Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103495 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lilis Shofiyanti
"Penelitian ini membahas artikulasi identitas kultural masyarakat Osing melalui mocoan (tembang naskah kuno) di Banyuwangi. Masyarakat Osing, yang merupakan kelompok etnis asli Banyuwangi, memiliki kekayaan budaya yang masih lestari, salah satunya melalui tradisi lisan dalam bentuk mocoan. Tembang-tembang naskah kuno ini, yang berfungsi sebagai media penyampaian nilai-nilai moral, sejarah, dan ajaran hidup, menjadi sarana penting dalam menjaga dan mengungkapkan identitas kultural masyarakat Osing. Penelitian ini berfokus pada analisis terhadap pelestarian tradisi mocoan, dengan mengkaji bagaimana proses pertunjukan mocoan berperan dalam pembentukan dan artikulasi identitas kultural masyarakat Osing di Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi untuk mengkaji berbagai makna yang terbentuk dalam praktik mocoan sebagai tradisi tembang naskah yang hidup (living manuscript) dalam masyarakat Osing. Data diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara dengan tokoh budaya setempat, serta analisis diskursif terhadap pertunjukan mocoan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa mocoan tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi juga sebagai ruang bagi agensi untuk menciptakan dan merumuskan ulang makna atas identitas kultural mereka. Dalam konteks ini, komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial memainkan peran penting dalam mempertahankan tradisi mocoan melalui negosiasi terhadap habitus ritual dan pembaruan strategi pelestarian, dengan mengakses pengetahuan tradisional dan menyajikan pertunjukan yang relevan bagi generasi muda. Fenomena ini juga menunjukkan bahwa, kini, aspek pemahaman isi naskah tidak lagi penting dibandingkan dengan penekanan pada kemampuan dalam menembangkan teks itu sendiri, di mana hal ini justru mengukuhkan bahasa Osing sebagai living language—satu aspek penting dalam mempertahankan identitas budaya Osing di tengah arus globalisasi. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dinamika pelestarian tradisi lisan di masyarakat Osing, serta menjelaskan bagaimana mocoan berfungsi sebagai sarana artikulasi identitas budaya yang tidak hanya bersifat historis, tetapi juga relevan dalam konteks sosial kontemporer. Dengan demikian, mocoan berperan sebagai salah satu strategi diskursif yang memungkinkan keberlanjutan dan regenerasi tradisi Osing di masa depan.

This study aims to analyze the articulation of the cultural identity of the Osing community through mocoan (traditional recitation of old manuscript) in Banyuwangi. The Osing people, who are the indigenous ethnic group of Banyuwangi, possess a rich cultural heritage that is still preserved, one of which is through the oral tradition of mocoan. These ancient poetic scripts, which serve as a medium for conveying moral values, history, and life teachings, have become an important tool in maintaining and expressing the cultural identity of the Osing community. This research focuses on analyzing the preservation of the mocoan tradition by examining how the performance of mocoan contributes to the formation and articulation of the Osing community’s cultural identity in Banyuwangi. This study employs a qualitative approach with an ethnographic method to explore the various meanings embedded in the mocoan practice as a living manuscript within the Osing community. Data is collected through participatory observation, interviews with local cultural figures, and discursive analysis of mocoan performances. The findings reveal that mocoan not only serves as a means of cultural preservation but also provides a space for agency to create and reinterpret the meanings of their cultural identity. In this context, the Mocoan Lontar Yusup Milenial community plays a significant role in maintaining the mocoan tradition through the negotiation of ritual habits and the renewal of preservation strategies, accessing traditional knowledge, and presenting performances that resonate with younger generations. This phenomenon also shows that, while understanding the mocoan texts remains important, there is now a greater emphasis on the performance or vocalization of the texts themselves, which functions to reaffirm the Osing language as a living language—an essential element in preserving the Osing cultural identity amidst globalization. This research contributes significantly to understanding the dynamics of oral tradition preservation in the Osing community, and explains how mocoan functions as a tool for articulating cultural identity that is not only historical but also relevant in contemporary social contexts. Thus, mocoan plays a role as one of the discursive strategies that allows the continuity and regeneration of Osing traditions in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amelia Fitriyani
"Peneliti ingin mengkaji pembentukan identitas budaya kelompok etnis melalui pesan media komunitas radio online Minang Cimbuak oleh komunitas Cimbuak. Cimbuak adalah komunitas yang dipelopori oleh perantau dari Minangkabau untuk meningkatkan silaturahmi perantau Minang yang ada di seluruh dunia dan melestarikan budaya Minangkabau.
