Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kisnu Widagso
"Kejahatan siber telah menjadi salah satu ciri dari masyarakat modern yang muncul seiring dengan perkembangan dan penggunaan teknologi oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan ini, polisi ternyata mengalami kesulitan dalam melakukan penegakan hukum maupun pencegahan terjadinya kejahatan di dunia siber. Polisi terlihat lemah dalam penanganan kasus kejahatan siber, sehingga berdampak pada lemahnya pengendalian sosial formal terhadap kejahatan siber. Situasi ini tercermin, salah satunya, dari meningkatnya angka kasus kejahatan siber dan banyaknya kasus kejahatan siber yang belum dapat ditangani. Di sisi lain, secara teoretis, perubahan terhadap model pemolisian umumnya hanya berlandaskan pada satu atau dua faktor, misalnya dari sisi kelemahan polisi, dari sisi sifat kejahatan siber, atau dari sisi masyarakat pengguna teknologi. Sebagai konsekuensinya, kondisi ini membutuhkan perubahan model pemolisian.
Pendekatan kualitatif digunakan dengan mempertimbangkan bahwa penelitian tentang model pemolisian pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pemahaman dan penjelasan dalam mengonstruksi sebuah konsep yang memiliki sebagian ciri atau karakteristik dari dunia nyata. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kajian literatur, wawancara, dan pengamatan. Analisis data dilakukan dengan pengorganisasian dan mengurutan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan pola, tema yang dapat menjadi petunjuk jalan dalam melakukan analisis (interpretasi).
Data menunjukkan bahwa terdapat faktor input dalam model pemolisian, seperti jenis kejahatan siber, penyebab munculnya kejahatan siber, dan karakteristik masyarakat siber. Dari penelitian menunjukkan bahwa jenis kejahatan siber di Indonesia didominasi oleh tindak pidana penipuan dan content-related crimes. Kemudian, rendahnya literasi digital dan terjadinya kesenjangan digital pada masyarakat, kapabilitas polisi yang terbatas, absennya knowledge management system (KMS), serta masih lemahnya praktik-praktik community policing menjadi faktor-faktor yang mendorong maraknya kejahatan siber di Indonesia. Dengan bantuan kerangka berpikir yang diberikan oleh Ponsaers (2001), pemahaman akan faktor-faktor tersebut sebagai aspek dalam proses dinamis pembentukan model pemolisian diidentifikasi pada model pemolisian terhadap kejahatan siber. Hasilnya, hybrid policing sebagai model pemolisian dipandang sebagai jawaban atas makin beragamnya bentuk kejahatan siber, keterbatasan kapabilitas Polri, serta praktik pemolisian yang lebih efektif. Model ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk turut berperan serta dalam pelaksanaan kewenangan polisi dalam melakukan pemolisian. Dalam penelitian ini, teridentifikasi pula beberapa tipologi hybrid policing sebagai sebuah model, yaitu non-hybrid policing, semi hybrid policing, serta pseudo hybrid policing.

Cybercrime has been a feature of modern society, which emerges along with technological advancement and usage. Empirically, it has been challenging for the police to enforce and prevent the occurrence of cybercrime in the cyberspace. The police appear to be weak in handling cybercrime cases, hence weakening the formal social control of cybercrime. Currently, it reflects on the increasing number of cybercrime cases, while most of those cases left unhandled. Theoretically, current state indicates change in policing model grounded in one or two factors, for instance, police weakness, or the nature of cybercrime, or how the society uses technology. Prevailing conditions commonly leads to change in policing model.
The qualitative approach employed in current research, considering the nature of a policing model research in which can be defined as an attempt to understand and explain in order to construct a concept that partly resemble characteristics of the real world. The data collection process in current research utilizes literature study, interview and observation. Data analysis was done by organizing and sorting data into categories and basic description unit in order to find patterns and themes in which can be analyzed (interpretation).
