Ditemukan 70427 dokumen yang sesuai dengan query
Tari Waya Wulandari
"Gaya bahasa merupakan salah satu cara berbahasa dengan mengekspresikan maksud tertentu tanpa harus mengutarakannya dengan gamblang. Gaya bahasa sindiran merupakan salah satu contoh penggunaan gaya bahasa dengan maksud menyindir lawan bicara di balik penggunaannya. Tulisan ini membahas tentang ungkapan sindiran dalam bahasa Korea yang terdapat dalam film Parasite yang dirilis pada tahun 2019. Dalam tulisan ini, penulis bertujuan untuk menganalisis ungkapan sindiran apa saja yang muncul dalam film Parasite serta mengelompokkannya berdasarkan jenis makna sindiran yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semantik dan pragmatik. Kemudian, ungkapan sindiran tersebut dikelompokkan berdasarkan gaya bahasa sindiran yang dikemukakan oleh Gorys Keraf, yaitu ironi, sinisme dan sarkasme. Dalam penelitian ini ungkapan sindiran berjumlah 26 dengan rincian 13 sindiran ironi, 8 sindiran sinisme, dan 5 sindiran sarkasme. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ungkapan sindiran dipengaruhi oleh partisipan percakapan dan hubungan sosial antara partisipan. Apabila di antara partisipan ada hierarki atau perbedaan kelas, maka kata-kata yang digunakan mengandung makna tersirat. Sedangkan apabila tidak ada kesenjangan di antara partisipan, bahasa yang digunakan cenderung langsung.
Figure of speech is a way of speaking by expressing certain intentions without having to express it clearly. Satirical expressions is one example of using language with the intention of insinuating the interlocutor behind its use. This paper discusses the satirical expressions in Korean contained in the Parasite film released in 2019. In this paper, the author aims to analyze the satire expressions that appear in the Parasite film and classify them based on the type of satire meaning used. This research uses qualitative methods with semantic and pragmatic approaches. Then, the satirical expressions are grouped based on the figure of speech put forward by Gorys Keraf, namely irony, cynicism and sarcasm. In this paper, 26 satirical expressions consist of 13 irony, 8 cynicism, and 5 sarcasm. The results of this paper indicate that satirical expressions are influenced by who the conversation participants are and how the social relationships between the participants. If there are hierarchies or class differences among the participants, the words used have an implied meaning. Meanwhile, if there are no gaps between participants, the language used tends to be direct."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Daffa Fausta Fidela
"Pendidikan merupakan salah satu aspek esensial dalam kehidupan seorang individu. Setiap individu ingin mengejar pendidikan tinggi untuk mendapatkan legitimasi sosial dengan anggapan bahwa menempuh pendidikan tinggi akan lebih dihormati. Salah satu film yang membahas isu tersebut adalah Parasite, film yang disutradarai oleh Bong Joon-ho dengan tema kelas sosial yang terjadi di Korea. Oleh karena itu penulis ingin meneliti bagaimana ambisi masyarakat Korea terhadap pendidikan tinggi digambarkan dalam film Parasite. Selain itu, bentuk ambisi terhadap pendidikan tinggi dalam film Parasite, penyebab dan dampaknya bagi masyarakat akan dibahas dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa, ambisi terhadap pendidikan tinggi terjadi karena keinginan untuk mendapatkan mobilitas sosial.
Education is one of the essential aspects of an individual's life. Every individual wants to pursue higher education to gain social legitimacy with the assumption that pursuing higher education will be more respected. One of the films that discusses this issue is Parasite, a film directed by Bong Joon-ho with the theme of social class that takes place in Korea. Therefore, the author wants to examine how Korean people ambitions towards higher education are depicted in the film Parasite. In addition, the form of ambition towards higher education in the film Parasite, its causes and impact on society also will be discussed in this study. The method used in this study is descriptive qualitative with a literary sociology approach. Through this research it can be seen that, ambition towards higher education occurs due to the desire to obtain social mobility."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nuzulul Rachmadien
"Skripsi ini membahas kritik sosial yang terdapat pada film Wadjda. Film tersebut merupakan film yang disutradarai oleh Haifaa al Mansour, menceritakan seorang anak perempuan dari Arab Saudi bernama Wadjda, berusia 10 tahun yang ingin memiliki sepeda sendiri agar bisa balapan dengan teman laki-lakinya yang bernama Abdullah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis dengan pendekatan objektif. Penelitian dimulai dengan memaparkan fakta-fakta yang terdapat pada cerita, kemudian dianalisis. Pendekatan objektif yang dimaksud adalah penelitian ini berfokus pada analisis unsur-unsur intrinsik cerita yang terdapat pada film. Unsur-unsur intrinsik yang dianalisis meliputi tema, alur, latar, tokoh dan amanat. Unsur-unsur intrinsik tersebut digunakan untuk melihat adanya pesan yang ingin disampaikan melalui cerita dalam film Wadjda. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat kritik sosial terhadap pemerintah, masyarakat, sistem keluarga dan sistem sekolah pada film Wadjda. Hal itu merupakan sebuah representasi dari kebudayaan Arab Saudi saat ini yang disampaikan melalui film.
