Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55285 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Widya Artini
"

Simulasi penarikan kembali (mock recall) merupakan langkah penting dalam industri farmasi untuk memastikan efektivitas prosedur penarikan produk yang tidak memenuhi standar. Penelitian ini dilakukan di PT. Bintang Toedjoe untuk mengevaluasi penerapan prosedur tersebut. Penelitian ini menggunakan metode retrospektif dengan mengumpulkan data produk dari database perusahaan, meliputi data penjualan, produksi, keluhan, retur, dan penyimpangan selama periode Januari-Desember 2023. Pengumpulan data dan penyusunan laporan dilakukan dari 4 Maret hingga 30 April 2024. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apoteker, terutama QA supervisor, memiliki peran penting dalam pelaksanaan simulasi penarikan kembali untuk memastikan prosedur berjalan dengan baik. Simulasi ini juga mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, terutama dalam pelatihan staf dan waktu respons selama penarikan aktual. Simulasi penarikan berkala sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan meningkatkan kesiapan industri farmasi dalam menangani penarikan produk. Evaluasi dan pelatihan berkelanjutan direkomendasikan untuk mencapai tingkat pengembalian yang lebih optimal.


A mock recall is a crucial step in the pharmaceutical industry to ensure the effectiveness of recall procedures for products that do not meet standards. This study was conducted at PT. Bintang Toedjoe to evaluate the implementation of these procedures. The research used a retrospective method by collecting product data from the company's database, including sales, production, customer complaints, returns, and deviations data during the January-December 2023 period. Data collection and report preparation were conducted from March 4 to April 30, 2024. The study results show that pharmacists, particularly QA supervisors, play a vital role in the implementation of the mock recall to ensure the proper execution of procedures. The simulation also identified areas that need improvement, especially in staff training and response time during actual recalls. Regular recall simulations are essential to ensure compliance with Good Manufacturing Practices (GMP) and to enhance the readiness of the pharmaceutical industry in handling product recalls. Continuous evaluation and training are recommended to achieve a more optimal return rate.

;"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , [;1993, 1993]
T58399
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UI Publishing, 2024
617.752 4 MAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Prakoso Wreksoatmodjo
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T58506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"Pemberian rekomendasi fit to fly setelah dilakukan tindakan bedah refraktif fakoemulsifikasi pada pilot yang mengalami katarak berdasarkan protocol Civil Aviation Safety Regulations CASR 67 KP 303 tahun 2012 diberikan setelah 2 bulan pascabedah. Saat ini dengan kemajuan teknologi dan modifikasi teknik, kestabilan tajam penglihatan pascabedah dapat lebih cepat dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukkan dalam hal perubahan kebijakan lama masa unfit penerbang dengan katarak yang dilakukan tindakan bedah refraktif fakoemulsifikasi. Agar penerbang yang tajam penglihatannya sudah stabil dan sudah memenuhi kriteria fit to fly dapat secepatnya kembali bertugas guna mengurangi loss of work. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain kohort retrospektif. Data diambil dari rekam medis, dilakukan perbandingan best corrected visual acuity BCVA dalam satuan desimal praoperasi, hari pertama, serta minggu pertama, kedua, keempat, dan kedelapan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling, didapatkan 16 rekam medis yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh sampel berjenis kelamin laki-laki 100 berusia 59 ndash; 61 tahun. BCVA didapatkan berbeda bermakna pada hari pertama pascabedah yang dibandingkan dengan prabedah p
