Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170698 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shannon Gabriella Pesik
"Penulisan skripsi ini adalah untuk meneliti tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap sengketa medis yang terjadi di rumah sakit dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 625/Pdt.G/2014/PN.JKT.Brt. Penelitian ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup sengketa medis, penerapan perbuatan melawan hukum dalam sengketa medis, dan pola pertanggungjawaban rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Rumah Sakit terhadap sengketa medis yang terjadi di Rumah Sakit. Bentuk penelitian dalam penulisan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, yang merupakan penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka. Penelitian ini mendapatkan bahwa sengketa medis adalah suatu perkara yang dapat terjadi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya dalam rumah sakit. Pihak yang dirugikan akibiat sengketa medis sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dapat menuntut ganti rugi. Dengan adanya pembahasan dalam penelitian terhadap permasalahan yang muncul pada penulisan ini, maka penulis menyarankan agar dokter sebagai tenaga medis yang profesional mengikuti Kode Etik dan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diatur oleh pemerintah dalam menjalankan perannya. Bagi rumah sakit, dapat lebih selektif dalam menilai kompetensi dokter sebelum menangani pasien dari rumah sakit itu. Pemerintah dapat membuat peraturan mengenai parameter bagi penilaian hakim dalam memutuskan besaran ganti rugi yang berhak didapatkan oleh pasien atau para penggugat agar dapat melanjutkan hidup dengan adil.

The writing of this thesis is to examine the hospital's legal responsibility for medical disputes that occur in the hospital by analyzing the District Court Decision Number 625/Pdt.G/2014/PN.JKT.Brt. This study discusses the meaning and scope of medical disputes, the application of unlawful acts in medical disputes, and the pattern of hospital responsibility based on the Hospital Law for medical disputes that occur in hospitals. The form of research in writing uses juridical-normative research methods, which are legal research by examining library or secondary materials. This study found that a medical dispute is a case that can occur due to errors or omissions made by doctors or other health workers in hospitals. Parties who are harmed because of medical disputes in accordance with Article 1365 of the Civil Code and Article 46 of Law Number 44 of 2009 concerning Hospitals, can claim compensation. With the discussion in research on the problems that arise in this writing, the authors suggest that doctors as professional medical personnel follow the Code of Ethics and Legislation that has been regulated by the government in carrying out their roles. For hospitals, this institute can be more selective in assessing the competence of doctors before treating patients from hospitals. The government can make regulations regarding the parameters for judges' judgments in deciding the amount of compensation that patients or plaintiffs are entitled to in order to continue living fairly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Noor Ibrahim Kuncorodjati
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien di rumah sakit dalam suatu perjanjian medis di Indonesia. Penelitian berbentuk yuridis normatif dengan mengkaji penerapan teori-teori dan norma hukum pada praktik yang ada. Serta penelitian ini bersifat deskriptif untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi serta memuat pandangan hukum dari peristiwa tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah pola pertanggungjawaban rumah sakit terhadap dokter tidak selalu sejalan dengan peraturan yang ada. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah dapat memberikan kejelasan terhadap konsep tanggung jawab rumah sakit yang dimaksud dalam Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

ABSTRACT
This thesis discusses the legal responsibility of the hospital for doctors in providing health services to patients at the hospital in a medical agreement in Indonesia. This research used normative juridical method by examining the application of legal theories and norms to existing practices. As well as this research is also used descriptive type of typology to describe the events that occur and contains a legal opinion of the event. The results of this study is the pattern of hospital responsibility for doctors is not always in line with existing regulations. This research suggests that the government can provide clarity on the concept of hospital responsibility referred to in Article 46 of Law No. 44 of 2009 Law on Hospital."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvani Imbiri
"Pasien sebagai salah satu subjek dalam hukum kesehatan memiliki hak dan kewajiban. Salah satu hak yang dimiliki oleh pasien adalah hak untuk menolak tindakan medis. Walaupun penolakan tindakan medis merupakan sebuah hak, tetapi ketika hak tersebut digunakan maka menimbulkan suatu akibat bagi pasien. Namun dalam praktiknya, masih banyak pasien yang belum memahami akibat dari penggunaan hak untuk menolak tindakan medis. Dalam penelitian ini, fokus permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai pengaturan hak terhadap pasien yang menolak tindakan medis di rumah sakit dan implikasi hukum terhadap pasien yang menolak tindakan medis di rumah sakit dengan menganalisis Putusan Pengadilan Nomor 182/Pdt.G/2016/PN JKT.TIM dan Putusan Nomor 624/PDT/2019/PT.DKI. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif yang mana pembahasan akan bersumber pada studi kepustakaan serta wawancara dengan narasumber. Pengaturan terhadap hak pasien yang menolak tindakan medis di rumah sakit diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 52 huruf d Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, 32 huruf k Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 17 huruf k Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien, dan Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Implikasi hukum terhadap pasien yang menolak tindakan medis di rumah sakit, yaitu segala konsekuensi yang timbul setelah pasien menolak akan menjadi tanggung jawab pasien dan pihak dokter maupun rumah sakit tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban apabila pasien mengalami kerugian.

