Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110748 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wariyah
"Latar Belakang. Oleh karena tingginya angka kecacatan dan kematian pada penderita stroke hemoragik, beberapa peneliti mendapatkan adanya hiperglikemia pada perdarahan intraserebral menyebabkan kerusakan otak yang luas kerusakan otak. Untuk mencegah kerusakan tersebut, sangat penting untuk mengetahui dan mengantisipasi peningkatan kadar gula darah sewaktu pada perdarahan intraserebral fase akut. Metod e. Penelitian ini merupakan analitik observasional secara potong lintang pada 50 penderita stroke hemoragik dengan riwayat hipertensi yang dirawat di rurnah sakit Cipto Mangunkusumo dipilih secara consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu onset stroke kurang dari 72 jam, riwayat diabetes melitus, usia 45 - 65 tahun. Kriteria eksklusi yaitu stroke iskemik dan berulang. Dilakukan diagnosis dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan Cf Scan, volume perdarahan dihitung dengan menggunakan rumus elipsoid 4/3 X n X Y2 p X Y2 1 X Y2 t. Defisit neurologis diukur dengan menggunakan skala NIHSS. Pemeriksaan gula darah sewaktu, HbA1c diukur setelah dihitung volume perdarahan, kemudian dianalisis dengan uji statistik korelasi regresi, analisis multi regresi (p < 0,05). Hasil. Usia rata-rata penderita perdarahan intraserebral hemoragik adalah 55,5 ± 6,2 tahun. Peningkatari tekanan darah sistolik (rerata 190,0 ± 21,0 mmHg) berhubungan bermakna dengan peningkatan kadar gula darah sewaktu (p = 0,032, p < 0,05). Rerata kadar gula darah sewaktu 155 ± 56,7 mg/dl. Besamya volume perdarahan (rerata 32,0 ± 31,4 cm3) berhubungan berrnakna dengan peningkatan kadar gula darah sewaktu (p = 0,032, p < 0,05). Peningkatan HbA1c berhubungan bermakna dengan volume perdarahan (p = 0,000, p < 0,05). Kesimpulan. M~ tinggi tekanan darah sistolik akan makin besar volume perdarahan intraserebral. Makin besar volume perdarahan intraserebral akan makin tinggi kadar gula darah. Adanya riwayat diabetes melitus akan menambah besarnya volume perdarahan.

Background Regarding of the hight disability and mortality rates on hemorrhage stroke patients, many authors found that hyperglicemia in intracerebral hemorrhage leading to severe brain damage. To prevent such effect, the anticipation of increasing random blood glucose consentration in acute phase intracerebral hemorrhage is crucial. Method This is a cross sectional analytic observational study on 50 consecutive sampling of stroke hemorrhage patients with history of hypertension at Cipto Mangunkusumo Hospital, with onset of stroke before 72 hours, history of diabetes mellitus, age range of 45 - 65 years as primary inclusion criteria. Patients with multiple stroke were excluded. Diagnostic on admission were screened by clinical examinations, clinical neurologic computed tomographic scans (CT Scans). Volume of intracerebral hemorrhage was then estimated using the formula for an ellipsoid 4/3 x 1t x ~ p x ~ 1 x ~ t. Neurological deficit was measured by NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale). Blood glucose level, HbA1c were measured after estimated the hemorrhage volume at the time of admission. Data were taken statistical method with univariate logistic regression analysis values of p < 0,05. Results The mean age of acute stroke hemorrhage patients is 55,5 ± 6,2 years old. Elevation of systolic blood pressure (mean 190,0 ± 21,0 mmHg) was significantly correlated with the height of blood glucose level (p = 0,020, p < 0,05). Mean blood glucose level155 ± 56,7 mg/dl. Elevation of intracerebral hemorrhage volume was significantly correlated with the height of blood glucose level (p = 0,032, p < 0,05). Elevation of the HbA1c was significantly correlated with the height volume of intracranial hemorrhage (p = 0,000, p < 0,05). Conclusion The higher the systolic blood pressure larger the intracerebral hemorrhage volume. Elevation of systolic blood pressure will raising the volume of intracerebral hemorrhage. The larger the intracerebral hemorrhage the higher the blood glucose consentration. History of diabetes mellitus will increase the hemorrhage volume."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2003
T58384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusdiah Eny Subekti
"Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan perawatan berkesinambungan dan membutuhkan waktu cukup lama serta merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya terus meningkat, dan berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian. Penelitian bertujuan mengidentifikasi hubungan perilaku pemenuhan nutrisi pada dewasa DM tipe 2 dengan kadar gula darah sewaktu di kota Depok. Desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross- sectional. Populasi dewasa DM tipe 2, Maret 2014 berjumlah 1042 orang dengan sampel yang diambil 92. Tehnik sampling menggunakan teknik Cluster Sampling (Area Sampling).
