Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Khusnia
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Khusnia
"Citra dari suatu objek homogen (citra homogen) umumnya digunakan untuk mengetahui kinerja detektor melalui uji uniformitas, dengan memeriksa setiap elemennya apakah berfungsi dengan baik atau tidak mengandung artefak yang dapat mengganggu visibilitas citra. Citra homogen pada pesawat radiografi digital dapat dianalisis dengan metode uji uniformitas, karakterisasi noise menggunakan perhitungan SNR, dan karakterisasi noise menggunakan perhitungan varians (VAR) untuk dekomposisi noise. Analisis uji uniformitas secara kuantitatif terhadap citra radiografi digital dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode yang menggunakan 5 buah ROI berdasarkan IPEM Report No.91 dan Protokol Belgia untuk Kontrol Kualitas Tahunan Peralatan Sinar-X (RX-BHPA), serta metode yang menggunakan ROI half-overlapping yang diadopsi dari European Guidelines for Quality Assurance in Breast Cancer Screening and Diagnosis. Analisis citra radiografi digital ini dilakukan pada 2 pesawat AGFA DX-D100 Mobile dan 2 pesawat Siemens AXIOM Luminos dRF. Analisis uji uniformitas dilakukan terhadap citra radiografi digital untuk mengetahui nilai tipikal mean pixel value (MPV), varians (VAR), dan SNR terhadap nilai dosis atau faktor eksposinya. Selain itu, dapat diketahui juga nilai deviasi mean pixel value (MPV), varians, dan SNR. Pada penelitian ini, didapatkan batas nilai deviasi MPV˂5% di mana hal ini menjelaskan bahwa citra pada semua pesawat radiografi digital yang digunakan seragam. Didapatkan juga batas nilai deviasi varians sebesar ± 10% dan batas nilai deviasi SNR sebesar ± 5% yang dapat digunakan sebagai parameter uji uniformitas selanjutnya. Karakterisasi noise yang digunakan pada penelitian ini diadopsi dari European Guidelines for Quality Assurance in Breast Cancer Screening and Diagnosis. Analisis karakterisasi noise menggunakan perhitungan SNR dapat dilakukan terhadap citra radiografi digital dengan melihat hubungan linear dari grafik hubungan SNR2 dengan dosis. Selanjutnya, analisis karakterisasi noise menggunakan perhitungan varians (VAR) untuk dekomposisi noise dapat membedakan komponen noise pada citra menjadi quantum noise, electronic noise, dan structure noise. Quantum noise merupakan noise yang dominan dibandingkan electronic noise dan structure noise pada semua pesawat radiografi digital yang digunakan. Karakterisasi noise menggunakan perhitungan SNR dan dekomposisi noise ini diharapkan dapat menjadi parameter analisis kontrol kualitas untuk citra pesawat radiografi digital selanjutnya.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Hindasyah
"Menurunnya kualitas citra radiografi neutron disebabkan oleh partikel gamma dan netron terhambur sekunder yang menumbuk CCD kamera serta kemampuan sensor skrin scintillator dalam mengkonversi berkas neutron menjadi cahaya tampak yang meninggalkan jejak berupa white spot noise (WSN) pada citra. Dalam penelitian ini dikembangkan suatu teknik baru untuk menghapus WSN pada citra radigrafi dengan tanpa merusak detail citra. Teknik ini merupakan kombinasi antara Global Threshold dengan algoritma Adaptive Switching Alternative Median (ASAM) filter. Proses menghapus WSN menggunakan teknik ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap deteksi intensitas, tahap deteksi posisi dan tahap denoising. Mengingat WSN pada citra radiografi memiliki intensitas yang random maka pada tahap deteksi intensitas diperlukan global threshold. Tahap deteksi posisi noise