Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vries, Jan de
"Teddy bears left by their owners in a hospital for sick children become "The Bear Brigade" - who can be seen by the children there but not by any parents or staff. Royalties from the sale of this collection of short stories are being donated to The Royal Hospital for Sick Children in Edinburgh"
German: Mainstream, Edinburgh, 1992
618.172 VRI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Sholihah Zulkieflimansyah
"Prevalensi Sindroma Pre-Menstruasi (PMS) yang tinggi di kalangan perempuan Indonesia tidak sejalan dengan tingkat pengetahuan yang ada, di mana pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih terbilang rendah. Topik kesehatan reproduksi seperti kejadian menstruasi masih kerap dianggap tabu di beberapa kalangan masyarakat. Sebagai calon dokter, mahasiswi kedokteran memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi dan menormalisasi topik PMS pada masyarakat luas. Sehingga evaluasi mengenai tingkat pengetahuan, persepsi, dan perilaku dalam PMS pada mahasiswi kedokteran penting untuk diketahui. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan target populasi yaitu Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2020-2022. Hasil analisis univariat mengenai kejadian PMS serta Pengetahuan, Persepsi, dan Perilaku mengatasi PMS pada Mahasiswi Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan kejadian PMS dengan mayoritas intensitas sedang-berat (61%), tingkat pengetahuan yang baik (73,8%), persepsi yang baik (95,2%), dan perilaku positif dalam mengatasi gejala PMS (62,2%). Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku mengatasi PMS dengan p value sebesar 0,174. Didapatkan pula hasil hubungan tidak signifikan antara tingkat persepsi dengan perilaku mengatasi PMS karena didapatkan p value sebesar 0,554. Walau demikian, adanya penelitian ini penting untuk mengetahui gambaran kejadian PMS, serta sejauh mana tingkat pengetahuan, persepsi, dan perilaku terhadap PMS pada mahasiswi.

The high prevalence of PMS among Indonesian women is not in line with the existing level of knowledge, in which the level of knowledge in Indonesian teenagers about reproductive health is still relatively low. Reproductive health topics such as menstruation are still often considered taboo in some circles of society. As future doctors, medical students have a responsibility to provide education and normalize the topic of PMS to the wider community. Thus, it is important to evaluate the level of knowledge, perception and behavior in dealing with PMS in medical students. This was a cross-sectional research with the target population being female students from the Faculty of Medicine, Universitas Indonesia class 2020-2022. The results of univariate analysis regarding the incidence of PMS as well as Knowledge, Perception and Behavior to overcome PMS among Medical Students at the University of Indonesia showed that the majority of PMS incidence was moderate-severe intensity (61%), good level of knowledge (73.8%), good perception (95,2%), and positive behavior in overcoming PMS symptoms (62.2%). The results of bivariate analysis showed that there was no significant association between the level of knowledge and behavior to overcome PMS with a p value of 0.174. The association between the level of perception and behavior to overcome PMS was also insignificant in which the p value was 0.554. Nevertheless, this research is important to find out the depiction of the incidence of PMS, as well as the extent level of knowledge, perception and behavior towards PMS among female students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Pratiwi
"Premenstrual Syndrome (PMS) merupakan kumpulan gejala fisik dan psikologis yang dapat terjadi antara 2 - 14 hari sebelum menstruasi, dan akan hilang segera setelah munculnya menstruasi (Thomas, 2000). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh heberapa penelilian terdahulu yang menyatakan bahwa dalam masa PMS, wanita khususnya remaja putri sering mengalami prilaku kriminal, minum alkohol, kecelakaan (Dalton, 1961) keinginan bunuh diri dan gangguan psikiatrik (Glass, 1971). Thomas (2000) pun menyatakan bahwa dalam masa PMS ini angka ketidakmampuan bekerja, kegagalan dalam ujian di sekolah/kuliah. ketidakharmonisan keluarga, dan keinginan bunuh diri meningkat pada remaja putri. Padahal pendidikan tentang seks saat ini diperoleh remaja putri sejak dini walaupun sumber (teman sebaya, media massa) tidak memberikan informasi yang Iengkap dan akurat. Pemahaman tentang PMS dapat membanru remaja untuk mengenali tanda dan gejala PMS serta mengatasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang tingkat pengetahuan remaja putri kelas II SMU 35 Jakarta Pusat tentang PMS meliputi pengertian, tanda gejala serta cara mengatasi gejala PMS untuk kemudian dikategorikan menjadi tingkat pengetahuan PMS tinggi, sedang dan rendah. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif eksploratif dengan jurnlah respbnden 98 orang. Instrumen penelitian adalah kuisioner yang telah diuji coba. Tidak ada pengurangan atau penambahan materi kuisioner, peneliti hanya menyempurnakan beberapa kalimar pertanyaan agar Iebih dapat dimengerti oleh responden. Hasil penelitian disajikan dalam distribusi Frekuensi dan presemase. Hasil penelitian memperlihalkan bahwa tingkar pengetahuan remaja pulri kelas II SMU 35 Jakarta Pusat tentang PMS: 59.2% responden mempunyai tingkal pengetahuan lerhadap pengertian PMS yang rendah, 75.5% responden mempunyai tingkal pengetahuan tentang tanda dan gejala PMS yang rendah, dan 68.4% responden memiliki tingkat pengetahuan terhadap cara mengatasi PMS sedang. Dapat disimpulkan secara umum bahwa tingkat pengetahuan remaja putri kelas II SMU 35 Jakarta Pusat tentang PMS rendah. Untuk itu kami menyarankan diadakannya penelitian lebih Ianjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan remaja putri tentang PMS dan juga memherikan penyuluhan pada responden tentang PMS."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5379
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wachdiyaningsih
"Latar belakang : Pada gadis praremaja yang belum pernah diberi tahu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan ketika darah keluar dari vaginanya. Penelitian di Afrika Amerika sikap terhadap menstruasi diukur dengan menggunakan tiga sub-skala yaitu senang, marah, dan dirahasiakan. Dari hasil penelitan dapat digambarkan bahwa wanita dalam penelitian ini memiliki berbagai sumber informasi menstruasi, tetapi ibu adalah sumber yang paling utama, rata-rata wanita Afrika Amerika tidak setuju dengan sikap bahwa menstruasi bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan atau positif, pembelajaran biologi dari guru dan perilaku dari keluarga, membaca berkorelasi dengan sikap positif terhadap menstruasi kurang berpengaruh dibanding mendapat pengetahuan langsung dari ibunya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap ibu sebelum dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen dan setelah dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen.
Metode yang di gunakan adalah metode Praeksperimen. Dengan jumlah responden 80 orang di SD Negeri 1 Karangkobar dan SD Negeri 2 Slatri Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara. Dari penelitian ini didaptkan hasil bahwa ada perbedaan pengetahuan dan sikap responden sebelum dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen dan setelah dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen. Sebelum dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen rata-rata pengetahuan responden 6,11 dan setelah dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen pengetahuan responden rata-rata 8, 94, artinya program Penyuluhan Program Rani Remen berhasil meningkatkan pengetahuan responden. Sebelum dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen sikap responden rata-rata 7,76 dan sikap setelah dilakukan Penyuluhan Program Rani Remen 11,1O, artinya program Penyuluhan Program Rani Remen berhasil meningkatkan sikap responden.
Dengan demikian bagi ibu-ibu yang punya remaja putri supaya meningkatkan pengetahuan tentang seputar menstruasi supaya ibu dapat menjelaskan kepada putrinya dan menjawab pertanyaan yang diajukan putrinya. Ibu-ibu yang punya remaja putri supaya sering berdiskusi dengan putrinya sehingga ibu bisa lebih dekat dengan putrinya dan anak lebih dapat terkontrol.

Background: In the pre-adolescent girls who have never been told it may cause anxiety and fear when the blood out of her vagina. Research in African American attitudes toward menstruation were measured using three sub-scales are excited, angry, and kept secret. Prom the research results can be drawn that the women in this study has a number of sources, menstruation, but the mother is the ultimate source, the average African American women do not agree with the attitude that menstruation can be a pleasant or positive experience, leaRaning from a teacher of biology and behavior of the family, reading correlated with a positive attitude towards menstruation less influential than had direct knowledge of his mother. The study was conducted to determine differences in knowledge and attitudes of mothers before and after counseling counseling.
The method used is a method Praeksperimen. With the number of respondents 80 people in SD Negeri 1 Karangkobar and SD Negeri 2 Slatri Karangkobar District Banjarnegara. Be obtained results from this study that there are differences in knowledge and attitudes of respondents before counseling and after counseling. Prior to the extension of knowledge of respondents on average 6.11 and after the extension of knowledge of respondents on average 8.94, mean education program succeeded in increasing the knowledge of respondents. Prior to counseling attitudes of respondents on average 7.76 and attitudes after counseling 11.10, mean education program succeeded in improving the attitude of the respondent.
