Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Timotius Christian
"Hoaks dan misinformasi tidak dapat dipisahkan jika kita berbicara mengenai sumber dan informasi. Dalam kemajuan teknologi dan informasi dewasa ini, informasi dapat hadir dalam bentuk digital. Pengunggahan konten visual dalam bentuk digital dan adanya manipulasi melalui teknologi juga telah melonjak dalam beberapa dekade lalu. Kini orang dapat membuat foto dan video lebih banyak dari sebelumnya. Meningkatnya popularitas konten visual juga meningkatkan frekuensi bahwa konten visual tersebut berpotensi untuk dimanipulasi. Penelitian menunjukkan bahwa kita cepat dalam mengenali gambar tetapi juga buruk untuk memahaminya lebih jauh. Tidak seperti zaman tempo doeloe, saat ini kita dapat dengan bebas mengakses, membagikan, dan membuat konten informasi sendiri, sehingga penting juga bagi kita untuk mengetahui seperti apakah jenis hoaks yang akan kita hadapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat manipulasi konten visual, latar belakang, serta proses maupun pengaruhnya kepada pembaca. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengelaborasi data dan informasi yang mengakumulasi beberapa kasus yang relevan tentang disinformasi visual beserta pendekatannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa visual mempengaruhi persepsi dan perasaan kolektif pembaca sehingga dibutuhkan kompetensi dasar dalam literasi visual.

Hoaks and misinformation can not be separated if we talk about sources and information. In today’s advancement of information and technology, information also present in digital form. Digital image and manipulation technology has surged in the previous decades. People can create photos and videos more than before. Coinciding with this increased popularity of visual content is the increasing frequency with which they are being manipulated. Reseach shows that we are a natural in sensing pictures but also bad at recognizing them. Unlike many years before us, today we can freely access, share, and create information content by ourselves, so it’s better to know what kind of distortion that we deal with. The purpose of this research is to look at visual manipulation, the process, and its background. This research used a qualitative method in order to elaborate the data and information that accumulates some relevant cases about visual disinformation and its approach. This research concluded that human emotion and perception are prone to visual disinformation so for laypeople to have a basic principle or mindset about visual literacy is an important thing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Oemar Madri Bafadhal
"Pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, banyak beredar pesan disinformasi yang isinya bersinggungan antara isu sosial, politik, dan SARA. Salah satu isu yang ramai tersebar adalah migrasi 10 juta penduduk Cina ke Indonesia dan Jakarta Bersyariah. Isu ini kemudian berkembang menjadi wacana publik. Presiden Joko Widodo beserta jajaran kementerian telah berulang kali mengklarifikasi isu tersebut. Namun, masih ada orang yang menganggap bahwa informasi ini benar. Artikel ini mencoba memberikan penjelasan atas fenomena ini dari lensa Encoding/Decoding dan Komunitas Interpretif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap lima informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa khalayak menggunakan posisi budaya, sejarah kehidupan, dan komunitas interaktif yang terdiri dari komunitas sosial dan komunitas interpretif sebagai strategi untuk menginterpretasi suatu pesan. Interaksi dengan komunitas interpretif dan komunitas sosial mereka yang terbatas juga menguatkan pemaknaan mereka terhadap isu ini. Hal ini menandakan bahwa teks dalam komunitas virtual tidak lagi dipandang sebagai perpanjangan pesan atau penambahan informasi, namun ditujukan untuk memelihara suatu komunitas di masyarkat dalam waktu yang relatif sementara.

