Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vincent Reytama
"Simvastatin merupakan obat lini pertama dalam pengobatan dislipidemia. Simvastatin praktis tidak larut dalam air, sehingga kelarutan simvastatin dalam larutan saluran cerna terbatas dan mengakibatkan bioavailabilitas yang rendah. Simvastatin juga bersifat tidak stabil dalam larutan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan simvastatin dalam air dan memformulasikan sediaan cair yang stabil secara fisik. Peningkatan kelarutan simvastatin dilakukan dengan cara pembuatan dispersi padat menggunakan pembawa manitol dan PVP K-30. Evaluasi dispersi padat menunjukkan bahwa kelarutan simvastatin dalam dispersi padat F1 (simvastatin-manitol-PVP 1:1:0.02) memberikan kelarutan yang lebih besar daripada F2 (simvastatin-manitol-PVP 1:2:0.01), dengan kelarutan sebesar 25,514 mg/100 mL. Dispersi padat F1 diformulasikan dalam sirup kering dengan bahan tambahan natrium benzoat, asam sitrat, natrium sitrat, dan perisa jeruk menghasilkan serbuk kering dengan laju alir 60,44 gram/detik, sudut istirahat 28,997o dan kandungan lembab 1,927 ± 0,032%. Evaluasi stabilitas fisik menunjukkan bahwa sirup yang terekonstitusi stabil dari segi organoleptis, pH 5,165, dan viskositas sebesar 58,521 cps. Pembuatan dispersi padat simvastatin menggunakan manitol dan PVP K-30 terbukti meningkatkan kelarutan simvastatin dan evaluasi stabilitas fisik sirup kering menunjukkan bahwa sirup kering stabil secara fisik setelah diamati selama 12 hari, sesuai dengan ketentuan BUD (beyond-use date) menurut USP 41.

Simvastatin is a first-line drug in the treatment of dyslipidemia. Simvastatin is practically insoluble in water, so the solubility of simvastatin in gastrointestinal solutions is limited and results in low bioavailability. Simvastatin is also unstable in solution. This study aims to increase the solubility of simvastatin in water and formulate a physically stable liquid dosage form. The preparation for increasing the solubility of simvastatin was carried out by making a solid dispersion with mannitol and PVP K-30 as a carrier. Evaluation of solid dispersion showed that the solubility of simvastatin in solid dispersion F1 (simvastatin-mannitol-PVP 1:1:0.02) showed greater solubility than F2 (simvastatin-mannitol-PVP 1:2:0.01) with solubility in water of 25.514 mg/100 ml. F1 solid dispersion was formulated in dry syrup with sodium benzoate, citric acid, sodium citrate, and orange flavoring agent as excipients. Simvastatin dry powder with flowrate of 60.44 gram/second, angle of repose 28.997o and moisture content of 1.927 ± 0.032% was obtained. Physical stability evaluation showed that the reconstituted syrup was stable in terms of organoleptic, pH of 5.165, and viscosity of 58.521 cps. Preparation of simvastatin solid dispersion using mannitol and PVP K-30 was shown to increase the solubility of simvastatin and evaluation of the physical stability of dry syrup showed that dry syrup was physically stable after being observed for 12 days, in accordance with the provisions of the BUD (beyond-use date) according to USP 41. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadiva
"ABSTRACT
Tembakau selain dibuat menjadi rokok, dapat dibuat menjadi anti nyamuk. Kandungan nikotin, d-limone, indol, dan piridin yang berada pada tembakau tersebut dapat dijadikan alternatif dari bahan anti nyamuk sintetik yang berada di pasaran seperti N,N-Diethyl-meta-toluamide DEET dan permetrin. Tujuan penelitian ini adalah membuat, mengevaluasi formulasi melihat kestabilan formulasi emulgel ekstrak tembakau, dan melihat berapa kandungan nikotin yang terpenetrasi. Emulgel ini dibuat menjadi 4 formula, yaitu blangko yang tidak memiliki ekstrak, dan 3 formula lainnya dengan kadar ekstrak tembakau yang berbeda. Pengamatan organoleptis menunjukkan emulgel memberikan warna putih untuk blangko, putih kecoklatan dan semakin kecoklatan dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Setelah dilakukan evaluasi, emulgel ekstrak tembakau stabil pada penyimpanan pada temperatur 4 2 C, 28 2 C, 40 2 C, dan stabil setelah dilakukannya cycling test dan uji mekanik. Dari sediaan yang memiliki kandungan ekstrak paling tinggi dilakukan uji penetrasi, jumlah kumulatif nikotin yang terpenetrasi dari sediaan emulgel adalah 14180,628 mg/cm. Fluks dari sediaan emulgel adalah 22,986 mg/cm2menit. Persentase nikotin yang terpenetrasi dari sediaan emulgel adalah 157,562 . Berdasarkan hasil tersebut, keempat formula sediaan emulgel stabil, dan kadar nikotin yang terpenetrasi tidak melebihi batas toksik. Namun, emulgel ini tidak memenuhi syarat sebagai antinyamuk, yaitu tidak boleh terpenetrasi.

