Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134227 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nora Harminarti
"Latar Belakang: Prevalensi penderita HIV/AIDS masih tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, apabila terkena infeksi Toxoplasma gondii bisa memperberat kondisi klinis. Manifestasi klinis yang sering muncul adalah Toxoplasma ensefalitis (TE). T. gondii memiliki tipe tertentu dan terdapat hubungan antara manifestasi klinis yang muncul dengan tipe T. gondii. Sampai saat ini belum ditemukan adanya laporan tipe T. gondii pada TE di Indonesia. Penentuan tipe memerlukan penanda genetik, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mencari penanda genetik pada cairan serebrospinal untuk penentuan tipe T. gondii serta melihat proporsi tipe T. gondii pada penderita TE.
Metode: Sebanyak 160 sampel cairan serebrospinal yang tersimpan di laboratorium Parasitologi FKUI dan telah dikarakterisasi positif IgG anti T. gondii dan 69 diantaranya positif pada pemeriksaan PCR, dilakukan penentuan tipe T. gondii dengan penanda genetik yaitu SAG2 3’ dan SAG2 5’, GRA6, GRA7 dan BTUB. Hasil PCR yang positif dari keempat gen tersebut selanjutnya disekuensing; hasil sekuensing diolah menggunakan MEGA XI, dibuat analisis filogenetik dengan sekuens rujukan T. gondii tipe I,II,III dan atipikal dari NCBI genbank. Penentuan tipe T. gondii sampel TE ditentukan berdasarkan konsensus dari hasil analisis filogenetik gen SAG2 3’, SAG2 5’, GRA6, GRA7 dan BTUB.
Hasil: Penanda genetik yang digunakan untuk penentuan tipe T. gondii adalah SAG2 3’, SAG2 5’, GRA6, GRA7, dan BTUB. Hasil positif nested PCR gen GRA7 sebanyak 34/69 (50.7%). Sebanyak 6 sampel positif pada PCR gen SAG2 3’ dan SAG2 5’ dari 34 sampel positif GRA7 . PCR gen GRA 6 dan BTUB tidak memberikan hasil positif pada sampel kecuali kontrol positif yang berasal dari isolat T. gondii hasil kultur. Hasil konsensus dari 6 sampel berdasarkan 3 gen penanda SAG2 5’, SAG2 3’ dan GRA7 adalah 3/6 tipe I, 2/6 tipe I varian dan 1/6 tipe I/III.
Kesimpulan: Toxoplasma gondii tipe I/tipe I varian dan tipe III merupakan tipe T. gondii penyebab toxoplasma ensefalitis pada HIV/AIDS di Indonesia. Gen SAG2 5’, SAG2 3’, dan GRA7 dapat digunakan sebagai penanda genetik untuk penentuan tipe T. gondii dari sampel klinis langsung.

Background: The prevalence of HIV/AIDS in Indonesia remains high and continues to be a significant health concern. Infection with Toxoplasma gondii can exacerbate clinical conditions for these patients. Toxoplasma encephalitis (TE) is a common clinical manifestation. Different types of T. gondii are associated with distinct clinical manifestations. Currently, there are no reports of T. gondii types in TE in Indonesia. However, determining the type requires genetic markers. Therefore, this study aimed to identify genetic markers in cerebrospinal fluid to determine T. gondii type and assess the proportion of T. gondii types in TE patients.
Methods: A total of 160 cerebrospinal fluid samples deposited in the FKUI Parasitology laboratory and had been tested positive for anti T. gondii IgG and sixty-nine out of one hundred and sixty were positive in the PCR examination. Toxoplasma gondii genotype was determined using genetic markers, namely SAG2 3' and SAG2 5', GRA6, GRA7 and BTUB. Positive nested PCR results from these four genes were then sequenced; the sequencing results were processed using MEGA-XI. Phylogenetic analysis was made with reference sequences were T. gondii type I, II, III and atypical from NCBI GenBank. Determination of the type of T. gondii was determined based on the consensus from the results of phylogenetic analysis of the SAG2 3', SAG2 5', GRA6, GRA7 and BTUB genes.
