Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172001 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dumarcay, Jacques
"Pada awal tahun 1807 gainbar Candi Sewu telah dibuat oleh H.C. Cornelius. berupa denah serta tampak muka dari Candi induk dan dari salah satu Candi perwaranya. Kedua gambar tampak muka itu dibuat gambar etsal. Pada denah ilu terdapat beberapa kesalahan: dua Candi perwara ditam- bahkan pada sisi utara dan selatan deretan ketiga dan keempat; bangunan no. 96, 115, 136 dan 1553 digambar dengan bilik pintu; sebalik- nya tidak adanya candi pada tempat no. 79 dan 84 sesuai dengan kenyataan (dalam hal ini pembetulan-pembetulan ].W. Ijzerman menurut pendapat kami tidak dapat dibenarkan)."
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2007
722 DUM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dumarcay, Jacques
"Pada awal tahun 1807 gainbar Candi Sewu telah dibuat oleh H.C. Cornelius. berupa denah serta tampak muka dari Candi induk dan dari salah satu Candi perwaranya. Kedua gambar tampak muka itu dibuat gambar etsal. Pada denah ilu terdapat beberapa kesalahan: dua Candi perwara ditam- bahkan pada sisi utara dan selatan deretan ketiga dan keempat; bangunan no. 96, 115, 136 dan 1553 digambar dengan bilik pintu; sebalik- nya tidak adanya candi pada tempat no. 79 dan 84 sesuai dengan kenyataan (dalam hal ini pembetulan-pembetulan ].W. Ijzerman menurut pendapat kami tidak dapat dibenarkan)."
Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
722 DUM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dumarcay, Jacques
Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
722 DUM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Haryanto Sapto Nugroho
"Karya tulis ini mengkaji bentuk arsitektur candi-candi perwara yang merupakan bagian dari arsitektur kompleks candi-candi Buddha di Jawa Tengah yang didirikan pada abad VIII - IX Masehi. Adapun data yang digunakan adalah candi perwara Candi Lumbung, Sewu dan Plaosan Lor. Penelitian ini dilakukan guna mengoreksi hasil penelitian dari para peneliti sebelumnya. Dalam penelitian ini dilakukan pendeskripsian bentuk arsitektur candi-candi perwara di Candi Lumbung, Sewu dan Plaosan. Setelah dilakukan pendeskripsian diungkapkanlah perbedaan dan persamaan bentuk arsitektur pada keempat candi Buddha tersebut. Dari perbedaan dan persamaan bentuk tersebut tampaklah keragaman bentuk dari candi-candi perwara candi Buddha di Jawa Tengah. Pada tahap pengolahan data digunakan serangkaian metode arkeologi berupa pengumpulan data baik literatur, gambar, peta maupun foto, dilanjutkan dengan pengumpulan data kembali ke lapangan. Pada pengumpulan data di lapangan dilakukanlah pengamatan secara detail terhadap data utama. Agar didapatkan hasil perbandingan yang akurat, masing-masing obyek yang diteliti, terlebih dahulu dibagi ke dalam komponen-komponen unit observasi. Setelah data lapangan terkumpul, langkah berikutnya adalah pengolahan data berupa analisa data dengan memperbandingkan tiap komponen unit observasi. Sebagai langkah akhir dilakukanlah penginterpretasian semua hasil analisa terhadap data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing candi perwara memiliki ciri-ciri yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya sekalipun itu berada dalam satu kompleks yang sama. Namun dari beberapa atribut yang dimiliki oleh semua candi perwara tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya berdenah bujur sangkar dengan arah hadap menyesuaikan dengan susunan deretnya. Hal menarik yang terdapat pads hasil akhir dan penelitian ini adalah di candi perwara Plaosan Lor ada bentuk kepala kala di dinding luar tubuh memiliki dagu (rahang bawah) dan bercakar, seperti halnya bentuk kala gaya Jawa Timur. Hal menarik lainnya adalah ditemukannya bentuk lapik arca di candi perwara Sewu deret l no. 20, diduga bentuk arca yang pemah mendiami bilik candi tersebut terbuat dari bahan perunggu (Kusen dick 1993: 51-2). Jadi candi perwara pun tenyata berhak untuk ditempati oleh arca berbahan perunggu. Secara keseluruhan penelitian ini menyumbangkan sedikit inforrnasi yang bersifat mengoreksi terhadap hasil penelitian-penelitian sebelumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vevi Ratna Sari
