Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112213 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Shiddiq Al Hanif
"Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular masih merupakan masalah kesehatan utama global. Banyak penelitian menghubungkan kondisi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan luaran klinis yang lebih buruk. Mengetahui peran faktor-faktor yang mempengaruhi Major Adverse Cardiovascular Event (MACE) pada pasien SKA dengan PGK penting dalam upaya pencegahan luaran yang buruk.
Tujuan. Mengetahui hubungan skor Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE), skor Gensini, Left Ventricular Hypertrophy (LVH), dan Rasio Netrofil Limfosit (RNL) terhadap kejadian MACE 30 hari pasien SKA yang mengalami PGK non-dialisis.
Metode. Desain penelitian kohort retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis117 pasien SKA yang menjalani PCI di Rumah Sakit Umum Pemerintah Cipto Mangunkusumo sejak Januari 2018 hingga Juni 2018. Pasien dibagi berdasarkan derajat PGK serta dinilai MACE 30 hari. Dilakukan pencatatan data skor GRACE, skor Gensini, LVH, dan RNL. Analisis hubungan faktor-faktor tersebut dilakukan menggunakan uji chi square.
Hasil. Dari 117 pasien 62,3% ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI), pada akhir perawatan 67,5% pasien termasuk dalam kelompok derajat 1-2 PGK, 17,1% dalam kelompok PGK derajat 3a-3b dan 15,4% dalam kelompok PGK derajat 4-5. MACE terjadi pada 47 (40,2%) pasien dengan 17 (14,5%) mengalami kematian.Terdapat hubungan bermakna antara skor GRACE dengan MACE (54,8% MACE pada skor GRACE tinggi vs 32% MACE pada
skor GRACE rendah-sedang ( p = 0,016) (OR : 2,57 IK95% : 1,18-5,59), sedangkan pada skor Gensini,LVH dan RNL walaupun terdapat peningkatan proporsi MACE namun tidak didapatkan hubungan yang signifikan.
Kesimpulan. Skor GRACE berhubungan dengan MACE 30 hari pasien SKA dengan PGK non dialisis.

Background. Cardiovascular disease is still a major global health problem. Many studies have linked Chronic Kidney Disease (CKD) in Acute Coronary Syndrome (ACS) patients with worse clinical outcomes. Knowing the role of factors that influence MACE in ACS with CKD patients is important in preventing poor outcomes.
Objective. To determine the relationship between GRACE scores, Gensini scores, LVH, and NLR to the 30-day MACE incidence in ACS patients with CKD.
Method. This study is a retrospective cohort study using secondary data from the medical records of 117 ACS patients who underwent PCI at the Cipto Mangunkusumo Government General Hospital from January 2018 to June 2018. Patients were divided based on the degree of CKD and assessed for 30-day MACE. Data were recorded on GRACE scores, Gensini
scores, LVH, and RNL. Analysis of the relationship between these factors was carried out using the Chi Square test.
Results. Of the 117 patients 62.3% were STEMI, at the end of hospital treatment 67.5% were in the normal-grade 2 CKD group, 17.1% in the CKD grade 3a-3b group and 15.4% in the CKD grade 4-5 group. MACE occurred in 47 (40.2%) patients with 17 (14.5%) dying. There was a significant relationship between GRACE scores and MACE (54.8% MACE at high GRACE scores vs. 32% MACE at low-moderate GRACE scores (p = 0.016) (OR : 2,57
CI95% : 1,18-5,59)), while the Gensini score, LVH and NLR scores even though there was an increase in the proportion of MACE but no significant relationship was found.