Thus for mothers who have young women in order to increase knowledge about menstruation so that she can explain to her daughter and answered questions posed daughter. Mothers who had a teenage daughter that is often discussed with her daughter so she could be closer to her daughter and the children can be controlled.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sella Devita
"Sindrom pramenstruasi merupakan kumpulan gejala yang muncul pada fase luteal yang menyebabkan ketidaknyamanan serta penurunan kualitas hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi keluhan sindrom pramenstruasi adalah aktivitas fisik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan skor aktivitas fisik dengan keluhan sindrom pramenstruasi. Sampel penelitian adalah 104 anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Indonesia. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik Baecke dan Shortened Premenstrual Assessment Form. Hasil penelitian menunjukkan sebagian kecil mahasiswi mengalami sindrom pramenstruasi serta tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik total dan sindrom pramenstruasi, namun terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik olahraga dan sindrom pramenstruasi (r=- 0,230, p=0,019). Mahasiswi disarankan untuk melakukan aktivitas olahraga yang cukup dan teratur untuk mengurangi keluhan sindrom pramenstruasi.

Premenstrual syndrome is the symptom which occurs in the luteal phase and cause discomfort and decrease life quality. One of the factors which contribute to premenstrual syndrome is physical activity. The purpose of this study was to determine the correlation between physical activities score and premenstrual syndrome. A sample of this study was 104 members of Unit of Student Activities. Data were collected using Shortened Premenstrual Assessment Form and Baecke physical activity questionnaire. The result showed a small number of students had premenstrual syndrome and there were no significant correlation between total physical activities and premenstrual syndrome, but there was a significant correlation between sport and premenstrual syndrome (r=-0,230; p=0,019). This study encourages students to do sport regularly and sufficiently to decrease premenstrual syndrome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S61126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roddon, Louise
London: Headlin, 1994
618.172 ROD a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fredrico Patria
"Menjelang tahun 2000, harapan hidup wanita Indonesia meningkat menjadi 67,5 tahun dan kelompok usia tua akan mencapai 8,2 % dari seluruh populasi Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, usia harapan hidup wanita Indonesia akan mencapai 70 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, maka akan terjadi peningkatan penyakit-penyakit tua, khususnya pada wanita kejadian penyakit usia tua ini dihubungkan dengan penurunan kadar hormon estrogen. Penurunan hormon ini telah dimulai sejak usia 40 tahun.
Menopause sebagai akibat dari penurunan kadar hormon estrogen pada wanita akan memberikan gejala-gejala yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ. Gejala-gejala yang mungkin timbul dibagi menjadi efek jangka pendek maupun efek jangka panjang. Efek jangka pendek adalah gejala vasomotorik (hot flushes, jantung berdebar, sakit kepala), gejala psikologik (gelisah, lekas marah, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido), gejala urogenital (vagina kering, keputihan/infeksi, gatal pada vagina, iritasi pada vagina, inkontinensia urin), gejala pada kulit (kering, keriput), gejala metabolisme (kolesterol tinggi, HDL turun, LDL naik). Sedangkan efek jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, stroke sampai kanker usus besar.
Osteoporosis sebagai salah sate efek jangka panjang akan memberikan dampak tersendiri. Prevalensi osteoporosis pada wanita usia 50-59 tahun adalah 24%, sedangkan pada wanita usia 60-70 tahun adalah 62%. Kejadian osteoporosis ini akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah usia pasca menopause akibat meningkatnya usia harapan hidup, dengan dampak akhirnya pada kejadian fraktur. Fraktur pada osteoporosis terjadi pada 25-30% wanita pasca menopause. Pada wanita pre menopause, estrogen akan menekan resorpsi tulang, sehingga pada saat pasca menopause dengan menurunnya kadar hormon estrogen maka efek tersebut juga akan menurun. Estrogen diperkirakan mengendalikan pembentukan osteokias dengan mengendalikan pembentukan interleukin (IL)-1, IL-6 dan Tumour Necrosis Factor (TNF)-a.
