Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25670 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Handoko
"Latar Belakang: Kanker nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang memiliki distribusi geografis dan etnis yang khas, serta sering dikaitkan dengan mutasi genetik dan faktor lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan whole genome dan sekuensing metilasi KNF menggunakan teknologi sekuensing Nanopore untuk mengeksplorasi perubahan genetik dan epigenetik yang signifikan secara klinis yang berkontribusi pada karsinogenesis KNF.
Metode: Tujuh sampel biopsi KNF dianalisis menggunakan teknologi Nanopore, mencakup ekstraksi DNA, library preparation, dan analisis bioinformatika seperti basecalling, alignment, dan variant calling. Penelitian ini mengevaluasi small nucleotide variants (SNVs), copy number variations (CNVs), structural variants (SVs), short tandem repeat (STR), serta pola metilasi. Data kelangsungan hidup, respons pengobatan, dan karakteristik klinis juga dianalisis.
Hasil: Studi ini mengidentifikasi berbagai varian genetik yang diprediksi memberikan dampak fungsional tinggi pada semua sampel. Onkogen potensial juga teridentifikasi di studi ini. Varian struktural ditemukan lebih sering pada sampel S1, dengan banyak kelainan pada gen DNA repair tetapi tidak ditemukan di sample lain, kelainan ini menunjukkan korelasi prognosis klinis yang buruk. Tumour suppressor gene, termasuk PRKCB, ITGB3, EPHA2, dan CDKN2A, juga mengalami hiper metilasi, dan menunjukkan potensi keterlibatan dalam perkembangan KNF.
Kesimpulan: Studi ini menemukan mutasi pada gen DNA repair berkaitan dengan prognosis yang buruk pada KNF. Berbagai mutasi pada tumour suppressor gene dan onkogen ditemukan yang berpotensi berkaitan dengan karsinogenesis KNF.

Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignancy with distinct geographical and ethnic distribution, often linked to genetic mutations and environmental factors. The current study focuses on the whole genome and methylation sequencing of NPC using Nanopore sequencing technology to explore clinically significant genetic and epigenetic alterations contributing to NPC carcinogenesis.
Method: Seven NPC biopsy samples were sequenced using Nanopore technology, covering DNA extraction, library preparation, and bioinformatics analysis, including basecalling, alignment, and variant calling. Small nucleotide variants (SNVs), copy number variations (CNVs), structural variants (SVs), short tandem repeats (STRs), and methylation patterns were assessed using bioinformatic tools. Additionally, survival data, treatment response, and clinical characteristics were analyzed.
Results: The study identified various high-impact genetic variants across all samples. Potential oncogenes were also identified. Structural variants were notably more frequent in sample S1, with aberrant multiple DNA repair genes, not found in other samples, which correlated with poor clinical prognosis. Tumour suppressor genes including PRKCB, ITGB3, EPHA2, and CDKN2A were also frequently hypermethylated in our NPC.
Conclusion: This study found aberrant DNA repair genes to be associated with poor prognosis in NPC. Furthermore, various mutation in tumour suppressor genes and oncogenes were identified which were potential driver carcinogenesis in NPC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tryna Tania
"Latar Belakang : Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia, termasuk di Indonesia. Analisis menggunakan whole-genome sequencing (WGS) masih jarang digunakan untuk investigasi penyakit TB dan MDR-TB di Indonesia.
Tujuan: Mengevaluasi potensi penggunaan WGS untuk melakukan drug susceptibility testing (DST) dan mengetahui strain Mycobacterium tuberculosis resisten obat antituberkulosis di Jawa, Indonesia.
Metode: Tiga puluh isolat MDR-TB dilakukan DST menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube 960 (MGIT) dan WGS. Analisis filogenetika dilakukan menggunakan data dari WGS. Hasil DST yang didapatkan dengan menggunakan MGIT dan WGS dibandingkan.
Hasil:. Kesesuaian antara WGS dan MGIT adalah 93,33% untuk rifampicin, 83,33% untuk isoniazid, dan 76,67% untuk streptomycin tetapi hanya 63,33% untuk ethambutol. Kesesuaian yang moderat ditemukan pada obat antituberkulosis lini kedua termasuk amikacin, kanamycin, dan fluoroquinolone (73,33%-76,67%). MDR-TB lebih sering ditemukan pada isolat yang berasal East Asian Lineage (63,33%).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan penerapan dari WGS untuk DST dan epidemiologi molekular dari TB resisten obat di Jawa, Indonesia.