Penelitian ini memberikan sebuah pemahaman baru berkaitan dengan pembentukan identitas budaya kelompok etnis melalui media komunitas radio online. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan pengamatan interaksi secara online.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi negosiasi identitas budaya pada kelompok etnis. Temuan penelitian memperlihatkan pembentukan pesan kelompok etnis didukung oleh karakteristik media komunitas radio online.

The research aim is analyzing the formation of ethnic group cultural identity on the message formation in Minang online radio Cimbuak. Minangkabau immigrants formed Cimbuak community to increase hospitality and communication among the immigrants all over the world and to conserve the Minangkabau culture.
This research gives new understanding about ethnic group cultural identity formation through online radio community media. The research was conducted under the qualitative approach using in-depth interview and observation.
The result shows there is cultural identity negotiation in the ethnic group and the characteristics of online radio community media supports the ethnic group message establishment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lin, Tang
"Hubungan persahabatan antara Tiongkok dan Myanmar dapat ditelusuri kembali hingga dua ribu tahun yang lalu. Sejak abad kedua Masehi, pedagang Tiongkok sudah mulai berlayar melalui lembah Sungai Nujiang dan Sungai Irrawaddy menuju Myanmar untuk melakukan perdagangan sutra, serta bertukar barang berharga seperti giok dan zamrud. Pada masa dinasti Han dan Tang di Tiongkok, hubungan persahabatan antara kedua negara semakin kuat. Negara Shan di Myanmar dan kemudian Kerajaan Pyu mengirim utusan berkali-kali ke dinasti Han dan Tang untuk melakukan pertukaran politik, ekonomi, dan budaya. Pada tahun 1940 hingga 1942, Jalan Raya Yunnan-Myanmar yang dibangun oleh kedua negara menjadi satu-satunya jalur perdagangan dan transportasi Tiongkok pada saat itu. Sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, persahabatan antara rakyat Tiongkok dan Myanmar semakin meningkat. Pada tanggal 8 Juni 1950, Myanmar menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok, menjadi negara kelima yang membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, seiring dengan Tiongkok dan Laos fokus pada pembangunan ekonomi dan keterbukaan terhadap dunia luar, pemerintah Tiongkok mulai mengendurkan pembatasan terhadap imigran asing. Nilai pasar besar dan potensi pengembangan Laos menarik semakin banyak imigran baru Tiongkok yang datang ke Laos. Saat ini, Laos menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan imigran baru Tiongkok tercepat, di mana mayoritas imigran baru tersebut berasal dari provinsi Yunnan. Kedatangan imigran baru dari Yunnan memiliki dampak besar terhadap perkembangan ekonomi dan pertukaran budaya antara Tiongkok dan Laos, dan komunitas Tionghoa di Yunnan memainkan peran tak tergantikan dalam hubungan politik, ekonomi, dan budaya antara Tiongkok dan Laos.