Results: The genetic markers used for T. gondii type determination were SAG2 3', SAG2 5', GRA6, GRA7, and BTUB. Positive PCR results for the GRA7 gene were 34/69 (50.7%), furthermore 6/34 were positive for PCR of the SAG2 3' and SAG2 5' genes. PCR for the GRA6 and BTUB genes did not give any positive results with the LCS samples except the positive control which came from cultured T. gondii isolate. The consensus results of T. gondii type determination from 6 samples based on the 3 marker genes SAG2 5', SAG2 3' and GRA7 are 3/6 type I, 2/6 type I variant and 1/6 type I/III.
Conclusion:
Toxoplasma gondii type I/ type I variant and type I/III is a type of T. gondii associated with toxoplasma encephalitis in HIV/AIDS in Indonesia. The SAG2 5', SAG2 3', and GRA7 genes can be used as genetic markers for T. gondii type determination directly from clinical samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Halleyantoro
"ABSTRAK
Toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penyakit infeksi ini dapat menyebabkan kondisi fatal bila terjadi pada pasien imunokompromis, misalnya adalah toksoplasma ensefalitis (TE) yang menyerang sistem saraf pusat. Untuk menegakkan diagnosis Toxoplasma sebagai penyebab kelainan SSP (sistem saraf pusat) pada pasien HIV sangat sulit, sehingga diperlukan metode pemeriksaan lain sebagai alternatif, salah satunya adalah pemeriksaan PCR mendeteksi gen B1 dari Toxoplasma gondii. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode PCR pada sampel CSS (cairan serebrospinal) yang sesuai untuk menegakkan diagnosis TE dan mengetahui keunggulan dan kelemahan pemeriksaan PCR dibandingkan pemeriksaan IgG anti-Toxoplasma pada cairan serebrospinal. Penelitian dilakukan pada cairan serebrospinal pasien HIV/AIDS dengan gangguan serebral. Hasil pemeriksaan PCR dari 88 sampel CSS pasien HIV yang datang ke Laboratorium Parasitologi FK UI, adalah 23 (26,1%) positif dan 65 (73,9%) negative T. gondii. Ada hubungan postif bermakna antara pemeriksaan PCR dengan pemeriksaan IgG anti-Toxoplasma dari CSS.

ABSTRACT
Toksoplasmosis is a disease caused by infection of Toxoplasma gondii. This infection can caused a life threatening condition in immunocompromised patients, for example toxoplasma ensefalitis (TE) which attack central nervous system. It is very difficult to diagnose Toxoplasma as a cause of CNS infection in HIV patient, so we need another methods as alternative, one of which is one of which is a PCR detection of Toxoplasma gondii B1 gene. This research aims to develop a PCR method on samples Cerebrospinal Fluid (CSF) that suitable for TE diagnosis and determine the advantages and disadvantages PCR methods compared to detection of anti-Toxoplasma IgG from CSF. The study was conducted in the cerebrospinal fluid of patients with HIV / AIDS with cerebral disorders. PCR examination results of 88 samples CSS HIV patients who came to the Laboratory of Parasitology FK UI, was 23 (26.1%) positive and 65 (73.9%) negative T. gondii. There is a significant positive relationship between PCR and detection anti-Toxoplasma IgG from CSF.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunilda Andriyani
"[ABSTRAK
Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraselular obligat yang tersebar di seluruh dunia. Infeksi yang diakibatkannya disebut toksoplasmosis, dan diperkirakan sekitar sepertiga populasi dunia terinfeksi T. gondii. Toksoplasmosis akan menjadi masalah bahkan dapat mengancam jiwa bila infeksi terjadi pada orang imunokompromi. Ensefalitis toksoplasma (ET) terjadi akibat reaktivasi infeksi laten T. gondii, dan merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien AIDS, terutama pada stadium akhir.
Untuk menegakkan diagnosis pasti penyebab kelainan SSP pada pasien AIDS sangatlah sulit, karena banyaknya kemungkinan penyebab infeksi lain seperti bakteri, virus, dan jamur. Diagnosis ET ditegakkan hanya berdasarkan asumsi dari gejala klinis, gambaran radiologi, dan respons terhadap terapi yang diberikan. Pemeriksaan kadar IgG anti-Toxoplasma pada cairan organ yang terinfeksi T. gondii jarang dilakukan. Selama ini studi-studi lebih banyak yang memeriksa kadar IgG anti-Toxoplasma pada serum. Oleh karena masih jarangnya penelitian yang menggunakan CSS untuk penegakan diagnosis ET dan untuk mengetahui apakah kadar IgG anti-Toxoplasma pada CSS bermakna dalam menegakkan diagnosis ET, maka penelitian mengenai hal tersebut dilakukan pada pasien HIV & AIDS dengan dugaan meningitis.