Background: Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) is a major public health problem globally, including in Indonesia. Whole-genome sequencing (WGS) analysis has rarely been used for the study of TB and MDR-TB in Indonesia.
Aim: We evaluated the use of WGS for drug susceptibility testing (DST) and to investigate population structure of drug-resistant Mycobacterium tuberculosis in Java, Indonesia.
Method: Thirty suspected MDR-TB isolates were subjected to MGIT-960 system (MGIT)-based DST and WGS. Phylogenetic analysis was done using the WGS data. Results obtained using MGIT-based DST and WGS-based DST were compared.
Result: Agreement between WGS and MGIT was 93.33% for rifampicin, 83.33% for isoniazid and 76.67% for streptomycin but only 63.33% for ethambutol. Moderate WGS-MGIT agreement was found for second-line drugs including amikacin, kanamycin, and fluoroquinolone (73.33-76.67%). MDR-TB was more common in isolates of the East Asian Lineage (63.33%).
Conclusion: This study demonstrated the applicability of WGS for DST and molecular epidemiology of DR-TB in Java, Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Handayani
"ABSTRAK
Latar Belakang : Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan salah satu keganasan yang sering ditemukan di Indonesia dengan insiden 6,2/100 000 penduduk. Pemeriksaan serologik imunoglobulin A (IgA) terhadap viral capsid antigen (IgA-VCA) merupakan petanda tumor yang digunakan sebagai standar serodiagnostik karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap KNF. Titer antibodi IgA terhadap Epstein-Barr Virus (EBV) meningkat lebih dulu sebelum tampak tumor, dan titer pada usia ≤ 30 tahun lebih rendah daripada usia > 30 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ekspresi IgA pada jaringan biopsi KNF tidak berkeratin, tidak berdiferensiasi (WHO tipe 3) yang terinfeksi EBV pada kelompok usia ≤ 30 tahun dan usia > 30 tahun.
Bahan dan Metode : Studi potong lintang terhadap jaringan biopsi pasien KNF WHO tipe 3 yang terinfeksi EBV yang ditandai dengan positifitas EBER pada 13 pasien usia ≤ 30 tahun dan 20 pasien usia > 30 tahun, kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap IgA.
Hasil dan pembahasan : Positifitas EBER ditemukan pada seluruh kasus KNF WHO tipe 3. IgA terekspresi pada epitel permukaan jaringan tumor dan terdapat positifitas ekspresi IgA sel plasma yang berbeda-beda di stroma sekitar jaringan tumor, dengan rerata pada kelompok usia ≤ 30 tahun lebih rendah dari kelompok usia > 30 tahun. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara ekspresi IgA sel plasma pada KNF WHO tipe 3 pada kelompok usia ≤ 30 tahun dan > 30 tahun dengan nilai p=0,025.
Kesimpulan: Ekspresi IgA sel plasma disekitar jaringan tumor pada jaringan KNF WHO tipe 3 dipengaruhi oleh kelompok usia.

ABSTRACT
Background : Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is one of the most frequent malignant tumors in Indonesia, with incidence rate 6.2 / 100 000. The IgA-VCA serologic examination is considered as a useful marker for early detection of NPC because its high sensitivity and specificity to NPC. IgA antibody titer to Epstein-Barr Virus (EBV) increased before the tumor arise, and it lower in ≤ 30 years old patients compare to > 30 years old patients. The aim of this study is to evaluated the expression of IgA in biopsy specimen of EBV infected undifferentiated NPC among both ≤ 30 and > 30 years old patients.
Materials and methods : A cross-sectional retrospective study was performed in 13 young and 20 old groups of age of undifferentiated NPC. The EBER positive undifferentiated NPC was stained with IgA by immunohistochemistry, and then analized it between the two of age groups.
Results : EBER positivity was found in all undifferentiated NPC. IgA was expressed in the normal surface epithelial submucous plasma cells and stromal plasma cells surounding the tumor mass in all cases of undifferentiated NPC with differented positivity. Statistical analysis with unpaired t test showed that IgA expression is significantly lower in ≤ 30 years old patients than > 30 years old patients with p value 0,025.