Conclusion. The GRACE score correlates with the 30-day MACE of ACS with non- dialysis
CKD patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Palupi
"Kelainan kardiovaskular merupakan komplikasi dan penyebab kematian terbanyak pada anak penyakit ginjal kronik (PGK). Hepsidin adalah protein berperan dalam homeostasis besi yang berkontribusi dalam patogenesis anemia penyakit kronik. Penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan hepsidin dan kelainan kardiovaskular pada pasien PGK dewasa, tetapi belum ada pada anak PGK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi hepsidin dan kelainan kardiovaskular pada anak PGK. Penelitian dengan metode potong lintang dilakukan pada anak PGK stadium 3–5 yang berusia 2–18 tahun di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Ekokardiografi menilai left ventricular mass index (LVMI), relative wall thickness (RWT), fungsi sistolik, diastolik, dan peningkatan carotid intima media thickness (cIMT). Kadar hepsidin diperiksa dengan menggunakan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Penelitian ini melibatkan 78 anak dengan PGK stadium 3–5. Penelitian ini menunjukkan korelasi hepsidin Q2 dan LVMI bermakna [adjusted b 0,37 (95% IK 0,08–0,65); p = 0,011] dan hepsidin Q4 terhadap LVMI [adjusted b 0,31 (95% IK 0,02–0,60); p = 0,036] pada analisis multivariat regresi linear. Korelasi bermakna antara hepsidin dan MV E/A yaitu kadar hepsidin Q2 [Crude b -0,16 (95% IK -0,29 – -0,02); p = 0,024] juga ditemukan. Tidak ada korelasi hepsidin dan fungsi sistolik serta peningkatan cIMT. Penelitian ini merupakan penelitian awal dan membutuhkan penelitian prospektif selanjutnya untuk dapat memastikan hubungan hepsidin dan kelainan kardiovaskular.

Cardiovascular disease (CVD) is a common complication and an important cause of mortality in children with chronic kidney disease (CKD). Hepcidin is a protein that regulates iron metabolism and has been closely linked with the pathogenesis of anemia in chronic disease. Recent studies have shown a substantial association of hepcidin and CVD in adults with CKD, however this association has not been studied in children. This study aimed to investigate the correlation of hepcidin and CVD in children with chronic kidney disease. This was a cross sectional study that involved children aged 2–18 years with CKD in Cipto Mangunkusumo Hospital. Echocardiography was performed to describe LVMI, RWT, systolic and diastolic function as well as increase cIMT. Plasma hepcidin was obtained and analysed using ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). This study involved 78 patients with CKD stage 3–5. The study showed a positive correlation of hepcidin Q2 and LVMI [adjusted b 0,37 (95% IK 0,08–0,65); p=0,011] as well as hepsidin Q4 and LVMI [adjusted b 0,31 (95% IK 0,02–0,60); p = 0,036] in the multivariate linear regression analysis. A correlation of hepcidin Q2 and MV E/A [Crude b -0.16 (95% IK -0.29 – -0.02); p = 0.024] was also observed. We did not find any correlation of hepcidin and systolic function as well as increased cIMT. Our study needs further prospective cohort studies to confirm our results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Risca Rini Aryanti
"Latar Belakang: COVID-19 di Indonesia menyebabkan kematian hingga lebih dari 150.000 orang. Salah satu populasi yang mengalami dampak dengan risiko kematian yang tinggi adalah populasi penyakit kardiovaskular. Severitas COVID-19 sering dikaitkan dengan rendahnya rasio PaO2/FiO2 dan tingginya kadar D-dimer. COVID-19 varian Omicron diketahui memiliki angka penyebaran yang lebih tinggi dengan severitas infeksi yang lebih rendah dibandingkan varian sebelumnya. Namun dampak jangka panjang pada pasien COVID-19 varian Omicron, khususnya pada populasi pasien dengan penyakit kardiovaskular masih menjadi pertanyaan. Penelitian ini ingin mengetahui dampak pasca COVID-19 varian Omicron dengan melihat kadar ST2 terlarut dan adanya gangguan paru yang dinilai dengan pemeriksaan spirometri.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Rasio PaO2/FiO2 dan Kadar D-dimer pada saat admisi terhadap kadar ST2 terlarut dan gambaran spirometri pada pasien pasca COVID-19 varian Omicron dengan penyakit kardiovaskular. Metode: Penelitian berupa studi potong lintang terhadap pasien COVID-19 varian Omicron dengan riwayat komorbid penyakit kardiovaskular yang dirawat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Diagnosis COVID-19 varian Omicron dilakukan dengan menggunakan metode WGS/SGTF. Pasien dengan kriteria inklusi menjalani pemeriksaan spirometri dan pengukuran kadar ST2 terlarut pada 6 bulan pasca perawatan.