ABSTRACT
Beside for cigarrates manufacturing, Tobacco also can be used as mosquito repellent. Nicotine, d limone, indol, and pyridine contained in tobacco, can be used as alternative to substitute N,N Diethyl meta toluamide DEET dan Permethrine as mosquito repellent. But, as mosquito repellent, an active ingredients cannot be penetrated. This research 39 s objectives were to evaluate the formula and its stability, and to determine how much nicotin that penetrated. The emulgel was made into 4 different formulas 1 formula without tobacco extract and the others were differentiated by the concentration of the extract. Organoleptic observation of the emulgel was white and brownish white that getting darker along with the increasing of tobacco extract concentration. The emulgel of tobacco extract was stable at 4 2 C, 28 2 C, 40 2 C, after cycling test and sentrifugation test. From the highest concentration of tobacco extract of emulgel was tested its penetration ability. The total cumulative penetration, percentage of penetrated nicotine and flux of nicotine from emulgel dosage form was 14180.628mg cm, 157.562 , 22.986mg cm2minutes, respectively. It can be concluded that, the four Formulas of emulgel were stable and the percentage of penetrated nicotine was still below the toxic dose. But, this emulgel was not qualified as a mosquito repellent because it could be penetrated through skin. "
2017
S68925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Hana Iradhati
"Griseofulvin merupakan obat antifungi yang memiliki kelarutan yang buruk serta dapat memberikan efek samping apabila digunakan secara oral dalam jangka panjang; seperti proteinuria, nefrosis, leukopenia, dan hepatitis. Griseofulvin dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutannya. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengevaluasi formulasi mikroemulsi gel untuk penggunaan topikal sehingga meningkatkan kelarutan dan keamanan griseofulvin. Formula mikroemulsi yang didapatkan dari hasil optimasi mengandung 5% asam oleat sebagai fase minyak, 25% tween 80 sebagai surfaktan, dan 20% etanol (96%) sebagai kosurfaktan. Pengamatan organoleptis menunjukkan mikroemulsi memberikan warna kuning dan transparan, sementara mikroemulsi gel memberikan warna kuning dan agak keruh. Sediaan mikroemulsi dan mikroemulsi gel yang dihasilkan memiliki ukuran globul 158.0 nm dan 226.0 nm dan stabil pada penyimpananpada temperatur 4°C ± 2°C, 25°C ± 2°C, dan 40°C ± 2°C.

Griseofulvin is an antifungal drug with low solubility and several serious side effects that could occur when used orally for long period of time, such as proteinuria, nephrosis, leucopenia, and hepatitis. Griseofulvin solubility could be enhanced by formulating it into microemulsion. The main objective of this research is to make and evaluate the formulationof griseofulvon microemulsion gel for topical use to increase the solubility and safety of the drug. The optimized microemulsion formula contains 5% oleic acid as oil phase, 25% tween 80 as surfactant, and 20% etanol (96%) as cosurfactant. Organoleptic observation of microemulsion showed clear and transparent yellowish color, while the microemulsion gel showed hazy yellowish color. Both microemulsion and microemulsion gel have alcoholic smell. The globule size of microemulsion and microemulsion gel are 158.0 nm and 226.0, respectively. Griseofulvin microemulsion gel was stable at temperature 4°C ± 2°C, 25°C ± 2°C, and 40°C ± 2°C."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Nur Aziza
"ABSTRAK
Ketokonazol merupakan antifungi golongan imidazol spektrum luas yang digunakan sebagai anti jamur untuk mengobati infeksi jamur sistemik dan superfisial. Ketokonazol diformulasikan sebagai mikroemulsi gel untuk meningkatkan kelarutan dan efektifitasnya. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengevaluasi sediaan mikroemulsi gel ketokonazol yang jernih dan stabil. Formula mikroemulsi ketokonazol dioptimasi, dengan membuat diagram fase pseudo-terner dengan menggunakan Tween 80 sebagai surfaktan, dan propilen glikol digunakan sebagai kosurfaktan dengan perbandingan 1:1. Formula mikroemulsi yang didapatkan dari hasil optimasi mengandung 5 Isopropil Miristat sebagai fase minyak, 25 Tween 80 sebagai surfaktan, 25 Propilen Glikol sebagai kosurfaktan, sedangkan untuk basis gel yang digunakan adalah carbopol. Dalam penelitian ini diperoleh sediaan mikroemulsi yang memiliki warna kuning transparan dan mikroemulsi gel memiliki warna kuning keruh. Mikroemulsi gel ketokonazol tidak memenuhi kriteria stabilitas setelah dilakukan penyimpanan pada berbagai suhu, Cycling test dan uji sentrifugasi, pengukuran globul.

