Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81367 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Siswayanti
"Masjid Sunan Giri salah satu masjid walisanga yang didirikan oleh Sunan Giri yang arsitektur bangunannya vernacular berakulturasi dengan tradisional Jawa dan budaya yang bercorak Hindu. Artikel menggunakan metode penelitian analisis deskriptif dengan mendeskripsikan komponen-komponen bangunan masjid kemudian dilakukan analisis dan penafsiran. Akulturasi budaya yang tampak terlihat pada Masjid Sunan Giri ialah arsitektur bangunan Joglo tipikal bangunan Jawa yang disanggah dengan empat soko guru;Mustaka pada atap masjid bertumpang mirip meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berbentuk padmasana singgasana dilengkapi dengan ornamen surya Majapahit, florish dan nanas, gapura masjid ber¬bentuk paduraksa mengingatkan pada bentuk bangunan kori agung pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu."
Jakarta: Kementerian Agama, 2016
297 JLK 14:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yuha Afina Khalish
"Batik telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia oleh UNESCO. Batik besurek merupakan salah satu kain batik di Indonesia yang berasal dari Bengkulu. Kain batik besurek memiliki kekhasan pada motifnya, yaitu kaligrafi Arab yang menjadikan hal tersebut sebagai bentuk akulturasi budaya. Akulturasi budaya dalam kain batik besurek juga menghasilkan motif kain besurek baru hasil perkembangan dari perajin kain besurek di Bengkulu. Dalam penelitian ini dibahas tentang hasil akulturasi budaya Arab dengan budaya Indonesia pada batik besurek Bengkulu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka dan wawancara. Data-data diperoleh dari artikel jurnal, laporan penelitian, dan buku serta wawancara dengan narasumber. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori akulturasi budaya dari Koentjaraningrat. Hasil dari akulturasi budaya dalam kain batik besurek berupa perkembangan motif kain besurek yang terdapat bunga raflesia yang merupakan ikon dari Provinsi Bengkulu.

Batik has been designated as one of Indonesia's intangible cultural heritage by UNESCO. Besurek batik is a batik cloth in Indonesia originating from Bengkulu. Besurek batik cloth has a unique motif, namely Arabic calligraphy, which makes it a form of cultural acculturation. Cultural acculturation in besurek batik cloth also produces new besurek cloth motifs as a result of developments from besurek cloth craftsmen in Bengkulu. This study discusses the results of the acculturation of Arabic culture with Indonesian culture in Bengkulu besurek batik. This research is a qualitative research using literature and interview methods. The data were obtained from journal articles, research reports and books as well as interviews with source person. The theory used in this study is the theory of cultural acculturation from Koentjaraningrat. The result of cultural acculturation in the development of besurek batik cloth is in the form of besurek cloth motifs which contain rafflesia flowers which are icons of Bengkulu province."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desrika Retno Widyastuti
"Kebudayaan suatu masyarakat bersifat dinamis, selalu berubah. Salah satu bentuk perubahan kebudayaan adalah melalui akulturasi/percampuran. Proses akulturasi dapat terjadi bila dua kebudayaan dalam masyarakat atau bangsa, masing-masing memiliki kebudayaan. tertentu lalu saling berhubungan. Selain itu proses akulturasi juga ditentukan pula oleh tingkat kebudayaan suatu bangsa, jika tingkat kebudaayan kedua bangsa sama atau hampir sama, maka kemungkinan menerima kebudayaan asing sangat besar, begitu pula sebaliknya. Penelitian ini terbatas hanya pada Kompleks Asta Tinggi Sumenep sebagai salah satu hasil kebudayaan yang bernafaskan Islam (yang sudah tercampur dengan hasil proses pra Islam). Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya akulturasi dengan unsur kebudayaan asing (Eropa dan Cina, Islam) dan mengetahui besarnya pengaruh tersebut pada Kompleks Asta Tinggi Sumenep. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah melalui (a) pengumpulan data, (b) pengolahan data, (c) penafsiran data. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah adanya pengaruh unsur kebudayaan Cina, Islam dan Eropa. Pengaruh Cina tidak begitu besar, terbatas pada seni hias dan ukir yang terdapat pada rana kayu cungkup B, C dan D serta pada prasasti di dalam cung_kup F. Pengaruh Islam hanya terlihat pada kaligrafi yang berbentuk prasasti di Gapura D, kelir, prasasti dalam cungkup F, pada rana batu cungkup D serta pada nisan. Unsur kebudayaan Eropa besar pengaruhnya pada arsitektur di Kompleks Asta Tinggi Sumenep yang terli_hat pada pagar keliling, gapura dan bentuk cungkup F (cungkup Pnb. Sumolo). Ciri-ciri arsitektur Eropa yang menonjol di Asta Tinggi adalah arsitektur Inggris. Hal ini menguatkan pendapat Soekmono yang mengatakan gapura di halaman timur Kompleks Asta Tinggi mendapat pengaruh Inggris (Soekmono, 1985 : 114). Walaupun di Kompleks Asta Tinggi Sumenep banyak mendapat pengaruh asing namun pada bagian-bagian yang dianggap suci masih berakar pada unsur kebudayaan pra Islam, seperti bentuk makam, keletakan makam, penem_patan gapura berdasarkan jenisnya. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat sementara. Oleh karena itu penelitian serta pengujian lebih dalam masih dibutuhkan."
