Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anissa Alanis Wardhana
"Penelitian ini membahas penggunaan gaya rambut natural orang kulit hitam yang sudah berkali-kali dilakukan oleh penyanyi-penyanyi K-pop. Globalisasi dan tren musik global menghasilkan hibdridisasi musik populer baru di Korea. Tidak hanya musik, budaya barat, seperti budaya hip hop yang merupakan budaya Afrika-Amerika, juga memiliki pengaruh terhadap K-pop. Akan tetapi, penggunaan budaya hip hop dalam industri K-pop mengarah ke apropriasi budaya. Persepsi yang keliru membuat anak-anak muda Korea mengaitkan rambut natural orang kulit hitam dengan budaya hip hop. Apropriasi berdampak pada budaya yang digunakan tanpa menghormati signifikansi dari budaya tersebut. Saat ini masih ada orang yang kurang memahami dampak dari apropriasi budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepekaan para penggemar K-pop terhadap tindakan apropriasi budaya dalam industri K-pop. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan studi Pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa industri musik Korea Selatan menganggap gaya rambut orang kulit hitam adalah salah satu bagian dari budaya hip hop sehingga hal tersebut dijadikan estetik untuk beberapa konsep visual musik K-pop.

This study discusses the use of natural Black hair styles that have been done by K-pop singers many times. Globalization and global music trends have resulted in the hybridization of new popular music in Korea. Not only music, Western culture, such as hip-hop which is an African American culture, also has an influence on K-pop. However, the use of hip hop culture in the K-pop industry leads to cultural appropriation. Misperceptions lead young Koreans associating the natural hair of Black people with hip hop culture. Appropriation affects the culture used without respecting the significance of that culture. Today there are still people who do not understand the impact of cultural appropriation. The purpose of this study is to acknowledge K-pop fans’ sensitivity regarding acts of cultural appropriation within the K-pop industry. The method used in this study is a qualitative method using literature study. The results of this study indicate that the South Korean music industry consider Black hairstyles to be a part of hip hop culture, hence it is used as an aesthetic for some visual concepts of K-pop music."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Alanis Wardhana
"Penelitian ini membahas penggunaan gaya rambut natural orang kulit hitam yang sudah berkali-kali dilakukan oleh penyanyi-penyanyi K-pop. Globalisasi dan tren musik global menghasilkan hibdridisasi musik populer baru di Korea. Tidak hanya musik, budaya barat, seperti budaya hip hop yang merupakan budaya Afrika­ Amerika, juga memiliki pengaruh terhadap K-pop. Akan tetapi, penggunaan budaya hip hop dalam industri K-pop mengarah ke apropriasi budaya. Persepsi yang keliru membuat anak-anak muda Korea mengaitkan rambut natural orang kulit hitam dengan budaya hip hop. Apropriasi berdampak pada budaya yang digunakan tanpa menghormati signifikansi dari budaya tersebut. Saat ini masih ada orang yang kurang memahami dampak dari apropriasi budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepekaan para penggemar K-pop terhadap tindakan apropriasi budaya dalam industri K-pop. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan studi Pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa industri musik Korea Selatan menganggap gaya rambut orang kulit hitam adalah salah satu bagian dari budaya hip hop sehingga hal tersebut dijadikan estetik untuk beberapa konsep visual musik K-pop.