According to Civil Aviation Safety Regulations CASR protocol 67 KP 303 in 2012, fit to fly recommendation after refractive phacoemulsification surgery performed on pilots with cataractswas given 2 months postoperatively. Nowadays with technological advances and technique modifications, the visual acuity stability postoperative can be more quickly achieved. This study aims to provide insight in terms to change the old policy of unfit period for pilots with cataracts performed phacoemulsification refractive surgery. It aims to reduce the loss of work so the aviators who visual acuity has been stable and already meet the criteria fit to fly can quickly return to serve. This study is a quantitative study with a retrospective cohort design. Data were taken from medical records, then we compared best corrected visual acuity BCVA in decimal preoperative, first day, and first, second, fourth and eighth week. Sampling was done by total sampling method, we got 16 medical records that match inclusion and exclusion criteria. All samples of male sex 100 aged 59 - 61 years. BCVA was found to differ significantly on the first postoperative day compared with preoperative p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yislam Aljaidi
"Penyakit jantung koroner (PJK) masih menjadi penyebab utama kematian, dan hasilnya masih belum memuaskan pada kelompok pasien yang berisiko tinggi. Tindakan intervensi pada arteri koroner left main (LM) dengan strategi provisional stenting adalah salah satu skenario yang menantang dalam menangani lesi bifurkasio kompleks ini. Intervensi koroner perkutan (IKP) dengan panduan ultrasonografi intravaskular (IVUS) telah terbukti memberikan hasil klinis yang lebih unggul dibandingkan dengan IKP dengan angiografi saja. Namun, data-data penelitian sebelumnya yang tersedia tidak adekuat dalam membahas keuntungan IVUS untuk pasien dengan lesi bifurkasio left main – left anterior descending (LM-LAD) kompleks yang menjalani IKP dengan pendekatan provisional stenting. Penelitian kohort retrospektif observasional ini dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) Jakarta pada periode pengamatan Januari 2017 - Desember 2022, dengan didapatkan total sampel berjumlah 178 orang. Analisa statistik dilakukan untuk melihat perbedaan kelompok antara grup IVUS vs Angiografi pada pasien-pasien PJK dengan lesi LM-LAD yang dilakukan provisional stenting, terutama terhadap luaran klinisnya berupa KKM, serta analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap KKM dari kedua kelompok. Dari 178 pasien yang menjalani IKP provisional stenting dengan mayoritas diagnosa pre-tindakan berupa chronic coronary syndrome (CCS) berjumlah 155 orang (86.6%), hanya didapatkan 27 orang (15.1%) yang mengalami luaran KKM tanpa adanya perbedaan signifikan antara kedua grup IVUS vs angiogafi saja (16.1% vs 14.1%, p = 0.714). Angka tindakan IKP provisional stenting didapatkan cukup berimbang antara grup IVUS vs Angiografi (48.6% vs 51.4%) selama periode pengamatan penelitian. Dari semua variabel faktor resiko yang diteliti, hanya variabel diabetes melitus (DM) yang memiliki pengaruh signifikan secara independen terhadap kejadian KKM (p = 0.016, OR 3.44, 95% CI 1.55-7.62) pada kedua grup. Dengan kesimpulan Tidak terdapat perbedaan signifikan untuk luaran klinis KKM antara ultrasonografi intravaskular dan angiografi pada pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan (IKP) dengan provisional stenting pada lesi arteri koroner LM-LAD.