Conclusion : IgA is expressed in plasma cell cytoplasm in the stromal site of undifferentiated NPC and influenced by age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nimim Putri Zahara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Angifibroma nasofaring belia ANB adalah tumor fibrovaskular yang jarang, secara histologi bersifat jinak tetapi secara klinis ganas dengan angka kekambuhan yang masih tinggi. Angka kekambuhan pada tumor ini banyak dihubungkan dengan karakteristik tumor yang dapat dilihat dari sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat vascular endothelial growth factor VEGF . Tujuan: Mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat VEGF terkait kekambuhan ANB sebagai upaya untuk memprediksi adanya kekambuhan. Metode: penelitian dengan rancangan observasional pendekatan kohort retrospektif yang mengevaluasi karakteristik sosiodemografi, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat VEGF terkait kekambuhan. Hasil: didapatkan 38 jumlah kasus ANB, dengan kasus kambuh sebanyak 11 kasus dan tidak kambuh sebanyak 27 kasus. Insiden ANB terbanyak pada usia dekade kedua 12-30 tahun dengan rerata 15,8 tahun. Keseluruhan kasus berjenis kelamin laki-laki. Sumbatan hidung dan epistaksis merupakan keluhan utama pada semua kasus. Kekambuhan banyak ditemukan pada kasus usia muda, dengan onset cepat, stadium lanjut dan intensitas pewarnaan VEGF tinggi. Proporsi kekambuhan tidak berbeda secara statistik antara karakteristik sosiodemografik, klinis, gambaran radiologi, teknik pembedahan dan derajat ekspresi VEGF. Onset, massa tenggorok, stadium, embolisasi dan intensitas perwarnaan VEGF secara klinis mempunyai perbedaan yang bermakna. Pada penelitian ini embolisasi sebelum pembedahan tidak menurunkan angka kekambuhan. Kesimpulan: proporsi kekambuhan ANB sangat dipengaruhi oleh adanya residu tumor pasca operasi. Semakin bersih tumor diangkat, angka kekambuhan akan semakin menurun

ABSTRACT
Background Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma JNA is rare of fibrovascular tumor, histologically benign but clinically malignant with high recurrency rate. The recurrency rate of JNA was influenced by its characteristics that can be seen from sociodemografical, clinical, radiological, surgical and vascular endothelial growth factor VEGF . Objective the aim of this study is knowing the relation between sociodemographic, clinic, radiologic, surgical technique and expression of VEGF characteristic that influenced recurrency to predict the recurrency of JNA. Methods observasional design with retrospective cohort approach to evaluate the characteristic of sociodemografical, clinical, radiological, surgical technique, and expression of VEGF of JNA and the connection with recurrency. Result 38 cases, with 11 recurrence cases and 27 cases with disease free survival. The incidence of JNA mostly found in second decade 12 30 year with mean age 15,8 year old. All of the cases were male. Nasal blockage and epistaxis were the most common complaint in all cases. Recurrency rate is higher in young age, early onset, late stage and high expression of VEGF. Proportion of recurrency was not statistically significant among characteristics. Onset, oropharyngeal mass, stage, preoperative embolization and intensity of VEGF have clinically difference. In this study, preoperative embolization does not decrease recurrency rate. Conclusion the JNA rsquo s recurrence proportion was influenced by the residual tumor. The less residual tumor will dicrease the recurrency."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Hidayasri
"Penilaian karakteristik asimetris dinding nasofaring pada karsinoma nasofaring KNF pasca terapi memiliki implikasi penting pada penatalaksanaan pasien, tetapi seringkali sulit untuk mendiferensiasikan antara lesi tumoral dan non tumoral menggunakan CT scan/ MRI konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik potong nilai ADC antara lesi tumoral dan non tumoral pada follow up MRI pasca terapi. Penelitian merupakan studi kesesuaian dengan pendekatan potong lintang antara nilai ADC dan histopatologi. Penelitian menggunakan data primer 21 pasien KNF pasca kemoradioterapi yang melakukan pemeriksaan MRI nasofaring di Departemen Radiologi RSUPN-CM pada Juni 2016-Oktober 2017. Range of interest dan pemetaan ADC nilai b 1000 s/mm2 diletakkan pada komponen solid. Rerata jarak terapi dan evaluasi MRI pasca terapi adalah 9,3 bulan. Rerata nilai ADC lesi tumoral 0,7 x 10-3 mm2/s SD 0,05 dan non tumoral 1,2 x 10-3 mm2/s SD 0,3. Pada uji independent T-test menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik antara rerata nilai ADC tumoral dan non tumoral. Pada analisis ROC nilai ADC didapatkan titik potong 0,86 x 10-3 mm2/s AUC= 0,97; SE= 0,04 dengan nilai sensitivitas 100 dan spesifisitas 93,8. Berdasarkan uji McNemar nilai p> 0,005 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara temuan ADC dan histopatologi. Terdapat kesesuaian yang sangat kuat antara nilai ADC dan histopatologi untuk membedakan lesi tumoral dan non tumoral KNF pasca terapi. Pemeriksaan MRI sekuens DWI-ADC dapat digunakan untuk memberikan informasi tambahan pada kasus follow up KNF pasca terapi.