Hasil analisis menunjukan pengetahuan, keterampilan dan sikap berhubungan dengan kadar gula darah sewaktu dengan variabel perancunya adalah status gizi dan dukungan kelurga. Pengetahuan merupakan variabel yang paling berhubungan dengan kadar gula darah sewaktu (OR 7.018) setelah dikontrol dengan variabel perancu. Bagi pelayanan kesehatan diperlukan sosialisasi upaya pencegahan dan perawatan DM tipe 2 secara rutin di puskesmas dan posbindu.

Diabetes mellitus is a chronic disease that requires continous care for long time. It is not contagious disease which the prevalence increases and contributes with death rate. This research aimed to identify the relation of adult people with type 2 diabetes' diet behaviour with the blood sugar levels in Depok. Quantitative research designuses the cross sectionalapproach. The data obtained from 28 health centers that located in the Depok,on March 2014, the population of adult with DM is I 042 people with 92 samples taken. The sampling technique is using Cluster Sampling (Sampling Area).
The results shows the main Variables that include knowledge, skill and attitude are all related to blood sugar levels in type 2 DM respondents in Depok and the confoundingvariable is nutrition status and support from family member. The knowledge is the most related with the sugar level. Its recomended to provide the information about diabetes, diet and lifestyle in the prevention of type 2 diabetes from health centers in Depok.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
"Latar belakang. Terdapat hubungan yang kuat antara hipertensi dengan stroke hemoragik, karena 72%-81% penderita stroke hemoragik terdapat LVH (left venticular hypertrophy). Menurut kepustakaan pada awal serangan ditemukan tekanan darah yang lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Pada era pre sken otak banyak yang percaya bahwa perdarahan pada stroke hemoragik adalah peristiwa monofasik dan kenaikan tekanan darah berikutnya tidak menyebabkan perdarahan selanjutnya. Herbstein & Schumberg menemukan perdarahan jarang berlanjut 2-3 jam setelah onset. Sedangkan pada era sken otak Kelley menemukan perdarahan aktif dapat teijadi lebih dari 6 jam setelah onset. Ditemukan hubungan pertambahan volume hematoma serta terjadinya perdarahan ulang pada penderita dengan kontrol hipertensi yang tidak adekuat pada fase akut. Oleh karena itu diduga hipertensi akut setelah stroke hemoragik dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas sebagai akibat meningkatnya progresifitas pembentukan hematoma, resiko perdarahan ulang dan bertambah beratnya edema. Dari hasil penelitian sebelumnya terlihat perbedaan keluaran pada nilai MABP tertentu, sehingga masih diperlukan penelitian untuk memperoleh cutoff dari MABP supaya dapat dijadikan sebagai prediktor keluaran. Tujuan.(l). Mengetahui nilai prognostik (hidup-mati) penderita stroke hemoragik yang mempunyai MABP >145 mmHg atau <145 mmHg pada 24 jam pertama serangan. (2). Mengetahui nilai prognostik (hidup-mati) penderita stroke hemoragik yang mempunyai MABP >125 mmHg atau <125 mmHg setelah 24 jam perawatan. Metode. Telah dilakukan penelitian pada 55 pasien stroke hemoragik yang dirawat di Bagian Saraf RSUPN- Cipto Mangunkusumo Jakarta dan Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai dengan Juli 1999. Penderita stroke hemoragik yang dirawat dengan onset < 24 