Coronary artery disease still represents the leading cause of mortality, with the outcome still unsatisfactory in high-risk subsets of patients. Percutaneous treatment of the left main coronary artery with provisional stenting strategy is one of the most challenging scenarios in interventional cardiology for treating this complex bifurcation lesion. Intravascular ultrasound-guided percutaneous coronary intervention (PCI) has been shown to result in superior clinical outcomes compared with angiography- guided percutaneous coronary intervention. However, insufficient previous study data are available concerning the advantages of IVUS guidance for specific patients with complex left main – left anterior descending (LM-LAD) bifurcation lesion undergoing PCI with provisional stenting approach. This observational retrospective cohort study was conducted at the National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK) in the observation period between January 2017 - December 2022, with a total sample size of 178 participants. Statistical analysis was carried out to learn group differences between the IVUS vs Angiography-guided groups in CAD patients with LM-LAD lesions who underwent provisional stenting, especially regarding clinical outcomes in MACE, as well as analysis of factors that influenced the MACE from both groups. Of the 178 patients who underwent provisional stenting PCI with the majority of pre-operative diagnosis were chronic coronary syndrome (CCS) with total of 155 participants (86.6%), only 27 participants (15.1%) experienced MACE outcomes without any significant group differences between the two groups of IVUS vs Angiography-guided (16.1 % vs 14.1%, p = 0.714). There was quite balanced between the IVUS vs angiography-guided groups (48.6% vs 51.4%) for PCI imaging technique approach during the observation period. From all variables of risk factor studied, only diabetes mellitus (DM) had an independent significant impact on the incidence of MACE (p = 0.016, OR 3.44, 95% CI 1.55-7.62) in both groups. There is no significant difference in outcomes of MACE between IVUS and angiography- guided ultrasonography in patients undergoing PCI with provisional stenting in LM-LAD coronary artery lesions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sidarta Ilyas
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
617.742 SID k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiella Yunard
"Tujuan: Membandingkan perubahan segmen anterior dan tekanan intraokular (TIO) antara tetes mata pilokarpin 2% dan laser iridotomi perifer (LIP) pada sudut tertutup primer.
Desain: Penelitian ini merupakan uji klinis tunggal (one group pretest post-test design).
Metode: Sebanyak 34 mata dari 29 subyek penelitian dengan sudut tertutup primer mendapatkan perlakuan tetes mata pilokarpin 2% selama 3-5 hari dan kemudian LIP. Seluruh subyek mendapatkan perlakuan yang sama. Dilakukan pemeriksaan TIO dan anterior segment optical coherence tomography (AS-OCT) sebanyak tiga kali, yaitu pada kondisi awal, 3-5 hari setelah pemberian tetes mata pilokarpin 2%, dan 1 minggu setelah laser iridotomi perifer. Parameter sudut yang dinilai adalah angle opening distance (AOD) dan trabecular-iris space area (TISA) yang diukur pada jarak 500 dan 750 μm dari scleral spur pada kuadran nasal dan temporal. Perubahan dihitung berdasarkan selisih antara nilai pasca pilokarpin 2% dan LIP dengan nilai awal.
Hasil: Terdapat peningkatan nilai parameter sudut dan penurunan TIO baik pasca LIP maupun pasca tetes mata pilokarpin 2%. Terdapat penurunan nilai kedalaman bilik mata depan setelah tetes mata pilokarpin 2%.
Kesimpulan: LIP membuka sudut lebih besar dibandingkan tetes mata pilokarpin 2%, namun tetes mata pilokarpin 2% menurunkan TIO lebih besar. Tetes mata pilokarpin 2% lebih mendangkalkan bilik mata depan dibandingkan LIP.

Purpose : To compare anterior segment and intraocular pressure changes between pilocarpine eye drops 2% and Laser Peripheral Iridotomy (LPI) in primary angle closure.
Methods : This was a clinical trial one group pretest post-test design. A total of 34 eyes of 29 subjects got treatment pilocarpine eye drops 2% for 3-5 days and then LPI. All subjects got the same treatment. Intraocular presssure and anterior segment optical coherence tomography examination was done three times, on the initial conditions, 3-5 days after administration of pilocarpine eye drops 2%, and 1 week after LPI. Angle parameters were the angle opening measured at a distance of 500 and 750 μm from the scleral spur on the nasal and temporal quadrants. The changes are calculated based on the difference between the post-pilocarpine 2% and LPI with initial values.
Result : There is an increase in the value of the angle parameters and reduction of IOP after the LPI and pilocarpine eye drops 2%. There is a decline in anterior chamber depth after pilocarpine eye drops 2%.
Conclusion : LPI widening the angle greater than pilocarpine eye drops 2%, but pilocarpine eye drops 2% lowering the IOP greater than LPI. Pilocarpine eye drops 2% shallowing the anterior chamber depth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mirda Idram
"ABSTRAK
Astigmatisme adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar sejajar pada mata dibiaskan pada beberapa bidang meridian.