Assessment of nasopharyngeal wall asymmetric characteristics of post treatment nasopharyngeal carcinoma NPC has important implication for management of the patients, but it is often difficult to distinguish between non tumoral and tumoral lession by using CT scan conventional MRI. The objective is to assess ADC cut off values between tumoral and non tumoral lession on MRI follow up after treatment. This research is a conformity study with cross sectional approach between ADC values compared with histopathology. This study used primary data of 21 post chemoradiotherapy NPC patients, who were examined nasopharnygeal MRI at Radiology Departement of Cipto Mangunkusumo Hospital in June 2016 October 2017. Range of interest ROI and ADC mapping b value 1000 s mm2 were placed on solid components. Mean interval between therapy and post treatment MRI was 9.3 months. Mean ADC values of tumoral lesions were 0.7 x 10 3 mm2 s SD 0.05 and non tumoral lession 1.2 x 10 3 mm2 s SD 0.3 . Independent T test showed statistically significant difference between the mean ADC values in tumoral and non tumoral lesions. In ROC analysis, ADC cut off value was obtained 0,86 x 10 3 mm2 s AUC 0,97 SE 0,04 with 100 sensitivity and 93,8 specificity. Based on the McNemar test p 0,05 , there was no significant difference between ADC findings and histopathology. There is very strong suitability between ADC and histopathologic values to differentiate tumoral and non tumoral lession in post treatment NPC. DWI ADC can be used to provide additional information on follow up post treatment NPC. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winnugroho Wiratman
"Latar Belakang. Sebagian besar pasien kanker akan mengalami neuropati. Gejala
neuropatik yang muncul akibat kemoterapi dapat menghambat proses terapi.
Cisplatin merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan dalam terapi
kanker nasofaring (KNF) dan banyak menyebabkan neuropati perifer. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran neuropati pada pasien KNF yang
mendapat kemoterapi di RSUPN Cipto Mangunkusumo serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Metode. Subyek penelitian ini adalah pasien KNF yang dikemoterapi dengan
cisplatin kurang dari 6 bulan sebelum pemeriksaan, baik tunggal, sebagai
kemoadjuvant maupun kombinasi dengan kemoterapi lain yang tidak
menyebabkan neuropati perifer. Pasien Diabetes Mellitus serta gangguan
neurologis sebelumnya disingkirkan dari penelitian. Dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologis, dan elektroneurografi (ENG). Penelitian dilakukan
dengan menggunakan desain potong lintang. Pengumpulan data dilakukan pada
bulan Februari hingga Mei 2013.
Hasil. Sebanyak 100 subyek penelitian yang terdiri dari 81 subjek laki-laki dan 19
subyek perempuan diikutsertakan dalam penelitian ini. Usia dari subjek penelitian
berkisar antara 30-60 tahun. Didapatkan 76% subjek mengalami neuropati, 51
subjek diantaranya mengalami neuropati ENG, 25 subjek mengalami neuropati
secara klinis dan ENG. Didapatkan neuropati sensorik 82.89%, neuropati motorik
80,26%, dan 51,32% mengalami neuropati otonom. Berdsarkan tipenya 89,47%
mengalami degenerasi aksonal dan tidak satupun mengalami yang mengalami
demielinisasi murni. Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara usia
dan dosis dengan kejadia neuropati secara klinis (masing-masing p < 0,05).