diperlukan agar proses denoising hanya dikenakan pada piksel yang terkontaminasi noise, sedangkan piksel yang tidak terkontaminasi noise tetap dipertahankan. Pada tahap denoising digunakan algoritma ASAM yang terdiri dari dua blok filtering yaitu blok filter utama dan blok filter sekunder atau blok filter alternatif. Blok filter utama digunakan pada saat kerapatan noise rendah sedangkan blok filter sekunder digunakan pada saat kerapatan noise tinggi. Pada kedua blok filter digunakan sliding window yang dapat berubah ukurannya sesuai dengan kerapatan noise. Blok filter sekunder merupakan algoritma baru dalam hal menghapus noise impulse kerapatan tinggi dan merupakan kontribusi utama dalam penelitian ini. Algoritma ASAM merupakan algoritma switching yang handal dan dapat menghapus noise impulse kerapatan tinggi pada citra, baik itu fix value impulse noise maupun random value impulse noise. Pengujian algoritma ASAM dilakukan dengan menggunakan beberapa citra standar yang diberi fix value impulse noise berupa Salt and Pepper (SNP) noise dan WSN secara simulasi. WSN dibentuk dari noise SNP dengan mengubah noise pepper menjadi noise salt. Selanjutnya pengujian dilakukan secara real pada citra radiografi neutron menggunakan kombinasi global threshold dengan algoritma ASAM. Dari hasil percobaan untuk pengujian dengan algoritma ASAM secara simulasi menggunakan citra Lena pada kerapatan noise SNP 98% diperoleh Peak Signal To Noise Ratio (PSNR) adalah 21,16 dB, Mean Square Error (MSE) adalah 459,55, Structural Similarity Index (SSIM) adalah 0,61 dan waktu eksekusi 8,9 detik. Sedangkan dengan menggunakan algoritma Switching Median Filter (SMF), Progressive Switching Median Filter (PSMF), Decisions Based Analysis (DBA), Noise Adaptive Fuzzy Switching Median Filter (NAFSM) dan Switching Non Local Mean (SNLM) diperoleh PSNR berturut-turut adalah 10,93 dB, 14,26 dB, 14,21 dB, 10,90 dB dan 11,38 dB, dan untuk pengukuran MSE, SSIM dan waktu eksekusi berturut-turut adalah 4843,54, 0,12 dan 4,8 detik untuk SMF, 2249,89, 0,40 dan 15,1 detik untuk PSMF, 2275,81, 0,36 dan 6,4 detik untuk DBA, viii Universitas Indonesia 4883,03, 0,11 dan 5,3 detik untuk NAFSM dan 4371,33, 0,19 dan 39,0 detik untuk SNLM. Pada percobaan pengujian kedua menggunakan simulasi WSN pada citra Lena dengan kerapatan WSN 98% menggunakan algoritma ASAM diperoleh PSNR adalah 21,30 dB, MSE adalah 445,44, SSIM adalah 0,62 dan waktu adalah 8,9 detik. Sedangkan dengan menggunakan algoritma pembanding lainnya seperti SMF, PSMF, DBA, NAFSM dan SNLM diperoleh PSNR berturut-turut adalah 9,10 dB, 4,99 dB, 10,63 dB, 5,69 dB dan 9,55 dB, dan untuk pengukuran MSE, SSIM dan waktu eksekusi berturut-turut adalah 7377,13, 0,12 dan 5,1 detik untuk SMF, 19046,07, 0,24 dan 0,1 detik untuk PSMF, 5186,02, 0,11 dan 6,9 detik untuk DBA, 16207,00, 0,12 dan 5,3 detik untuk NAFSM dan 6650,19, 0,19 dan 41,2 detik untuk SNLM. Dibandingkan dengan algoritma SMF, PSMF, DBA, NAFSM, SNLM , dari kedua percobaan ini menunjukkan bahwa nilai PSNR, MSE, SSIM algoritma ASAM jauh lebih baik, kecuali waktu yang lebih lama sedikit, namun hasil pengukuran kualitatif dan pengukuran parameter lainnya memperlihatkan hasil yang sangat baik. Pengujian juga dilakukan secara aplikasi real pada beberapa citra radiografi neutron menggunakan kombinasi antara global threshold dan ASAM. Dari hasil percobaan real pada citra radiografi objek valve air pada nilai threshold optimal T0=30 diperoleh jumlah noise terdeteksi 19,72% dan signal to noise ratio (SNR) adalah 33,17 dB, atau naik sebesar 36,0% dari SNR awal.