Penelitian ini tidaklah bertujuan memperbandingkan teknik sederhana dengan
teknik canggih, melainkan ingin membuktikan bahwa alat ini tidak berbeda hasilnya dengna teknik pengabutan dan silinder silang yang relatif memakan
waktu pemeriksaan lebih lama.
Setiap dokter mata dapat memanfaatkannya, karena sama
hasilnya sama dengan teknik pengabutan dan silinder silang. Ingin
dibuktikan kebenaran ini antara teknik pengabutan dan silinder
silang dengan celah stenopeik."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risal Heru Nurcahyo
"Latar belakang : Penelitian ini membandingkan mula kerja analgesia epidural pada teknik "Loss of Resistance" antara NaCl0,9 % dengan lidokain 1 %.
Metode : Dilakukan uji secara acak tersamar ganda.Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat dan Instalasi Gawat Darurat RSL PN-Cipto Mangunkusumo pada bulan Agustus -November 2005.Hipotesis yang dibuat adalah penggunaan Lidokain 1 % pada epidural analgesia dengan teknik "LOR" memiliki mula kerja analgesi yang lebih cepat dibandingkan menggunakan NaCl 0,9 %.Sebanyak 92 pasien yang masuk kriteria inklusi dilakukan randomisasi dalam dua kelompok. Satu kelompok diberikan Lidokain 1 % sebanyak 5 ml dan kelompok lain diberikan NaCl 0,9 % sebanyak 5 ml dengan teknik "LOR" pada ruang epidural. Perubahan hambatan sensorik diukur dengan tes pinprick/skala Holmenss 3, perubahan hambatan motorik diukur dengan modifkasi skala bromage 2.
Hasil : Tidak ada perbedaan bermakna pada data demografi,hemodinamik,status ASA dan jenis operasi pada kedua kelompok.Kelompok Lidokain 1 % mempunyai mula kerja hambatan sensorik lebih cepat (rerata ) : 9,35 rnnt ± 3,9 vs 16,24 mnt t 4,8 , mula kerja hambatan motorik juga lebih cepat (med.) : 15,18 mnt (4,25-55,0) vs 24,20 mnt (8,18-75,00).
Simpulan : Pemakaian lidokain 1 % sebanyak 5 ml pada teknik "LOR" untuk analgesi epidural dapat mempercepat mula kerja sensorik dan motorik dari analgesi epidural.

Background : This study was designed to evaluate and compare the onset of epidural analgesia in "Loss Of Resistance " technique using Saline and Lidocaine I %
Methods : This was a prospective,randomized,doubleblinded study.This study was did in central operating room theatre and emergency unit RSUPN-CM at August - November 2005.We Hypothesized that using Lidocaine 1 % at epidural analgesia with "LOR" technique,has onset analgesia faster than using Saline. Ninety two patient was enrolled according to criteria of inclusion and randomized into 2 groups. One group received epidural analgesia with Lidocaine 1 % 5 mI and the other received Saline 5 ml with "LOR" technique in epidural space,before injection bupivacaine 0,5 % 15 ml via catheter epidural.Changing of sensory block was assessed by pinprick testlHolmenns scale 3, and motoric block was assessed by bromage score 2.
Result : There were no significant differences in demographic data,hemodynamic status,ASA status and type of procedure between groups.Lidocaine 1 % had faster onset (mean ) : 9,35 mnt ± 3,9 vs I 6,24 mnt ± 4,8. The onset of motoric block was faster too (med) : 15,18 mnt (4,25 - 55,0) vs 24,20 mnt (8,18 - 75,00)
Conclusion: Using Lidocaine 1 % 5 ml in epidural analgesia with "LOR" technique could accelerate the time onset on sensoric and motoric blockade of epidural analgesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>