Hasil dan Pembahasan: Penelitian ini menunjukkan rasio PaO2/FiO2 dengan median 454 dan kadar D-dimer 790ng/mL. Mayoritas pasien menunjukkan gambaran gangguan resktriktif. Kadar ST2 terlarut pasca perawatan memiliki median 2716,8pg/mL. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara rasio PaO2/FiO2 dan kadar D-Dimer terhadap kadar ST2 terlarut maupun gambaran spirometri pada 6 bulan pasca COVID-19. Hal ini dapat dikaitkan dengan severitas COVID-19 yang lebih rendah sehingga tidak terdapat hubungan bermakna terhadap parameter admisi serta hubungan pengukuran 6 bulan pasca COVID-19 dengan kemungkinan adanya perbaikan fibrosis.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara rasio PaO2/FiO2 dan kadar D- Dimer terhadap kadar ST2 terlarut ataupun gambaran spirometri pada 6 bulan pasca COVID-19 varian Omicron.

Introduction: COVID-19 in Indonesia has caused more than 150,000 deaths. One of the affected populations with a high risk of death is the cardiovascular disease population. The severity of COVID-19 is associated with a low of PaO2/FiO2 ratio and the increased levels of D-dimer. Omicron variant is known to have higher transmission with less severe infection than the previous variant. However, research related to long term effect post COVID-19 with Omicron variant in cardiovascular population is not yet known.
Aim: This study was conducted to determine the relationship of PaO2/FiO2 ratio and D- dimer levels at admission to sST2 levels and spirometry profile in post COVID-19 variant Omicron patient with cardiovascular disease.
Method: Research in the form of a cross-sectional study was conducted on Omicron variant COVID-19 patients with a history of comorbid cardiovascular disease who were treated at the Harapan Kita Heart and Blood Vessel Hospital (RSJPDHK). The diagnosis of COVID-19 is carried out using the WGS/SGTF method. Patients undergo spirometry examination and measurement of sST2 levels at 6 month after hospitalization.
Results and Discussion: This study shows a PaO2/FiO2 ratio with a median of 454 with D-dimer levels 790 ng/mL. The majority of patients have a restrictive patterns. The median sST2 value in Omicron variant COVID-19 patients at 2716.8 pg/mL. There was no significant relationship between the ratio of PaO2/FiO2 and D-Dimer levels to sST2 levels and spirometry profile at 6 months after COVID-19 infection. This can be associated with lower COVID-19 severity so that there is no significant association with inflammatory parameters such as PaO2/FiO2 ratio and D-dimer levels, as well as the relationship between measurements 6 months post COVID-19 and the possibility of fibrosis improvement.
Conclusion: There was no significant relationship between the ratio of PaO2/FiO2 and D-Dimer levels to sST2 levels and spirometry abnormality at 6 months post COVID-19 variant Omicron.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Erysha Minarni
"ABSTRAK
Tesis ini meneliti tentang pengembangan strategi promosi kesehatan dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit kardiovaskular di kalangan jemaat Gereja HKBP Pasar Rebo. Faktor risiko yang diteliti adalah tekanan darah, kolesterol, gula darah dan asam urat. Variabel lain yang diteliti pada penelitian ini adalah variabel perilaku dan karakteristik individu. Penelitian ini menggunakan metode gabungan, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif dengan desain cross-sectional. Hasil analisis menyatakan bahwa mayoritas responden memiliki tekanan darah, kadar kolesterol, dan kadar asam urat tinggi. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik, sikap yang positif, praktik kurang baik, dan keterpaparan informasi cukup. Strategi promosi kesehatan yang direkomendasikan meliputi: 1 pengembangan kebijakan kesehatan masyarakat di Gereja HKBP Pasar Rebo, 2 peningkatan pemahaman dan kemampuan Pendeta, Sintua dan Pengurus gereja sebagai role model bagi anggota jemaat untuk berperilaku sehat, 3 peningkatan kemampuan anggota jemaat dalam merencanakan dan melakukan kegiatan yang berwawasan kesehatan masyarakat, 4 peningkatan kompetensi kesehatan masyarakat pada anggota jemaat dalam berperilaku sehat, 5 peningkatan kemampuan Pendeta, Sintua dan pengurus gereja dalam menyusun kegiatan promotif preventif dalam pelayanan klinik, dan 6 bergerak menuju pelayanan kesehatan bidang Diakonia yang lebih baik di masa depan.Kata kunci: promosi kesehatan, organisasi keagamaan, adat batak, faktor risiko penyakit kardiovaskular

ABSTRACT