Dalam penanganan osteoporosis, pengobatan pengganti hormonal sangat diperlukan saat ini dan pemberian dosis rendah estrogen dengan dosis rendah progesteron yang digabung dengan kalsium, kalsitriol, senam beban dan aktivitas akan memberikan hasil yang cukup baik, yang ditunjukkan dalam kenaikan densitas tulang femur, lumbal dan radius. Pemberian estrogen juga akan membantu menghilangkan gejala-gejala menopause lainnya. Meskipun demikian terdapat kekhawatiran dari para wanita pasca menopause mengingat risiko untuk timbulnya keganasan pada pemakaian hormon pengganti ditambah dengan adanya perbedaan kebudayaan khususnya di negara-negara Asia yang membuat penerimaan terapi hormonal lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko keganasan pada endometrium pada wanita usia 50 tahun adalah 3%. Pemakaian hormon pengganti estrogen saja akan meningkat risiko keganasan 4-5 kali dalam 5 tahun pemberian dan 10 kali dalam pemberian Iebih dari 15 tahun. Gabungan estrogen dan progesteron akan menurunkan risiko kejadian keganasan pada endometrium dan pada payudara sampai sama dengan risiko tanpa pengobatan hormonal.
Pada penelitian lain ditemukan adanya peningkatan aktivitas enzim enzim peroxisomal proliferating activator receptor Alfa dan gamma yang dapat memicu keganasan pada payudara pada pemakai estrogen untuk jangka panjang. Penelitian World Health Initiative (WHI) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keganasan pada payudara sebesar 26 %, peningkatan sebesar 41% pada kejadian stroke, meskipun terjadi penurunan keganasan kolon 37% pada pemakaian hormon selama 5,6 tahun. Sehingga terapi sulih hormon tidak dianjurkan melebihi 5 tahun. Pada diskusi selanjutnya dikemukakan bahwa pemakaian estrogen pada usia di atas 54 tahun perlu diperhatikan kemungkinan peningkatan bahaya keganasan pada payudara."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Estiani
"Premenstrual Syndrome (PMS) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosional yang terkait dengan siklus menstruasi yang biasanya terjadi 7-14 hari sebelum periode menstruasi dan menghilang ketika menstruasi dimulai. Gejala yang muncul dapat mengganggu aktivitas. Salah satu faktor penyebab Premenstrual Syndrome adalah usia menarche dan asupan zat gizi mikro. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis data sekunder terkait hubungan antara usia menarche dan asupan zat gizi mikro dengan kejadian Premenstrual Syndrome pada remaja putri di SMAN 4 Surabaya tahun 2017. Penelitian ini menggunakan studi Cross Sectional dengan pendekatan kuantitatif. Data dianalisis secara multivariat dengan uji regresi logistik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia menarche (p=0,0005), vitamin B1 (p=0,033), vitamin B2 (p=0,011), vitamin B6 (p=0,023), vitamin E (p=0,045), zink (0,014), dan kolesterol (0,001) dengan kejadian Premenstrual Syndrome. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa asupan natrium merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian Premenstrual Syndrome dengan OR=5,787 artinya remaja putri yang memiliki asupan natrium tinggi berisiko mengalami kejadian Premenstrual Syndrome 5,8 kali lebih tinggi dibandingkan remaja putri yang tidak mengonsumsi natrium secara berlebih, setelah dikontrol usia menarche, vitamin B1, vitamin B2, zink, dan kolesterol

Premenstrual Syndrome (PMS) consists of physical, psychological, and emotional symptoms associated with menstrual cycle which usually occurs 7-14 days before the menstrual period and disappears when menstruation begins. The symptoms can even cause interference activities. Menarche and micronutrition intake are the factors causing PMS. The purpose of this study was to analyze the relationship between menarche and micronutrition intake with PMS in adolescent girls at SMAN 4 Surabaya in 2017. This study uses a ross sectional study with a quantitative approach. Data analyzed by logistic regression. The result of bivariate analysis found correlation between menarche (p=0,0005), vitamin B1 (p=0,033), vitamin B2 (p=0,011), vitamin B6 (p=0,023), vitamin E (p=0,045), zinc (0,014), dan cholesterol (0,001) with Premenstrual Syndrome. The results of multivariate analysis found that sodium intake is the dominant variable in the correlation with Premenstrual Syndrome, OR=5,787 means that adolescent girls with high sodium intake will increase the risk of Premenstrual Syndrome 5,8 times higher than adolescent girls with normal sodium intake, after controlled by menarche, vitamin B1, vitamin B2, zinc, dan cholesterol"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Rasha Hafira
"Sistem reproduksi pada perempuan memiliki peran yang sangat penting dimana salah satu tanda penting dari tahap pubertas perempuan adalah dimulainya siklus menstruasi pertama atau menarche. Namun, banyak perempuan yang menghadapi gangguan sebelum awal siklus menstruasi dimulai, yaitu premenstrual syndrome atau sindrom pramenstruasi. Faktor-faktor beragam dapat mempengaruhi kemunculan dan keparahan Premenstrual Syndrome, diantaranya adalah aktivitas fisik, ansietas, dan kualitas tidur. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode cross-sectional, dan melibatkan empat jenis kuesioner. Kuesioner-kuesioner yang digunakan mencakup International Physical Activity Questionnaire (IPAQ), Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS), dan Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF). Pengambilan data dilakukan dengan metode quota sampling pada 172 responden. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariate serta analisis bivariate Chi-Square. Ditemukan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki derajat premenstrual syndrome berat, tingkat aktivitas fisik sedang, dan kualitas tidur buruk. Temuan utama penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan premenstrual syndrome (p value 0.375, p value >0.05), terdapat hubungan antara ansietas dengan premenstrual syndrome (p value 0.00, p value <0.05), dan hubungan antara kualitas tidur dengan premenstrual syndrome (p value 0.039, p value <0.05).