Kesimpulan. Telah didapatkan yang mendapat kemoterapi cisplatin di RSUPN
Cipto Mangunkusumo termasuk tinggi yaitu sebesar 76%, dan hanya 25% yang
mengalami gejala neuropati secara klinis. Lebih dari setengah (51%) pasien
mengalami neuropati subklinis prevalensi neuropati perifer. Neuropati sensorik
merupakan neropati paling banyak terjadi. Hampir semua pasien yang mendapat
kemoterapi cisplatin mengalami neuropati aksonal. Usia lebih tua dan dosis total
yang lebih besar merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi neuropati pada
pasien KNF yang mendapat kemoterapi cisplatin

Background. The majority of cancer patients will experience neuropathy.
Neuropathic symptoms arising from chemotherapy can inhibit the therapeutic
process. Cisplatin is the most widely used chemotherapy in the treatment of
nasopharyngeal cancer (NPC) and the many causes of peripheral neuropathy. This
study aims to describe the neuropathy in NPC patients who received
chemotherapy in Cipto Mangunkusumo and the factors that influence it.
Method. The study subjects were NPC patients whose chemotherapy with
cisplatin less than 6 months before the examination, whether single, as
kemoadjuvant or in combination with other chemotherapy that does not cause
peripheral neuropathy. Diabetes Mellitus and patients with neurological disorders
previously excluded from the study. Anamnesis, neurological physical
examination, and elektroneurografi (ENG) were done. The study was conducted
using a cross-sectional design. The data was collected between February and May
2013.
Results. A total of 100 study subjects consisted of 81 male subjects and 19 female
subjects were included in this study. Age of study subjects ranged from 30-60
years. There were 76% of the subjects had neuropathy, 51 subjects had
neuropathy based on ENG only, 25 subjects based on clinical and ENG. There
were 82.89% had sensory neuropathy, 80.26% had motor neuropathy, and 51.32%
had autonomic neuropathy. Most (89.47%) had axonal degeneration and none had
the experience of pure demyelination. There is a statistically significant
relationship between age and dose with the incidence of clinical neuropathy (each
p <0,05).
Conclusion. The prevalence of neuropathy in cisplatin chemotherapy in NPC
patients in Cipto Mangunkusumo was as high as 76%, and only 25% who
experienced clinical symptoms. More than half (51%) patients had subclinical
neuropathy of peripheral neuropathy. Older age and greater total doses are all
factors that influence the KNF neuropathy in patients receiving cisplatin
chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idramsyah
"Karya ilmiah ini bertujuan memberikan gambaran analisis praktik residensi Keperawatan Medikal Bedah selama 2 semester tentang penerapan teori model keperawatan dalam studi kasus, dan analisis hasil penerapan tindakan mandiri keperawatan berbasis pembuktian ilmiah evidence based nursing practice, serta analisis hasil inovasi kelompok terhadap fenomena yang ditemui selama praktik residensi. Penerapan peran perawat profesional dalam proses asuhan keperawatan dengan menggunakan teori adaptasi Roy dilakukan pada kasus karsinoma nasofaring dan berbagai kasus keganasan lainnya terbukti bermanfaat membantu dan meningkatkan kemampuan adaptasi pasien terhadap stimulus internal dan esternal yang dialami.
Kegiatan aplikasi tindakan mandiri keperawatan berdasarkan pembuktian ilmiah pengunaan madu terbukti bermanfaat untuk mencegah dan mengatasi mukositis oral akibat kemoterapi dan atau radioterapi pada pasien karsinoma nasofaring. Pada proyek inovasi manajemen edukasi pada pasien kanker tiroid yang menjalani terapi I-131 di ruang isolasi radioaktif terlaksana dengan memfasilitasi pembuatan multi media edukasi, peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam manajemen edukasi. Peran perawat profesional dapat dijalankan dalam setiap tahap kegiatan praktik residensi keperawatan medikal bedah peminatan onkologi secara holistik dan komprehensif meliputi upaya promotif, reventif, kuratif, dan rehabilitatif.