"Skripsi ini berisi tentang bentuk, hiasan, dan keletakan relung-relung candi Hindu dan Buddha di Jawa Tengah pada abad ke-8--10. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentuk, hiasan, dan keletakan relung-relung candi Hindu dan Buddha dan melihat persamaan dan perbedaannya, serta diharapkan dari penelitian ini menambah pengetahuan mengenai perbedaan fisik yang terdapat di candi Hindu dan Buddha. Dalam penelitian ini dilakukan pengidentifikasian relung-relung yang terdapat di candi Hindu dan Buddha di Jawa Tengah pads abad ke-8-10, balk itu berupa data lapangan maupun studi kepustakaaii. Hasr1 penelitian lapangan dan kepustakaan ini kemudian diklasifikasikan secara umum (bentuk, bingkai relung, dan hiasan), dan diklasifikasikan lagi berdasarkan kronologi relatif yang telah dilakukan oleh peneliti.-peneliti sebelumnya. Pada tahap pengolahan data, hasil klasifikasi tersebut dianalisis dengan cara perbandingan terhadap masing-masing relung Hindu, masing-masing relung Budhha dan perbandingan di antara keduanya untuk mendapatkan hasil akhir. Hasil penelitian menunjukkan dari 28 jenis relung Hindu dan enam belas jenis relung Buddha terdapat tujuh bentuk relung, yaitu bentuk empat persegi panjang, empat persegi panjang dengan puncak busur lemah, empat persegi panjang dengan puncak busur tinggi, empat persegi panjang dengan puncak segi tiga, empat persegi panjang dengan puncak seperti puncak huruf M, empat persegi panjang dengan puncak seperti puncak huruf M ganda, dan empat persegi panjang dengan puncak lengkung kurawal. Diketahtu bentuk yang dominan dari relung Hindu adalah bentuk empat persegi panjang, sedangkan untuk bentuk relung Buddha adalah empat persegi panjang dengan puncak busur lemah dan empat persegi panjang dengan puncak seperti puncak huruf M. Untuk hiasan relung, umumnya pada candi Hindu dan Buddha sama, yaitu hiasan kola-makara dengan lidah api atau pilaster. Keletakan yang paling umum pada relung Hindu adalah tiga relung utama yang masing-masing berada pada dinding luar bagian utara, selatan, dan timur atau barat sesuai dengan arah hadap candi dan dua relung penjaga yang masing-masing terletak di kanan-kiri pintu masuk, sedangkan pada relung Buddha setiap candi memiliki keletakan yang berbeda-beda dan umumnya berada di dalam bilik. Sehingga dapat dikatakan untuk membedakan relung Hindu dan Buddha tidak dapat dilihat dari bentuk dan hiasannya, tetapi dapat dilihat dari keletakan relung-relung tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri
"Relief adalah sualu karya seni yang dipahatkan pada materi atau bahan yang mempunyai permukaan rata dan menggambarkan serangkaian adegan mempunyai tekstur menonjol. Terdapat pembatas atau pemisah adegan, baik berupa garis vertikal. Horizontal, bulat, lonjong, dan lain-lain. Pada umumnya relief berfungsi sebagai visualisasi kehidupan pada masa atau zaman itu. Penempatan setiap relief tersebut juga dapat menentukan status dari satu tokoh pada gambaran kehidupan yang tampak dalam relief tersebut.
Skripsi ini berisi tentang bentuk, hiasan, keletakan relief makhluk kayangan candi Hindu dan Buddha. dan melihat persamaan dan perbedaaaannya, serta diharapkan dari penelitian ini menambah pengetahuan mengenai perbedaan bentuk fisik yang terdapat di candi Hindu dan Buddha. Dalam penelitian ini dilakukan pengidentifikasian secara umum (bentuk hiasan), dan diklasifikasikan lagi berdasarkan kronologi relatif yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Pada tahap pengolahan data hasil klasifikasi tersebut dianalisis dengan cara perbandingan terhadap masing-masing relief makhluk kayangan pada candi Hindu, masing-masing relief makhluk kahyangan pada candi Buddha, dan perbandingan di antara keduanya untuk mendapatkan hasil akhir.
Masalah-masalah yang diajukan terhadap relief makhluk kayangan dari candi_candi di Jawa Tengah antara lain: bagaimana penggambaran bentuk dan jenis, serta fungsi relief makhluk kayangan itu, baik di candi Hindu maupun di candi Buddha; bagaimana penempatan dari relief makhluk kayangan di candi Hindu maupun candi Buddha (variasi penempatan), Dari permasalahan yang telah diuraikan tersebut, tujuan yang hendak dicapai adalah segala permasalahan tersebut dapat terjawab. Variasi bentuk yang, dihasilkan dari tiap tokoh berbeda-beda, hal tersebut berhubungan dengan keletakannya di suatu candi.