Data exposes certain factors in policing model, input factor. Factors such as the high number of fraud and content-related crimes, user’s lack of understanding of how technology can be exploited for personal gain, police’s weakness and limitations, the absence of knowledge management system (KMS), and also inadequate community policing practice. Understanding of these factors, combined with a framework of aspects within the dynamic process of constructing policing model from Ponsaers (2001), identifying cybercrime policing model. Result presents Hybrid Policing, as a policing model to resolve varying forms of crime, weaknesses of the police and encouraging more effective policing. Aforementioned model can also initiate opportunities for the people to have authority, previously in the hands of the police, in terms of policing. Current research also identifies several typologies of Hybrid Policing as a model, namely non-hybrid policing, semi hybrid policing and pseudo hybrid policing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orisa Shinta Haryani
"Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat memunculkan satu media komunikasi baru yang disebut dengan media sosial. Kepolisian Republik Indonesia membentuk Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk menangani masalah kejahatan siber di media sosial dan melakukan pemberdayaan media sosial dalam konteks pemolisian masyarakat. Penelitian ini melihat bagaimana pemberdayaan media sosial yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Selain itu penelitian ini juga melihat dampak pemberdayaan media sosial tersebut terhadap masyarakat serta menemukan faktor penyebab tidak maksimalnya implementasi pemberdayaan media sosial dan juga menemukan solusi untuk meningkatkan pemberdayaan tersebut. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, juga melakukan studi literatur. Konsep yang digunakan di dalam penelitian ini adalah konsep community policing, effective policing, dan dampak pemberdayaan media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan media sosial oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dilakukan untuk memberikan informasi pada masyarakat, melakukan deteksi dini pelaku kejahatan, membangun relasi dengan masyarakat, dan melakukan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap perilaku masyarakat di media sosial. Dampak tidak maksimalnya pemberdayaan media sosial adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepolisian, media sosial tidak menjadi alat yang efektif dalam melakukan investigasi dan penyelidikan kasus, media sosial tidak mampu menjadi sarana penyampaian keberhasilan polisi sehingga tidak dapat meningkatkan performa kerja anggota, dan upaya pencegahan kejahatan tidak terlaksana dengan baik.

The development of information technology is so rapidly raises a new communication media called social media. Indonesia National Police established the Cyber Crime Investigation Center to deal with cybercrime in social media and empower social media in the community policing context. This study looks at how social media empowerment conducted by Cyber Crime Investigation Center. In addition, this study also looked at the impact of social media empowerment to the community and find the cause of unsuccessful implementation of social media empowerment and also find solutions to improve the empowerment. This research used qualitative approach and data collection techniques use interview, observation, also conducting literature study. The concept used in this research is community policing, effective policing, and the impact of social media empowerment. The results of this study indicate that social media empowerment by Cyber Crime Investigation Center aims to give information to society, early detection of criminal offenders, to build relation with society, and to do supervision and control in social media. The ineffectual impact of social media empowerment is public distrust of the police, social media is not an effective tool in investigating cases, social media can not be a medium to deliver the success story of the police works, and crime prevention in social media are not well implemented."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yar, Majid, auhtor
Los Angeles: Sage, 2013
364.168 YAR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Messier, Ric
"It may seem a strange place to start, but a good beginning here is the Boston Marathon bombings in April, 2013 and the days that followed. In particular, the Friday when officials shut down the city of Boston and neighboring communities. Businesses all over the city were forced to shut down while the manhunt took place over the course of the day on Friday. While retail establishments were really out of luck because no one on the streets meant no one in the stores, other businesses were able to continue to operate because of a number of technologies that allowed remote workers to get access to their files, the systems they needed and their phone systems. Any business that implemented a full Unified Communications (UC) solution could have employees also communicating with instant messaging and know who was on-line because of the presence capabilities. Additionally, news of the events spread quickly and less because of news outlets who were, quite rightly, not allowed to provide specifics about many of the activities"-- Provided by publisher."
Amsterdam : Syngress, 2014
305.8 MES c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Messier, Ric
"Collaboration with cloud computing discusses the risks associated with implementing these technologies across the enterprise and provides you with expert guidance on how to manage risk through policy changes and technical solutions.