Around the campaign season of Jakarta Governor 2017 election, several disinformation messages related to social issues, politics, and ethnicity are circulating among communities. One of the most widespread rumor is about the migration of 10 million Chinese citizens to Indonesia and Jakarta Shariah law. This issue then developed into public discourse. President Joko Widodo, as well as well any other related to that disinformation, has repeatedly clarified the issue. However, some group in society assume that this information is correct. This research attempts to provide an explanation for this phenomenon using Encode Decode and Interpretive Communities as conceptual lens. Data collection was done by using in depth interview technique on five informants.
The result of this research shows that audiences use cultural positions, life histories, and interactive communities consisting of social communities and interpretive communities as a strategy to interpreting a message. Interaction with their interpretive communities and their limited social community could also strengthen their meaning on this issue. The result of this research also implies that the act of sharing disinformation text is not purely for projecting information but an act of maintaining society in time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T47557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adya Rosyada Yonas
"Disinformasi semakin berkembang pesat di tengah-tengah krisis pandemi Covid-19 yang sedang terjadi di masyarakat. Media massa sebagai penyampai informasi fakta berperan penting dalam persebaran disinformasi. Penelitian ini merupakan sebuah kajian pada media massa terkait disinformasi yang beredar selama masa pandemi Covid-19 di tahun 2020 di Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran media massa di keempat negara tersebut dalam melawan disinformasi terkait Covid-19 sebagai salah satu bentuk bentuk tanggung jawab sosial media terhadap masyarakat. Rumusan masalah yang dimunculkan dalam penelitian ini yaitu mengapa disinformasi merugikan dan bagaimana peran media massa dalam melawan gelombang disinformasi terkait Covid-19 di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis isi. Sementara teknik analisis data yang digunakan yaitu studi kasus dengan mengumpulkan data-data dari media massa yang paling dipercaya di keempat negara tersebut. Teori Hegemoni milik Antonio Gramsci dan Teori Tanggung Jawab Pers digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Untuk melakukan analisis mendalam, penelitian ini akan menggunakan teknik pengambilan sample dengan cara purposive random sampling dengan menentukan 3 media paling dipercaya di Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia. Temuan peneliti menunjukkan bahwa media-media massa di keempat negara memiliki mekanisme yang selaras, yaitu dengan memberikan artikel klarifikasi dan edukasi mengenai disinformasi yang menyesatkan. Selain itu, ada pula beberapa media yang memiliki platform pemeriksa fakta seperti Detektor milik media massa DR di Denmark dan Faktisk.no kolaborasi antara VG dan Dagbladet di Norwegia.

Disinformation is going rapidly in the midst of covid-19 pandemic since it spread globally. Mass media as provider of true information plays important role in the dissemination of disinformation. This research is a study of mass media regarding disinformation spreaded during covid-19 pandemic 2020 in Denmark, Finland, Norway, and Sweden. This research aims to determine the role of mass media in Denmark, Finland, Norway, and Sweden in dealing with disinformation related to Covid-19 pandemic as the form of social responsibility of the mass media to the society. The research questions that appear on this research, why disinformation is harmful and what the role plays the mass media in countering with Covid-19 disinformation wave in each country? This research uses a qualitative method with content analysis technique. Meanwhile, the data analysis technique used is case study by collecting data from the most trusted mass media outlet in Denmark, Finland, Norway, and Sweden. Antonio Gramsci’s Hegemony Theory and Social Responsibility of mass media is used to answer the research problem. To conduct an in-depth analysis, this research uses a purposive random sampling technique by determine the 3 most trusted media outlet in Denmark, Finland, Norway, and Sweden. The research findings show that mass media in the four countries have similiar mechanism in countering Covid-19 disinformation, by providing clarifying and educational articles regarding disinformation articles. There are also several media that have fact-checking platforms such as Detektor from DR media in Denmark and Factisk.no from collaboration between VG and Dagbladet in Norway."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Lupita Sari
"Lingkungan strategis di era kontemporer telah berubah dan berpengaruh terhadap dinamika keamanan dalam sistem internasional. Perang dilakukan tidak hanya mengandalkan penggunaan kekuatan konvensional, tetapi kombinasi dengan instrumen non konvensional. Strategi hybrid warfare merupakan strategi yang diterapkan Rusia untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan dengan mengkombinasikan kekuatan konvensional dan non konvensional. Penerapan strategi hybrid warfare tersebut mengakibatkan persepsi ancaman bagi Estonia sebagai salah satu negara bekas Soviet yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi. Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan mengapa Estonia memiliki persepsi ancaman terhadap penerapan strategi hybrid warfare Rusia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor historis hubungan Estonia-Rusia, pengalaman ancaman di masa lalu, dan intensi Rusia dalam memproyeksikan ancaman hybrid merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi ancaman Estonia. Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, Estonia meningkatkan komitmen pertahanan kolektif NATO, meningkatkan kekuatan pertahanan, dan mengeluarkan kebijakan pertahanan siber serta disinformasi.