jam dilakukan pemeriksaan tekanan darah saat masuk, kemudian setiap jam 06.OO WIB dan jam 23.00 WIB selama tiga hari perawatan. Penilaian dilakukan setelah hari ke-3 perawatan. Dilakuakan analisis univariate dan bivariate terhadap sampel dengan menggunakan SPSS 7, 5. Hasil. Dari Januari sampai Juli 1999 telah diteliti 55 pasien stroke hemoragik. Mortalitas setelah tiga hari perawatan pada 55 orang penderita stroke hemoragik adalah 20 orang penderita (36,37%), dengan kematian terbanyak teijadi pada hari kedua perawatan 15 orang penderita (27,46%). Nilai rerata MABP saat masuk adalah 126,33 ± 12,34 mmHg. Pada kelompok yang hidup rerata MABP 124,83 ± 17,09 mmHg dan yang mati 127,30 ± 21,47 mmHg. Pada cut-off MABP saat masuk 145 mmHg, dan setelah 24 jam perawatan dengan cut-off MABP < 125 mmHg tidak didapatkan perbedaan keluaran yang bermakna antara masing-masing kelompok. Pasien dengan MABP awal < 145 mmHg sebanyak 47 orang (85,46%) , 17 mati (36,17%). Sedangkan 3 dari 8 pasien (37,5%) mati dengan MABP awal >145 mmHg. ( p = 0,942). Pasien dengan MABP awal <145 mmHg dan SKG awal < 8 sebanyak 14 orang (29,78) dengan keluaran mati 8 orang (57,14%). Dibandingkan kombinasi MABP awal <145 mmHg dan SKG awal > 8, kematian hanya teijadi 8 orang dari 32 pasien (25%). Setelah 24 jam perawatan teijadi kematian 6 dari 11 pasien ( 54,54%) dengan MABP <125 mmHg dan SKG awal < 8. Sedangkan pasien dengan MABP < 125 mmHg dan SK.G awal 8 kematian hanya terjadi 3 dari 12 pasien(14,28%). Keluaran yang lebih baik terdapat pada penderita stroke hemoragik dengan penurunan MABP < 20% dari MABP awal dari pada penurunan MABP > 20%, atau terjadi peningkatan MABP. Kesimpulan. MABP saat masuk dengan cut-ojf 145 mmHg dan MABP 24 jam setelah perawatan cut-off 125 mmHg kurang dapat dijadikan sebagai prediktor tunggal dalam menilai prognostik (hidup-mati). Tetapi jika dikombinasikan SKG awal akan memiliki nilai prediktor yang bermakna. Penurunan MABP > 20% dari MABP awal prognosis yang jelek, dibandingkan dengan penurunan MABP < 20% dari MABP awal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihda Fakhriyana Istikarini
"ABSTRAK
Seseorang dengan riwayat keluarga diabetes berisiko 2-6 kali lebih besar dibanding yang tidak memiliki riwayat keluarga. Penelitian cross-sectional ini bertujuan mengetahui hubungan antara adanya riwayat keluarga diabetes dan asupan makanan 24 jam dengan kadar glukosa darah sewaktu. Sejumlah 101 orang masyarakat Depok berusia 20-50 tahun berpartisipasi dalam penelitian ini. Sampel dibagi dalam dua kelompok; 51 orang dengan riwayat keluarga diabetes dan 50 orang tanpa riwayat keluarga. Pengambilan sampel glukosa darah dan food recall 24 jam dilakukan pada seluruh partisipan kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan adanya riwayat keluarga diabetes berhubungan dengan glukosa darah responden (p<0,001), namun tidak ditemukan hubungan jumlah asupan kalori (p=0,686), asupan karbohidrat (p=0,763), dan persentase asupan karbohidrat dalam sehari (p=0,589). Penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat keluarga secara independen dapat meningkatkan risiko diabetes, apalagi jika ditambah dengan konsumsi karbohidrat berlebihan akan semakin meningkatkan risiko diabetes. Rekomendasi penelitian ini adalah pemberian edukasi tentang pola diet pada masyarakat yang berisiko diabetes harus lebih spesifik.