ABSTRACT
Ketoconazole is a synthetic broad spectrum antifungal agent, is used for treatment of superficial and systemic fungal infections. Formulating ketoconazole into microemulsion was to enhace solubility and effectivity. The purpose of this study was to evaluate physical stability of clear microemulsion gel ketoconazole. Pseudoternary phase diagrams were constructed using Tween 80 as surfactants and propylene glycol as cosurfactants in the ratio 1 1. The optimized microemulsion containing 5 isopropyl myristate, 25 Tween 80, and 25 propylene glycol, while gel base is prepared using carbopol 940 as gelling agent. Microemulsion formulation showed clear and transparent yellowish microemulsion, while the microemulsion gel showed cloudy yellowish colour. The physical stability test of the microemulsion gel ketoconazole was carried out by stored the microemulsion gel at three different temperatures, cycling test, centrifugation test and also globul size. Tests on several physical stability parameters showed none the formulated microemulsion gel ketoconazole met the criteria for physical stability."
2017
S67551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Pambudi
"Minyak biji jinten hitam yang dikenal memiliki khasiat sebagai obat herbal mempunyai bau dan rasa yang khas. Oleh karena itu dibuat sediaan emulsi minyak biji jinten hitam tipe O/W. Penelitian ini bertujuan untuk menutupi bau dan rasa serta mengetahui stabilitas sediaan emulsi yang baik dari esktraksi Jinten hitam (Nigella sativa Linn) dengan emulgator Span 80 dan Tween 80 dengan variasi konsentrasi 20%,50% dan 70 % dari jumlah minyak biji jinten hitam dalam sediaan. Evaluasi yang dilakukan meliputi volume sedimentasi, viskositas, ukuran partikel, uji stabilitas fisik, pH, dan penetapan kadar. Dari hasil pengujian, emulsi dengan konsentrasi emulgator 70% memiliki stabilitas yang baik. Formula emulsi tersebut telah dapat memperbaiki aroma dan rasa minyak biji jinten hitam, tetapi belum untuk penampilannya.

The black seeds cumin oil known to have efficacy as medicinal herbs having peculiar odor and taste. Hence preparation made emulsify oils black seeds cumin type O/W. This study aims to cover odor and taste and knowing stability emulsion preparation of black cumin esktract (nigella sativa linn) with emulgator span 80 and tween concentration with variations 20%, 50% and 70% of the oil of cumin black seeds in preparation. Evaluation volume discontinuous, conducted include viscosity, size of particles, the physical stability pH levels and determination. The evaluation of emulsion with concentration emulgator 70% having good stability. This formula could prove the odor and taste of black seeds cumin oil."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiqoh Zaqladi
"Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi penduduk di negara maju maupun berkembang. Penyebab tertinggi anemia adalah kekurangan zat besi. Anemia Defisiensi Besi (ADB) dapat menyebabkan gangguan perkembangan perilaku, kognitif, dan keterampilan psikomotori anak. Daun kelor dapat menjadi alternatif potensial dalam memenuhi kebutuhan zat besi karena memiliki kandungan zat besi 9 kali lebih banyak daripada bayam. Suplementasi bubuk daun kelor terbukti dapat menurunkan prevalensi anemia sedang dan berat berturut-turut sebesar 68,2% dan 77,9% pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun. Pemanfaatan daun kelor sebagai tanaman obat yang memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan umumnya masih secara tradisional. Rasa pahit pada kelor menyebabkan anak-anak tidak menyukai daun kelor. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula sediaan sirup ekstrak daun kelor yang memiliki stabilitas fisik dan kimia yang baik. Ekstrak daun kelor diperoleh dengan Microwave Assisted Extraction (MAE). Formula sirup dibuat dengan 3 konsentrasi propilen glikol sebagai kosolven dan pengawet. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa formula 1 memiliki stabilitas fisik yang baik, dan stabilitas kimia yang paling baik dengan kandungan zat besi yang paling tinggi yaitu 2,83 mg / 30 gram ekstrak / 100 ml sediaan. Kadar zat besi yang disarankan untuk anak adalah 8-10 mg/hari sehingga ekstrak yang dibutuhkan yaitu 84,80-106,00 gram ekstrak / hari dan dosis sediaan sirup yang dibutuhkan yaitu 283-353 ml/hari.