This study discusses the use of natural Black hair styles that have been done by K­ pop singers many times. Globalization and global music trends have resulted in the hybridization of new popular music in Korea. Not only music, Western culture, such as hip-hop which is an African American culture, also has an influence on K-pop. However, the use of hip hop culture in the K-pop industry leads to cultural appropriation. Misperceptions lead young Koreans associating the natural hair of Black people with hip hop culture. Appropriation affects the culture used without respecting the significance of that culture. Today there are still people who do not understand the impact of cultural appropriation. The purpose of this study is to acknowledge K-pop fans' sensitivity regarding acts of cultural appropriation within the K-pop industry. The method used in this study is a qualitative method using literature study. The results of this study indicate that the South Korean music industry consider Black hairstyles to be a part of hip hop culture, hence it is used as an aesthetic for some visual concepts of K-pop music. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rusyda Ramadhania Habriansyah
"Artikel ini menjelaskan apropriasi budaya Hitam di industri K-Pop. K-Pop telah menjadi sensasi di seluruh dunia,
dengan industri bernilai lebih dari USD 5 miliar, disertai dengan basis penggemar global terkemuka yang terus
tumbuh secara eksponensial. Penggemar K-Pop kulit hitam mulai memperhatikan dan mengkritik praktik nyata
industri apropriasi budaya kulit hitam dalam lingkungan K-Pop (Luna, 2020). Artikel ini menggunakan kerangka
teori Büyükokutan (2011) tentang apropriasi budaya, yang menganalisis praktik melalui Teori Pertukaran Sosial
Thibaut dan Kelly (1959). Makalah ini menyelidiki kasus SM Entertainment – salah satu agensi K-Pop terbesar
(Statista Research Department, 2021) – yang, secara kebetulan, dijuluki sebagai pelanggar berulang perampasan
budaya. Artikel ini mempelajari motif industri untuk melakukan apropriasi budaya melalui diskusi online
penggemar K-Pop. Studi ini berpendapat bahwa industri K-Pop mengambil budaya dan artis kulit hitam melalui
pertukaran timbal balik. Praktik apropriasi budaya di Korea Selatan–di mana masyarakatnya cenderung homogen–
tampaknya dilatarbelakangi oleh kepentingan industri.

This article explains the appropriation of Black culture by the K-Pop industry. K-Pop has become a worldwide
sensation, with the industry valued at over USD 5 billion, accompanied by a prominent global fanbase that
continues to grow exponentially. Black K-Pop fans have begun to notice and criticise the industry's evident
practice of cultural appropriation and the mistreatment Black creatives face within the K-Pop milieu (Luna, 2020).
This article uses Büyükokutan's (2011) theoretical framework on cultural appropriation, which analyses the
practice through Thibaut and Kelly's (1959) Social Exchange Theory. This paper delves into the case of SM
entertainment – one of the largest K-Pop agencies (Statista Research Department, 2021) – that, coincidentally,
has been dubbed as a repeat offender of cultural appropriation. This article studies the company's motives for
appropriating culture through online discussions of K-Pop fans. The article argues that the K-Pop industry
appropriates Black culture and creatives through a reciprocal exchange. The continual practice of cultural
appropriation is heavily motivated by the industry's benefits, primarily in Korea – a seemingly homogeneous
society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Purwanto
"Penelitian ini membahas apropriasi budaya terhadap Kristen Ortodoks yang dilakukan grup musik asal Polandia, Batushka. Dengan mengkombinasikan semiotika dan ikonografi, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bentuk apropriasi yang dilakukan Batushka dan intertekstualitas serta makna yang ada di baliknya. Metode Deskriptif-analisis digunakan untuk memaparkan analisis semiotika dan ikonografi dari Batushka serta menemukan keterkaitannya dengan konsep apropriasi budaya. Analisis dilakukan pada data yang didapat dari situs-situs resmi Batushka serta video youtube yang menampilkan pertunjukkan langsung Batushka. Hasil penelitian menemukan berbagai bentuk apropriasi terhadap Kristen Ortodoks dalam musik Batushka. Dari penelitian ini diketahui apropriasi yang dilakukan Batushka merupakan apropriasi religi dan dilakukan atas dasar peminjaman kekuatan dari Kristen Ortodoks untuk memberikan unsur black metal dalam musiknya.