ABSTRACT
People with family history of diabetes have higher risk for diabetes 2-6 times compared to people without family history. This cross-sectional study determined the association between family history of diabetes and 24-hour food intake with random blood glucose levels. A total of 101 Depok community aged between 20-50 years participated in this study. The samples were divided into two groups, 51 people with family history of diabetes and 50 people without family history. The sample of blood glucose and 24-hour food recall were examined to all the participants in both groups. The results showed that risk factor of family history of diabetes was associated with the blood glucose (p<0.001), but there was no association between the amount of caloric intake (p=0.686), carbohydrate intake (p=0.763), and the percentage of carbohydrates within 24 hours (p=0.589). This study showed that family history can independently increase the risk of diabetes, especially when coupled with excessive carbohydrates intake will further increase diabetes risk factors. Recommendations of this study is the education about dietary patterns in people at risk of diabetes should be more specific.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S59817
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septian Adi Permana
"Latar belakang. Sepsis merupakan suatu disfungsi organ yang dikarenakan ketidakmampuan tubuh dalam merespon infeksi dan kemungkinan disebabkan karena kerusakan dari lapisan glikokaliks endothel. Kerusakan lapisan ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh faktor lain yang memperberat kerusakannya, diantaranya adalah balans cairan rerata yang tinggi, dosis norepinefrin yang tinggi, kadar gula darah yang tinggi serta kadar awal syndecan-1 yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan faktor-faktor tersebut merupakan faktor resiko yang memperberat kerusakan lapisan glikokaliks endothel pada pasien sepsis yang dilihat dari kadar syndecan-1 Metodologi. Penelitian ini merupakan uji analitik observasional dengan metode cohort prospektif yang dilakukan terhadap pasien sepsis usia 18-65 tahun yang dirawat di intensive care unit (ICU) RSUD Dr Moewardi sejak bulan Maret sampai dengan Juni 2021. Sebanyak 40 subjek dibagi menjadi dua kelompok kemudian diikuti selama 3 hari. Kadar syndecan-1 di ukur pada hari ke-0 dan hari ke-3. Uji statistik dengan menggunakan uji chi square kemudian dilanjutkan dengan uji regresi logistik untuk menilai secara multivariat jika memenuhi persyaratan.Hasil penelitian. Dari ke empat variabel tidak didapatkan hasil yang bermakna terhadap hubungan balans cairan rerata,dosis rerata norepinefrin, kadar gula darah sewaktu dan kadar awal syndecan-1 terhadap pengingkatan kadar syndecan-1 dengan nilai p secara berturut-turut : p=1, p=0,145, p=1. tetapi pada kadar awal syndecan-1 secara statistik bermakna berpengaruh terhadap kenaikan kadar syndecan-1 >30%, dengan p=0,01. Dari penelitian kami, kami mendapatkan hasil yang bermakna dalam hubungan vasoaktif inotropik skor dengan luaran sekunder kami yaitu angka kematian dengan p=0.018, sedangkan jikalau dengan peningkatan kadar syndecan-1>30% tidak signifikan (p=0,918). peningkatan kadar syndecan-1>30% juga tidak signifikan mempengaruhi angka kematian (p=0,609) Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan bermakna antara Balans Cairan Rerata,Dosis Rerata Norepinefrin, Kadar Gula Darah Sewaktu Dan Skor Vasoaktif Inotropik dengan peningkatan kadar syndecan-1 pada pasien sepsis. Serta tidak terdapat hubungan antara peningkatan kadar syndecan-1 >30% dengan angka kematian pada pasien sepsis. Terdapat hubungan bermakna antara kadar awal syndecan-1 dengan pengingkatan >30% kadar syndecan-1 pada pasien sepsis.