Dari 50 sampel CSS pasien AIDS yang dikirim ke Laboratorium Parasitologi FKUI, 24 (48%) positif dan 26 (52%) negatif IgG anti-Toxoplasma. Dari IgG positif, 5 (20,83%) kadar tinggi, dan 19 (79,17%) kadar rendah. Tidak ada perbedaan bermakna antara kadar IgG anti-Toxoplasma dengan hasil pencitraan maupun diagnosis klinis ET. Tidak ada hubungan antara kadar IgG anti-Toxoplasma dengan riwayat terapi profilaksis ko-trimoksazol.

ABSTRACT
Toxoplasma gondii is obligate intracellular parasite that spread over the world. Toxoplasmosis, infection of this parasite, infected over one third world population. Toxoplasmosis become problem and life threatening in immunocompromised patients. Toxoplasma encephalitis (TE) is reactivation of latent infection of T. gondii, and usually manifest in severe stage of AIDS.
Diagnosis of central nervous system infection in AIDS is very difficult, because many possibilities of infection that caused by bacteri, virus, and fungi. TE is only diagnosed by asumption of clinical signs, radiology, and therapeutic respons. The examination of IgG anti-Toxoplasma in organ fluid was rare. Because of this reason and to answer, is IgG anti-Toxoplasma in cerebro spinal fluid has important meaning for diagnosing TE, this study was done in HIV infection & AIDS patients with meningitis.
From 50 LCS of AIDS patients that sent to Parasitology Laboratorium FKUI, 24 (48%) were positive, and 26 (52%) were negative of IgG anti-Toxoplasma. From IgG positive samples, 5 (20,83%) were high, and 19 (79,17%) were in low level. There is no difference between IgG anti-Toxoplasma level with radiology appearence, and with clinical diagnose for TE. No difference between IgG anti-Toxoplasma level with history of cotrimoxazole as prophylaxis therapy.;Toxoplasma gondii is obligate intracellular parasite that spread over the world. Toxoplasmosis, infection of this parasite, infected over one third world population. Toxoplasmosis become problem and life threatening in immunocompromised patients. Toxoplasma encephalitis (TE) is reactivation of latent infection of T. gondii, and usually manifest in severe stage of AIDS.
Diagnosis of central nervous system infection in AIDS is very difficult, because many possibilities of infection that caused by bacteri, virus, and fungi. TE is only diagnosed by asumption of clinical signs, radiology, and therapeutic respons. The examination of IgG anti-Toxoplasma in organ fluid was rare. Because of this reason and to answer, is IgG anti-Toxoplasma in cerebro spinal fluid has important meaning for diagnosing TE, this study was done in HIV infection & AIDS patients with meningitis.
From 50 LCS of AIDS patients that sent to Parasitology Laboratorium FKUI, 24 (48%) were positive, and 26 (52%) were negative of IgG anti-Toxoplasma. From IgG positive samples, 5 (20,83%) were high, and 19 (79,17%) were in low level. There is no difference between IgG anti-Toxoplasma level with radiology appearence, and with clinical diagnose for TE. No difference between IgG anti-Toxoplasma level with history of cotrimoxazole as prophylaxis therapy., Toxoplasma gondii is obligate intracellular parasite that spread over the world. Toxoplasmosis, infection of this parasite, infected over one third world population. Toxoplasmosis become problem and life threatening in immunocompromised patients. Toxoplasma encephalitis (TE) is reactivation of latent infection of T. gondii, and usually manifest in severe stage of AIDS.
Diagnosis of central nervous system infection in AIDS is very difficult, because many possibilities of infection that caused by bacteri, virus, and fungi. TE is only diagnosed by asumption of clinical signs, radiology, and therapeutic respons. The examination of IgG anti-Toxoplasma in organ fluid was rare. Because of this reason and to answer, is IgG anti-Toxoplasma in cerebro spinal fluid has important meaning for diagnosing TE, this study was done in HIV infection & AIDS patients with meningitis.
