Ditemukan 144454 dokumen yang sesuai dengan query
Febryna Farindra Yasa
"Artikel ini membahas mengenai dinamika keikutsertaan Indonesia dalam kontes kecantikan Miss Universe selama tahun 1984 – 2005. Miss Universe merupakan kontes kecantikan berskala internasional yang tertua di dunia, kontes ini sangat populer karena banyaknya negara-negara yang ikut serta dalam ajang tersebut. Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut serta dalam kontes Miss Universe sejak tahun 1974. Sejak tahun tersebut Indonesia sering mengirim perwakilan untuk menjadi peserta di ajang Miss Universe walaupun sempat absen beberapa tahun. Selama mengikuti kompetisi tersebut banyak reaksi yang timbul di kalangan masyarakat dan juga pemerintah, ada yang mendukung dan tidak sedikit juga yang menolak bahkan melarangnya. Penelitian mengenai kontes kecantikan di Indonesia sudah pernah dilakukan dengan sudut pandang sejarah dan juga ilmu komunikasi, namun belum ada yang membahas mengenai keikutsertaan Indonesia secara khusus ke ajang internasional seperti Miss Universe. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap yaitu tahap heuristik atau pengumpulan data dan sumber sejarah melalui koran sejaman, wawancara dan dokumen. Kedua yaitu tahap verifikasi untuk mengkritik sumber-sumber yang telah terkumpul di tahap heuristik, ketiga yaitu tahap intepretasi untuk menyusun benang merah dari peristiwa sejarah dari sumber-sumber yang sudah valid dan terakhir adalah tahap historiografi untuk menuliskan hasil penelitian sejarah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika mengenai keikutsertaan Indonesia dalam kontes Miss Universe tahun 1984 – 2005 terjadi akibat perbedaan antara kedudukan wanita Indonesia saat itu dengan visi dan misi yang diusung dalam sebuah kontes kecantikan sehingga dinamika tersebut juga mempengaruhi prestasi dan pencapaian Indonesia dalam mengikuti kontes Miss Universe.
This article discusses about the dynamics of Indonesia's participation in the Miss Universe beauty pageant during 1984 – 2005. Miss Universe is the oldest international beauty pageant in the world, this contest is very popular because of the many countries participating in the event. Indonesia has been one of the countries that have participated in the Miss Universe contest since 1974. Since that year, Indonesia has often sent representatives to participate in the Miss Universe contest even though it had been absent for several years. During the competition, many reactions arose among the community and also the government. Some support it, but not a few refuse or even banned it. Research on beauty pageants in Indonesia has been done from a historical point of view as well as communication studies, but no one has discussed Indonesia's participation specifically in international events such as Miss Universe. This research uses the historical method which consists of four stages. The first stage is heuristics or data collection and historical sources through contemporary newspapers, interviews, and documents. The second is the verification stage to criticize the sources that have been collected in the heuristic stage. The third is the interpretation stage to compile a common thread of historical events from valid sources and the last is the historiography stage to write down the results of historical research. The results of this study indicate that the dynamics regarding Indonesia's participation in the Miss Universe contest in 1984 – 2005 occurred due to the difference between the position of Indonesian women at that time and the vision and mission carried out in a beauty contest so that these dynamics also affect Indonesia's achievement in participating in the Miss Universe contest."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Gratiana Lianto
"
ABSTRAKTulisan ini membahas strategi lobi dan negosiasi yang dilakukan dalam menangani konflik penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia Acara ini mengundang kontroversi dari berbagai pihak khususnya dari Ormas Islam Indonesia MNC Group yang saat itu menjadi panitia penyelenggara Miss World mendapat banyak kecaman dari Ormas Islam karena Miss World dianggap tidak sesuai dengan nilai dan norma di Indonesia Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data sekunder yaitu melalui buku artikel jurnal serta berita di internet yang berkaitam dengan teknik lobi dan negosiasi yang digunakan dalam konflik penyelenggaraan Miss World 2013 Lobi dan negosiasi yang dilakukan oleh kedua pihak MNC Group dan Ormas Islam membuahkan hasil yang menguntungkan bagi keduanya MNC Group menggunakan direct lobbying dan strategi negosiasi win win solution sehingga pada akhirnya Miss World 2013 dapat diselenggarakan di Indonesia tentunya dengan syarat syarat yang telah ditetapkan dalam negosiasi
ABSTRACTThis writing discusses lobbying and negotiation strategies used to solve conflicts during Miss World 2013 This event invites some controversies from a lot of parties especially from Indonesian Muslim organizations The host of the event MNC group got a lot of criticism from Muslim organizations because they accuse that the Miss World event is not fitting with the norms in the country The data collecting methods used is a secondary method which were collected from books articles journals and some news from the internet The negotiations held by the Muslim groups and the MNC group proved to give both parties benefits MNC Group used direct lobbying and win win solution strategy for the negotiation Finally the methods resulted with Miss World 2013 being held successfully in Indonesia even they have to follow certain agreements reached during the negotiation process "
[, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Prabu Rabbani Kapriadi
"
ABSTRAKSejak awal penciptaannya, ajang kecantikan Miss Universe telah menarik banyak sambutan kontroversial dari banyak pihak. Terlebih, kritik terhadap ajang Miss Universe dan kontes kecantikan sejenis lainnya masih berlanjut hingga saat ini. Sehingga, pemilik terbaru dari organisasi Miss Universe, WME IMG mencoba melakukan terobosan baru dengan memperbarui wacana sekaligus slogan yang berjudul Confidently Beautiful . Konteks utama wacana barunya adalah mematahkan stereotip ajang Miss Universe dengan berfokus pada isu pemberdayaan perempuan. Artikel ini membahas apakah organisasi Miss Universe telah berhasil menjalankan strateginya dalam memecahkan stereotip kontes kecantikan yang dianggap hanya untuk mengotentikasi dan mengeksploitasi wanita. Temuan penelitian ini juga mengungkapkan bahwa isu-isu seperti objektivitas dan kapitalisme perempuan masih dapat ditemukan dalam ajang Miss Universe walaupun wacananya telah berubah. Studi ini memberikan kerangka gambaran untuk memahami mengapa ada objektivitas perempuan dan bagaimana cara kerjanya dalam kontes kecantikan.