This thesis focuses on developing health promotion strategies to control risk factors of cardiovascular disease among the congregation of HKBP Pasar Rebo Church. The risk factors studied are blood pressure, cholesterol, blood sugar and uric acid level. Other variables studied are behavior and congregation rsquo s characteristics. Quantitative and qualitative methods are used in this study with cross sectional design. Result shows that most of the participants have high blood pressure, high cholesterol, high blood sugar level, and high uric acid level. Many of the participants already have good knowledge, positive attitude, bad practice, and receive enough information. Health promotion strategies that can be applied are 1 developing public health policy at HKBP Pasar Rebo Church, 2 enhancing understanding and ability of Pastors, Sintua and church administrators to be role models for church congregation to have healthy behavior, 3 building capacity of church congregation to plan and conduct community health minded activities, 4 enhancing public health competence of church congregation to have healthy behavior, 5 enhancing the ability of Pastors, Sintua, and church administrators to prepare preventive promotive activites in health services clinic , and 6 moving towards better health service of Diaconian ministry in the future.Keywords health promotion, faith based organization, batak custom, risk factors of cardiovascular disease"
2017
T48691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laili Nova Malini
"ABSTRAK
Penyakit kardiovaskuler merupakan golongan penyakit tidak menular yangmenjadi penyebab kematian tertinggi. Persentase kejadian penyakit kardiovaskuler diKabupaten Bengkulu Utara selama tahun 2017 adalah 7,69 kasus dan 3,5 dari totalkematian yang aa di Provinsi Bengkulu. Upaya promosi kesehatan dalam rangkamemberikan edukasi bagi masyarakat dibutuhkan dalam upaya pencegahan danpengendalian penyakit. Dibutuhkan kreatifitas dan inovasi tertama dalam pemilihanmedia dan metode yang tepat untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalampenyampaian informasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas videopromosi kesehatan tentang penyakit kardiovaskuler yang diberi unsur budaya Rejangsebagai budaya yang dikenal oleh masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara. Penelitianmenggunakan disain pra eksperimen dengan one group pre-test post-test. Subyekpenelitian adalah sebanyak 60 orang pasien penderita penyakit kardiovaskuler dipoliklinik Penyakit Dalam dan oliklinik Jantung RSUD Arga Makmur KabupatenBengkulu Utara. Penarikan sampel menggunakan non probablity sampling denganteknik kuota sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesionersebelum dan sesudah pelakasanaan intervensi pemutaran video. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan subyek penelitiantenatng penyakit kardiovaskuler antara sebelum 61,67 dan sesudah 71,92 intervensidengan p-value 0,0001. Tingkat pendidikan, usia, dan pendapatan secara signifikanmemiliki hubungan dengan pengetahuan subyek penelitian p-value=0,001, 0,013 dan 0,004. Tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan pengetahuan subyek penelitianberdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, danpengalaman memeroleh informasi. Video dengan unsur budaya Rejang tentang penyakitkardiovaskuler yang dihasilkan diduga efektif dalam meningkatkan pengetahuan tanpaspesifikasi karakteristik kelompok sasaran tertentu.

ABSTRACT
Cardiovascular disease is type of non communicable diseases which causehighest number of death. In North Bengkulu during 2017, percentage of cardiovasculardiseases incidents was 7.69 and cause 3.5 deaths from total case in BengkuluProvince. Health promotion efforts are needed in order to provide health education forcommunity to prevent and control the diseases. Creativity and innovation needed onchoosing the right method and media to improve effectiveness and efficiency ofinformation delivery. This study aim to determine the effectiveness of health promotionvideos about cardiovascular diseases which attributed with Rejang culture as a cultureknown in North Bengkulu Regency. Using a pre experimental design with one grouppre test post test. The subjects of study were 60 cardiovascular disease patients atpolyclinic of internal disease and cardiology of RSUD Arga Makmur. Sampling wasusing non probablity sampling with technique of quota sampling. Data collection wasdone by filling out the pre test and post test questionnaire. The results showed thatthere had been increase in the knowledge rsquo s average of research subjects regardingcardiovascular disease prevention between before 61,67 and after 71,92 interventionp value 0,0001. Education, age, and income also significantly influenced the knowledgeof research subjects p value 0.001, 0.013 and 0.004. Videos wich attributed withRejang culture that are produced may effective in increasing knowledge aboutcardiovascular disease prevention without characteristics specification."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Ummu Islamee
"Kardiovaskular merupakan penyakit nomor satu di dunia saat ini. Hal yang sama juga terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit Kardiovaskular sebenarnya dapat dicegah dengan meminimalisasikan faktor risikonya. Upaya pengenalan lebih dini tentang faktor-faktor risiko terjadinya onset penyakit Kardiovaskular merupakan tindakan efektif untuk dapat menanggulangi penyakit ini, misalnya dengan deteksi dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran faktor risiko kardiovaskular yang berhubungan dengan hasil pemeriksaan Elektrokardiografi. Desain penelitian ini adalah Cross sectional. Sampel yang digunakan adalah 100 orang yang ambil secara sistem purposif dengan analisis uji univariat dan bivariat.