Anemia is one of the health problems that affect people in both developed and developing countries. The highest cause of anemia is iron deficiency. Iron Deficiency Anemia (IDA) can cause impaired development in behaviour, cognition, and psychomotor skills of children. Moringa leaves can be a potential alternative in meeting iron needs because they contain 9 times more iron content than spinach. Moringa oleifera Lam. leaf powder supplementation can reduce the prevalence of moderate and severe anemia in the by 68.2% and 77.9% in children below two years. The use of Moringa oleifera Lam. leaves as a medicinal plant with health benefits is still generally traditional. The bitter taste of Moringa oleifera Lam. leaves causes children to dislike Moringa oleifera Lam leaves. The purpose of this work was to obtain syrup formula for antianemia using Moringa leave’s extract that has physical and chemical stability. Moringa leave’s extract was obtained with Microwave-Assisted Extraction (MAE). Syrup formula was made in 3 concentration of propylene glycol as a cosolvent and preservatives. Result of this study showed that formula 1 has good physical stability, and the best chemical stability with the highest iron content, 2.83 mg/30 gram extract/100 ml. The recommended iron level for children is 8-10 mg / day, so the required extract is 84.80-106.00 grams of extract / day and the required dosage of syrup is 283-353 ml/day"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhila Kiasatina Larasati
"

Ekstrak herba pegagan (Centella asiatica L.) memiliki kandungan senyawa aktif berupa senyawa asiatikosida. Asiatikosida memiliki absorpsi dan penetrasi yang buruk karena sifatnya yang hidrofilik. Pada penelitian ini, ekstrak kental herba pegagan dimodifikasi ke dalam bentuk kompleks nanovesikel fitosom yang diformulasikan ke dalam sediaan krim untuk mengatasi permasalahan absorpsi dan penetrasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan sediaan krim fitosom dan krim ekstrak tanpa modifikasi, serta membandingkan penetrasi keduanya. Fitosom dibuat dengan konsentrasi fosfolipid dan ekstrak kental 1:1. Pembuatan fitosom dilakukan dengan metode hidrasi lapis tipis. Hasil pengujian efisiensi penjerapan terhadap fitosom sebesar 47,56 ± 1,68 %. Uji penetrasi metode sel difusi Franz dilakukan terhadap kedua jenis krim menggunakan membran abdomen tikus betina. Jumlah kumulatif asiatikosida terpenetrasi dari sediaan krim fitosom dan krim non fitosom berturut-turut sebesar 4,56 ± 0,32 µg/cm2 dan 1,86 ± 0,24 µg/cm2, dengan persentase berturut-turut sebesar 40,81 ± 2,83%, dan 16,66 ± 2,17%. Fluks dari sediaan krim fitosom dan krim non fitosom berturut-turut adalah sebesar 0,659 ± 0,035 µg.cm-2.jam-1 dan 0,465 ± 0,061 µg.cm-2.jam-1. Sediaan krim yang mengandung ekstrak herba pegagan dalam bentuk kompleks fitosom memiliki daya penetrasi yang lebih tinggi dibandingkan krim yang mengandung ekstrak herba pegagan konvensional. Keduanya menunjukkan stabilitas fisik yang baik melalui hasil pengamatan organoleptis, homogenitas, dan viskositas yang dilakukan selama dua bulan dalam berbagai variasi suhu.