Drawing upon years of practical experience and using numerous examples and case studies, author Ric Messier discusses :
- The evolving nature of information security
- The risks, rewards, and security considerations when implementing SaaS, cloud computing and VoIP
- Social media and security risks in the enterprise
- The risks and rewards of allowing remote connectivity and accessibility to the enterprise network"
Waltham, MA: Syngress, 2014
e20426883
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Christiany Juditha
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memunculkan fenomena baru yang dikenal dengan cybercrime. berdasarkan laporan dari state of the internet 2013 menyimpulkan bahwa indonesia memiliki banyak catatan kasus kejahatan dunia intenet terbesar dan masuk peringkat kedua untuk kasus kejahatan cybercrime. salah satu kasus cybercrime yang banyak dialami perempuan indonesia adalah love scams(penipuan hubungan cinta melalui internet). pola komunikasi yang dilancarkan pelaku cybercrime (scammers) yang baru dikenal korban justru lebih dipercaya, dibanding komunikasi langsung dari orang yang telah dikenal dekat. tujuan penlitian ini untuk mendeskripsikan pola komunikasi dalam kasus cybercrime. metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi kualitatif dengan menggunakan computer mediated communication (cmc) models yang terdiri dari impersonal, interpersonal dan hyperpersonal. penelitian ini menyimpulkan ketiga pola ini terbangun dalam kasus love scam. faktor sumber pesan (scammers) memiliki kontrol yang besar terhadap dirinya sendiri dan berada dalam pengaturan komunikasi dengan korban-korbannya yang sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya mereka. karena itu scammers umumnya mencoba menyampaikan unsur-unsur diri yang terbaik, termasuk kepribadian, prestai, dab bahkan penampilan (foto) melalui saluran komunikasi internet. penerima pesan (korban) yang sedang kesepian dan mencari cinta dan tanpa pikir panjang melakukan umpan balik. komunikasi secara intens pun terjalin sehingga korban terjerumus dan masuk perangkap penipuan dan kehilangan uang hingga ratusan juta rupiah"
Kementerian Komunikasi dan Informasi Ri, 2015
384 JPPKI 6:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Nauli Christyanti
"Layanan kencan online memberikan kesempatan bagi pengguna untuk bertemu calon pasangan pada aplikasinya. Namun, dengan meningkatnya aktivitas kencan online dalam beberapa tahun terakhir, hal tersebut juga membuka pintu bagi terjadinya berbagai tindak pidana siber yang menargetkan pengguna aplikasi kencan online. Oleh karena itu, layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum atas tindak pidana siber yang terjadi pada layanannya. Dengan fokus penelitian pada aplikasi kencan online Tinder dan Bumble, penelitian ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai (i) bagaimana layanan kencan online sebagai penyelenggara sistem elektronik diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia; (ii) tanggung jawab hukum yang ditanggung oleh layanan kencan online jika terjadinya tindak pidana siber; dan (iii) kepatuhan layanan kencan online terhadap ketentuan yang mengatur penyelenggara sistem elektronik di Indonesia. Dengan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa layanan kencan online di Indonesia diatur antara lain oleh UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019. Ketentuan tersebut mengatur bahwa layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas terjadinya tindak pidana siber dalam hal tidak terpenuhinya kewajiban hukumnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tinder dan Bumble, sebagai penyelenggara sistem elektronik asing yang beroperasi di Indonesia, juga ditemukan belum sepenuhnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Online dating services provide an opportunity for users to meet potential romantic partners on their platforms. However, with the rise in activity on many online dating applications in recent years, it has also opened the doors to various cybercrimes targeting users on these platforms. Hence, online dating services could be held liable for the occurrence of cybercrimes on their platforms. With a focus on the online dating applications Tinder and Bumble, this research will further elaborate on (i) how online dating services as an electronic system provider are regulated within Indonesian laws and regulations; (ii) the legal liabilities online dating services bear in the occurrence of cybercrimes; and (iii) online dating services’ compliance to provisions governing electronic system providers in Indonesia. With a juridical-normative research method and a qualitative approach, it is found that online dating services in Indonesia are governed among others by the ITE Law and Government Regulation No. 71 of 2019. Such provisions stipulate that online dating services may be held liable for the occurrence of cybercrimes if they have not performed all of their legal obligations provided within the regulations. Tinder and Bumble, as foreign electronic system providers conducting operations in Indonesia, are also found to have not fully complied with Indonesian laws and regulations subjected to them."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Biandra Promoeriezky Sendjaja
"ABSTRAK
Teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan secara signifikan dalam kegiatan sehari-hari, sehingga infrastruktur kritis Inggris kini bergantung pada kondisi dalam lingkungan cyberspace. Hal ini tidak hanya memberikan manfaat, tetapi juga dapat menimbulkan ancaman yang dapat mempengaruhi stabilitas keamanan nasional. Oleh karena itu cyber security menjadi salah satu prioritas tertinggi dalam kebijakan keamanan nasional Inggris. Namun regulasi cyber security di Inggris sering kali mengundang perdebatan dan tentangan dari berbagai pihak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi pro dan kontra masyarakat terhadap regulasi tersebut serta menganalisis penyebab regulasi cyber security di Inggris bertentangan dengan prinsip HAM. Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori keamanan dan teori masyarakat informasi dengan metode penelitian hukum normatif dan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi cyber security di Inggris tidak mencerminkan nilai kebebasan individu serta dapat bersifat positif dan negatif di saat yang bersamaan. Di satu sisi bertujuan untuk melindungi kemanan seluruh warganya dari kejahatan serius dan di sisi lain tujuan tersebut diwujudkan melalui peraturan yang mencederai hak fundamental individu.