Hasil penelitian uji univariat menunjukkan bahwa sebagaian besar responden mempunyai risiko berat menurut Skor Kardiovaskular Jakarta (44%). Berdasarkan gambaran faktor risiko responden terbesar adalah laki-laki (68%), kelompok umur 50-54 tahun (21%), tekanan darah normal tinggi (batas normal) (56%), IMT normal (52%), tidak merokok (79%), tidak Diabetes (94%), aktivitas fisik sedang (41%), ratio lingkar pinggang pinggul lebih (66%), HDL normal (50%), dan kadar total kolesterol tinggi (37%). Pemeriksaan EKG sebagian besar tidak ada kelainan (34%). Hasil uji bivariat yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan ada tidaknya kelainan pada hasil elektrokardiografi adalah tekanan darah dan kolesterol. Sedangkan jenis kelamin, umur, IMT, perilaku merokok, Diabetes Mellitus, aktivitas fisik, kadar HDL, rasio lingkar pinggang pinggul, dan nilai risiko berdasarkan Skor Kardiovaskular Jakarta tidak mempunyai hubungan yang bermakana dengan ada tidaknya kelainan jantung pada hasil pemeriksaan elektrokardiografi.
Perlu adanya perluasan promosi deteksi dini kardiovaskular sebagai pengendalian faktor risiko melalui konseling atau penyuluhan untuk masyarakat luas. Bagi lembaga mengoptimalisasikan pemantauan kesehatan para jamaah dengan mengadakan kegiatan deteksi dini ini secara berkala. Subdit Jantung dan Pembuluh Darah, Departemen Kesehatan RI sebagai instansi pemerintah khusus pembuat kebijakan penyakit Kardiovaskular dapat merangkul atau bekerjasama dengan Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam dalam melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Untuk para akademisi, perlu adanya penelitian lain atau penelitian yang lebih lanjut seperti uji multivariat atau kualitatif tentang faktor risiko kardiovaskular terhadap ada tidaknya kelainan pada hasil EKG untuk menggali faktor risiko kardiovaskular lebih mendalam."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Trisulo Wasyanto
"inflammation, oxidative stress, and fibrosis play important roles after an acute myocardial infarction (AMI) event. The most studied inflammatory biomarker in cardiovascular disease is C-reactive protein (CRP). It has been demonstrated that myeloperoxidase (MPO) and Galectin-3 (Gal-3) have some essential roles on immune system when an AMI event occurs. We aimed to determine the effect of oral N-acetylcysteine (NAC) supplementation at the dose of 600 mg 3 times daily for 3 consecutive days on the immune system of AMI patients.
Methods: our randomized single-blinded experimental study using pre- and post-treatment evaluations was performed at Dr. Moewardi Hospital, Indonesia, from May to August 2018. Thirty-two patients with AMI and ST segment elevation (STEMI) who received fibrinolytic therapy were included. There were 17 patients received standard therapy plus 600 mg oral NAC supplementation every 8 h for 3 days and 15 patients received standard therapy, which served as the control group. High-sensitivity C-reactive protein (HsCRP), MPO, and Gal-3 levels of both groups were evaluated at admission and after 72 h receiving treatment. Results: HsCRP, MPO, and Gal-3 levels between NAC and control groups at admission were not significantly different; while intergroup differences after 72 h of NAC supplementation were significant (p values of HsCRP, MPO, and Gal-3 levels were 0.0001, 0.001, and 0.017, respectively). Furthermore, in the NAC group, HsCRP, MPO, and Gal-3 levels at 72 h after treatment were significantly different from the corresponding levels at admission (p values: 0.0001, 0.0001, and 0.0001, respectively); the control group did not show these differences. There were also significant intergroup differences between the NAC and control groups regarding HsCRP, MPO, and Gal-3 levels (p values: 0.011, 0.022, and 0.014, respectively).