The strategic environment in the contemporary era has changed and influenced the dynamics of security in the international system. War carried out does not only rely on the use of conventional forces, but also combines with non conventional instruments. Hybrid warfare strategy is a strategy applied by Russia to increase its influence in the region by combining the strength of conventional and non conventional instruments. The adoption of the hybrid warfare strategy poses a threat perception for Estonia as one of the former Soviet countries with high levels of vulnerability. This raises the question of why Estonia has a perception of Threat to the application of hybrid warfare strategy. This research is a qualitative research with case study method. The results show that the historical factors of Estonian Russian relation, previous experiences of threat, and Russian intentions in projecting hybrid threat were factors that influence Estonia rsquo s threat perception. To anticipate the threat, Estonia increased NATO 39 s collective defense commitment, increased defense force, and issued cyber defense policies and disinformation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arsyi Haykal
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kontrapropaganda yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina melalui akun Twitter @RusEmbJakarta. Fokus penelitian ini adalah untuk memahami strategi dan taktik yang digunakan oleh Rusia dalam melakukan kontrapropaganda, khususnya dalam mempengaruhi opini dan pandangan masyarakat Indonesia terkait konflik dengan Ukraina. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana untuk mengidentifikasi pola dan strategi kontrapropaganda yang digunakan oleh Rusia dalam pesan-pesan yang diunggah di media sosial. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit-unit berita yang diunggah oleh Kedutaan Besar Federasi Rusia di Indonesia pada periode Maret-April 2023. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang bagaimana kontrapropaganda Rusia dilakukan dan dampaknya terhadap opini publik di Indonesia.

The purpose of this research is to detect and analyze Russian counter-propaganda against Ukraine using the Twitter account @RusEmbJakarta. The focus of this research is to understand the strategies and tactics used by Russia in carrying out counter-propaganda, especially in influencing the opinions and views of the Indonesian people regarding the conflict with Ukraine. This study uses discourse analysis methods to identify counter-propaganda patterns and strategies used by Russia in messages uploaded on social media. The data used in this study are news units uploaded by the Embassy of the Russian Federation in Indonesia in the period March–April 2023. It is hoped that the results of this research can provide better insight into how Russian counterpropaganda is carried out and its impact on public opinion in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Marcellino
"Penelitian ini membahas penggunaan meme (ekspresi visual) sebagai strategi komunikasi digital untuk meningkatkan interaksi di media sosial. Tabraklari sebagai band yang menggunakan meme sebagai strategi komunikasi untuk meningkatkan interaksi atau engagement di media sosial. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian ini menggunakan Social Media Engagement Theory (SMET) untuk memberikan gambaran engagemen yang terjadi dari penggunaan meme. Hasil temuan menekankan bahwa relevansi, meaning, dan involvement terhadap isu-isu terkini menjadi hal yang diutamakan dalam pembuatan meme dan dapat memberikan rasa keterikatan sehingga bisa menghasilkan peningkatan engagement di media sosial. Selain itu, relevansi atas follower dengan konten juga membuat dirinya membagikan dengan kenalan atau orang yang dirasa memiliki derajat relevansi yang sama. Pengenalan yang baik oleh Tabraklari terhadap followernya menghasilkan komunikasi dan relasi yang terjadi cukup baik.

This research discusses the use of memes (visual expressions) as a digital communication strategy to increase interaction on social media. Tabraklari as a band that uses memes as a communication strategy to increase interaction or engagement on social media. Using a qualitative approach with a case study method. This research uses Social Media Engagement Theory (SMET). It provides an overview of the engagement that occurs through the use of memes. The findings highlight that relevance, meaning and involvement in current affairs are priorities in the creation of memes and can create a sense of attachment that can lead to increased engagement on social media. In addition, the relevance of the content to the followers also leads them to share the content with acquaintances or people who are perceived to have the same level of relevance. The fact that Tabraklari recognises its followers leads to good communication and relationships."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Mathilda Fridauli
"Studi ini memberikan gambaran bagaimana penggambaran diri remaja dijadikan objek dalam konten visual terkait depresi ciptaan @adhimuff2. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma kritis. Terdapat tiga sampel dari unggahan
@adhimuff2 yang akan dianalisis menggunakan metode semiotika sosial, yaitu sampel yang menggambarkan bunuh diri, kondisi remaja kesepian yang melakukan perbandingan sosial, dan perundungan. Ketiga sampel dipilih karena dapat menggambarkan isu yang relevan dengan remaja. Penggambaran diri remaja dijadikan objek oleh @adhimuff2 dengan menggambarkan kesendirian, ketidakberdayaan, ketakutan, kesedihan, dan tidak ada bantuan untuk keluar dari kondisi depresi. Kondisi ini juga didukung oleh teknik pewarnaan dan pemakaian elemen-elemen yang berkaitan dengan depresi.

