memahami bisa atau tidaknya  BUMN (Persero) dinyatakan pailit.

This thesis analyzes the inconsistency of judges' verdict regarding Bankruptcy of State-Owned Enterprises. The thesis is using the Juridical-Normative research method. State-Owned Enterprises in Indonesia has a minimum of 51% ownership by the government. The state's capital injection into State-Owned Enterprises comes from separated state wealth, and therefore, its management accountability adheres to the principles of good corporate governance. Hence, regulations and provisions within State-Owned Enterprises follow the stipulations in Limited Liability Companies regulation. When State-Owned Enterprises face financial issues leading to bankruptcy, challenges arise concerning the financial status and the legality of parties eligible to file for bankruptcy. There is no clear regulation regarding the financial entities of State-Owned Enterprises in State’s Finance regulation. Referring to the State’s Treasury regulation is still not clear in differing conceptions in understanding whether a legal entity such as State-Owned Enterprises can be declared bankrupt or not."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Fredrik Richard
"Otonomi Daerah di Indonesia telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya merupakan pengejewantahan dari penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan merata.
Konsep otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah membentuk sistem baru bagi pemerintahan di daerah. Ini membuka peluang, kendala dan tantangan terutama kepada daerah kabupaten dan kota untuk lebih mengelola pembangunan didaerahnya masing--masing. Untuk itu pemerintah daerah harus memanfaatkan peluang yang ada ataupun menggali potensi-potensi baru dalam upaya pembiayaan daerah dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam menjalankan roda pembangunan demi kemakmuran masyarakat, pemerintah daerah menilai bahwa sumber pembiayaan yang diperoleh pemerintah daerah tidak dapat mencukupi rencana pembangunan daerah, sehingga menimbulkan keinginan dari sebahagian pemerintah daerah untuk memperoleh keuntungan langsung dari Badan usaha Milik Negara yang beroperasi didaerah mereka.
Hal ini menimbulkan polemik apakah pemerintah daerah dapat atau berhak melakukan hal tersebut terhadap Badan Usaha Milik Negara (Persero). Sehingga dalam karya tulis ini akan diangkat permaslahan sumber pembiaayaan bagi Pemerintah Daerah yang berasal dari Badan usaha Milik Negara (Persero) dan Badan Usaha Milik Daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>