Conclusion: oral supplementation of 600 mg NAC every 8 h for 72 h can reduce HsCRP, MPO, and Gal-3 levels in AMI patients receiving fibrinolytic therapy. Results of our study will provide more options for supplementation therapy to improve management of IMA patients.

Latar belakang: inflamasi, stres oksidatif dan fibrosis memegang peran penting setelah terjadinya infark miokard akut (IMA). Biomarker inflamasi yang banyak dipelajari pada penyakit kardiovaskular adalah C-reactive protein. Ada bukti bahwa myeloperoksidase (MPO) dan galectin-3 (Gal-3) memegang peran penting pada sistem imun tubuh saat terjadi IMA. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian terapi tambahan N-acetylcystein (NAC) secara oral 600 mg 3 kali sehari selama 3 hari terhadap sistem imun pasien IMA. Metode: penelitian eksperimental acak, tersamar tunggal dengan metoda pre- dan post-test. Dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, dari bulan Mei hingga Agustus 2018. Tiga puluh dua pasien IMA dengan elevasi segmen ST (STEMI) yang mendapat terapi fibrinolitik masuk penelitian: 17 pasien mendapat terapi standar ditambah NAC 600 mg per oral setiap 8 jam selama 3 hari dan 15 pasien mendapat terapi standar sebagai kontrol. Kadar high sensitivity C-reaktif protein (HsCRP), MPO, dan Galectin-3 dari kedua kelompok diperiksa saat masuk dan setelah 72 jam perawatan.
Hasil: kadar HsCRP, MPO, dan Gal-3 pada kelompok NAC dan kontrol pada saat admisi tidak berbeda bermakna, sedangkan kadar antar kelompok pasca 72 jam pemberian NAC didapatkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p untuk kadar HsCRP, MPO, dan Gal-3 sebesar 0,0001, 0,001, dan 0,017. Pada kelompok NAC saat admisi dan pasca 72 jam, didapatkan perbedaan kadar HsCRP, MPO, dan Gal-3 yang bermakna dengan nilai p secara berurutan 0,0001, 0,0001 dan 0,0001; sedangkan pada kelompok kontrol tidak didapatkan perbedaan ini. Terdapat perbedaan kadar HsCRP, MPO, dan Gal-3 yang bermakna antara kelompok NAC dan kelompok kontrol (nilai p secara berurutan adalah 0,011, 0,022 dan 0,014).
Kesimpulan: pemberian terapi tambahan NAC 600 mg oral tiap 8 jam selama 72 jam dapat menurunkan kadar HsCRP, MPO, dan Gal-3 pada pasien IMA yang mendapatkan terapi fibrinolitik. Hasil penelitian ini akan memberikan pilihan terapi tambahan untuk pengelolaan pasien IMA yang lebih baik
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2019
610 UI-IJIM 51:4 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Vanlin
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia dan salah satu yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat adalah hipertensi. Beberapa daerah memiliki resep obat tradisionalnya masing-masing, salah satunya adalah resep Au Fere II yang terdiri dari daun alpukat dan daun kacang pajang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa resep tersebut memiliki efek anti-hipertensi. Sebanyak 24 ekor tikus (Rattus novergicus) galur Wistar jantan berumur 3 bulan dengan berat badan 150-200 gram dibagi menjadi 6 kelompok yaitu SHAM, POSITIF dengan kaptopril, NEGATIF dengan air, dan 3 kelompok yang menerima resep dengan dosis 0,495 mL/200g BB, 0,99 mL/200g BB dan 1,98 mL/200g BB selama 1 minggu. Semua kelompok kecuali SHAM akan diinduksi hipertensi dengan cara dijepit arteri ginjal sebelah kirinya selama 5 minggu. Setelah perlakuan, darah tikus diambil melalui abdominal aorta dan diambil plasmanya. Plasma kemudian diperiksa kadar MMP-2 nya dengan ELISA dengan cara membandingkan absorbansi sampel terhadap absorbansi blanko. Selain darah, ginjal tikus juga diambil untuk ditimbang beratnya. Tikus menunjukkan peningkatan tekanan darah setelah diinduksi selama 5 minggu dan penurunan tekanan darah, paling signifikan setelah diberikan ekstrak resep Au Fere II dosis 1,98 mL/200g BB. Ginjal sebelah kiri tikus yang diklip mengalami penurunan berat dan ginjal sebelah kanan tikus mengalami kenaikan berat. Pemberian perlakuan menghambat proses perusakan ginjal tersebut, meskipun tidak signifikan. Nilai MMP-2 menurun setelah diberikan ekstrak Au Fere II, dengan dosis 0,99 mL/200 g BB menunjukkan penurunan signifikan saat dibandingkan dengan NEGATIF. Percobaan ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Au Fere II selama 1 minggu dapat menurunkan tekanan darah, menghambat kerusakan ginjal akibat induksi 2K1C dan menurunkan nilai MMP-2