The quality of neutron radiographic images degraded due to random error in the neutron radiographic facility. The random error was caused by gamma particles and secondary neutron scattering that hit the CCD camera sensors, and the ability of the scintillator screen sensor in a conversion neutron beam into visible light which creates of White Spot Noise (WSN) in the image. In this study, we developed a new technique to remove WSN and preserved image details . The techique is a combination between Global Threshold and Adaptive Switching Alternative Median Filter (ASAM). The technique has three stages that are separating noise from the image, noise position detection, marking noisy and noise-free pixels, and removing the noise using the ASAM algorithm. The global threshold is needed at the detection stage because that WSN has a random intensity on radiographyc image. Noise position detection stage is needed so that the denoising process only applied to noise-contaminated pixels, while pixels that are not contaminated with noise are maintained. In the stage of denoising used the ASAM filter that consists of two blocks filtering, namely main and secondary block filtering, respectively. The main filter block is used when low noise density while the secondary filter block is used when high noise density. The two filtering blocks use a sliding window whose size can be adjusted automatically according to the noise density. Secondary block filtering is a novel algorithm in the high-density impulse noise removal and the main contribution in our research. The ASAM algorithm is a reliable switching algorithm and able to remove high-density impulse noise in the image both of fix value impulse noise or random value impulse noise. To test the ASAM, we applied the algorithm to standard images that are given simulated fix value impulse noise that Salt and Pepper Noise (SNP) and WSN. The WSN formed from the SNP noise by changing pepper noise into salt noise. Furthermore, we applied it to real neutron radiographic images using combination between global threshold and ASAM algorithm. The experiment results showed the simulation test using SNP noise on Lena image at the highest noise level of 98% obtained the Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) of 21,16 dB, Mean Square Error (MSE) of 459,55, Structural Similarity Index (SSIM) of 0,61 and processing time of 8,9 s. Whereas by using other comparison algorithm such as Median Filter Switching (SMF), Progressive Switching Median Filter (PSMF), Decisions Based Analysis (DBA), Adaptive Fuzzy Switching Median Filter (NAFSM) and Switching Non Local Mean (SNLM) obtained PSNR of 10.93 dB, 14.26 dB, 14.21 dB, 10.90 dB and 11.38 dB respectively. For the measurement of MSE, SSIM and execution times obtained of 4843.54, 0.12 and 4.8 seconds for SMF, 2249.89, 0.40 and 15.1 seconds for PSMF, 2275.81, 0.36 and 6.4 seconds for DBA, 4883.03, 0.11 and 5.3 seconds x Universitas Indonesia for NAFSM and 4371.33 , 0.19 and 39.0 seconds for SNLM respectively. From the experiment results of simulation test using WSN on Lena image, at the highest noise level of 98%, we obtained the PSNR of 21,30 dB, MSE of 445,44, SSIM of 0,62 and processing time of 8,9 s. Whereas by using other comparison algorithms such as SMF, PSMF, DBA, NAFSM and SNLM obtained PSNR of 9.10 dB, 4.99 dB, 10.63 dB, 5.69 dB and 9.55 dB respectively. For measurements of MSE, SSIM and execution times are 7377.13, 0.12 and 5.1 seconds for SMF, 19046.07, 0.24 and 0.1 seconds for PSMF, 5186.02, 0.11 and 6,9 seconds for DBA, 16207.00, 0.12 and 5.3 seconds for NAFSM and 6650.19, 0.19 and 41.2 seconds for SNLM. Compared with the SMF, PSMF, DBA, NAFSM, SNLM algorithms, from these two experiments, the PSNR, MSE and SSIM of ASAM algorithm are much better, except for a slightly longer time, but the results of qualitative measurements and other parameter measurements show very well. The tests also conducted in real applications on several neutron radiographic images using a combination of global threshold and ASAM.From the results of the real experiment on the radiographic image of the water valve object at the optimal threshold value T0 = 30, the amount of noise detected of 19.72% and the Signal to Noise Ratio (SNR) of 33.17 dB, or an increase of 35% from the initial SNR."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
D2584
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Muharam