ABSTRACT
Information and communication technology utilized significantly in daily activities, so that critical infrastructures in the UK now dependent on conditions in cyberspace. It rsquo s not only bring advantages, but also could pose threats that affect national security. Therefore cyber security becomes one of the highest priorities in national security policy of the UK. Cyber security regulations in the UK are often invite debate and opposition from various parties. This study aimed to construct the pros and cons of the regulation and analyze the causes of its contrary to the principles of Human Rights. The analysis in this study uses security theory and the theory of the information society with normative legal research methods and qualitative approaches. The results of this study indicate that the regulation of cyber security in the UK do not reflect the values of individual freedom and could be positive and negative at the same time. On the one hand aims to protect the security of all citizens from serious crime and on the other hand this objective is manifested through regulations that harm the fundamental rights of individuals."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Eriza Aminanto
"Pandemi COVID-19 sejak tahun 2020 menyebabkan transofrmasi digital secara masif yang terjadi, Tantangan keamanan yang perlu diatasi berasal dari sifat keterbukaan media nirkabel yang menjadi media komunikasi utama di IoT. Hal tersebut menyebabkan besarnya kerugian yang disebabkan kejahatan siber. Kepolisian Republik Indonesia lewat Direktorat Tindak Pidana Siber diharapkan memiliki peran pencegahan dalam melakukan giat pengawasan terhadap serangan-serangan ini, dimana Dittipidsiber belum memiliki fungsi pencegahan serangan siber. Sistem Pendeteksi Intrusi (Intrusion Detection System) atau lebih dikenal sebagai IDS, merupakan salah satu sistem yang dapat memantau serang siber ini, di mana memanfaatkan kecerdasan buatan untuk dapat memisahkan antara serangan siber dan bukan serangan. Pada penelitian ini, akan dihasilkan model pemolisian berbasis machine learning untuk pendeteksian serangan siber pada jaringan Wi-fi dan IoT. Model tersebut melakukan perekaman data jaringan, kemudian data tersebut dilakukan analisa IDS sehingga dapat ditampilkan di command room, yang kemudian ketika adanya indikasi serangan dapat dilakukan penindakan dengan cepat. Dilakukan simulasi dan analisis terhadap berbagai metode seleksi fitur dan model klasifikasi untuk menghasilkan IDS yang baik. Penelitian ini menggunakan dataset publik berisi serangan siber terhadap jaringan Wi-Fi. Dari hasil eksperimen, didapatkan bahwa metode terbaik untuk pengurangan fitur adalah mutual information dengan fitur berjumlah 20, dan metode untuk klasifikasi serangan adalah Neural Network, menghasilkan F-Score sebesar 94% dengan waktu yang dibuthkan 95 detik. Hasil ini menunjukkan IDS yang diusulkan memiliki kemampuan untuk mendeteksi serangan dengan cepat dan hasil deteksi yang sama bagus dengan penelitian sebelumnya.

Since 2020, the Covid-19 pandemic has caused massive digital transformation. Security challenges needed to be overcome is based on the nature of wireless media which is the main communication medium in IoT (Internet of Things). Such condition generates huge loss caused by cybercrime attacks. Indonesian National Police through Directorate of Cyber Crime (Dittipidsiber) is expected to have preventive roles in supervising these attacks, where Dittipidsiber has not had a cyber-attack prevention function. The Intrusion Detection System (IDS) is a system that can identify these cyber-attacks, utilizing artificial intelligence to be able to separate between cyber-attacks and non-attacks. In this study, a machine learning-based policing model will be generated for detecting cyber-attacks on Wi-Fi and IoT networks. The model records network data that will be analysed by IDS so that it can be displayed in the command room. After that, any indications of attacks can be identified quickly. The author performs the simulations and analyses various feature selection methods and classification models in order to produce a good IDS. The study employs a public dataset containing cyber-attacks against Wi-Fi networks. Based the experimental results, it is found that the best method for reducing features is mutual information using twenty features and the method for classifying attacks is Neural Network, resulting F-Score of 94% with a time required of 95 seconds. These results indicate that the proposed IDS have the ability to detect attacks quickly and the detection results are the same as previous studies."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warren, Peter
"In Cyber Crime: All That Matters, Peter Warren and Michael Streeter outline the history, scale and importance of cyber crime. In particular they show how cyber crime, cyber espionage and cyber warfare now pose a major threat to society."
London: Hodder & Stoughton Ltd., 2013
364.168 WAR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>