Berdasarkan hasil dari analisis keletakan maka dapat diambil kesimpulan bahwa makhluk-makhluk kayangan yang berada di wilayah Jawa tengah hampir sebagian besar terdapat pada bagian tubuh dari sebuah candi. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagai makhluk kayangan atau makhluk setengah dewa, tokoh ini dipahat pada bagian Bhuwarloka atau dunia tengah, alam manusia yang telah disucikan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrich Oktober
"Kemunculan jenis-jenis kerusakan pada tiap candi yang ditunjukan oleh jenis-jenis kerusakan yang sering muncul pada bidang candi. Kecenderungan kemunculan jenis-jenis kerusakan dan pelapukan pada seluruh bidang candi di Dieng dapat memperlihatkan pola kemunculannya di Gugusan Bangunan Kura Dieng. Kemudian dapat diketahui juga besar kerusakan dan tingkat kelestarian candi-candi Dieng. Tingkat kerusakan rata-rata percandi di Dieng adalah 24,47%, dan tingkat kelestarian rata-rata percandi adalah 75,53%. Perincian besar kerusakan dan tingkat kelestarian rata-rata masing-masing candi di Dieng, yaitu: Candi Bima besar kerusakan rata-ratanya adalah 32,22% dan tingkat kelestariannya adalah 67,78%. Candi Gatot kaca besar kerusakan rata-ratanya adalah 11,59% dan tingkat kelestariannya adalah 88,41%. Candi Dwarawati besar kerusakan rata-ratanya adalah 20,70% dan besar kelestariannya adalah 79,30%; dan Candi-candi Kelompok Arjuna besar kerusakan rata-atanya adalah 33,37% dan tingkat kelestariannya adalah 66,63%. Urutan kemunculan jenis-jenis kerusakan dan pelapukan dari yang terbesar sampai yang terkecil, di gugusan bangunan kuna Dieng, adalah: pertumbuhan lichen (13,81%), pertumbuhan lumut (12,65%), pengelupasan (11,27%), penggaraman (11,09%), pertumbuhan ganggang (10,61%), kerenggangan (9,20%), pecah hilang (8,46%), lubang-lubang kecil dan bisul batu (8,29%), keretakan (6,19%), pertumbuhan tumbuhan tinggi (5,83%), pengikisan (erosi) (1,78%), dan kemelesakan (0,82%). Faktor-faktor lingkungan yang diduga berperan dalam proses kerusakan dan pelapukan batuan candi di Dieng, adalah: geotopografi, flora-fauna, kiimatologi, dan polusi udara berbentuk uap belerang."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Candi-Candi di Jawa dalam masa Hindu~Buddha (abad 3-15 M
secara _arsizektur perbedaan bentuk bangunan. candi-candi yang
dibangun di wilayah Jawa Tengah dalam periodse Klasik tua (abad
8--10 M) dapat dikelompokkan dalam satu gaya bangunan, para ahli
sering menamakannya candi Jawa Tengah. Sedangkan Candi-candi di
wilayah Jawa Timur dalam periode Klasik Muda {abad 11--15 H)
berbeda-Leda satu sama lain, Gan dapat dikelompokkan dalam
bermacam gaya. hal yang ingin diketahui lebih lanjut adaiah gaya
bangunan caudi~candi yang ada di wilayak Jawa Timur. Juga
dicari kemcugkinan adanya hubungan sejarah arsitektur dengan
candi~candi periode klasik Tua di Jawa Tvngah.
Pengamatan langsung ataupun tidak Iangsnng dilakukan L¢rhaJup
r 1*
candi~candi tersebut, terutama pads candi~candi Jawa Timur
Hasil 'pengematan tersebut kemudian dikaji dan'~badukan dengan
uraian karya sustxn sezeman, dan juga pendaput para
terdahulu yang pernah meneliti candi di Jawa Timur. _
A __
' .