"Penggunaan prosedur radiologi diagnostik dalam pencitraan (imaging) yang memanfaatkan radiasi pengion khususnya sinar-X dalam dunia medis sangat berkembang pesat. Saat ini sistem digital yaitu Computed Radiography (CR) dan Digital Radiography (DR) menggantikan sistem radiografi konvensional, tetapi banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan tidak memiliki dosimetri dan juga alat untuk melakukan pengecekan terhadap kualitas peralatan tersebut. Dalam penelitian ini telah didesain fantom quick quality control (QQC) untuk sistem CR dan DR dengan mengamati parameter kualitas citra untuk kontras rendah dan juga kontras tinggi. Untuk penentuan kontras rendah dibuat obyek dengan variasi ukuran dan juga kedalaman obyek pada kuadran I dan IV sedangkan untuk kontras tinggi (resolusi spasial) ditambahkan obyek Leed test object dan juga lembaran Cu untuk mengukur nilai MTF pada kuadran II dan III.Untuk faktor eksposi yang digunakan adalah berkas standar RQA 3-RQA 7. Kemudian hasil citra yang diperoleh dievaluasi menggunakan imageJ untuk mendapatkan nilai SNR dan resolusi spasial. Hasil pengukuran dengan menggunakan fantom QQC didapakan bahwa untuk resolusi kontras rendah citra dengan menggunakan RQA 7 memenuhi kriteria detektabilitas. Sedangkan untuk resolusi spasial, nilai yang diperoleh berdasarkan MTF untuk CR berada pada rentang 2,38-2,59 lp/mm dan 2,45-3,00 lp/mm untuk DR. Sedangkan untuk bar pattern nilai resolusi spasial yang diperoleh berada pada rentang 3,15-3,55 lp/mm dan 2,24-2,5 lp/mm. Kemudian faktor konversi (rasio resolusi Leeds test dengan resolusi MTF) untuk sistem DR mendekati 1 sedangkan untuk sistem CR dalam rentang 1,22-1,49.

The use of diagnostic radiology procedures in imaging (imaging) that utilizes ionizing radiation, especially X-rays in the medical world is growing rapidly. At present digital systems namely Computed Radiography (CR) and Digital Radiography (DR) replace conventional radiography systems, but many hospitals and health facilities do not have dosimetry and also tools to check the quality of the equipment. This research has designed a phantom quick quality control (QQC) system for CR and DR systems by observing image quality parameters for low contrast and high contrast. For the determination of low contrast, an object with variations in size and depth of objects in quadrants I and IV was made, while for high contrast (spatial resolution) Leed test object and Cu sheet were added to measure the MTF values in quadrants II and III. For the exposure factors used is the standard file RQA 3 - RQA 7. Then the image results obtained are evaluated using imageJ to obtain the SNR value and spatial resolution. The results of measurements using the QQC phantom are found that for low contrast resolution images using RQA 7 meet the detectability criteria. As for spatial resolution, the values obtained based on MTF for CR are in the range of 2,38 – 2,59 lp / mm and 2,45 – 3,00 lp/mm for DR. As for the bar pattern, the spatial resolution values obtained are in the range of 3,15 – 3,55 lp/mm and 2,24 – 2,5 lp/mm. Then the conversion factor (the ratio of the Leeds test resolution to the MTF resolution) for the DR system approaches 1 while for the CR system in the range 1.22 - 1.49."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mikail
"Latar Belakang: Penerapan teknik image enhancement pada radiografi digital saat ini dilakukan berdasarkan preferensi subjektif pengamat. Pengaturan peningkatan citra dilakukan untuk memperjelas citra radiografi, antara lain dengan mengubah kecerahan dan kontras, sehingga memudahkan interpretasi dalam penanganan kasus. Tujuan: Untuk mengetahui toleransi nilai kecerahan dan kontras pada radiografi digital kasus periodontitis apikal dan abses apikal dini yang gambaran radiografinya sulit dibedakan. Metode: Menyesuaikan pengaturan peningkatan gambar dengan menyesuaikan nilai kecerahan dan kontras pada nilai +10, +15, -10, -15 yang akan diamati, diproses, dan dianalisis menggunakan perangkat lunak analisis data. Hasil: Kisaran nilai yang dapat ditoleransi dalam pengaturan peningkatan dan penurunan kecerahan dan kontras pada kasus periodontitis apikal dan abses apikal dini adalah di bawah +10 dan di bawah -10. Kesimpulan: Mengatur kecerahan dan kontras ke nilai di atas 10 untuk peningkatan dan penurunan dapat mengubah informasi diagnostik secara signifikan.