The friendship between China and Myanmar can be traced back to two thousand years ago. Since the 2nd century AD, Chinese traders began sailing through the Nujiang River and Irrawaddy River valleys to Myanmar for silk trade and the exchange of valuable items such as jade and emeralds. During the Han and Tang dynasties in China, the friendship between the two countries strengthened. The Shan state in Myanmar and later the Pyu Kingdom sent envoys multiple times to the Han and Tang dynasties for political, economic, and cultural exchanges. From 1940 to 1942, the Yunnan-Myanmar Highway built by both countries became the sole trade and transportation route for China at that time. Since the establishment of the People's Republic of China, the friendship between the Chinese people and Myanmar has grown. On June 8, 1950, Myanmar established diplomatic relations with China, becoming the fifth country to do so. In the 1970s and 1980s, as China and Laos focused on economic development and opening up to the outside world, the Chinese government began to relax restrictions on foreign immigrants. The large market value and development potential of Laos attracted an increasing number of new Chinese immigrants. Currently, Laos is one of the countries with the fastest-growing influx of new Chinese immigrants, with the majority coming from Yunnan province. The arrival of new immigrants from Yunnan has had a significant impact on the economic development and cultural exchange between China and Laos. The Chinese community in Yunnan plays an indispensable role in the political, economic, and cultural relations between China and Laos."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofia Nabila Nurintan
"Penelitian ini membahas mengenai representasi isu-isu sosial budaya dan spiritual masyarakat imigran muslim Arab di Amerika yang ditemukan dalam serial televisi Amerika Ramy. Tontonan serial televisi karya Ramy Youssef ini menarik untuk dikaji karena mengandung cerminan perjuangan dan dilema masyarakat Arab muslim sebagai minoritas di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini adalah jenis representasi intensional paling banyak digunakan dalam serial TV ini karena sifatnya yang dapat menccerminkan intensi pribadi tiap tokoh. Sumber data penelitian ini adalah musim pertama dari serial televisi berbahasa Arab dan Inggris yang berjudul Ramy tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif. Adapun untuk menyampaikan makna-makna simbolis dari serial televisi Ramy penulis menggunakan teori representasi Stuart Hall. Tujuan penelitian ini adalah menguraikan bagaimaana isu-isu identitas budaya dan spiritual survival masyarakat imigran Arab muslim direpresentasikan dalam adegan-adegan serial televisi tersebut.

This study discusses the representation of socio-cultural and spiritual issues of Arab Muslim immigrant communities in America which are found in the American television series Ramy. This television series by Ramy Youssef is interesting to study because it reflects the struggle and identity dilemma of the Muslim Arab community as a minority in the United States. The result of this study is that intentional representation type is the most widely used in this TV series because of its nature which can reflect the personal intentions of each character. The data source for this research is the first season of the American television series entitled Ramy in 2019 televised in both Arabic and English. This research uses a descriptive qualitative method. As for conveying the symbolic meanings of the television series Ramy, the writer uses Stuart Hall's representation theory. The purpose of this study is to describe the cultural and spiritual identity issues of Arab Muslim immigrant communities represented in the television series' scenes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Fitriapri
"Tulisan ini mengidentifikasi pembentukan identitas budaya karakter utama di dalam novel The Kite Runner dan The Reluctant Fundamentalist. Melalui analisis teks, penelitian ini menunjukkan bahwa identitas budaya Amir terus didominasi oleh budaya Afganistan. Sementara itu, sebagai seorang Pakistan Amerika, Changez memiliki identitas budaya yang lebih dinamis dan adaptif. Penelitian ini menjabarkan tiga faktor pendukung yang membentuk identitas budaya karakter utama sebagai orang Asia Amerika, yaitu peristiwa bersejarah; budaya di Afganistan, Pakistan dan Amerika; kekeluargaan, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.