From 50 LCS of AIDS patients that sent to Parasitology Laboratorium FKUI, 24 (48%) were positive, and 26 (52%) were negative of IgG anti-Toxoplasma. From IgG positive samples, 5 (20,83%) were high, and 19 (79,17%) were in low level. There is no difference between IgG anti-Toxoplasma level with radiology appearence, and with clinical diagnose for TE. No difference between IgG anti-Toxoplasma level with history of cotrimoxazole as prophylaxis therapy.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Halleyantoro
"Toksoplasmosis yang disebabkan oleh parasit intraseluler Toxoplasma gondii merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi di dunia. Sepertiga dari populasi dunia diperkirakan terinfeksi protozoa ini. Sementara itu penyakit coronavirus 2019 (COVID-19), telah menyebabkan keadaan darurat kesehatan dunia. Sebagian besar pasien COVID-19 akan mengalami beberapa tingkat imunosupresi, sehingga diperkirakan mereka berisiko mengalami reaktivasi infeksi parasit seperti T. gondii. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi seroprevalensi dan karakteristik infeksi T. gondii di antara pasien dengan COVID-19. Metode pada penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional). Sebanyak 130 sampel serum dari penderita yang telah diperiksa PCR COVID-19 terdiri dari 89 sampel positif dan 41 sampel negatif COVID-19.  Hasil serologi Toxoplasma pada sampel positif Covid-19 adalah 46,1 % positif IgG anti-Toxoplasma dan 12,4 % positif IgM anti-Toxoplasma. Sedangkan pada kelompok negatif COVID-19 didapatkan 61% IgG anti-Toxoplasma dan 4,9% IgM anti-Toxoplasma. Hasil pemeriksaan aviditas mendapatkan 4 sampel dengan aviditas rendah dan 9 sampel dengan aviditas tinggi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seroprevalensi Toxoplasma pada penderita Covid tinggi dan 4,5% diantaranya dengan toksoplasmosis aktif dan 33,7% dengan toksoplasmosis laten. Kondisi toksoplasmosis akut dan reaktivasi akan memperburuk kondisi klinis penderita COVID-19 dan bisa berakibat fatal.

Toxoplasmosis caused by the intracellular parasite Toxoplasma gondii is a disease with a high prevalence in the world, and one third of the world's population is infected with this protozoan. Meanwhile the coronavirus disease 2019 (COVID-19), has caused a world health emergency. Most COVID-19 patients are at risk for reactivation of parasitic infections such as T. gondii. This study aimed to evaluate the seroprevalence and characteristics of T. gondii infection among patients with COVID-19. Cross sectional methods were used in this study. A total of 130 serum samples from patients who had been tested by PCR for COVID-19 consisted of 89 positive samples and 41 negative samples for COVID-19. Serology results in COVID-19 positive samples were 46.1% positive for anti-Toxoplasma IgG and 12.4% positive for anti-Toxoplasma IgM. Meanwhile, in the negative COVID-19 group, 61% IgG and 4.9% anti-Toxoplasma IgM were obtained. The results of the avidity examination obtained 4 samples with low avidity and 9 samples with high avidity. This study conclusion is seroprevalence of Toxoplasma in COVID-19 patients is high and 4.5% of them have active toxoplasmosis and 33.7% with latent toxoplasmosis. Acute toxoplasmosis conditions and reactivation will worsen the clinical condition of COVID-19 sufferers and can be fatal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dearikha Karina Mayashinta
"ABSTRAK
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler yang memiliki persebaran di alam cukup luas dan dapat menginfeksi berbagai jenis unggas dan mamalia. Informasi genetik mengenai tipe T. gondii yang menyebabkan toksoplasmosis pada manusia masih sangat terbatas. Analisis genetik dari lokus SAG2 digunakan untuk menentukan prevalensi ketiga genotip T. gondii tipe I, II, dan III yang terkait dengan infeksi toksoplasmosis serebral dan okular di Indonesia. Penentuan genotip ini dilakukan secara langsung pada sampel klinis, tanpa terlebih dahulu melalui proses isolasi pada mencit atau kultur sel. Sebanyak 28 sampel cairan serebrospinal dan 8 sampel cairan mata yang telah dinyatakan positif terinfeksi T. gondii melalui PCR gen B1 digunakan pada penelitian ini. Metode restriction fragment length polymorphism RFLP digunakan untuk mengelompokkan setiap isolat ke dalam satu dari tiga genotip T. gondii. Tipe I merupakan strain yang paling banyak didapatkan pada sampel cairan serebrospinal dan cairan mata. Data tersebut menunjukkan bahwa toksoplasmosis serebral dan okular yang terjadi di Indonesia di dominasi oleh tipe I yang merupakan jenis tipe yang virulen.Kata Kunci: cairan mata, cairan serebrospinal, genotip, PCR-RFLP, Toxoplasma gondi.