Background: The application of image enhancement techniques in digital radiography is currently carried out based on the subjective preference of the observer. Image enhancement settings are made to clarify the radiographic image, among others by changing the brightness and contrast, so as to facilitate interpretation in case management. Objective: To determine the tolerance for brightness and contrast values ​​on digital radiography of cases of apical periodontitis and early apical abscess whose radiographic features are difficult to distinguish. Method: Adjust the image enhancement settings by adjusting the brightness and contrast values ​​at +10, +15, -10, -15 values ​​to be observed, processed, and analyzed using data analysis software. Results: The range of tolerable values ​​in the setting of increasing and decreasing brightness and contrast in cases of apical periodontitis and early apical abscess was below +10 and below -10. Conclusion: Setting the brightness and contrast to values ​​above 10 for increase and decrease can significantly change the diagnostic information."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthiara Maharani Azis
"ABSTRAK
Analisa pengaruh pemilihan region of interest (ROI) telah dilakukan secara kuantitatif menggunakan citra fantom 3D mamografi dari 4 pesawat mamografi (Siemens Mammomat Inspiration, Hologic Selenia Dimensions, Philips MicroDose L50 dan Agfa CR) dengan faktor eksposi pada pengaturan AEC. Empat model konfigurasi ROI diinvestigasi berdasarkan variasi bentuk dan ukuran dari lesi target dan latar. Dilakukan kalkulasi terhadap parameter nilai piksel (PV), kontras, dan signal difference to noise ratio (SDNR). Hasil menunjukkan bahwa variasi ROI memberikan pengaruh signifikan pada nilai PV untuk deteksi massa berspikula dan mikrokalsifikasi, namun tidak berpengaruh signifikan pada deteksi massa tidak berspikula. Variasi ROI tidak memberikan pengaruh pada parameter kontras untuk deteksi semua jenis target. Pada parameter SDNR, variasi ROI hanya berpengaruh signifikan untuk deteksi mikrokalsifikasi.

ABSTRACT
A quantitative analysis on the influence of Region of Interest (ROI) selection was conducted using images of 3D structured phantom from four different digital mammography systems (Siemens Mammomat Inspiration, Hologic Selenia Dimensions, Philips MicroDose L50 and Agfa CR) under Automatic Exposure Control (AEC) setting. Quantitative assessment was done by measuring the given parameters; (1) pixel value (PV), (2) contrast, and (3) signal different to noise ratio (SDNR) under four models of ROI configuration varied by shape and size of lesion, as well as background. Results shown that varying the ROI gives significant effect on detection of spiculated masses and microcalcifications in term of its PV. The variation of ROI does not give significant effect in term of image contrast. For SDNR, the variation of ROI only gave significant effect on detection of microcalcifications.;"
2016
S65288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqo Anwarie
"Kualitas citra yang dihasilkan oleh reseptor Computed Radiography (CR) dan film mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu diperlukan evaluasi apakah citra yang dihasilkan oleh CR ataukah film yang paling baik digunakan untuk mendiagnosis, dalam kasus ini digunakan objek thorax. Penelitian ini menggunakan fantom leeds beserta filter Cu 1.5 mm untuk mengevaluasi kualitas citra yang dihasilkan oleh CR dan film pada kondisi penyinaran thorax dengan menggunakan 66 kV-8 mAs untuk kondisi penyinaran biasa dan 109 kV-2.2 mAs untuk penggunaan teknik kV tinggi. Kedua kondisi tersebut diperoleh berdasarkan protokol European Commission 16260.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan citra yang dihasilkan oleh film lebih baik daripada CR, namun demikian karena loss contrast dan sensitivitas kontras rendah CR lebih baik daripada film, maka untuk mendapatkan citra thorax yang baik sebaiknya menggunakan CR dengan kondisi 109 kV-2.2 mAs agar variasi objek yang diamati pada thorax menjadi lebih banyak sehingga diagnosis penyakit menjadi lebih akurat.