This paper identifies the cultural identity construction of the main characters in The Kite Runner and The Reluctant Fundamentalist. Through textual analysis, this study points out that Amir’s cultural identity is constantly dominated by Afghanistan culture. Meanwhile, as a Pakistani American, Changez has a more dynamic and adaptive cultural identity. This study elaborates the three contributing factors that shape the main characters’ cultural identity as Asian Americans, namely historical moments; the culture in Afghanistan, Pakistan and America; and kinship, relationship with societies and the environment."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Irianto
"Etnifikasi atau proses peminggiran penduduk lokal sebagai akibat migrasi di Lampung menyebabkan ulun Lampung menjadi minoritas di tengah-tengah heterogenitas budaya pendatang. Dalam menghadapi marjinalisasi ini, mereka membangkitkan tradisi (invensi tradisi) dalam rangka memperkuat kesadaran kolektif melalui pemaknaan piil pesenggiri (harga diri) yang direproduksi dan diartikulasikan sebagai representasi identitas. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pemaknaan piil pesenggiri sebagai kedayatahanan identitas ulun Lampung yang mereposisi identitasnya, terkait dengan bagaimana piil pesenggiri diolah sebagai modal budaya dan strategi budaya di dunia sosial mereka. Sebagai penelitian kualitatif, data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan sejumlah informan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang piil pesenggiri berdasarkan pengalaman dalam dunia sosial yang dijalaninya.
Temuan penelitian ini, bahwa rekonstruksi identitas ulun Lampung tidak terlepas dari perkembangan dinamika politik dan budaya dalam ruang dan waktu. Produksi dan reproduksi piil pesenggiri sebagai invensi tradisi, yang diolah menjadi modal budaya dan strategi identitas merupakan resi stensi terhadap pendatang sebagai reteritorialisasi dan identifikasi diri. Mengubah stigma negatif piil pesenggiri yang selama ini dijadikan "perisai budaya" dalam berbagai tindakannya adalah konstruksi ulun Lampung dengan citra baru melalui pendidikan, simbol budaya maupun jalur politik, merupakan proses untuk diakui identitasnya dalam struktur sosial. Reproduksi piil pesenggiri menunjukkan piil sebagai identitas bukan produk yang statis tetapi kontekstual dan tidak dapat dipisahkan dari habitus ulun Lampung.

Etnifikasi or marginalize the local ethnic as result of migration process in Lampung has cause ulun Lampung?s to became a minority amidst of the cultural heterogeneity immigrants. In response to this marginalization, they re-invented tradition in order to strengthen their collective consciousness through the meaning of piil pesenggiri (self esteem) that's reproduced and articulated as a representation of identity. The study aims to explain how the meaning piil pesenggiri has been reproduced in the repositioning of ulun lampung's cultural identity, related to how ulun lampung interpret piil pesenggiri as a cultural capital and strategy cultural. The data were obtained through in-depth interviews from a number of informants to obtain a comprehensive description of piil pesenggiri based on their experiences in the social world.
The results showed that the reconstruction of Lampung ulun identity is inseparable from the development of the political and cultural dynamics in space and time. The production and reproduction of piil pesenggiri as an invention is processed to serve a cultural capital and identity strategy on the social structure vis-a-vis migrants can be viewed as a reteritorialization of identity. Changing the negative stigma that has piil pesenggiri used as cultural "shields" manifested in the various actions is the construction of ulun lampung with a new image through field of education, cultural symbols, or political field, and a process for gaining recognition in terms of their existence identity in the social structure. The reproduction of piil pesenggiri in social structure Lampung society shows that piil is not a static entity but an ever-changing one and it is inseparable from the ulun Lampung?s habitus.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indhina Saraswati
"Media dan Globalisasi merupakan dua hal yang tak mudah untuk dipisahkan. Dalam hal ini ekspansi industri media, yang dimiliki negara-negara besar, mengakibatkan media global, dan pada saat yang sama globalisasi bisa membuat industri media lokal menjadi go global, seperti K-pop. Dominasi budaya Korea tidak hanya disebarkan melalui media tapi juga institusi pendidikan yang dilakukan melalui student exchange di Korea.
Pertanyaan penelitiannya adalah apakah kesempatan belajar di sana, selama dua bulan, akan mengubah identitas pelajar Indonesia? Teori utama dalam research paper ini adalah teori Identitas Stuart Hall. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan metode kualitatif dan pendekatan Social Constructivsm dilengkapi dengan obeservasi partisipan dan wawancara mendalam terhadap pelajar yang juga K-pop-ers berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa identity ke-Indonesiaan dibentuk melalui nilai dan norma dan pengalaman informan masa lalu. Peran orang tua, dan lingkungan sosial serta self identity merupakan faktor kuat dalam menentukan lunturnya identitas ke-Indonesia-an seseorang.