Cardiovascular diseases are one of the leading mortality diseases in the world and one of them is hypertension, which is a public health problem. Some regions have their own traditional medicines recipes to treat hypertension, one of which is the Au Fere II recipe consisting of avocado leaves and yardlong bean leaves. This research aims to prove that Au Fere II has anti-hypertensive effect. 24 male rats (Rattus novergicus) of the Wistar strain, aged 3 months, body weight 150-200 gram, were divided into 6 groups which was SHAM, POSITIVE (receiving captopril), NEGATIVE (receiving water) and 3 other groups receiving recipes with dosages of 0.495mL/200g BW, 0.99mL/200g BW and 1.98mL/200g BW for 1 week. All group except for SHAM had their renal artery clamped for 5 weeks to induce hypertension. After treatment, plasma were collected to calculate the amount of MMP-2 via ELISA by comparing sample absorbance against blank absorbance. Kidneys were also taken to be weighted. Rats showed an increase in blood pressure after being induced for 5 weeks and a decrease in blood pressure significantly after consuming Au Fere II with the dose of 1,98mL/200g BW. The clamped kidney lose weight while the remnant kidney gained weight. Administering Au Fere II seemed to slow down this process. Au Fere II intervention also showed decrease in MMP-2 as opposed to the NEGATIVE group. This experiment showed that administration of Au Fere II for 1 week is able to reduce blood pressure and MMP-2, and minimize the damage done to the kidney due to 2K1C induction.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasha Farhana Dahlan
"Latar Belakang
Sindrom koroner akut (SKA) masih merupakan salah satu penyebab mortalitas tertinggi di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di Indonesia pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi penyakit jantung pada penduduk semua umur sebesar 1,5%. Intervensi Koroner Perkutan (IKP) adalah salah satu Teknik revaskularisasi pada SKA. Meskipun dengan adanya IKP, luaran buruk, yaitu Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) jangka pendek (30 hari) masih cukup tinggi.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi MACE 30 hari dan faktor prognostik kejadian MACE 30 hari pada pasien SKA yang menjalani IKP serta membuat model prediksinya.
Metode
Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan jumlah subjek sebesar 424 orang. Pemilihan subjek dilakukan secara konsekutif. Dilakukan analisis bivariat faktor risiko MACE 30 hari (Usia, Diabetes Mellitus, Hipertensi, Status Merokok, Penyakit Ginjal Kronik, Dislipidemia, Multiple Vessel Disease (MVD), Kadar asam urat darah, Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri, TIMI Flow grade, dan Rasio monosit-HDL) termasuk faktor risiko tambahan (Kelas Killip, Left Main Disease (LMD), kadar troponin, dan jenis SKA) lalu dilakukan analisis multivariat pada variabel yang bermakna.
Hasil
Didapatkan MACE 30 hari pada 54 subjek (12,74%). Pada analisis bivariat variabel yang bermakna adalah usia, fraksi ejeksi di bawah 40%, adanya LMD, MVD, peningkatan kelas Killip, dan peningkatan troponin. Model akhir yang didapatkan hanya meliputi kelas Killip dan fraksi ejeksi di bawah 40% dengan AUC 0,774.
Kesimpulan
Prevalensi MACE 30 hari pada pasien SKA paska IKP didapatkan 12,74%. Kelas Killip dan EF di bawah 40% dapat memprediksi kejadian MACE 30 hari pada pasien SKA paska IKP.