This undergraduate thesis discusses the social criticism contained in the film Wadjda. The film directed by Haifaa al Mansour, which tells of a girl from Saudi Arabia named Wadjda, 10 years old who want to have her own bike in order to race with her male friend named Abdullah. The method used in this research is descriptive analytical with an objective approach. The study begins by describing the facts contained in the story, and then analyzed. Objective approach in question is the study focuses on the analysis of the intrinsic elements contained in the story of the film. Intrinsic elements are analyzed include the theme, plot, setting, character and moral value. Intrinsic elements are used to seeing the message to be conveyed through the story in the film Wadjda. The study found that there is a social critique of the government, the civil society, the family system and the school system on the film Wadjda. It is a representation of the current Saudi Arabian culture conveyed through the film.."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66032
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mutia Aulia Rachma
"Rap dan hip-hop merupakan sebuah budaya yang berkembang pesat dari kaum kulit hitam di New York sebagai media kritikan terhadap keadaan sosial. Hip-hop juga telah berkembang pesat ke seluruh dunia, termasuk Korea Selatan. Penelitian ini membahas gaya bahasa sindiran bahasa Korea pada lagu rap karya Agust D. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gaya bahasa sindiran yang ditemukan dalam lagu rap Agust D. Korpus data yang digunakan adalah tiga lirik lagu dari album D-2 dan dua lagu dari album D-Day. Pertanyaan penelitian yang diangkat adalah apa saja jenis gaya bahasa sindiran yanng ditemukan dalam lagu rap Agust D. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan teknik simak-catat. Hasil penelitian menunjukkan dari lima lagu terdapat 23 baris lirik yang mengandung gaya bahasa sindiran. Gaya bahasa sindiran yang paling sering muncul adalah sarkasme.
Rap and hip-hop are a culture that is growing rapidly among black people in New York as a medium for criticizing social conditions. Hip-hop has also spread rapidly throughout the world, including South Korea. This research discusses the Korean style of satirical language in Agust D's rap songs. This research aims to explain the figure of speeches found in Agust D's rap songs in depth. The data corpus used are song lyrics from three songs from the D-2 album and two songs from the D-Day album. The research question raised is what kinds of figure of speech are found in Agust D's rap songs. The method used in this research is a descriptive analysis method using note-taking techniques. The results of the research show that from the five songs there are 23 song lines that contain figure of speeches. The figure of speech that appears most frequently is sarcasm."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Ayik Evrie Tiana
"Penelitian ini bermaksud mengungkapkan makna ungkapan-ungkapan bahasa yang terkandung dalam enam (6) lirik lagu Didi Kempot yang berjudul Sewu Kutha, Layang Kangen, Lingsa Tresna, Terminal Tirtonadi, Cidra dan Suket Teki. Penelitian ini ingin menunjukkan ungkapan-ungkapan apa saja yang terdapat pada lirik lagu karya Didi Kempot. Ungkapan bahasa pada lirik-lirik lagu Didi Kempot ternyata merupakan salah satu unsur terpenting di samping melodi lagu-lagunya. Makna dan pesan moral lagu-lagu Didi Kempot justru terkandung dan tercermin dalam ungkapan-ungkapan bahasanya, bahkan ungkapan-ungkapan itu memaksa pendengar untuk ikut berimajinasi dan berkelana mengarungi pengalamanpengalaman hidupnya yang penuh dengan kepedihan dan kesengsaraan cinta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan memaparkan fakta-fakta yang akurat mengenai suatu fenomena. Hasil dari penelitian ini menemukan 3 jenis ungkapan bahasa dalam lirik-lirik lagu Didi Kempot yaitu bebasan merupakan ungkapan yang bermakna konotasi, paribasan merupakan ungkapan yang tidak terdapat unsur pengandaian, dan sanepa sebagai ungkapan yang memiliki arti yang berlawanan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan yang baru berkaitan dengan penciptaan ungkapan-ungkapan bahasa yang orisinal dan khas dari seorang Didi Kempot sebagai pencipta lagu berbahasa Jawa masa kini.