Media and globalization often constitute one unsepararable item. The vast expansion of media owned by big and developed countries has given birth to the new phenomenon of globalized media, which in turn has pushed local media to go global, for example K-pop. K-Pop, as one form of Korean culture is not only disemminated through media but also by educational institution, through exchange programs to Korea.
The research question is whether the opportunity to study there, for two months, will change the identity of Indonesian students? The main theory in this research paper is Stuart Hall's Identity theory. The method used is qualitative method by social constructivism approach through the participation of observations equipped with indepth interview. Selection of informants was conducted purposively against students who were also heavy K-pop-ers.
The results show that the indonesian identity is formed through the values and norms and past experiences of the informants. The role of parents, and the social environment and self-identity is a powerful factor in determining whether such identity will be challenged to diminish or remain solid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayidatul Ummah
"Tesis ini membahas identitas keturunan Hadrami dalam naskah drama Fatimah (1938) karya Hoesin Bafagih yang ditengarai berupaya mendiskusikan wacana baru terhadap tanah air mereka (baru) yaitu Indonesia melalui konsep representasi (1990) dan identitas (1997) dari Stuart Hall serta konsep nation dari Anderson (1991). Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan adanya tarik ulur identitas budaya dan membongkar nasionalisme keturunan Hadrami yang direpresentasikan melalui tokoh dan penokohan. Hasil analisis membuktikan bahwa Fatimah (1938) mengandung propaganda kebangsaan dengan menunjukkan keberpihakannya pada narasi keindonesiaan dibandingkan kehadramian. Keberpihakan tersebut bisa dilihat melalui penanda dalam teks yang mendiskreditkan gagasan konservatif, eksklusif dan anti-nasionalis sejak awal hingga akhir cerita. Sementara itu, sikap teks yang terlihat mengedepankan kepentingan identitas etnik dengan cara melakukan otokritik, dibaca sebagai strategi yang digunakan teks untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dengan tujuan mengubah kehadramian tradisional menjadi kehadramian yang berorientasi nasional, yakni dengan menyuguhkan gagasan progresif, inklusif dan nasionalis. Faktanya, strategi ini juga merupakan bagian dari cara teks untuk memperlihatkan bahwa Fatimah (1938) mewakili semangat zaman, di mana bangkitnya semangat keindonesiaan diawali dengan gagasan-gagasan yang bersifat etno-nasionalisme. Fatimah (1938) merupakan tonggak lahirnya identitas baru sebagai orang Indonesia berdarah Hadrami sekaligus “corong” bagi Persatuan Arab Indonesia (PAI).

This research identifies Hadhrami descent in Fatimah play script by Hoesin Bafagih (1938). This playscript discusses new discourses of their homeland, Indonesia. This study employed the representation concept (1990) and the identity concept (1997) by Stuart Hall and the nation concept by Anderson (1991). This research investigates the tug-of-war of cultural identity and discovers Hadhrami descent's nationalism represented in the play's characters and characterizations. The research results prove that Fatimah (1938) contains national propaganda by presenting its alignment with Indonesian, not Hadhrami. The alignment is presented by textual signifiers that discredit conservative, exclusive, and anti-nationalist ideas from the beginning to the end of the story. Meanwhile, textual narration that prioritizes ethnic identity through self-criticism is interpreted as the text's strategy to grow national awareness to shift the Hadhrami traditions to national-oriented Hadhrami. This strategy is manifested by presenting progressive, inclusive, and nationalistic ideas. Furthermore, this strategy is the texts' method and shows that Fatimah (1938) represents the zest of times when ethnonationalism ideas initiate Indonesian spirits. Besides, Fatimah (1938) is the pioneer of a new identity as an Indonesian with Hadhrami blood and becomes a tool for the Indonesian Arab Union"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Nadia Prasetiawati
"[ ABSTRAK
Tari Khorovod merupakan salah satu tari tradisional yang populer di Rusia. Khorovod tidak hanya dilakukan masyarakat Rusia, namun juga dilakukan di negara-negara sekitar Rusia seperti Ukraina dan Belarusia. Tari ini umumnya dilakukan oleh wanita/pria/anak-anak. Khorovod dilakukan untuk merayakan hari-hari besar di Rusia, seperti salah satunya perayaan pernikahan. Tidak hanya itu tari Khorovod juga dipercaya sebagai tari ritual. Dalam penulisan ini, tari tradisional Khorovod di Rusia akan dianalisa sebagai hasil budaya Rusia yang menjadi salah satu identitas negara tersebut. Analisa ini akan menggunakan teori Identitas Budaya (Identity Culture) oleh Stuart Hall. Dengan hasil bahwa tari tradisional Khorovod merupakan bagian dari identitas budaya di Rusia.