This research discusses the cultural appropriation of Eastern Orthodoxy by the Polish music group Batushka. By combining semiotics and iconography, this study aims to reveal the form of appropriation that Batushka did and the intertextuality as well as the meaning of the appropriation. The descriptive-analysis method was used to describe the analysis of the semiotics and iconography of Batushka and find its association with cultural appropriation concepts. Analyzes were performed on data obtained from Batushka’s official websites as well as Youtube video that shows Batushka’s live performance. This research found various forms of appropriation of Eastern Orthodox within Batushka’s music. From this research, it is known that the appropriation was an appropriation of religion and borrowing power from Eastern Orthodox to give black metal elements to its music."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
M Jody Novansyah Agus
"ABSTRAK
Mengadaptasi warisan antar budaya sebagai medium untuk menjadi kreatif sering dilihat sebagai aksi yang menghina dari beberapa orang yang melihatnya, tapi sering kali mereka yang berkerja di tempat kreatif tidak sadar akan apa yang telah mereka ciptakan. Alhasil, komen buruk atau respon buruk dilempar kepada penciptanya, dan apa yang akan dilakukan si pencipta? Ketika sesuatu yang dianggap si pencipta kreatif sudah diartikan oleh orang yang melihat sebagai hinaan. Maka dari itu, riset ini akan menginvestigasi bagaimana menjadi kreatif dengan mengambil budaya orang lain sebagai inspirasi bisa terlihat seperti perampasan budaya dengan menginvestigasi kejadian lama dari ldquo;Kimono Wednesday rdquo;.

ABSTRACT<>br>
Adopting intercultural rsquo s heritage as a medium of being creative is often seen as offensive action from some viewers, but most of the time those who are working in creative fields are not aware of what they have created. Thus, negative comments or negative responses are thrown toward the creator, and what would the creator do When something that the creator thought as creative has been translated by the viewer as offensive. Therefore, this research will investigate on how getting creative by taking other culture as inspiration can lead to cultural appropriation by investigating the past event of ldquo Kimono Wednesday rdquo ."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raras Nareswari
"Berbagai budaya telah menyebar dan dikenal masyarakat dengan bantuan perkembangan teknologi seperti internet dan media sosial. Salah satu bentuk dari budaya tersebut adalah gaya rambut, dengan salah satu contoh merupakan gaya rambut dikepang yang merupakan ciri khas budaya kulit hitam. Penggunaan sebuah budaya yang bukan berasal dari kulturnya sendiri dapat disebut sebagai apropriasi budaya. Di Indonesia, Agnez Mo dan Awkarin adalah beberapa nama yang dituduh melakukan apropriasi budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan reaksi dari audiens terhadap foto yang diposting oleh Agnez Mo dan Awkarin dalam sosial media mereka, terutama dalam aspek apropriasi budaya.Penelitian ini menemukan bahwa reaksi di Instagram cenderung lebih positif di mana Agnez Mo dan Awkarin dipuji oleh audiens mereka, sedangkan reaksi di Twitter cenderung negatif, di mana Agnez Mo dan Awkarin dikritik atas perlakuan mereka. 

Various cultures have spread and are known to the public with the help of technological developments such as the internet and social media. One form of this culture is hairstyles, with one example being the braided hairstyle that is characteristic of black culture. The use of a culture that is not derived from one's own culture can be referred to as cultural appropriation. In Indonesia, Agnez Mo and Awkarin are some of the names accused of cultural appropriation. This study aims to describe the reactions of the audience to the photos posted by Agnez Mo and Awkarin in their social media, especially in the aspect of cultural appropriation. This study found that reactions on Instagram tend to be more positive where Agnez Mo and Awkarin are praised by their audience, while reaction on Twitter has tended to be negative, with Agnez Mo and Awkarin being criticized for what they did."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
A. Nurul Amaliah Darwis
"Penelitian ini membahas agensi tokoh kulit hitam dalam novel Washington Black (2018) karya Esi Edugyan. Teks dianalisis dengan pendekatan naratif teks dari Mieke Bal dan teori praktik sosial Pierre Bourdieu dengan konsep habitus, ranah, dan modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana rasisme dan struktur sangat berpengaruh pada agensi tokoh kulit hitam yang dihasilkan melalui praktik sosialnya. Analisis naratif teks membuktikan kehadiran rasisme sebagai momok yang menakutkan bagi kulit hitam sehingga adanya suatu tindakan memperoleh kebebasan. Selanjutnya, posisi tokoh Wash dikaji lebih lanjut menggunakan analisis dari konsep Pierre Bourdieu tekait habitus, ranah, modal. ditemukan fakta bahwa tokoh Wash diobjektifikasi oleh kulit putih dengan memberdayakan serta memanfaatkan kecerdasan intelektual Wash. Selanjutnya, ditemukan kompleksitas yang menyebabkan terhambatnya agensi Wash melalui faktor eksternal yang datang dari sikap ambivalensi kulit putih serta struktur rasisme yang masih dipertahankan, sedangkan internal berasal dari perasaan emosional Wash terhadap Titch tanpa melihat perbedaan ras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya Wash dalam memperoleh kebebasan intelektual dan fisiknya hanya sampai batas tertentu dikarenakan adanya struktur yang membatasi proses tersebut.