ABSTRACT
Toxoplasma gondii is an obligate intracellular protozoan that has a wide distribution in nature and can infect many kinds of birds and mammals. Genetic information about the type of Toxoplasma gondii that causes toxoplasmosis in humans is still limited. Genetic analysis of the SAG2 locus was performed to determine the prevalence of the three genotypes of T. gondii associated with cerebral and ocular toxoplasmosis infection in Indonesia. This genotyping is performed directly on clinical samples, without passing the isolation process in mice or cell cultures. A total of 28 samples of cerebrospinal fluid and 8 samples of vitreous fluid which had been confirmed positive for T. gondii infection through B1 gene PCR, used in this study. Restriction fragment length polymorphism RFLP was used to determine each isolate into one of the three genotypes of T. gondii. Type I was the predominant strain found in cerebrospinal and ocular fluid. This data showed that cerebral and ocular toxoplasmosis in Indonesia is dominated by a virulant type I strain.Keywords cerebrospinal fluid, genotype, ocular fluid, PCR RFLP, Toxoplasma gondii."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadar Sukri
"Ruang lingkup dan Cara penelitian : Toksoplasmosis adalah suatu penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Parasit ini merupakan parasit intraselular. Pada manusia pertama kali ditemukan oleh Janku (1923). Pada wanita hamil, infeksi akut primer dapat menyebabkan kelainan bawaan, kerusakan jaringan otak janin, kematian fetus dan abortus. Penentuan terjadinya infeksi akut sangat penting karena pengobatan yang dilakukan terutama pada ibu hamil, neonatus dengan toksoplasmosis kongenital dan pasien dengan imunosupresi sangat bermanfaat dan akan mengurangi akibat infeksi. Metoda standar penentuan infeksi akut biasanya dengan pemeriksaan antibodi spesifik IgG dan IgM. IgM merupakan petanda infeksi baru sedangkan IgG petanda infeksi Iampau. Tetapi deteksi ini tidak adekuat pada pasien yang imunosupresi karena respons imun terhambat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metoda diagnosis toksoplasmosis yang lebih sensitif dan dapat menentukan fase akut Deteksi antigen toksoplasma adalah suatu cara yang lebih sensitif dan dapat mendeteksi fase akut. Dua kelompok sampel, kelompok pertama mernpunyai IgM (+), IgG (+) dan kelompok kedua 1gM (-), IgG (+) masing-masing 30 sampel digunakan untuk deteksi antigen beredar, yang dapat digunakan sebagai penentu fase akut infeksi Toxoplasma.