Centella asiatica L. extract contains active content in form of asiaticoside. The absorption and penetration properties of that active ingredient are poor, due to its hydrophilic properties. In order to overcome those obstracles, in this research, a modification of Centella asiatica L. extract was made by formulating cream containing extract in the form of nanovesicle complex called phytosome. The aim of this research is to formulate two kinds of cream that contain phytosomal extract and normal extract without any modifications, then to compare both penetration profiles. The phytosome was made by mixing 1:1 phospholipid:extract with thin layer hydration method. Entrapment efficiency value of the phytosome suspension is 47,56 ± 1,68 %. Penetration test of both creams was run using Franz diffusion cell method. The cumulative amount of asiaticoside penetrated from phytosomal and non-phytosomal cream reaches 4,56 ± 0,32 µg/cm2 and 1,86 ± 0,24 µg/cm2, with the percentage of 40,81 ± 2,83%, and 16,66 ± 2,17%. Flux value from the phytosomal and non-phytosomal cream amounts 0,659 ± 0,035 µg.cm-2.hr-1 and 0,465 ± 0,061 µg.cm-2.hr-1. These results show that Centella asiatica L. extract in phytosomal cream gives better penetration profile compared to non-phytosomal cream. Both creams are showing good physical stability through organoleptic, homogenicity, and also viscosity observations done throughout two months at various temperatures and conditions.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosiepin Mulyadi
"Deoksiarbutin merupakan derivat arbutin yang telah dimodifikasi serta dapat digunakan sebagai pencerah kulit yang aman digunakan Pada penelitian ini dibuat sediaan mikroemulsi dan emulsi ganda W O W yang mengandung deoksiarbutin niasinamid dan natrium askorbil fosfat Pembuatan sediaan mikroemulsi bertujuan untuk meningkatkan absorbsi dan penetrasi obat serta meningkatkan kelarutan obat yang sulit larut dalam air Sediaan emulsi ganda W O W yang dibuat dimaksudkan untuk menggabungkan bahan bahan dalam tiga kompartemen terpisah Pada formulasi mikroemulsi dilakukan variasi konsentrasi etanol 96 sebagai kosurfaktan sedangkan pada formulasi emulsi ganda W O W dilakukan variasi konsentrasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 mulai dari 2 5 hingga 3 5 Kemudian dilakukan evaluasi meliputi organoleptis pH viskositas ukuran globul dan uji kestabilan selama 8 minggu penyimpanan di berbagai suhu Sediaan mikroemulsi dengan konsentrasi etanol 96 sebanyak 10 terlihat paling stabil dengan ukuran globul sebesar 3 nm Pada sediaan emulsi ganda dengan konsentrasi Tween 80 3 5 dan Span 80 2 5 diperoleh sediaan yang paling stabil secara fisik Berdasarkan uji stabilitas baik sediaan mikroemulsi dan emulsi ganda stabil pada penyimpanan di suhu rendah 4 2 C dan suhu kamar 28 2 C namun tidak stabil pada suhu tinggi 40 2 C

Deoxyarbutin is a derivative of arbutin that has been modified and also safe as skin whitening In this research microemulsion and W O W multiple emulsions containing deoxyarbutin niacinamide and sodium ascorbyl phosphate were made Formulation of microemulsion aims to increase the absorption and penetration of drugs and improve drug solubility in water Preparation of W O W multiple emulsions is made for combining ingredients in three separated compartments Microemulsion was formulated by varying the concentration of ethanol 96 as cosurfactant whereas W O W multiple emulsions was formulated by varying the concentration of surfactant Tween 80 and Span 80 from 2 5 to 3 5 Then some evaluation test consists of organoleptic pH viscosity globule size and stability testing during 8 weeks of storage at various temperatures were done Microemulsion with 10 concentration of ethanol 96 shows the most stable with 3 nm of globule size In W O W multiple emulsions with a concentration of 3 5 Tween 80 and Span 80 2 5 obtained the most stable form physically Based on testing stability both microemulsion and W O W multiple emulsions were stable at low temperature 4 2 C and room temperature 28 2 C but not stable at high temperature 40 2 C "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S52389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Karima
"Pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan tinggi. Aktivitas antioksidan pada herba pegagan dihasilkan oleh asiatikosid. Asiatikosid merupakan senyawa yang bersifat hidrofil sehingga aplikasinya pada sediaan topikal relatif sulit. Pada penelitian ini, dilakukan formulasi dan uji stabilitas fisik sediaan gel liposom yang mengandung ekstrak herba pegagan. Ekstrak herba pegagan yang diguanakan dalam formulasi memiliki nilai IC 50 sebesar 31,14 ppm dengan pengukuran menggunakan metode peredaman DPPH. Liposom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis. Liposom yang dihasilkan memiliki bentuk sferis dengan pengamatan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Ukuran diameter vesikel liposom rata-rata (Z-average) sebesar 198,99 nm dan nilai D90 sebesar 562,49 nm. Efisiensi penjerapan liposom diperoleh sebesar 92,59%. Liposom dimasukkan ke dalam tiga formula sediaan gel masing-masing sebesar 2, 4, dan 6%. Aktivitas antioksidan sediaan gel liposom pada ketiga formula selama empat minggu penyimpanan mengalami penurunan sebesar 0,30, 0,58, dan 0,33 %. Sediaan gel liposom diuji kestabilan fisiknya dalam berbagai suhu penyimpanan dan cycling test. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga formula gel liposom stabil secara fisik selama masa penyimpanan.