Image quality which produce from Computed Radiography (CR) and film have advantage and disadvantage. Because of that, it needs evaluation whater CR image or film image which used for the best diagnostic, in this case use thorax object. This research is using leeds phantom and filter Cu 1.5 mm to evaluate image quality which produce CR and film in condition of thorax exposure with 66 kV-8 mAs for costume examination and 109 kV-2.2 mAs for using high kV technique. These condition obtain from protocol European Commission 16260.
The result of this research explain that in whole image which produce from film is better than CR, however, because loss contrast and sensitivity low contrast CR is better than film, so to get good thorax image advisable using CR in condition 109 kV-2.2 mAs so that variation of object who observe become more so diagnosis disease become more accurate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1158
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atina
"[ABSTRAK
Intensitas keabuan yang sangat dekat memungkinkan terjadinya kesalahan dalam
menginterpretasikan citra hasil Computed Radiography (CR). Maka diperlukan
algoritma yang dapat mempermudah tim medis mendiagnosa kondisi pasien
khususnya bagian paru. Penelitian ini menggunakan tingkat keabuan /intensitas
citra sebagai dasar clustering dan segmentasi Region of Interest (ROI ) yang akan
dilakukan dengan sistem komputerisasi. Sehingga hasil pembacaan lebih akurat
dibanding secara manual. Data sampel berupa 100 citra hasil CR pasien paru
dewasa Rumah Sakit Pusat Pertamina yaitu 50 citra norma sebagai citra acuan dan
50 citra uji (normal dan abnormal). Pada clustering diuji coba dengan jumlah
cluster (k) bervariasi yaitu 3, 4, .., 10. Citra hasil clustering yang terbaik
ditunjukkan pada k = 8 karena dapat memvisualisasikan batas warna dengan lebih
jelas dibanding dengan k yang lain. Pada segmentasi ROI, citra paru dibagi
menjadi 33 daerah sesuai posisi anatomi paru yang terdiri dari 6 daerah apex, 11
daerah hilum dan 16 daerah peripheral. Selanjutnya, masing-masing daerah
pembagian diukur intensitasnya. Intensitas citra acuan dijadikan dasar untuk
menentukan abnormalitas citra uji, intensitas citra uji yang lebih tinggi dari
intensitas citra normal dikategorikan sebagai citra abnormal. Akurasi sistem pada
penelitian ini adalah 66%.

ABSTRACT
Gray intensity is very close to allow for errors in interpreting the Computed
Radiography (CR) image. It would require an algorithm that can facilitate medical
team to diagnose the patient's condition especially the lungs. Clustering k-means
clustering and segmentation Region of Interest (ROI) will be done by a
computerized system based on the image gray level / intensity. 100 CR image
used as the sample data from Rumah Sakit Pusat Pertamina, 50 image as
references images and 50 images as tested image. On clustering tested by the
number of clusters (k) varies the 3, 4, .., 10. The clustering of the best image
results are shown in k = 8 because it can visualize the color boundaries more
clearly than the other k. At ROI segmentation, lung image is divided into 33
regions corresponding anatomical position lung consist of 6 regional apex, hilum
area 11 and 16 peripheral areas. Furthermore, each regional division of the
measured intensity. The intensity of the reference image used as the basis for
determining abnormality test images, test image intensity higher than normal
image intensity categorized as abnormal image. The system accuracy in this study
was 66%., Gray intensity is very close to allow for errors in interpreting the Computed
Radiography (CR) image. It would require an algorithm that can facilitate medical
team to diagnose the patient's condition especially the lungs. Clustering k-means
clustering and segmentation Region of Interest (ROI) will be done by a
computerized system based on the image gray level / intensity. 100 CR image
used as the sample data from Rumah Sakit Pusat Pertamina, 50 image as
references images and 50 images as tested image. On clustering tested by the
number of clusters (k) varies the 3, 4, .., 10. The clustering of the best image
results are shown in k = 8 because it can visualize the color boundaries more
clearly than the other k. At ROI segmentation, lung image is divided into 33
regions corresponding anatomical position lung consist of 6 regional apex, hilum
area 11 and 16 peripheral areas. Furthermore, each regional division of the
measured intensity. The intensity of the reference image used as the basis for
determining abnormality test images, test image intensity higher than normal
image intensity categorized as abnormal image. The system accuracy in this study
was 66%.]"