Hasil dan Kesimpulan : Dari 30 sampel yang mengandung IgM (+) dan IgG (+) ada 27 (90%) antigen positif sedangkan pada kelompok IgM (-) IgG (+) diperoleh hasil 28 (93 %) antigen negatif. Dengan Uji Chi square dan koreksi Yates hasil yang antigen positif dan yang antigen negatif berbeda sangat bermakna. (X hitung = 38.4427 X tabel 0.05 = 3.841 0.01 = 6.635) (P < 0.01). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan antigen dapat digunakan sebagai penentu fase infeksi dan dapat dilakukan dengan cepat, sensitif dan dapat menentukan fase akut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T8210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadar Sukri
"Toksoplasmosis adalah suatu penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh Toxoplasma Gondii. Pada wanita hamil, infeksi akut primer dapat menyebabkan kelainan bawaan; kerusakan jaringan otak janin, kematian fetus dan abortus. Penentuan terjadinya infeksi akut sangat penting karena pengobatan yang dilakukan terutama pada ibu hamil, neonatus dengan toksoplasmosis kongenital dan pasien imunosupresi sangat bermanfaat dan akan mengurangi akibat infeksi. Metoda standar penentuan infeksi akut biasanya dengan pemeriksaan antibodi spesifik IgG dan Igm. IgM merupakan petanda infeksi baru sedangkan lgG petanda infeksi lampau. Tetapi deteksi ini tidak adekuat pada pasien yang imunosupresi karena respon imun terhambat. Peneiitian ini bertujuan untuk mendapatkan metoda diagnosis toksoplasmosis yang lebih sensitif dan dapat menentukan fase akut. Detensi antigen toksoplasma adalah suatu cara yang lebih sensitif dan dapat mendeteksi fase akut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Emanuel E. Setyo
"Toksopiasmosis yang disebabkan Toxoplasma gondii, merupakan parasit unisel Intraselular. Pada manusia khususnya wanita hamil dapat menyebabkan keguguran atau cacat bawaan, sedangkan pada penderita dengan gangguan sistem imun dapat menyebab kan kematian. Diagnosis toksoplasmosis pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan, karena berdasarkan gejala klinis saja sukar untuk di tegakkan. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan ialah pemeriksaan serologi dengan ELISA. Namun kit Toxonostika untuk pemeriksaan ELISA masih diimpor dari luar. Saat ini laboratorium Parasitologi FKUI telah berhasil membuat sendiri antigen untuk ELISA lokal, dan kemampuan deteksi IgG Toxoplasma sama dengan Toxonostika. Tetapi cara ELISA masih kurang akurat dan menggunakan crude antigen serta tidak dapat membedakan orang yang sakit dan tidak sakit. Selanjutnya untuk mengembangkan tes diagnosis toksoplasmosis yang lehih akurat, perlu dilakukan analisis atau karakterisasi antigen Toxoplasma gondii strain RH buatan sendiri dengan teknik Western blot, untuk mempelajari komponen antigen Toxoplasma yang bersifat imunogen, yang bereaksi dengan IgG dan IgM serum penderita toksoplasmosis berasal dari orang Indonesia.
Hasil penelitian Western blot antigen Toxoplasma gondhi strain RH yang bereaksi terhadap IgG dan IgM penderita terinfeksi toksoplasmosis, menunjukkan 3 komponen antigen Toxoplasma utama yang bereaksi terhadap IgG Toxoplasma dan IgM Toxoplasma, masing-masing dengan BM 41 kDa., 26kDa. 6 kDa. Sedangkan IgG Toxoplasma sendiri mengenali atau bereaksi paling sedikit 19 komponen antigen Toxoplasma yang berbentuk pita (bands) dari berbagai BM, mulai dari yang tertinggi 90 Ma, sampai yang terendah 6 kDa. Relatif sama dengan penelitian Sharma (60). IgG Toxoplasma selain bereaksi terhadap 3 komponen antigen utama.
Toxoplasma juga ditemukan sering bereaksi terhadap 4 komponen antigen Toxoplasma dengan BM masing-masing 90 kDa, 87 kDa, 82 kDa, 72 Ma. IgG Toxoplasma serum penderita bereaksi secara bervariasi terhadap komponen komponen antigen Toxoplasma diluar ke 7 komponen tersebut diatas (90 kDa, 87 kDa, 82 kDa, 72 kDa, 41 kDa, 26 kDa, 6 kDa), karena terdapat perbedaan pengenalan antibodi di antara serum penderita terhadap massa protein (BM) yang sama. Ditemukan adanya IgG Toxoplasma dengan titer tinggi ( 1:3200) pada orang yang diperiksa secara laboratorium tanpa gejala toksoplasmosis, menunjukan bahwa IgG Toxoplasma positif dapat dijumpai pada orang tergolong sehat tanpa gejala toksoplasmosis. Dalam pemeriksaan serologis kombinasi IgG Toxoplasma degan IgM Toxoplasma dalam satu serum dapat menimbulkan reaksi kompetitif inhibisi terhadap antigen Toxoplasma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Nadrianto Suseko
"Parasit oportunistik Toxoplasma gondii telah menjadi perhatian para ilmuwan dewasa ini karena T. gondii menginfeksi hampir sepertiga dari penduduk dunia. Penyakit yang disebabkan oleh dampak klinis toksoplasmosis telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Di negara berkembang seperti Indonesia, diagnosis T. gondii yang relatif mahal menjadi masalah utama pencegahan toksoplasmosis. Subkloning gen T29 T. gondii ke dalam yeast shuttle vector pYES2/CT merupakan penelitian awal yang bertujuan untuk mengembangkan alat diagnostik T. gondii.