ahli
Hasil kaiian ini dapat diketahui bahwa pada abad-10-~13 ML di
Jawa Timur aerdapah sayu gaya arsitektur uandi saja, yaitu Gnya
Singhasari. Sementara itu dalam mbaé 14~-13 H terdapa%_ L+~ma+nm
gaya arsifektur candi. Seiuin Cuya Sinnhnsari f~n¢ RCIIQ
bétlanjui, iétdupii Qulm Gayu Jugo, Guyu Bruhu, din aru;LckLur
punden berundak. Dengun éemikinn dalmm ora Kerajuan Hvfupah;t
dikenal banyak gaya &1Sil¢K£UY usnéi. para seniman ;wmb&D2un
Candi dapaz menentukan tarlebih dahulu gaym Gaudi yan( Shan
dibuatnya. Hal yang bélum dikctahui edaluh lain! belakanf ?Wun-
tusn gaya-gaya tersebut.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LAPEN 03 Mun a
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wanny Rahardjo Wahyudi
Jakarta: Wedama Widya Sastra, 2012
738.2 WAN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Santiko
"Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari dan merekonstruksi kebudayaan masa lalu berdasarkan sisa-sisa kebudayaan materi yang mereka tinggalkan. Mengingat kelembaban iklim Indonesia yang sangat tinggi serta akibat proses kimiawi yang terjadi dalam tanah dimana benda-benda tersebut terkubur beratus bahkan beribu tahun, maka benda-benda tinggalan manusia tersebut sudah tidak utuh lagi. Dari sisa-sisa materi yang terbatas inilah ahli arkeologi berusaha untuk merekonstruksi kebudayaan manusia masa lalu, apabila mungkin seutuhnya, Mengingat jangkauan arkeologi sangat luas, maka untuk merekonstruksi kebudayaan masa lalu, selain mempergunakan metode arkeologi secara seksama, apabila diperlukan, dapat diterapkan pula metode-metode yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain (Magetsari 1990: 1-2).
Dalam rangka penelitian arkeologi, untuk kali ini, perkenankanlah saya membahas salah satu jenis peninggalan arkeologi yaitu candi, sisa-sisa sarana ritual agama Hindu dan Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa dengan menitik beratkan pembicaraan pada ciri-ciri arsitektur candi serta membandingkannya dengan patokan-patokan yang digariskan oleh kitab Vastusatra (Silpasastra) di India, selanjutnya mencoba merekonstruksi makna simboliknya.
Agama Hindu dan Buddha berkembang di Indonesia antara abad VII--XV Masehi, dan kebudayaan materi yang mereka tinggalkan kebanyakan adalah tempat-tempat suci yaitu candi, stupa, gua penapaan dan kolam suci (patirthan).
Kehadiran bangunan suci candi mula-mula dilaporkan oleh orang-orang Belanda yang melakukan perjalanan di Jawa Tengah pada sekitar abad XVIII, Misalnya C.A. Lons, seorang pegawai VOC di Semarang mengunjungi Kartasura dan Yogyakarta, menyempatkan diri mengunjungi peninggalan-pcninggalan purbakala sekitar Yogyakarta termasuk kompleks candi Prambanan (Rara Jonggrang). Laporan-laporan tersebut rupanya menarik hati pejabat-pejabat Belanda, sehingga tahun 1746 Gubernur Jendral Van Imhoff mengunjungi kompleks Prambanan, kemudian berdatanganlah orang-orang, baik atas perintah atasannya maupun atas kehendak sendiri. Kemudian Sir Stamford Raffles yang menjadi Gubemur Jendral di Indonesia pada tahun 1814 sangat tertarik dengar kebudayaan Jawa. Dengan bantuan teman-teman dan bawahannya (orang Jawa) ia meneliti kebudayaan Jawa termasuk candi-candi yang kemudian diterbitkan daiam bukunya yang terkenal yaitu The History of Java (1817) . Pada waktu itu rupanya orang-orang Belanda dan Inggris telah mempunyai pandangan berbeda terhadap "barang-barang aneh" tersebut. Mereka mulai mengagumi candi dan berpikir betapa tingginya nilai seni yang ditampilkan, serta timbul kesadaran betapa tinggi peradaban bangsa Indonesia di masa lalu (Soekmono 1991:3).
Pada tahun 1885 Y.W. Yzerman mendirikan Archaeologische Vereenigins van Jogya, yaitu semacam Badan Purbakala. Sejak itu penelitian terhadap benda benda purbakala dilakukan lebih sistematis, demikian pula mulai dilakukan pemugaran candi-candi besar maupun candi kecil.
Penelitian candi-candi di Jawa maupun di luar Jawa telah banyak dilakukan Karangan-karangan tentang deskripsi candi paling banyak ditemukan, kemudian menyusul karangan mengenai relief candi, fungsi candi, Tatar belakang keagamaan seni arcanya, peranan candi dalam industri pariwisata dan sebagainya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0462
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>