Pegagan (Centella asiatica L.) is one of plant that has high antioxidant activity. Antioxidant activity of pegagan?s herbs are produced by asiaticoside. Asiaticoside is hidrofilic compound, therefore its application in topical dosage form is difficult. This study performed formulation and physical stability test of liposome gel dosage form which containing pegagan herbs extract. The IC50 value of pegagan herbs extract used in formula was 31,14 ppm which was measured by DPPH assay. Liposome was formulated with thin layer hydration method. Liposome product had spherical shape which was observed by Scanning Electron Microscope (SEM). The average of vesicle diameter size (Z-average) was 198,99 nm and the D90 value was 562,49 nm. The entrapped eficiency of liposome was 92,59%. Liposome was added into three formulas of gels with 2, 4, dan 6% concentration. The decrease of antioxidant activities of three formulas of gels were 0,30, 0,58, and 0,33% . The physical stability of liposome gel dosage forms were observed in a wide range of storage temperature and cycling test. The result show that three formulas of gels were physically stable in storage period."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ela Nurlaela Handayani
"Ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.) yang mengandung asam elagat berkhasiat sebagai penghambat aktivitas tirosinase. Kemampuan asam elagat untuk menghambat melanogenesis dapat dijadikan sebagai zat aktif dalam produk kosmetik. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan emulgel ekstrak kulit buah delima sebagai pemutih kulit dan menguji stabilitas fisiknya. Ekstrak etanol 50% kulit buah delima diuji aktivitas penghambatan tirosinase kemudian diformulasikan menjadi sediaan emulgel dengan konsentrasi 0,2; 0,4 dan 0,6% kemudian dievaluasi stabilitas fisiknya selama 12 minggu pada suhu 4±2oC, 28±2oC dan 40±2oC, uji mekanik dan cycling test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak etanol 50% kulit buah delima sebesar 167,11 ppm sedangkan nilai IC50 asam kojat 6,99 ppm sebagai pembanding. Emulgel yang diformulasikan menunjukkan penampilan fisik yang stabil setelah penyimpanan selama 12 minggu pada ketiga suhu, uji mekanik dan cycling test, memiliki sifat alir plastis yang stabil serta memenuhi persyaratan ukuran diameter globul suatu emulsi. Formula terbaik adalah Formula 2 yang mengandung ekstrak kulit buah delima sebanyak 0,4% karena menunjukkan stabilitas yang baik. Oleh karena itu, emulgel yang mengandung ekstrak kulit buah delima berpotensi untuk digunakan sebagai pemutih kulit.

Pomegranate (Punica granatum L) fruit peel extract containing ellagic acid has the ability to inhibit tyrosinase activity. Due to the ability of ellagic acid to inhibit melanogenesis, it can be used in skincare cosmetics. This research aims to formulate emulgel of pomegranate fruit peel extract as a skin whitenig and evaluate its physical stability. Ethanol extract 50% of pomegranate fruit peel extracts were assayed for its tyrosinase inhibitory activity then formulated into emulgel preparation in concentrations of 0,2; 0,4; and 0,6%. The emulgel was then evaluated on its physical stability for 12 weeks in 4±2oC, 28±2°C and 40±2°C temperature, mechanical testing and cycling test.
Results showed that the IC50 value of 50% ethanol extract of pomegranate fruit peel was 167.11 ppm, whereas the IC50 of kojic acid standard was 6.99 ppm. The emulgel preparation was stable throughout 12 weeks of storage in three different temperatures, mechanical test, cycling test, had a plastic rheology and fulfilled the requirement of an emulsion globule diameter. The best emulgel formula with 0.4% pomegranate fruit peel extract showed good stability. Therefore, emulgel containing pomegranate fruit peel extract has the potential to be used as a skin whitening.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>