Pada penelitian ini gen T29 telah dipindahkan dari plasmid pMAL-p2X melalui restriksi dengan enzim EcoR I dan ligasi ke dalam yeast shuttle vector pYES2/CT linier. Transformasi hasil ligasi ke dalam sel Escherichia coli DH5Į menghasilkan delapan belas koloni yang resisten terhadap ampisilin dan kemungkinan mengandung plasmid rekombinan. Dari verifikasi semua koloni dengan isolasi plasmid dan pemotongan plasmid dengan enzim EcoR I, diduga dua plasmid rekombinan mengandung gen T29."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S32494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Wahyuni M.
"Infeksi akut atau reaktifasi infeksi Toxoplasma gondii (T. gondii) berpotensi mengganggu kehamilan dan hasil kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi T. gondii pada wanita hamil dengan gangguan kehamilan di Makassar serta faktor yang mungkin berperan pada kondisi tersebut. Spesimen darah vena dan atau darah plasenta dan atau cairan amnion/ketuban dikumpulkan di RS. Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan jejaringnya. DNA T. gondii pada spesimen diidentifikasi menggunakan Nested-PCR. Informasi mengenai data demografi, status dan kondisi kehamilan dan faktor risiko infeksi dilakukan oleh dua orang peneliti. Sejumlah 55 wanita hamil berpartisipasi pada penelitian ini dan dikelompokkan menjadi kelompok kasus dan kontrol berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ultrasonografi dan kondisi hasil kehamilannya. Proporsi wanita hamil yang terinfeksi T.gondii lebih besar pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol (65.4% vs 34.6%, p<0.001). Proporsi partisipan yang menggunakan air dari perusahaan daerah air minum (PDAM)/ sumur terbuka sebagai sumber air utama dan mengolah daging mentah lebih tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol. Partisipan yang menggunakan air pipa kota / sumur terbuka sebagai sumber air utama keluarga, minum air yang difilter (tidak dimasak), membolehkan kucing liar masuk rumah, kontak dengan tanah, makan sayuran mentah/ tidak dicuci, dan mengolah daging mentah memiliki proporsi yang lebih tinggi pada kelompok yang terinfeksi T.gondii infeksi dibanding yang tidak infeksi. Terdapat hubungan positif antara infeksi T. gondii dengan gangguan kehamilan di Makassar yang perlu dicermati dan mendapatkan tata laksana yang adekuat untuk mencegah terjadinya toksoplasmosis kongenital. Diperlukan suatu regulasi untuk melindungi masyarakat, terutama wanita hamil dari paparan ookista maupun kista jaringan.

Acute infection or reactivation of Toxoplasma gondii (T. gondii) infection has a potency to interfere with pregnancy and pregnancy outcomes. The study aimed was to identify T. gondii infection in pregnant women with pregnancy disorders in Makassar. Information regarding demographic data, pregnancy status and condition, and risk factors for infection were carried out by two researchers. The factors that may play a role in these conditions were also investigated. Venous blood and or placental and or amniotic fluid was collected at the teaching hospitals of the Faculty of Medicine, Hasanuddin University. Toxoplasma gondii DNA in the specimen was identified using Nested-PCR. A total of 55 pregnant women participated in this study and were categorized into case and control groups based on the results of history taking, physical examination, abdomen ultrasonography results, and pregnancy outcome. The proportion of pregnant women infected with T. gondii was greater in the case group than the control group (65.4% vs 34.6%, p<0.001). The proportion of participants who use PDAM/open wells as the main source of water for their families and processed raw meat was higher than the control group. Participants who use local water company/open wells as the family's main water source, drink filtered water (non-boiled), allow stray cats into the house, contact with soil, eat raw/unwashed vegetables, and process raw meat have a higher proportion in T. gondii infected- than the non-infected group. There is a positive relationship between T. gondii infection and pregnancy disorders in Makassar which needs to be watched out for and receive adequate treatment to prevent congenital toxoplasmosis. Regulations are needed to protect the public, especially pregnant women, from exposure to oocysts and tissue cysts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>