ABSTRACTSince the very beginning of its creation, Miss Universe Pageant has attracted quite controversial acceptance from many parties. Moreover, criticism towards the Miss Universe Pageant and other similar beauty pageants still continue until now. As a result, the latest owner of Miss Universe Organization, WME IMG is trying to make a new breakthrough by renewing a discourse as well as a motto titled Confidently Beautiful . The main context of its new discourse is to break the stereotype of Miss Universe Pageant by focusing on women empowerment issues. This article examines whether Miss Universe Organization has succeeded in executing its strategy in breaking the stereotype of beauty pageant that is considered only to authenticate and exploit women. The research findings reveal that issues like women objectification and capitalism still can be found in Miss Universe eventhough its discourse has changed. This study provides a framework for understanding why women objectification exists and how it works in beauty pageant."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Sulistami Prihandini
"Membaca wacana di media, saat ini jilbab dihadirkan sebagai tren berbusana semata. Untuk itu, penelitian ini hendak melihat bagaimana jilbab direpresentasikan pada media baru yang berideologi Islam, yaitu situs MyQuran. Dengan menggunakan paradigma konstruksionis dan teknik analisis framing, penelitian ini mencoba mengkaji teks yang terdapat pada situs MyQuran. Hasilnya, ternyata situs ini mencoba merekonstruksi kembali makna jilbab. Jilbab pada situs ini, dilihat sebagai bagian dari ajaran Islam yang harus ditaati dengan segala ketentuannya. Namun demikian, rekonstruksi tersebut tetap tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi isi media.
Nowadays, discourse in media stated that veil attended as trend dress. This research will see how veil represented at new media which have Islam as its ideology, that is MyQuran site. Contructionist paradigm and framing technique analysis, were used to analyze the text that found in the site. Its result describes that MyQuran site try to reconstruct the meaning of veil. This site sees a veil as a part of Islam?s teaching which must adhere with all its rules. However, the reconstruct not free of other factors that give influence to the media?s content."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Amanda Layla Pradipta
"Media sering kali menggambarkan perempuan secara ideal dan sempurna. Hal ini berkontribusi pada body shaming pada perempuan yang dianggap tidak memenuhi gambaran ideal tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, gerakan body positivity atau pandangan positif mengenai tubuh semakin berkembang. Salah satu media yang menggunakan konsep body positivity adalah Germany's Next Topmodel (GNTM). Pada tahun 2022 program ini menggunakan tema keberagaman dan menampilkan kontestan dari beragam kelompok usia, bentuk tubuh, dan ras. Penelitian ini menganalisis secara semiotik keberagaman yang ditampilkan dalam GNTM 2022 dan menemukan bahwa keberagaman tersebut menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan yang ada di Jerman, khususnya dalam dunia mode. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun GNTM 2022 mempromosikan ide keberagaman dan menunjukkan perlawanan terhadap penggambaran ideal perempuan, tetapi standar kecantikan yang seragam masih sangat melekat dalam industri mode di Jerman.