Background. Damage to the endothelium glycocalyx layer can induce sepsis, an organ failure caused by the body's inability to react to infection. High mean fluid balance, high norepinephrine dosages, high blood sugar levels, and high starting levels of syndecan-1 may all increase damage to this layer. The goal of this study is to show that these characteristics are risk factors for endothelial glycocalyx layer destruction in septic patients, as seen by syndecan-1 levels. Methodology. From March to June 2021, this study will conduct an observational analytic test using a prospective cohort approach on sepsis patients aged 18 to 65 who are treated in the Dr Moewardi Hospital's intensive care unit (ICU). A total of 40 people were split into two groups and monitored for three days. On days 0 and 3, the levels of syndecan-1 were tested. Statistical test using the chi square test, followed by a multivariate assessment using the logistic regression test to see if it fits the standards. Outcome. On the link between mean fluid balance, mean norepinephrine dosage, temporary blood sugar levels, and beginning levels of syndecan-1 on rising levels of syndecan-1, no significant findings were observed with p values of 1, p=0,145, and p=1. However, at baseline syndecan-1 levels, there was a statistically significant impact on raising syndecan-1 levels > 30%, with p = 0.01. We found significant findings in the connection of vasoactive inotropic scores with our secondary outcome, death, with p=0.018, but not in the association of rising levels of syndecan-1>30 percent (p=0.918). The mortality rate was not substantially affected by higher levels of syndecan-1 > 30% (p = 0.609). Conclusion. There was no link between elevated levels of syndecan-1 and mean fluid balance, mean norepinephrine dosage, transient blood sugar levels, and vasoactive inotropic scores in septic patients. Furthermore, there is no link between higher levels of syndecan-1 > 30% and septic patient mortality. In septic patients, there is a substantial correlation between initial syndecan-1 levels and a >30% rise in syndecan-1 levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hafifatul Auliya Rahmy
"Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Hiperglikemia merupakan kondisi kadar gula darah melewati batas normal namun belum masuk dalam kategori DM dan jika berlangsung lama akan berdampak pada DM. Skrining melalui pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar gula darah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah pada PNS Perimbangan Keuangan. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan pada 147 responden yang dipilih secara acak. Data yang dikumpulkan adalah kadar gula darah, usia, jenis kelamin, riwayat DM pada keluarga, pengetahuan, aktivitas fisik, IMT, RLPP, Energi total, asupan karbohidrat, asupan protein, asupan lemak, asupan serat, konsumsi buah dan konsumsi sayur. Data didapatkan melalui pemeriksaan kadar gula darah sewaktu, pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, recall 2x24 jam dan FFQ. Rata-rata kadar gula darah yang didapatkan adalah 177,52 ± 27,67 mg/dl.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat DM (p value=0,000), IMT (r=0,318), RLPP (r=0,229), konsumsi buah (p value=0,016) dan konsumsi sayur (p value=0,021). Setelah dilakukan analisis multivariat faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah adalah riwayat DM pada keluarga, konsumsi buah, konsumsi sayur dan IMT. Model regresi linear yang dihasilkan dapat menjelaskan 21,9% kadar gula darah dengan variabel riwayat DM pada keluarga, IMT, konsumsi buah dan konsumsi sayur. Secara statistik, faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah adalah riwayat DM pada keluarga, IMT, konsusmsi buah, dan konsumsi sayur. Program pencegahan hiperglikemia yang dapat dilakukan adalah skrining pada kelompok berisiko, KIE mengenai faktor-faktor risiko dari DM, pemantauan status gizi, menerapkan pola makan gizi seimbang dan melakukan aktivitas fisik secara teratur.

Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease with characteristics of hyperglycemia. Hyperglycemia is a where blood sugar level has passed it?s normal value but not in a DM cathegory yet, which will end with DM in the future. Screening is urgent to be done in order to know the blood sugar level. This research aims to know the random blood sugar levels and factors related to blood sugar levels on PNS Direktorat Perimbangan Keuangan. This is a cross sectional research, with 147 respondents through random selection. The collected data are blood sugar levels, age, gender, family history of DM, knowledge of DM, physical activity, BMI, WHR, total energy, intake carb, intake protein, intake fat, intake fibers, consumption fruit and consumption of vegetables. Data obtained by measuring blood sugar levels, anthropometry measurement, questionnaire, recall 2x24 hours and FFQ. The average of random blood sugar levels is 177,52 ± 27,67 mg/dl.
Results of this study showed a significant relationship between the family history of DM (p value= 0.000), BMI (r= 0,318), RLPP (r= 0,229), consumption of fruit (p value = 0.016) and consumption of vegetable (p value= 0,021). Multivariate analysis through a the factors related to blood sugar levels is the DM on family history, BMI, consumption of fruit, and consumption of vegetables. Hiperglikemia can be prevented by screening to population at risk, monitoring nutrition status, apply nutrition balanced diet and do physical activity regularly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Deviana Ayushinta Sani
"Prevalensi hipertensi dan diabtes saat kehamilan meningkat setiap tahunnya. Diet adalah salah satu factor resiko yang dapat dirubah dapat berpengaruh terhadap komplikasi saat kehamilan, tetapi data terkait kualitas diet dan pengarunya terhadap tekanan dan gula darah dianatara ibu hamil masih sedikit. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah pada ibu hamil di Jakarta. Studi potong lintang ini adalah bagian dari projek Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) yang melibatkan 174 ibu hamil yang direkrut secara consecutive sampling berlokasi di tiga area di Jakarta. Kualitas diet di tentukan dengan menggunakan skor Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy diperoleh dari 2 hari 24-hour recall. Gula darah kapiler puasa digunakan untuk mengukur konsentrasi gula darah pada responden, sedangkan tekanan darah diukur menggunakan sphygmomanometer otomatis. Karakteristik subjek dinilai menggunakan kuesioner terstruktur. Hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah dianalisis menggunakan multiple linear regression. Mayoritas subjek berada pada rentang usia 20 dan 34 tahun (75.9%), multiparitas (61.5%), tidak memiliki riwayat gestational diabetes (97.1%) dan hipertensi (93.1%). Nilai median dari skor kualitas diet sebesar 47.44 (19.18-76.6). Tidak terdapat hubungan yang ditemukan antara kualitas diet dengan gula darah (β 1.02, p=0.36) setalah dilakukan penyesuaian terhadap edukasi, riwayat diabetes mellitus dan riwayat gestational diabetes mellitus. Selanjutnya, hubungan total skor dari kualitas diet dengan tekanan darah sistolik tidak ditemukan (β-0.16, p=0.87), namun terdapat hubungan yang hampir signifikan dengan tekanan darah diastolik β-1.23, p=0.09) setalah dilakukan penyesuaian terhadap merokok, riwayat hipertensi dan riwayat keluarga hipertensi. Kesimpulannya kualitas diet memiliki hubangan yang hampir signifikan dengan kualitas diet.Kualitas diet menjadi salah satu faktor resiko dari pola hidup yang dapat dimodifikasi untuk mepertahakan kesahatan ibu hamil. Selama hamil dan sebelum melahirkan, ibu perlu menjada kualitas dietnya.