Patients, as one of the subjects in health law, have rights and obligations. One of the rights that patients have is the right to refuse medical treatment. Although refusal of medical treatment is a right, when the right is used, it causes consequences for the patient. However, in practice, many patients still do not understand the consequences of exercising their right to refuse medical treatment. In this study, the focus of the problems to be discussed is on regulation of the rights of patients who refuse medical treatment in hospitals and the legal implications for patients who refuse medical treatment in hospitals by analyzing Court Verdict Number 182/Pdt.G/2016/PN JKT. TIM and Verdict Number 624/PDT/2019/PT. DKI. The research method used in this study is normative juridical research with qualitative methods, in which the discussion is sourced from literature studies and interviews with experts. The rights of patients who refuse medical treatment in hospitals are regulated by Article 56 of Law Number 36 of 2009 concerning Health, Article 52 letter d of Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practice, Article 32 letter k of Law Number 44 of 2009 concerning Hospitals, Article 17 letter k of the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 4 of 2018 concerning Hospital Obligations and Patient Obligations, and Article 18 paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Health Number 290/MENKES/PER/III/2008 concerning Approval of Medical Treatment. The legal implications for patients who refuse medical treatment at the hospital, namely all the consequences arising after the patient’s refusal will be the responsibility of the patient and the doctor or hospital cannot be held liable if the patient suffers losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartika Dewi Hapsari
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit atas berkas rekam medis yang merupakan hak pasien. Selain itu, juga dibahas mengenai perbuatan melawan hukum atas pemusnahan berkas rekam medis. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. dimana penelitian ini membahas obyek penelitian dari sudut pandang hukum dan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan apabila dilihat dari sifatnya menggunakan tipologi deskriptif. Hasil penelitian ini adalah bahwa Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menerapkan Doktrin Central Responsibility. Sedangkan, dalam Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis disebutkan bahwa pimpinan rumah sakit bertanggung jawab terhadap berkas rekam medis.

This thesis discusses about the liability on hospital medical record document which is the patient rights. In addition, also discussed about the tort of destruction of medical record document. This research fundamentally used normative juridical method, while in this research discusses about an object from a legal standpoint and legislation. This research also use descreptive type of typology. The results of this study is that Hospital?s Legislation Number 44 Year 2009 on applying the doctrine of the Central Responsibility. Whereas, in Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 on Medical Record stated that the head of hospital is responsible for the medical record document.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rahadian Saputra
"Skripsi ini membahas tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan malpraktik medis yang dilakukan oleh dokter kandungan, dilihat dari segi hukum perikatan dan hukum kesehatan. Penilitian ini bersifat deskripstif untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi, serta juga memuat pandangan hukum terhadap peristiwa tersebut.
Hasil penelitian menyarankan baik kepada rumah sakit maupun dokternya agar meningkatkan kualitas dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, sehingga tidak merugikan pasien yang nantinya akan berujung pada timbulnya sengketa hukum, seperti tagline 'lebih baik mencegah daripada mengobati' yang selalu diucapkan oleh dokter kepada pasien.