This study provides an overview of how self-depiction of adolescent is made as an object in the visual content related to depression created by @adhimuff2. This study uses a qualitative approach with a critical paradigm. There are three samples taken from posts by @adhimuff2 that will be analyzed using social semiotics method, which are samples that depict suicide, condition of adolescent’s loneliness that leads to social comparison, and bullying. This study found that self-depiction of adolescent was made as an object by @adhimuff, depicted by solitariness, helplessness, fear, sadness, and there was no help to get out of depression state. This condition is also supported by coloring techniques and the se of elements that are associated with depression."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savana Orcaputri
"Media sosial merupakan wadah komunikasi baru bagi masyarakat, untuk bisa saling berinteraksi dan bertukar informasi dengan menggunakan sistem elektromagnetik. Namun, dengan meningkatnya jumlah pengguna media sosial, hal tersebut juga diikuti dengan berkembangnya tindak kejahatan pornografi dengan menyalahgunakan media sosial yang ada. Maka dari itu, media sosial sebagai salah satu penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Indonesia, dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum atas tindak pidana pornografi yang difasilitasi dalam sistem elektroniknya. Fokus penelitian ini, akan membahas lebih mendalam mengenai aplikasi TikTok, dan menguraikan secara akademis tentang (i) bagaimana kewajiban media sosial TikTok sebagai PSE dalam mematuhi norma kesusilaan berdasarkan hukum positif di Indonesia; (ii) bagaimana media sosial TikTok mengatur pembatasan muatan seksual yang dilarang untuk disiarkan; (iii) bagaimana pertanggungjawaban media sosial Tiktok terhadap konten pornografi yang ditayangkan pada sistem elektroniknya dalam fitur live streaming. Metode penelitian yang digunakan penulis ialah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan sumber penelitian pustaka, serta dengan sifat penelitian yang analitis dan berbagai jenis data sekunder yang mendukung. Dasar hukum utama yang mengatur mengenai media sosial sesuai dengan hasil analisis penulis ialah, UU ITE, UU Pers, serta UU Penyiaran. Namun penulis akan memfokuskan pembahasan kepada TikTok sebagai PSE resmi di Indonesia, yang diatur oleh peraturan turunan UU ITE, yakni Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019, dan Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2020. Penelitian penulis juga ditinjau dari dasar hukum utama mengenai pornografi, yakni pada UU Pornografi dan KUHP. Pada dasarnya, ketentuan diatas telah memuat hak dan kewajiban TikTok sebagai PSE, yang dimana salah satunya untuk tidak menyebarkan informasi/dokumentasi elektronik yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, TikTok masih menyebarkan konten pornografi, sehingga badan usaha asing tersebut wajib mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum dalam hal belum terpenuhi secara lengkap kewajibannya, sebagai PSE berdasarkan peraturan perundangundangan.

Social media is a new communication platform for the public, to be able to interact and exchange information using electromagnetic systems. However, with the increasing number of social media users, this is also followed by the development of pornography crimes by abusing existing social media. Therefore, social media as one of the organizers of the electronic system (PSE) in Indonesia, can be held legally responsible for pornography crimes facilitated in its electronic system. The focus of this research, will go deeper into the TikTok app, and elaborate academically on (i) how TikTok’s as a social media comply with obligations as a PSE in based on moral norms positive law in Indonesia; (ii) how TikTok's as a social media regulates restrictions on sexual content that is prohibited from being broadcast; (iii) how Tiktok's as a social media is responsible for pornographic content that is aired on its electronic system in the live streaming feature. The research method used by the author is normative juridical research, using literature research sources, as well as with the analytical nature of research and various types of supporting secondary data. The main legal basis governing social media in accordance with the results of the author's analysis is the ITE Law, the Press Law, and the Broadcasting Law. However, the author will focus the discussion on TikTok as an official PSE in Indonesia, which is regulated by derivative regulations of the ITE Law, namely Government Regulation No. 71 of 2019, and Ministerial Regulation No. 5 of 2020. The author's research is also reviewed from the main legal basis regarding pornography, namely the Pornography Law and the KUHP. Basically, the provisions have contained the rights and obligations of TikTok as a PSE, one of which is not to disseminate electronic information/documentation that is prohibited by laws and regulations. In practice, TikTok still spreads pornographic content, so the foreign business entity is obliged to legally responsible its actions based on the law, in terms of they have not fully fulfilled their obligations as a PSE based on laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Zulfanya Setiawan
"ABSTRAK
Beberapa tahun belakangan, industri perfilman Indonesia sudah semakin berkembang, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Mengetahui bahwa sebuah perencanaan pemasaran dan distribusi sama pentingnya dengan
tahap produksi, munculnya Web 2.0 menambah unsur baru terhadap sebuah promosi film. User generated content
(UGC) dapat digunakan sebagai strategi untuk mempromosikan sebuah film. Masyarakat dapat menjadi medium untuk mempromosikan film itu sendiri dengan konten-konten yang mereka ciptakan melalui sosial media. Para
pegiat sineas Indonesia yang mengupayakan strategi UGC adalah Bumilangit dan tim yang terlibat dalam melakukan promosi film terbarunya Gundala yang tayang serentak pada bulan Agustus 2019. BumiLangit
menggunakan strategi untuk mempromosikan film Gundala dengan memanfaatkan UGC untuk menciptakan budaya partisipatif. Budaya tersebut merupakan hal yang masih tergolong asing dilakukan dalam promosi
perfilman Indonesia. penelitian ini akan membahas bagaimana UGC dapat menjadi salah satu strategi pemasaran
dalam sebuah promosi film melalui sosial media. Melakukan pendekatan kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode desk research. penelitian ini akan membahas bagaimana UGC dapat menjadi salah satu
strategi pemasaran dalam sebuah promosi film Gundala melalui media sosial