Prevalence of gestational hypertension and diabetes in pregnancy are increasing over the years. Diet is modifiable risk factor that may influence these problems, but data regarding diet quality affecting blood pressure and glucose profile-among pregnant women remain scarce. We assessed associations of diet quality with blood pressure and glucose level among pregnant women in Jakarta. This cross-sectional study was part of preliminary study of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project, which recruited 176 pregnant women by using consecutive sampling in three districts of Jakarta. Socio-demographic characteristics of participants were identified by trained field-enumerators using a structured questionnaire. Diet quality indicated by Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy (AHEI-P) score was obtained from the calculation of multiple 24-hour recalls. Blood pressure was measured using automated sphygmomanometer, while fasting capillary glucose was performed to assess blood glucose level. The associations between diet quality with blood pressure and glucose levels were analyzed using multiple linear regression. Most of women were between 20 and 34 years old (76%), do not have history of gestational diabetes (97%) and hypertension (93%). The median score of dietary quality was 47.4 (19.1-76.6). There was no association between AHEI-P score with blood glucose (β 1.02, p=0.36) after adjustment for education, history of diabetes mellitus and history of gestational diabetes mellitus. Furthermore, association between total score of diet quality and systolic blood pressure was not found (β-0.16, p=0.87), however there was a borderline significant association with diastolic blood pressure β-1.23, p=0.09) after adjustment for smoking, education, history of hypertension and family history hypertension. In conclusion, diet quality had borderline significant association with blood pressure among pregnant women, whereas diet quality was not significantly associate with blood glucose among pregnant women in Jakarta, even though after adjustment for confounding factors. Diet quality is one of lifestyle risk factor that can be modified during pregnancy in order to maintain optimal health of the mother. Pregnant women should maintain quality of the diet, as well as prior pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwati
"Perawatan pada pasien dengan perdarahan intraserebral pada fase subakut memerlukan pemantauan ketat di ruang rawat ICU. Masalah keperawatan yang terjadi pada pasien meliputi bersihan jalan napas inefektif, perfusi serebral inadekuat, ketidakstabilan glukosa darah, resiko defisit nutrisi, resiko ketidakstabilan cairan dan elektrolit, serta adanya risiko perluasan infeksi. Masalah gastrointestinal pada pasien ICH mengakibatkan gangguan penyerapan nutrisi dengan tingginya GRV yang berisiko terjadinya aspirasi. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui pijat perut (abdominal massage). Laporan ini disusun untuk memaparkan analisis asuhan keperawatan pada pasien kritis dengan perdarahan intraserebral dalam penerapan abdominal massage untuk mengurangi residu lambung. Asuhan keperawatan diberikan secara menyeluruh sesuai masalah keperawatan pada kasus selama tiga hari. Sebagian intervensi meliputi abdominal massage yang dilakukan selama 20 menit sebanyak dua kali sehari. Setelah asuhan keperawatan diberikan didapatkan bersihan jalan napas yang belum efektif, perfusi serebral belum adekuat, glukosa darah belum stabil, defisit nutrisi tidak terjadi dengan peningkatan asupan, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan perluasan infeksi masih mungkin terjadi. Residu NGT berkurang hingga 0 cc setelah dilakukan intervensi abdominal massage. Pemberian intervensi abdominal massage sebagai bagian dari keseluruhan asuhan keperawatan dapat diterapkan di berbagai ruang rawat untuk menurunkan GRV dan meningkatkan penyerapan nutrisi pasien dengan NGT.

Care for patients with intracerebral hemorrhage in the subacute phase still requires close monitoring in the ICU ward. The nursing problems occurring in the patient include ineffective airway clearance, inadequate cerebral perfusion, blood glucose instability, risk of nutritional deficit, risk of electrolyte and fluid imbalance, and the risk of infection spread. Gastrointestinal problems in ICH patients result in nutrient absorption disorders with high GRV, which poses a risk of aspiration. One of the interventions that can be done to address high gastric residue is through abdominal massage. This report is prepared to present an analysis of nursing care for critically ill patients with intracerebral hemorrhage in the application of abdominal massage to reduce gastric residue. Nursing care was provided comprehensively according to the nursing problems in the case over three days. Some interventions included abdominal massage performed twice a day. After nursing care was provided, it was found that airway clearance was still ineffective, cerebral perfusion was inadequate, blood glucose was unstable, fluid and electrolyte imbalance had not been resolved, and the spread of infection was still possible. GRV decreased to 0 cc after abdominal massage intervention. The provision of abdominal massage intervention as part of overall nursing care can be applied in various wards to reduce GRV and improve nutrient absorption in patients with NGT."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Kurniawati
"Kontrol gula darah dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah tingkat stres. Dalam penatalaksanaan diabetes melitus komponen intervensi untuk menurunkan stres terabaikan. Terapi progressive muscle relaxation (PMR) diketahui mampu mengontrol kadar gula darah
yang merupakan salah satu bagian dari intervensi keperawatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh latihan PMR terhadap tingkat stres dan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe 2. Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan
desain pre and post test with control group. Masing-masing kelompok terdiri dari 18 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Kelompok intervensi diberikan latihan PMR 2 kali sehari selama 3 hari. Kadar gula darah sewaktu diambil melalui pembuluh darah kapiler. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner depression anxiety stress scale (DASS) yang telah dimodifikasi menjadi 7 item. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh latihan PMR terhadap tingkat stres pada kelompok intervensi dengan nilai p didapat 0,0001. Pada penelitian ini pula didapatkan
adanya perubahan yang bermakna kadar gula darah sewaktu pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Namun pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna dengan pvalue 0,448 (p>0,05). Kesimpulan dari peneliian ini adalah latihan PMR berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat stres pada pasien diabetes melitus tipe 2 pada kelompok intervensi akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar gula darah sewaktu antar kedua kelompok.