These undergraduate thesis is discusses about hospital liability for medical malpractice action conducted by obstetricians, in contract law and medical law point of view. This research is descriptive to describe the event that happened and contained legal point of view on that event.
The result is to suggest the hospital and doctor to improve the quality of medical services, in order to not harm the patient which potentially can triger legal dispute, like the word 'prevention is better than restoration' that doctor oftenly said to patient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63788
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ananda Putri
"Penolakan tindakan medis pada dasarnya adalah hak asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya sendiri. Penolakan tindakan medis sama pentingnya dengan persetujuan tindakan medis, namun belum banyak orang yang memahaminya karena hanya terfokus pada persetujuan tindakan medis saja. Skripsi ini meneliti mengenai pengaturan penolakan tindakan medis, tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien jika terdapat penolakan tindakan medis di rumah sakit serta pengaturan dan tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terkait penolakan tindakan medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada hukum positif yaitu UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 44 Tahun 2009 dan PERMENKES No. 290 Tahun 2008. Di RSCM, ketentuan penolakan tindakan medis mengacu pada hukum positif tersebut dan diatur pula dalam peraturan internal yaitu Keputusan Direktur Utama KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04/XI.3/0015/2017 dan petunjuk pelaksanaan atas peraturan internal tersebut yaitu KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04/XI.3/20341/2015 dan Standar Prosedur Operasional Penolakan Tindakan Kedokteran No. Dokumen 55/TU.K/79/2012. Tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien yang melakukan penolakan tindakan medis gugur sepanjang pasien tersebut sebelumnya sudah sepenuhnya memahami penjelasan dokter mengenai tindakan medis tersebut.
Di akhir penelitian ini, penulis menyarankan bahwa pemerintah perlu menetapkan batas usia dewasa bagi pasien yang dapat melakukan penolakan tindakan medis yaitu 18 tahun ke atas dan penolakan tindakan medis seharusnya juga dapat dilakukan dengan advance care directive, RSCM perlu mengganti penggunaan frasa ldquo;tingkat keberhasilan tindakan kedokteran supaya tidak bertentangan dengan makna perjanjian terapeutik, serta Majelis Kehormatan Etik Kedokteran MKEK sebaiknya lebih sering melaksanakan seminar, simposium, pelatihan maupun penyuluhan untuk membuat para dokter lebih memahami substansi Kode Etik dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hukum Kesehatan. Selain itu, dokter juga sebaiknya selalu berusaha untuk memperbaharui ilmu pengetahuan yang dimilikinya yakni dengan cara rajin mengikuti seminar, simposium, pelatihan maupun penyuluhan yang dibuat oleh MKEK tersebut.

Informed refusal in fact is human rights of someone to determine what will be done to themselves. Informed refusal is as important as informed consent, nonetheless not a lot of people really understand about such concept because they only focus to informed consent. This thesis examines the regulation of informed refusal, legal responsibility of the doctor and the hospital if there are some informed refusals that are done in the hospital and the regulation and legal responsibility of the doctor and the hospital related to informed refusal in Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM .
The research method is normative juridical which is based on the positive norms which are UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 44 Tahun 2009 and PERMENKES No. 290 Tahun 2008. In RSCM, informed refusal is based on those positive norms and is also regulated in the internal regulation which is Keputusan Direktur Utama KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04 XI.3 0015 2017 and the operational guidelines of the internal regulation which are KEPDIRUT RSCM Nomor HK 02.04 XI.3 20341 2015 and Standar Prosedur Operasional Penolakan Tindakan Kedokteran No. Dokumen 55 TU.K 79 2012. The doctor and the hospital will no longer be legally responsible of the patient who has done an informed refusal, as long as earlier the patient has understood very well the informed of the medical treatment.
By the end of this research, the writer suggests that the government should regulate that the legal age of a patient who will do an informed refusal is 18 years old and informed refusal should also be able to be done by advance care directive, RSCM needs to change the use of the phrase 'the successful rate of the medical treatment' so it won rsquo t be against the definition of Therapeutic Contract, and Honorary Council of Medical Ethics MKEK should hold a seminar, simposium, training or counseling session more often to make the doctors more aware of the substance of Code of Ethics and the regulations of Health Law. Besides, the doctors should also make effort to update their knowledges by attending some seminars, symposiums, trainings or counseling sessions held by MKEK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Fredika Kodongan
"Penulisan ini dilatarbelakangi atas perkembangan teknologi informasi yang menguasai hampir keseluruhan aspek kehidupan di dalam suatu negara, khususnya di bidang kesehatan. Dalam hal ini mengenai rekam medis elektronik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Peraturan perundang-undangan tentang Rekam Medis telah mengakui adanya rekam medis elektronik, akan tetapi pengaturan yang secara spesifik mengatur penyelenggaraan rekam medis elektronik belum ada sampai dengan saat ini. Penulisan ini dilakukan untuk menjawab tiga permasalahan pokok mengenai, pengaturan rekam medis elektronik di Indonesia, tanggung jawab hukum rumah sakit dalam penyelenggaraan rekam medis elektronik, dan penerapan rekam medis elektronik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penulisan ini adalah, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 serta perubahannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016  tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan rekam medis elektronik secara hukum tidak memiliki dasar hukum yang memadai, sehingga menghambat pemanfaatan dari rekam medis elektronik itu sendiri. Akan tetapi, rumah sakit sebagai pihak yang menyelenggarakan rekam medis elektronik tetap memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab apabila terjadi kerugian dikemudian hari
This study was motivated by the development of technology that appear almost in every aspects of life especially in the field of health. In this case the study held in electronic medical records at Cipto Mangunkusumo. The law on Conventional Medical records, have acknowledged about electronic medical records, but the regulations that are specifically governing the implementation of electronic medical records  are not regulated yet. This writing is to used to answer three main questions. The first one is the regulation of electronic medical records in Indonesia, the second one is hospital responsibility in implementing electronic medical records, and last one is the implementation of electronic medical records at Cipto Mangunkusumo Hospital. The regulations that used in this study are, Indonesian Law Number 29 Year 2004 about Medical Practice, Indonesian Law Number 11 Year  2016 about Information and Electronic Transactions, dan Minister of Health Regulations Number 269 Year 2008 about Medical Records. The result of this study has shown that the implementation of electronic medical records does not have a clear legal basis, that could be an obstacles for the development of electronic medical records itself. However, the hospital will still hold a responsibilty if there is a disadvantage about electronic medical record  in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RA. Afifah Putri Kinasih
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab rumah sakit dalam menyelenggarakan fasilitas pelayanan kesehatan bagi tenaga medis. Fokus dari penelitian ini membahas mengenai jaminan kesehatan BPJS bagi pekerja, regulasi terkait dengan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan kewajiban rumah sakit dalam memenuhi hal tersebut khususnya bagi tenaga medis. Pembahasan dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi RSUP Persahabatan Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa di RSUP Persahabatan, pelayanan kesehatan terhadap tenaga medis pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu penyakit atau kecelakaan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan penyakit atau kecelakaan yang bukan akibat pekerjaan. Apabila tidak disebabkan oleh pekerjaan, maka mereka menggunakan BPJS Kesehatan dan mengikuti sistem rujukan berjenjang vertikal, alhasil menciptakan kondisi yang kurang optimal. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar pemerintah membuat peraturan pelaksana yang dapat mengatur rumah sakit tipe A agar dapat membuat FKTP bagi pekerjanya. 