he research explains the black agency portrayed in Esi Edugyan’s Washington Black (2018). The texts were analyzed using Mieke Bal’s narrative text approach and Pierre Bourdieu’s social practice theory comprising habitus, field, and capital. The results showed that the discourse of racism and structure strongly affects the black agency as a result of the social practice. The narrative text analysis proved the existence of racism as a fear for black people resulting in the act of pursuing their race’s freedom. Furthermore, the position of the character named Wash was deeply studied by applying the analysis of Pierre Bourdieu’s concept regarding habitus, field, and capital. It depicts the fact that Wash was objectified by the white as his intelligence was utilized. It also depicts complexity which causes the agency resistance of Wash through external factor derived from the white’s ambivalence and the maintained racism structure and the internal factor which come from Wash’s emotional status towards Titch with the absence of racial disparities. The result shows that Wash’s effort in pursuing his intellectual and physical freedom is restricted due to the structures which limit the process."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Sabil
"Tesis ini membahas disfungsi keluarga yang ditampilkan sebagai kritik ideologis terhadap rasisme dalam novel Sing, Unburied, Sing (2017) karya Jesmyn Ward. Teks dianalisis dengan pendekatan naratologi dari Mieke Bal, konsep rasisme institusional dari Camara Phyllis Jones, dan konsep disfungsi keluarga dari Stoop dan Masteller. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi disfungsi keluarga pada kulit hitam merupakan akibat trauma masa lalu dan tindakan rasisme yang masih terjadi. Analisis naratologi teks melalui konfrontasi tokoh membuktikan bahwa adanya penawaran konsep orang tua yang disfungsional untuk menunjukkan hasil dari tindak rasisme. Kondisi disfungsi yang dipaparkan oleh teks tidak semata-mata menunjukkan kelemahan kulit hitam, namun juga negosiasi mereka terhadap keadaan yang terjadi dan memperlihatkan kekuatan komunitas kulit hitam. Tesis ini diharapkan dapat menjadi refleksi dari kondisi masyarakat kulit hitam Amerika yang masih terbelenggu rasisme yang telah menjalar dalam ranah institusi keluarga kulit hitam. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mempelajari relevansi antara keluarga kulit hitam yang diperlihatkan disfungsional dan tindakan rasisme yang dialami setiap individu dalam keluarga; serta sebagai kritik terhadap sistem rasisme terhadap kulit hitam Amerika.

This thesis discusses family dysfunction that is presented as an ideological critique of racism in the novel Sing, Unburied, Sing (2017) by Jesmyn Ward. This text is analyzed using narrative approach from Mieke Bal, the concept of institutional racism from Camara Phyllis Jones, and the concept of dysfunctional family from Stoop and Masteller. The result shows that the condition of family dysfunction in blacks is the consequence of past trauma and acts of racism that still occur. The narrative analysis of the text through confrontational characters proves that there is an offering concept of dysfunctional parents to show the results of racism. The dysfunctional condition described by the text does not only show black people’s weaknesses, but also shows their negotiations about the situation and the strength of the black community. This thesis is expected to be a reflection of the condition of black American society which is still shackled by racism that has spread in the realm of black family institutions. The results of the thesis can be used to study the relevance between black families who are shown to be dysfunctional and act of racism experienced by each individual in the family; as well as a critique of the system of racism against black America."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Hanindhitakirana Wirawan
"J-pop dan K-pop merupakan dua budaya populer yang berkembang di era globalisasi. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis dinamika perkembangan J-pop dan K-pop di Jepang dan Korea Selatan di era globalisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis J-pop yang dapat menjadi inspirasi bagi Korea Selatan dalam membangun K-pop, menganalisis K-pop yang dapat menyaingi kepopuleran J-pop sebagai pendahulunya di tengah globalisasi, serta menganalisis upaya yang dilakukan pelaku industri musik J-pop dalam menyikapi pesatnya perkembangan industri musik K-pop di tengah globalisasi. Studi ini menggunakan teori globalisasi yang diungkapkan oleh Giddens (1990) dengan konsep modernitas refleksif. Studi ini menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui sumber-sumber dari buku, jurnal, dan artikel dalam situs web. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam rentang waktu 1990 hingga 2022, J-pop dan K-pop saling menginspirasi untuk terus berkembang dan menciptakan konten yang menarik bagi penggemar mereka. Interaksi antara kedua budaya populer ini menciptakan hubungan saling menguntungkan antars Jepang dan Korea Selatan.