Background
Acute coronary syndrome (ACS) is still one of the highest causes of mortality in Indonesia. Basic Health Research Data (RISKESDAS) in 2018 showed that the prevalence of heart disease in the population of all ages was 1.5%. Percutaneous Coronary Intervention is one of the revascularization techniques in ACS. Despite the existence of Primary Coronary Intervention (PCI), adverse outcomes, collectively known as Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) of 30 days are still quite high.
Objective
To determine the prevalence of 30 days MACE and prognostic factors and prediction model for the incidence of 30-day MACE in ACS patients undergoing PCI.
Method
This is a retrospective cohort study with a total of 424 subjects. Subject selection was carried out consecutively. A bivariate analysis of 30-day MACE risk factors (Age, Diabetes Mellitus, Hypertension, Smoking, Chronic Kidney Disease, Dyslipidemia, Multiple Vessel Disease (MVD), Uric Acid, Left Ventricle Ejection Fraction, TIMI Flow grade, and Monocyte-HDL ratio) including additional risk factors (Killip class, Left Main Disease (LMD), Troponin, and ACS type) was carried out and then a multivariate analysis was carried out on significant variables.
Results
Thirty-day MACE was found in 54 subjects (12.74%). In the bivariate analysis the significant variables were age, ejection fraction below 40%, presence of LMD, MVD, increased Killip class, and increased troponin. The final model obtained only includes the Killip class and an ejection fraction below 40% with an AUC of 0.774.
Conclusion
Prevalence of 30 days MACE I post PCI procedure patients were 12,74%. Killip class and EF below 40% can predict 30-day MACE events in ACS patients post PCI procedure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Sri Kristina
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyumbang angka kesakitan dan inkapasitasi pada pilot. Risiko pajanan hipoksia intermiten dan radiasi kosmik dari lingkungan penerbangan tercermin dari jam terbang total dan jenis pesawat. Pajanan stresor kerja berupa jumlah sektor serta jenis penerbangan juga dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular. Disertai perubahan kebiasaan berupa berkurangnya durasi tidur dan aktivitas fisik akhirnya dapat menyebabkan tingginya risiko penyakit kardiovaskular. Upaya deteksi dini risiko penyakit kardiovaskular dapat dengan melakukan penghitungan estimasi risiko penyakit kardiovaskular. Studi ini menggunakan desain potong lintang. Data diambil menggunakan kuesioner dari pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada 12-27 Mei 2022 di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan dengan SPSS versi 22. Dari 121 subjek, 66 pilot (54,5%) memiliki risiko penyakit kardiovaskular tinggi. Jam terbang total dan aktivitas fisik secara signifikan memiliki asosiasi dengan risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi (p<0,001 dan p=0,003). Keduanya merupakan faktor dominan terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Pilot dengan total jam terbang ≥10.850 jam memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi 4,64 kali lebih besar dibandingkan dengan jam terbang <10.850 jam (OR= 4.64, 95% CI 2.09-10.26, p<0,001). Sedangkan pilot yang tidak aktif memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi 2,63 kali lebih besar dibandingkan dengan pilot yang aktif (OR= 2.63 95% CI 1.18-5.86, p=0,019).

Cardiovascular disease can cause incapacitation and long-term unfit period for pilots. Hypoxia and cosmic radiation exposure from flight environment reflected in total flight hours. Pilots are also at risk of being exposed to stress that can affect the cardiovascular system, reflected in the number of sectors and the types of flights it undertakes. Together with poor sleep duration and physical activity can finally lead to high cardiovascular disease risk. Early detection can be done by estimating the risk of cardiovascular disease. This was a cross-sectional study. Data were collected from pilots who had renewal medical examination on 12 to 27 May 2022 at the Aviation Medical Center using questionnaire. Bivariate and multivariate analyses were performed using SPSS version 22. Of 121 subjects, 54.5% (n=66) had a high cardiovascular disease risk. Total flight hours and physical activity were significantly associated with high cardiovascular disease risk (p<0.001 and p=0.003, respectively). Both are dominant factors for the cardiovascular disease risk. Pilots with total flight hours ≥10.850 hours had high cardiovascular disease risk 4.64 times greater than they with <10.850 hours (OR= 4.64, 95% CI 2.09-10.26, p<0.001). Inactive pilots had a high cardiovascular disease risk 2.63 times greater (OR= 2.63, 95% CI 1.18-5.86, p=0.019)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>