2015
T43838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwinda Fildzah Hani
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi parameter eksposi optimum pada pemeriksaan sinar-x diagnostik menggunakan Computed Radiography (CR). Kombinasi faktor eksposi yang diuji berada dalam rentang 55 kVp-66 kVp dan 15 mAs-24 mAs untuk toraks, 81 kVp-102 kVp dan 8 mAs-20 mAs untuk abdomen, serta filter tambahan 0 mmAl, 1 mm Al + 0.1 mm Cu, 1 mm Al + 0.2 mm Cu, dan 2 mm Al. Figure of Merit (FOM) sebagai rasio antara kuadrat Signal Difference to Noise Ratio (SDNR) dan dosis dipilih sebagai parameter uji, dengan parameter kualitas citra tambahan berupa Modulation Transfer Function (MTF) dan Contrast Consistency (CV). Meskipun didapatkan kombinasi dengan FOM tertinggi, hasil penelitian menunjukkan bahwa FOM tidak dapat digunakan sebagai parameter optimisasi tunggal dan penggunaannya harus disertai parameter lain. Karenanya, diperlukan penelitian lanjutan sebelum metode ini dapat diterapkan secara klinis.

This study aims to obtain an optimum combination of exposure parameters on diagnostic x-ray examinations using Computed Radiography (CR). The combination of exposure parameters tested were in the range of 55 kVp-66 kVp and 15 mAs-24 mAs for thorax, 81 kVp-102 kVp and 8 mAs-20 mAs for the abdomen, and additional filters 0 mmAl, 1 mm Al + 0.1 mm Cu, 1 mm Al + 0.2 mm Cu, and 2 mm Al. Figure of Merit (FOM) as a ratio between the squared Difference to Noise Ratio (SDNR) signal and the Entrance Surface Dose (ESD) was chosen as optimization parameter alongside with additional image quality parameters such as Modulation Transfer Function (MTF) and Contrast Consistency (CV). Although the combination with the highest FOM was obtained, the results showed that FOM cannot be used as a single optimization parameter and its use must be accompanied by other parameters. Therefore, further research is needed before this method can be applied clinically."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christ Ryan Lima
"Latar belakang: Karies merupakan penyakit dengan prevalensi paling tinggi di seluruh dunia. Terdapat beberapa metode untuk melakukan deteksi karies, metode yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografik. Namun salah satu kesulitan terbesar dalam melakukan deteksi karies dini menggunakan pemeriksaan radiografik adalah mendeteksi demineralisasi tahap awal yang hanya berdampak kepada enamel. Banyak kemajuan di bidang teknologi deteksi karies yang berfokus pada kemampuan mendeteksi perubahan sekecil apapun pada proses demineralisasi lesi. Salah satu teknik tersebut adalah teknik radiografi digital subtraksi. Saat ini sudah banyak piranti lunak digital yang dapat digunakan untuk melakukan teknik subtraksi tetapi dengan tingkat akurasi yang berbeda. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, tingkat subjektifitas dan pengalaman pembaca termasuk faktor yang mempengaruhi akurasi dalam deteksi lesi karies. Oleh karena itu pada pengujian alat uji diagnostik baru sangat diperlukan pembuktian validitas melalui uji intra dan inter pembaca. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kesepakatan intra dan inter pembaca pada deteksi lesi karies dini menggunakan teknik radiografi digital subtraksi. Metode: Penelitian dilakukan menggunakan desain laboratorik eksperimen dengan metode uji intra dan inter pembaca. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dalam bentuk radiograf sebelum dan sesudah pembuatan lesi karies menggunakan teknik radiografi digital subtraksi dengan piranti lunak Image Registration v2.0. Seluruh gambaran subtraksi dinilai oleh 4 observer yang menyatakan ada atau tidak ada lesi karies dini pada gambaran subtraksi tersebut. Hasil: Penilaian hasil subtraksi dilakukan pada 36 permukaan gigi yang memiliki lesi karies dini dan 42 permukaan gigi yang tidak memiliki lesi karies dini. Tingkat kesepakatan intra pembaca berada pada kisaran moderate (0.41 hingga 0.53) dan kesepakatan keseluruhan berkisar antara 62% hingga 70%. Tingkat kesepakatan inter pembaca berada pada kisaran rendah (0.15 dan 0.16), kisaran fair (0.22, 0.28, dan 0.37), dan kisaran moderate (0.46). Kesepakatan inter pembaca untuk permukaan gigi yang tidak memiliki lesi karies dini pada penilaian pertama (0.2) dan penilaian kedua (0.18). Kesepakatan inter pembaca untuk permukaan gigi yang memiliki lesi karies dini pada penilaian pertama (0.23) dan penilaian kedua (0.31). Pembaca mendeteksi dan menentukan lokasi lesi karies dengan benar pada 212 dari 312 permukaan gigi yang dibaca. Kesimpulan: Nilai indeks Kappa intra dan inter pembaca berada di kisaran rendah hingga moderate, akan tetapi didapatkan nilai rerata tingkat kesepakatan keseluruhan yang cukup baik pada deteksi lesi karies dini menggunakan teknik radiografi digital subtraksi.

Background: Caries is still by far the most prevalent disease in the world. Early diagnosis of caries is noticeably assisted by clinical and radiographic examination. The greatest difficulty in caries detection involves early demineralization, which is confined only to the enamel. There are many advances in caries detection technology, for example is the ability to perform detailed monitoring of the caries process and the ability to detect and quantify small changes in lesion mineralization. One such technique is the digital subtraction radiography. Currently, there are many software that can be used to perform subtraction but with different levels of accuracy. From various studies that have been conducted, the level of subjectivity and observer experience are among the factors that influence the accuracy in detection of caries lesions. Therefore, in testing new diagnostic tools, it is necessary to prove its validity through intra and inter observer tests. Objective: This study aims to determine the level of intra and inter observer agreement on early caries lesion detection using digital subtraction radiography. Methods: This study was conducted using an experimental laboratory design with intra and inter observer test methods. The study was conducted using secondary data in the form of radiographic images (before and after caries lesions were made) using digital subtraction radiography using Image Registration v2.0 software. All subtraction images were assessed by 4 observers who indicated the presence or absence of early caries lesions in the subtraction images. Observer’s assessment data were analyzed to obtain an intra and inter observer agreement level. Results: Assessment of the results of the subtraction was carried out on 36 tooth surfaces with early caries lesions and 42 surfaces without early caries lesions. Intra-observer agreement levels are moderate (0.41 to 0.53) and overall agreement ranged from 62% to 70%. Inter- observer agreements level are in the low range (0.15 and 0.16), the fair range (0.22, 0.28, and 0.37), and the moderate range (0.46). Inter-observer agreement for tooth surfaces without early caries lesions in the first (0.2) and second (0.18) assessments. Inter-observer agreement for tooth surfaces that had early caries lesions in the first (0.23) and second (0.31) assessments. The observer detected and correctly located the caries lesion on 212 of the 312 tooth surfaces. Conclusion: The intra and inter- observer Kappa index scores are in the low to moderate range, however, the overall agreement level average is quite good for early caries lesion detection using digital subtraction radiography."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>