The female reproductive system plays a crucial role, particularly in marking the puberty stage with the onset of the first menstrual cycle or menarche. However, many women encounter disturbances before the initiation of menstruation, known as premenstrual syndrome or PMS. Various factors can influence the occurrence and severity of Premenstrual Syndrome, including physical activity, anxiety, and sleep quality. This research employs a quantitative approach, a cross-sectional method, and involves four types of questionnaires: the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ), Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS), and Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF). Data collection is conducted through quota sampling method with 172 respondents. Data analysis includes univariate and bivariate Chi-Square analysis. The findings indicate that a majority of respondents experience severe premenstrual syndrome, moderate physical activity levels, and poor sleep quality. The primary research results reveal no significant relationship between physical activity and premenstrual syndrome (p value 0.375, p value >0.05), a significant association between anxiety and premenstrual syndrome (p value 0.00, p value <0.05), and a correlation between sleep quality and premenstrual syndrome (p value 0.039, p value <0.05)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maissie Lince Trisia
"Premenstrual Syndrome (PMS) adalah gangguan yang terjadi sebelum menstruasi, ditandai dengan gejala fisik dan psikologis seperti sakit kepala, nyeri payudara, kembung, kelelahan, nyeri perut, kecemasan, hingga depresi. Pada remaja disabilitas, terdapat keterbatasan dalam mengkomunikasikan keluhan. Penelitian ini bertujuan menggambarkan kondisi PMS pada remaja disabilitas dengan metode cross-sectional dan teknik non-probability sampling, melibatkan 120 responden di wilayah Jabodetabek. Instrumen menggunakan Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) dan menggunakan analisis univariat. Hasil menunjukkan mayoritas responden berdomisili di Jakarta (62,5%), berusia remaja pertengahan (47,5%), memiliki tingkat pendidikan dasar (56,7%), dan mengalami disabilitas intelektual (53,3%). Sebanyak 52,5% responden mengalami PMS berat, 25,8% PMS tingkat sedang, 20% PMS ringan, dan 1,7% tidak menunjukkan gejala. Hasil ini menegaskan pentingnya peran orang tua dan guru sebagai pendamping utama dalam mengenali serta mengatasi PMS pada remaja disabilitas. Penelitian ini diharapkan menjadi dasar untuk pengembangan intervensi kesehatan reproduksi yang inklusif dan strategis, guna meningkatkan kualitas hidup remaja disabilitas secara holistik.

Premenstrual Syndrome (PMS) is a multifactorial disorder preceding menstruation, characterized by physical and psychological symptoms, including headaches, mastalgia, bloating, fatigue, back and/or abdominal pain, food cravings, anxiety, even depression. Adolescents with disabilities frequently encounter challenges in conveying symptoms. This study aims to delineate the characteristics of PMS among adolescents with disabilities. A cross-sectional study design was employed, utilizing non-probability sampling to recruit 120 female adolescents with various types of disabilities in the Greater Jakarta area (Jabodetabek). Data were collected using the Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) and analyzed through univariate statistical methods. The results revealed that the majority of respondents resided in Jakarta (62.5%), were in mid-adolescence (47.5%), had a primary education level (56.7%), and were diagnosed with intellectual disabilities (53.3%). Additionally, 52.5% of respondents reported severe PMS symptoms, 25.8% experienced moderate symptoms, 20% exhibited mild symptoms, and 1.7% did not report any symptoms. The findings underscore the importance of the roles of parents and educators as proximal caregivers in recognizing and addressing PMS symptoms in adolescents with disabilities. This study provides foundational insights for the development of inclusive and evidence-based reproductive health interventions aimed at enhancing the overall quality of life of adolescents with disabilities. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>