This study intends to reveal the meaning of the linguistic expressions contained in six (6) lyrics of Didi Kempot's song entitled Sewu Kutha, Layang Kangen, Lingsa Tresna, Terminal Tirtonadi, Cidra, and Suket Teki. This study wants to show what expressions are contained in the lyrics of the song by Didi Kempot. The expression of language in the lyrics of Didi Kempot's songs turns out to be one of the most important elements in addition to the melodies of his songs. The meaning and moral message of Didi Kempot's songs are actually contained and reflected in the expressions of the language, in fact, these expressions force the listener to join in the imagination and wander through his life experiences which are full of pain and misery of love. This study uses a qualitative descriptive method by describing accurate facts about a phenomenon. The results of this study found 3 types of linguistic expressions in the lyrics of Didi Kempot's songs, namely bebasan is an expression that has connotations, paribasan is an expression that does not contain presuppositions, and sanepa is an expression that has the opposite meaning. This study aims to provide new insights and knowledge related to the creation of original and distinctive language expressions of Didi Kempot as a contemporary Javanese songwriter."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Jena Sinanda
"Perempuan rentan diposisikan sebagai objek yang dinilai berdasarkan bentuk tubuh dan penampilannya. Hal ini menyebabkan terbentuknya wacana objektifikasi terhadap perempuan. Wacana tersebut terdapat pada salah satu film Indonesia yang disutradarai oleh Ernest Prakasa, yaitu film Imperfect: Karier, Cinta, dan Timbangan (2019) yang menjadi korpus penelitian ini. Pemosisian perempuan sebagai objek di dalam film memicu perlawanan perempuan untuk terlepas dari praktik objektifikasi. Dengan menggunakan teori sinema Bordwell dan Thompson, teori objektifikasi Nussbaum, dan kritik feminis Bartky, penelitian ini berusaha membongkar struktur film dan menganalisis praktik objektifikasi serta upaya pendisiplinan tubuh perempuan di dalam film. Selanjutnya, konsep new femininity Taylor digunakan untuk menganalisis strategi perempuan yang dihadirkan di dalam film. Penelitian ini menemukan bahwa film ini berusaha menampilkan pandangan kritis terhadap objektifikasi perempuan dengan menampilkan perlawanan terhadap konstruksi tubuh ideal. Perlawanan dihadirkan melalui kesadaran perempuan sebagai seorang subjek dan menampilkan feminitas sebagai bentuk ekspresi diri, bukan sebagai hasil konstruksi kecantikan yang berlaku.
Women are vulnerably positioned as objects that are judged based on their body shape and appearance. This has led to the formation of a discourse of objectification toward women. This discourse is contained in one of the Indonesian films directed by Ernest Prakasa, Imperfect: Karier, Cinta, dan Timbangan (2019). The film is the corpus of this research. The positioning of women as objects in the film triggers women's resistance to being separated from the practice of objectification. By using Bordwell and Thompson's theory of cinema, Nussbaum's theory of objectification, and Bartky's feminist critique, this study tries to uncover the film’s structure and analyze the practice of objectification and efforts to discipline the female body in films. Furthermore, Taylor's new femininity concept is used to analyze the strategies of women presented in the film. The study found that this film attempts to present a critical view of the objectification of women by showing resistance to the ideal body’s construction. Resistance is presented through the awareness of women as a subject and shows femininity as a form of self-expression, not because of the existing beauty construction."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
De Yogi Kosalania
"Skripsi ini membahas unsur tragis dan humor dalam film Jeux d’Enfants yang disutradarai oleh Yann Samuell. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan bantuan teori-teori dari kajian sinema. Penulis memilih penelitian non sinematografis yang hanya menganalisis unsur naratif film. Hasil penelitian menyatakan bahwa melalui analisis aspek naratif, ditemukan unsur tragis dan unsur humor yang saling terjalin di sepanjang alur, diperlihatkan melalui watak tokoh dan muncul melalui latar tempat dan waktu dalam film. Unsur tragis dan unsur humor yang digambarkan dalam film ini tidak dapat terpisahkan. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47244
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dyna Susanti
"Skripsi ini membahas mengenai fenomena yeongeo yeolphung yang direpresentasikan dalam film Narara Penggwuin. Dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasan masalah pada representasi yeongeo yeolphung dalam film Narara Penggwuin dan pengaruh fenomena yeongeo yeolphung di Korea terhadap representasi yeongeo yeolphung dalam film Narara Penggwuin. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif melalui pendekatan representasi media dan kognisi sosial dapat disimpulkan bahwa film Narara Penggwuin dapat menggambarkan lima dari delapan wujud yeongeo yolphung. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa yeongeo yeolphung di Korea memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pembuatan film Narara Penggwuin.