ABSTRACT Khorovod Dance is one of popular traditional dance in Russia. Khorovod is not only do by the people of Russia, but also performed in countries around Russia as Ukraine and Belarus. This dance is usually performed by women / men / children. The function of Khorovod is not only to celebrate or party in Russia, example for wedding celebration. Khorovod dance also believed as a ritual dance. In this writing, dance traditional Khorovod in Russia will be analyzed as a result of Russian culture which became one of the country's identity. This analysis will use the theory of Identity Culture by Stuart Hall. With the result that the traditional dance Khorovod is part of the identity culture in Russia., Khorovod Dance is one of popular traditional dance in Russia. Khorovod is not only do by the people of Russia, but also performed in countries around Russia as Ukraine and Belarus. This dance is usually performed by women / men / children. The function of Khorovod is not only to celebrate or party in Russia, example for wedding celebration. Khorovod dance also believed as a ritual dance. In this writing, dance traditional Khorovod in Russia will be analyzed as a result of Russian culture which became one of the country's identity. This analysis will use the theory of Identity Culture by Stuart Hall. With the result that the traditional dance Khorovod is part of the identity culture in Russia.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurfaizty
"Skripsi ini membahas representasi identitas budaya Shoko sebagai Japanese war bride dalam novel How to Be an American Housewife karya Margaret Dilloway dengan penerapan teori poskolonialisme mengenai konsep identitas budaya oleh Stuart Hall dan konsep hibriditas oleh Homi K. Bhaba. Analisis dilakukan dengan metode kualitatif untuk menelusuri perkembangan identitas budaya Shoko sehingga faktor yang membentuk identitas budaya Shoko, sebab yang menimbulkan ambivalensi di tengah proses mimikri Shoko, dan upaya Shoko untuk mendapatkan identitas hibridanya dapat ditelusuri.
Penelitian menunjukan identitas budaya Shoko berkembang hingga akhir karena faktor internal yang merupakan pikiran dan emosi Shoko dan faktor eksternal yaitu lingkungan sosial Shoko yang memberikan pengaruh terhadap keputusan Shoko memilih identitasnya sebagai hibrida dan unsur budaya Jepang dan Amerika yang membentuk identitas hibridanya.

This study discusses cultural identity representation of Shoko as a Japanese war bride in the novel How to Be an American Housewife by Margaret Dilloway with postcolonialsm theory application about Stuart Hall‟s cultural identity concept and Homi K. Bhaba's hybridity concept. The analysis is done by applying qualitative method to analyze Shoko's cultural identity development and figure out the factors that shape Shoko's identity, causes of ambivalence during mimicry and how she obtains hybridity as her final identity.
The result shows that Shoko's cultural identity development is affected by internal factors, which are her thoughts and emotions, external factor, which is the social environment that give impact to her decision in taking hybridity as her final identity, and Japanese and American cultures that shape the hibridity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S61291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>