This thesis discusses about the responsibility of the hospital in providing health services facilities for its medical personnel. The focus of this study discusses BPJS health insurance for workers, then the regulations related to the implementation of health service facilities in hospitals, and the hospital's obligations to fulfill that responsibility, especially for its medical personnel. The discussion was carried out through a literature study and a study at the RSUP Persahabatan in East Jakarta. This research is a normative juridical research with qualitative method. The results of the study concluded that at RSUP Persahabatan, the right to health services can be broadly divided into 2, i.e., illness and accident caused by work or illness and accident that is not the result of work. If it is not caused by work, then they can use BPJS Kesehatan and adhere to a vertical tiered referral system which was adopted by BPJS Kesehatan. As a result, it creates a condition that are not optimal for its’ medical personnel. The results of this study suggest that the government should make an implementing regulations that could regulate type A hospitals, such as RSUP Persahabatan, so that they can make first tier health services for their workers.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aniendita Rahmawati
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab hukum dokter dan rumah sakit terhadap pasien gawat darurat yang dinyatakan Dead on Arrival. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit dalam hal terjadi kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh seorang dokter dalam menangani pasien Dead on Arrival. Metode penelitian yang penulis gunakan ialah yuridis normatif dengan tipologi deskriptif. Data yang penulis gunakan diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien Dead on Arrival berlaku ketentuan hukum tentang pasien gawat darurat. Sehingga, dokter tidak memiliki kewajiban informed consent sebelum melakukan pertolongan, namun tetap harus melakukan pencatatan rekam medis pasien. Rumah sakit bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan gawat darurat, rekam medis, serta atas kesalahan dokter yang dipekerjakannya. Penulis menggunakan Putusan Nomor 248/Pdt.G/2015/PN. Jkt. Sel terkait pasien Dead on Arrival. Majelis Hakim dalam memutus perkara seharusnya dapat mempertimbangkan seluruh pokok permasalahan dan ketentuan hukum terkait secara agar putusan yang dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

This thesis discusses the legal responsibilities of physician and hospital towards emergency patients who are declared dead on arrival. Problems in this thesis are the liabilities of physician and hospital in case of errors or omissions done by the physician while dealing with dead on arrival patients. The research method used in this research is normative with descriptive typology. The data in this research are obtained through literature study and interview with relevant experts. The results showed that on dead on arrival patients apply the legal provisions of emergency patients. Thus, physicians do not have informed consent obligation prior to rescuing, but still have to record the treatments given on patient 39 s medical record. The hospital is responsible for the provision of emergency services, administration of medical records, as well as the errors of the physicians they employed. The author uses verdict number 248 Pdt.G 2015 PN. Jkt. Sel related to dead on arrival patient. The Panel of Judges should be able to consider all the issues and related legal provisions in order to make an equitable verdict which achieves justice and legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>