This thesis analyzes yeongeo yeolphung phenomenom which is represented in Narara Penggwuin film. The research is focused on yeongeo yeolphung representation in Narara Penggwuin film and the influence of yeongeo yeolphung phenomenom in Korea towards yeongeo yeolphung representation in Narara Penggwuin film. By using descriptive qualitative method and through representative media and social cognitive approach it can be concluded that Narara Penggwuin film represents five of eight kinds of yeongeo yeolphung. It can be stated based on this research that yeongeo yeolpung phenomenom in Korean society strongly influence Narara Pewnggwuin film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55512
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Laily Hikmah
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna kontekstual ungkapan bahasa Jawa dalam novel Ontran-ontran Sarinem karya Tulus Setiyadi. Ungkapan bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya bercerita atau teknik bercerita yang menggunakan ungkapan-ungkapan bahasa dengan tujuan untuk menghidupkan situasi kontekstual yang berkaitan dengan suasana, imajinasi, dan realitas cerita sehingga pembaca merasakan kenyamanan dan kelancaran dalam memahami ceritanya. Ungkapan-ungkapan bahasa dengan sendirinya mengandung konteks ; tujuan atau setting apa yang diinginkan oleh ungkapan-ungkapan bahasa tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa makna kontekstual sangat penting dalam menyampaikan cerita dalam novel, makna kontekstual dapat sangat penting untuk menguatkan tujuan penulis novel, karena novel dapat dikatan bagus dan sempurna adalah dari tersampainya pesan-pesan yang bertujuan baik untuk para pembaca. Namun untuk memahami makna kontekstualnya harus dilakukan anilisis. Hasil dari penelitian yang bersumber dari novel Ontran-ontran Sarinem karya Tulus Setiyadi menyatakan bahwa makna kontekstual ungkapan dalam novel bertujuan untuk membuat cerita novel menjadi lebih hidup. Makna kontekstual dapat diketahui berdasarkan kata/kalimat penanda, peneliti memakai teori makna kontekstual Pateda yang berisi makna konteks orangan, situasi, tujuan, konteks formal/tidak formalnya pembicara, konteks suasana hati, konteks waktu, konteks tempat, konteks objek, konteks kelengkapan alat bicara/dengar pada pembicara/pendengar, konteks kebahasaan, dan konteks bahasa.
The purpose of this study is to describe the contextual meaning of Javanese language expressions in novel Ontran-ontran Sarinem by Tulus Setiyadi. The language expressions referred to in this study are storytelling or storytelling techniques that use language expressions with the aim of reviving contextual situations related to the atmosphere, imagination and reality of the story so that the reader feels comfort and fluency in understanding the story. Language expressions by themselves contain context; the purpose or setting what is desired by the expressions of the language. This shows that contextual meaning is very important in conveying stories in novels, contextual meanings can be very important to reinforce the purpose of the novelist, because the novel can be said to be good and perfect is the delivery of messages that aim well for the readers. But to understand the contextual meaning anilysis must be done. The results from the research of novel Ontran-ontran Sarinem by Tulus Setiyadi state that the contextual meaning of expressions in novels aims to make the novel's story more alive. Contextual meaning can be known based on the word / sentence sentence, the researcher uses the theory of contextual meaning Pateda which contains the meaning of the context of the person, situation, objective, formal / non-formal context of the speaker, mood context, time context, place context, object context, context of the tool / listen to the speaker / listener, language context, and language context."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Rhea Tsania
"Hingga saat ini, ketidaksetaraan terhadap perempuan masih terjadi, baik dalam tingkat global maupun dalam tingkat personal. Ketidaksetaraan juga kemudian muncul dalam media termasuk film. Namun dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan isu ini, fokus film mulai bergeser menjadi pemberdayaan perempuan. Film Gretel & Hansel menceritakan ulang dongeng Hänsel und Gretel oleh Grimm Bersaudara namun dengan fokus film terhadap tokoh-tokoh perempuannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kajian pustaka, serta teknik sinematografi untuk membahas agedan dalam film. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana film Gretel & Hansel menampilkan ketidaksetaraan terhadap perempuan dan bagaimana narasi digunakan sebagai sebuah medium untuk memberikan suara pada tokoh perempuannya menggunakan pendekatan feminisme dan personal narrative oleh Alasdair MacIntyre. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bagaimana Gretel dan Holda menggunakan narasi untuk menetapkan diri sendiri dan memberikan pengetahuan dan pemahaman lebih dalam akan kehidupan mereka.
Until this day inequality against women still occurs, whether on a global scale or more on a personal level. Inequality also then appears in media, including in movies. Nonetheless, with the increasing public awareness of this issue, the focus of movies has started to shift into women empowerment. Gretel & Hansel, retells the fairytale Hänsel und Gretel by the Brothers Grimm but with the focus of the movie on its female characters. This study uses qualitative methods and literature reviews, as well as cinematography techniques to discuss the scenes on the movie. The focus of this study is to see how the movie Gretel & Hansel shows the inequality towards women and how narration is used as a medium to give voice to its female characters, using feminism and personal narrative by Alasdair MacIntyre as an approach. The result of this study shows how Gretel and Holda uses narration to establish themselves and gives a deeper knowledge and understanding about their lives. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library