ABSTRACT
Over the years, the Indonesian film industry has grown, both in terms of quality and quantity. Knowing that
marketing and distribution planning is as important as film production, questioning Web 2.0 adds nothing new to
a promotional film. User-generated content (UGC) can be used as a strategy for the distribution of a film. The
public can become a media to promote the film itself with the content they make through social media. Indonesian
filmmakers who are pursuing the UGC strategy are Bumilangit and the team involved in promoting the film
"Gundala" which aired simultaneously in August 2019. BumiLangit uses strategies to promote the Gundala film
by utilizing the UGC to create a participatory culture. This culture is something that is still considered foreign in
the promotion of Indonesian cinema. This research will discuss how UGC can become one of the marketing
strategies in a promotional film through social media. Conducting descriptive qualitative research using desk
research methods. This research will discuss how UGC can become one of the marketing strategies in the Gundala
promotional film through social media"
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufik Ajiputera
"Jaringan internet atau Web telah menjadi alat penting untuk mencapai berbagai kebebasan umum (HAM) dan kemajuan manusia. Saat menggunakan aplikasi berbasis internet, informasi berupa data pribadi menjadi acuan. Mengingat banyaknya penyalahgunaan informasi menyebabkan memudarnya Hak Asasi Manusia, dimana sebagian orang tidak bersedia jika data pribadinya tersebar di media sosial. Semakin banyak pengguna internet yang disalah gunakan sebagai sarana kejahatan, maka banyak pihak yang merasa bahwa hak privasinya tak lagi mendapat perlindungan. Undang-Undang Indonesia tak hanya menciptakan hukuman bagi pihak yang menyebar luaskan data pribadi untuk kejahatan pidana konten ilegal namun memberikan perlindungan bagi korban untuk mendapatkan hak nya dengan menghapus informasi/dokumen elektronik yang dimana dikenal dengan istilah Hak Untuk Dilupakan atau Right To Be Forgotten. Hal ini diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik walaupun yang pada pelaksanaannya belum ada aturan secara eksplisit namun pemerintah memberikan kesempatan bagi para korban untuk melakukan permohonan penghapusan atas konten illegal tersebut. Ketentuan hukum tersebut merumuskan keberadaan penghormatan atas hak pribadi orang lain khusus bagi mereka yang keberatan atas suatu data yang tidak relevan tentang dirinya. Berdasarkan pemahaman Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik dapat dipahami bahwa penghapusan informasi/dokumen elektronik menjadi suatu kewajiban ketika dimintakan oleh orang yang bersangkutan berdasar penetapan pengadilan karena secara substansi dinilai tidak relevan.

The internet network or Web has become an important tool for achieving various general freedoms (HAM) and human progress. When using internet-based applications, information in the form of personal data becomes a reference. Considering that the large number of misuses of information causes the decline of human rights, some people are unwilling to have their personal data spread on social media. The more internet users are misused as a means of crime, the more people feel that their right to privacy is no longer protected. Indonesian law not only creates penalties for parties who disseminate personal data for criminal crimes of illegal content but provides protection for victims to obtain their rights by deleting electronic information/documents which is known as the Right to Be Forgotten. This is regulated in Article 26 of the Electronic Transaction Information Law, although in its implementation there are no explicit regulations, but the government provides an opportunity for victims to request the removal of illegal content. These legal provisions stipulate the existence of respect for the personal rights of other people specifically for those who object to irrelevant data about themselves. Based on the understanding of Article 26 paragraph (3) of the Electronic Transaction Information Law, it can be understood that the deletion of electronic information/documents becomes an obligation when requested by the person concerned based on a court order because it is deemed substantially irrelevant."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>