This paper aims to provide an overview of medical surgical nursing residency residency proces for 2 semesters on the application of nursing model theory in case study, and analysis of the results of the implementation of evidence based nursing, and analysis of group innovation results on the phenomenon encountered during residency practice. The application of the role of professional nurses in the nursing care process using Roy 39 s adaptation theory was done in the primary case of nasopharyngeal carcinoma and other malignant cases proved helpful in improving the adaptability of the patient to the internal and esternal stimuli experienced.
The activity of self directed nursing action application based on scientific evidence that use of honey proved useful to prevent and overcome oral mucositis due to chemotherapy and or radiotherapy in patients nasopharyngeal carcinoma. In an educational management innovation project in thyroid cancer patients undergoing I 131 therapy in radioactive isolation room was done by facilitating the making of multi media education, improvement of nurse knowledge and skill in education management. The role of professional nurse can be carried out in every stage of medical residency practice of medical surgery oncology surgery on holistically and comprehensively include promotive, reventif, curative and rehabilitative.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ayu Mulansari
"Latar Belakang: Kondisi besi berlebih, dengan feritin dan saturasi transferin sebagai surrogate marker, akan menimbulkan oksigen radikal bebas (ROS) yang menyebabkan stress oksidatif. Malondialdehid (MDA) merupakan ROS yang terbentuk dari peroksidase lemak sedangkan (manganese)superoksid dismutase (MnSOD) sebagai enzim yang mengubah radikal bebas oksigen menjadi oksigen biasa. Transfusi darah sering digunakan untuk mengatasi anemia pada kanker, namun juga berpotensi meningkatkan beban besi pada tubuh. Penelitian ini melihat peran transfusi darah terhadap feritin serum dan saturasi transferin serta kaitannya dengan stres oksidatif pada pasien kanker nasofaring.
Tujuan: Mengetahui peranan transfusi sel darah merah (SDM) dalam kaitannya dengan perubahan kadar feritin serum dan saturasi transferin serta korelasinya dengan stress oksidatif pada pasien kanker nasofaring (KNF) yang menjalani kemoradiasi.
Metode: Studi kohort prospektif. Pengambilan data dilakukan di klinik Hematologi-Onkologi Medik IPD RSCM Jakarta secara consecutive sampling pada bulan November 2015-Februari 2016. Pasien KNF yang menjalani kemoradiasi diperiksakan kadar feritin serum, saturasi transferin, MDA, MnSOD pra dan pasca terapi. Dilakukan pencatatan jumlah transfusi sel darah merah yang diterima. Analisa data menggunakan T-test/Mann Whitney dan uji korelasi Spearman.
Hasil: Total 38 pasien yang menjalani kemoradiasi, usia rata-rata 47 tahun, laki-laki dan perempuan 4:1. Sebanyak 18 pasien (47,4%) menerima transfusi sel darah merah selama pengobatan. Didapatkan peningkatan rerata saturasi transferin sebesar 15,1% (p=0,016) dan MDA sebesar 1,368 (p=0,001) pada pasien yang mendapatkan transfusi SDM dibandingkan yang tidak mendapatkan transfusi. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada feritin serum (p= 0,35) dan MnSOD (p= 0,496) antara yang mendapatkan transfusi SDM dengan yang tidak. Didapatkan korelasi lemah antara feritin serum dengan MDA dan MnSOD (r=0,239 dan r= -0,374) dan tidak didapatkan korelasi antara saturasi transferin dengan MDA dan MnSOD (r=0,191 dan r=0,027).
Simpulan: Terdapat peningkatan rerata saturasi transferin dan MDA pada pasien yang mendapatkan transfusi SDM. Tidak terdapat peningkatan feritin serum ataupun penurunan MnSOD. Terdapat korelasi yang lemah antara peningkatan kadar feritin serum dengan MDA dan MnSOD pada pasien KNF pasca kemoradiasi dan transfusi sel darah merah. Tidak terdapat korelasi antara kadar saturasi transferin dengan MDA dan MnSOD pada pasien KNF yang mendapat transfusi sel darah merah.

Background: The presence of free iron in the circulation will induce the formation of reactive oxygen species (ROS) which result in cell injury. The free radical formed and cause lipid peroxidation which in result cause formation of malondialdehyde (MDA). (manganese)Superoxide Dismutase (MnSOD) as antioxidant enzyme have anti tumor activity and the level often found low in cancer patient. Ferritin and transferrin saturation are predictor of iron overload. Blood transfusion is the therapy often used to resolve anemia in cancer, but also increase iron burden in body. This study focus on the role of blood transfusion to serum ferritin and transferrin saturation and its correlation with oxidative stress in patients with nasopharyngeal cancer (NPC).