J-pop and K-pop are two popular cultures that developed in the globalization era. In this research, the author analyzes the dynamics of the development of J-pop and K-pop in Japan and South Korea in the globalization era. The purpose of this study is to analyze J-pop that can be an inspiration to South Korea in establishing K-pop, analyze K-pop that can challenge the popularity of J-pop as its predecessor in the midst of globalization, and analyze the efforts made by J-pop music industry players in responding to the rapid development of the K-pop music industry in the midst of globalization. This study uses the globalization theory expressed by Giddens (1990) using the concept of reflexive modernity. This study uses qualitative data obtained through sources from books, journals, and articles on websites. The results of this study show that from 1990 to 2022, J-pop and K-pop inspired each other to grow and create engaging content for their fans. The interaction between these two popular cultures created a mutually beneficial relationship between Japan and South Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Nur Hanabila
"Tingginya tingkat popularitas K-Pop di Indonesia membuat negara ini menjadi rumah bagi banyak fandom KPop. Di antara klub penggemar K-Pop lainnya, penggemar NCT di Indonesia yang disebut NCTzen telah terbukti menjadi salah satu fandom yang paling terlibat (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya 2021). Salah satu keterlibatan penggemar yang banyak dipraktikkan adalah konsumsi merchandise K-Pop. Pertumbuhan konsumsi merchandise melibatkan pasar merchandise jenis photocard. Meskipun demikian, peningkatan desain merchandise tertentu telah menjadikan photocard sebagai identitas baru penggemar K-Pop yang sedang naik daun di lanskap K-Pop. Hasil dari penelitian sebelumnya telah memberikan latar belakang perilaku konsumsi dari latar belakang penggemar dan terhadap motivasi mereka. Makalah ini berfokus pada fenomena koleksi photocard penggemar NCT di Indonesia melalui teori identitas sosial yang dikembangkan oleh Jenkins (2004) dan bagaimana identitas anggota fandom dapat menentukan perilaku konsumsi anggota, dan akibatnya jumlah penjualan merchandise jenis photocard. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan melalui metode pengumpulan data sekunder seputar NCTzen Indonesia yang bergerak di bidang praktik pengumpulan photocard. Untuk menyoroti identitas penggemar di dalam fandom khususnya di ruang lingkup media sosial dengan perilaku pembelian photocard. Hasil dari makalah ini, ditemukan bahwa interaksi dan keterbatasan informasi berdampak pada identitas penggemar di dalam fandom.

The high popularity rate of K-Pop in Indonesia has made the country home to many K-Pop fandoms. Among other K-Pop fansclub, NCT fans in Indonesia's so-called NCTzen have proven to be among the most engaged fandoms (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya, 2021). One of the widely practised fan engagements is the consumption of K-Pop merchandise. The growing merchandise consumption involves the photocard-type merchandise market. Nonetheless, the increase in specific merchandise design has made photocards the new rising K-Pop fans' identity in the K-Pop landscape. Results from past research have provided the consumption behaviour background from fans' backgrounds and their motivation. This paper focuses on the phenomenon of the photocard collection of NCT fans in Indonesia through the social identity theory developed by Jenkins (2004) and how the identity of fandom members can define the member's consumption behaviour and, consequently, the number of sale photocard type merchandise. It is based on a qualitative study conducted through a secondary data collection method surrounding Indonesia NCTzen engaged in the photocard collection practices. To highlight fans' identity inside the fandom particularly in the social media scope with their purchase behavior. This paper found that interaction and limitation of information impact the fans' identity inside the fandom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>