The media often portrays women as idealized and perfect. This contributes to body shaming of women who are perceived as not living up to that idealized image. However, over time, the body positivity movement has grown. One of the media that uses the concept of body positivity is Germany's Next Topmodel (GNTM). In 2022 this program used diversity and featured contestants from various age groups, body shapes, and races. This research semiotically analyzes the diversity displayed in GNTM 2022 and finds that diversity is a form of resistance to existing beauty standards in Germany, especially in the fashion world. The results of the analysis show that although GNTM 2022 promotes the idea of diversity and shows resistance to the ideal depiction of women, uniform beauty standards are still very much embedded in the fashion industry in Germany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Mimi Ayudia Triani
"Kecantikan merupakan hal yang selalu identik dengan perempuan, termasuk perempuan remaja. Tak jarang, bahkan di tengah maraknya sosialisasi kesetaraan gender, “kecantikan” adalah kualitas yang pertama kali dinilai dari seorang perempuan. Novel Call Me Miss J karya Orizuka yang disajikan dengan mitos kecantikan Wolf menguraikan fenomena kecantikan yang dialami tokoh remaja dalam karya sastra tersebut. Pertanyaan penelitian berfokus pada bagaimana mitos kecantikan terjadi dan memengaruhi tokoh remaja perempuan dalam karya sastra tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar kecantikan yang ditampilkan dalam novel mencakup kecantikan fisik berupa wajah maupun tubuh, perilaku “cantik” para tokoh, dan munculnya fenomena beauty privilege yang semakin mempersempit kebebasan berekspresi tokoh dalam karya sastra.
Beauty is always synonymous with women, including teenage girls. Not infrequently, even in the midst of the rampant socialization of gender equality, “beauty” is the first quality that is judged from a woman. Orizuka's novel Call Me Miss J, which is presented with the Wolf beauty myth, describes the beauty phenomenon experienced by teenage characters in the literary work. The research question focuses on how the beauty myth occurs and influences teenage female characters in the literary work. The results of the study show that the beauty standards presented in the novel include physical beauty in the form of face and body, the “beautiful” behavior of the characters, and the emergence of the beauty privilege phenomenon which further limits the freedom of expression of characters in literary works."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Mimi Ayudia Triani
"Kecantikan merupakan hal yang selalu identik dengan perempuan, termasuk perempuan remaja. Tak jarang, bahkan di tengah maraknya sosialisasi kesetaraan gender, “kecantikan” adalah kualitas yang pertama kali dinilai dari seorang perempuan. Novel Call Me Miss J karya Orizuka yang disajikan dengan mitos kecantikan Wolf menguraikan fenomena kecantikan yang dialami tokoh remaja dalam karya sastra tersebut. Pertanyaan penelitian berfokus pada bagaimana mitos kecantikan terjadi dan memengaruhi tokoh remaja perempuan dalam karya sastra tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar kecantikan yang ditampilkan dalam novel mencakup kecantikan fisik berupa wajah maupun tubuh, perilaku “cantik” para tokoh, dan munculnya fenomena beauty privilege yang semakin mempersempit kebebasan berekspresi tokoh dalam karya sastra.
Beauty is always synonymous with women, including teenage girls. Not infrequently, even in the midst of the rampant socialization of gender equality, “beauty” is the first quality that is judged from a woman. Orizuka's novel Call Me Miss J, which is presented with the Wolf beauty myth, describes the beauty phenomenon experienced by teenage characters in the literary work. The research question focuses on how the beauty myth occurs and influences teenage female characters in the literary work. The results of the study show that the beauty standards presented in the novel include physical beauty in the form of face and body, the “beautiful” behavior of the characters, and the emergence of the beauty privilege phenomenon which further limits the freedom of expression of characters in literary works."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Mimi Ayudia Triani
"Kecantikan merupakan hal yang selalu identik dengan perempuan, termasuk perempuan remaja. Tak jarang, bahkan di tengah maraknya sosialisasi kesetaraan gender, “kecantikan” adalah kualitas yang pertama kali dinilai dari seorang perempuan. Novel Call Me Miss J karya Orizuka yang disajikan dengan mitos kecantikan Wolf menguraikan fenomena kecantikan yang dialami tokoh remaja dalam karya sastra tersebut. Pertanyaan penelitian berfokus pada bagaimana mitos kecantikan terjadi dan memengaruhi tokoh remaja perempuan dalam karya sastra tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar kecantikan yang ditampilkan dalam novel mencakup kecantikan fisik berupa wajah maupun tubuh, perilaku “cantik” para tokoh, dan munculnya fenomena beauty privilege yang semakin mempersempit kebebasan berekspresi tokoh dalam karya sastra.
Beauty is always synonymous with women, including teenage girls. Not infrequently, even in the midst of the rampant socialization of gender equality, “beauty” is the first quality that is judged from a woman. Orizuka's novel Call Me Miss J, which is presented with the Wolf beauty myth, describes the beauty phenomenon experienced by teenage characters in the literary work. The research question focuses on how the beauty myth occurs and influences teenage female characters in the literary work. The results of the study show that the beauty standards presented in the novel include physical beauty in the form of face and body, the “beautiful” behavior of the characters, and the emergence of the beauty privilege phenomenon which further limits the freedom of expression of characters in literary works."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Jakarta: Panitia Peringatan Dies Natalis ke XXXVI-UI Press, 1985
378.107 LAP
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta: National Development Informasi Office, 1984
330.9598 IND i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library