Objective: To know the role of red blood cell (RBC) transfusion and its relations to serum ferritin and transferin saturation level and their correlation with oxidative stress in nasopharyngeal cancer patients undergoing chemoradiation.
Methods: Prospective study. Sample obtained with consecutive sampling method collected in the Hematology-Medical Oncology Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta November 2015 to February 2015. NPC patients undergoing chemoradiation, blood examination performed to measure ferritin, saturation transferrin, malondialdehyde, MnSOD before and after treatment. During treatment the amount of transfusion received is recorded. Data analysis done using T-test/Mann Whitney and Spearman correlation test.
Results: Total of 38 patients received chemoradiation, mean age 47,97 years old, proportion man compare woman is 4:1. During treatment 18 patients (47,4%) received red blood cell transfusion. Difference in mean found between transferrin saturation 15,1% (p=0,016) and MDA serum 1,358 nM (p=0,001) in patient receiving RBC transfusion compare to subject not receving transfusion. There are no significantly differences in serum ferritin and MnSOD level between both group. We found a weak correlation between raise of serum ferritin to the raise of MDA and the declining of MnSOD (r = 0,239 and r= -0,374). There are no correlation between transferin saturation with MDA nor MnSOD
Conclusions : Increase in transferin saturation and MDA level found in NPC receiving RBC transfusion after chemoradiation. There is a weak correlation found between serum ferritin with MDA and MnSOD in nasopharyngeal cancer undergoing chemotherapy radiation therapy receiving RBC transfusion and no correlation between transferin saturation with MDA and MnSOD changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Julianty
"Kandidiasis invasif yang disebabkan oleh Candida krusei merupakan salah satu penyebab kematian dengan angka kematian yang tinggi. Terjadinya resistansi terhadap flukonazol dilaporkan terkait dengan gen penanda resistansi intrinsik. Data epidemiologi molekular dengan Whole Genome Sequencing (WGS) yang mengidentifikasi gen dan varian yang terkait virulensi dan resistansi obat Candida krusei belum pernah dilaporkan di Jakarta, maupun di Indonesia. Berdasarkan permasalahan di atas, dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan profil gen resistansi dengan metode Whole Genome Sequencing. Hasil pemetaan MLST diperoleh ada 6 housekeeping gen yaitu ADE2, HIS3, LEU2, LYS2D, NMT1 dan TRP1. Berdasarkan hasil variant calling ditemukan beberapa gen yang berperan dalam resistansi yaitu ERG11 dan FKS1. Mutasi yang ditemukan meliputi missense, synonymous, stop gain dan indel. Sebagian besar adalah varian mutasi missense dan synonymous. Pola kepekaan Candida krusei dengan metode difusi cakram sebagian besar terdiri dari isolat yang resisten dan sensitif terhadap beberapa antijamur seperti flukonazol, itrakonazol, ketonazol, amfoterisin B, nistatin, vorikonazol dan mikonazol.

Invasive candidiasis caused by Candida krusei is one of the causes of death with a high mortality rate. The occurrence of resistance to fluconazole is reported to be related to intrinsic resistance marker genes. Molecular epidemiological data related to Whole Genome Sequencing (WGS) that identify genes and variants associated with Candida krusei virulence and drug resistance have never been reported in Jakarta, nor in Indonesia. Based on the problems above, further research was carried out to determine the resistance gene profile using the Whole Genome Sequencing method. The results of the MLST mapping showed that there were 6 housekeeping genes namely ADE2, HIS3, LEU2, LYS2D, NMT1, and TRP1. Based on the results of variant calling, several genes that play a role in resistance were found, namely ERG11 and FKS1. The mutations found include missense, synonymous, stop gain, and indel. Most are missense and synonymous mutation variants. The sensitivity pattern of Candida krusei by disc diffusion method mostly consisted of isolates that were resistant and sensitive to several antifungals such as fluconazole, itraconazole, ketoconazole, amphotericin B, nystatin, voriconazole, and miconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>