Blood glucose control is influenced by many factors, one of which is the level of stress. In the
management of diabetes mellitus component interventions to reduce stress neglected. Treatment of progressive muscle relaxation (PMR) is known to control blood sugar levels which is one part of nursing interventions. The research objective was to determine the effect of PMR on the level of stress and blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus. Methods This study applied a quasi experimental design with a pre and post test control group. Each group consisted of 18 respondents. Purposive sampling technique was used in this study. PMR exercise intervention group was given twice a day for 3 days. Blood sugar levels when taken through the capillaries. Stress levels were measured using a questionnaire depression anxiety stress scales
(DASS) which has been modified to 7 items, to measure stress levels. The results shows that there is a significant effect of PMR exercise on the level of stress in the intervention group with a p value of 0.0001, found also the presence of significant changes in blood glucose levels in the intervention group and the control group. But, the two groups did not differ significantly with p value 0.448 (p> 0.05). This study concludes that PMR exercises significant has a significant effect on stress levels in patients with type 2 diabetes mellitus intervention group and there is no significant difference on blood glucose levels between the two groups.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T47036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Inung Sylvia
"Reiki merupakan terapi komplementer untuk menurunkan kadar glukosa darah. Terapi ini menggunakan energi alami yang disalurkan pada tubuh pasien dengan tujuan menyelaraskan energi yang tidak seimbang dalam tubuhnya. Penelitian untuk mengetahui pengaruh Reiki terhadap penurunan glukosa darah dan mengidentifikasi apakah faktor stres dan berat badan (obesitas) berperan dalam penurunan KGD pasien Diabetes Melitus tipe 2 dilakukan di Klub Diabetes sebuah RS di Jakarta. Desain penelitian pre-eksperimental dengan pendekatan one-group pretest-posttest design. Sejumlah 18 sampel dipilih dengan teknik purposive sampling. Terapi dilakukan selama tiga puluh hari dengan dua metode, secara langsung dan jarak jauh. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna antara glukosa darah sebelum dan setelah intervensi Reiki (p= 0,000; α= 0,05). Penelitian ini menyarankan penggunaan Reiki dalam asuhan keperawatan.

Reiki is one of the complementary therapies that are used to decrease blood glucose level. The therapy transfers natural energy into the patient`s body to synchronize the energy imbalance in the body. The research to examine the effect of Reiki and the role of the stress and weight factor to decrease blood glucose level of DM type 2 patients was held in a hospital-based diabetic club in Jakarta. The design of this study was pre-experimental with the one-group pretest-posttest design. Eighteen patients were selected with the purposive sampling technique. Reiki therapy was performed in 30 days using two methods: direct and distant healing method. The result revealed that there was a significant difference in random blood glucose level before and after the Reiki intervention (p= 0.000; α= 0.05). It is recommended to incorporate the Reiki therapy in nursing care."
Palangkaraya; Depok: Poltekkes Kemenkes Palangkaraya ; Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan, 2011
610 JKI 14:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>