1995
S11584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afdol Tharik Wastono
"Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa di dunia, tidak dapat melepaskan diri dari pergaulan bahasa Asing lainnya (akulturasi bahasa). Akulturasi bahasa Indonesia dengan bahasa Arab sebagai bahasa al-qur'an (Islam), telah banyak memberikan andil dalam perkembangan bahasa dan sastra Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah beragama Islam. Bahasa Indonesia beradaptasi dengan bahasa Arab, telah menghasilkan khasanah ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan agama Islam khususnya, berikut segala cabang ilmunya. Banyak sekali kosa kata Indonesia yang sudah sangat akrab di telinga masyarakat, tidak disadari lagi bahwa kata-kata tersebut berasal dari bahasa Arab, seperti: Assalamaalaikum, Masya Allah, Muslim, astaghfirullah, inna lillahi dan lain sebagainya. Adapun pengaruh sastra Arab dalam sastra Indonesia tampak dalam tema cerita yang bernafas Islam dan selalu menyampaikan perdamaian, nasihat, dan kerukunan, seperti: sastra syair, hikayat, sastra pesantren dengan karya qasidahnya, manakib, talqin, dan barzanji yang sangat populer.

Indonesian as one of the languages ​​in the world, cannot be separated from the association of other foreign languages ​​(language acculturation). The acculturation of Indonesian with Arabic as the language of the Qur'an (Islam), has contributed greatly to the development of Indonesian language and literature, the majority of whose people are Muslim. Indonesian adapts to Arabic, has produced a wealth of knowledge and science related to Islam in particular, along with all its branches of science. There are many Indonesian words that are very familiar to the public, without realizing that these words come from Arabic, such as: Assalamaalaikum, Masya Allah, Muslim, astaghfirullah, inna lillahi and so on. The influence of Arabic literature in Indonesian literature is seen in the theme of stories that breathe Islam and always convey peace, advice, and harmony, such as: poetry literature, hikayat, pesantren literature with its qasidah works, manakib, talqin, and barzanji which are very popular.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Chitra Liestyati KNP
"Kompetensi Komunikasi Antarpribadi terhadap Akulturasi Kebudayaan merupakan konstelasi konsep yang berimplikasi terhadap subjek sebagai individu dan bagian dari masyarakat di dalam menjalankan peran sosial. Ada kecenderungan bahwa di dalam masyarakat informatif berkembang ciri-ciri umum, yaitu derajat rasionalitas yang tinggi yang mempengaruhi tindakan sosial dan hubungan sosial seseorang dalam mengembangkan pilihan dan langkah tindak atas dasar pilihannya sendiri. Merujuk fenomena tersebut, diasumsikan bahwa konstelasi konsep ini menjadi sangat penting diterapkan pada era informasi.
Gejala perpindahan sementara manusia dari tempat asal menuju tempat-tempat yang menjadi daya tariknya saat ini semakin menonjol. Suatu gejala yang memberikan dan menciptakan peluang berusaha, melibatkan hubungan antarmanusia dan adanya (human touch), mendasari sikap mental (attitude), tingkah laku (behavior) dalam menggeluti bidang kerjanya. Oleh karena menyangkut hubungan antarmanusia yang berbeda latar budaya dan memungkinkan benturan nilai-nilai budaya yang mengarah pada akulturasi kebudayaan, maka setiap pelaku interaksi dituntut kemampuan berkomunikasi dalam membina hubungan yang harmonis.
Upaya menilai kualitas subjek sebagai pelaku interaksi di dalam berperan, bertindak secara interaksional, konsep kompetensi komunikasi antarpribadi diasumsikan sebagai konsep kontekstual yang efektif dan relevan untuk diterapkan. Aktualisasi konsep pada diri subjek, memposisikan ketergantungan subjek di dalam interaksi dengan objek dan lingkungan fisik serta proses itu sendiri. Konsep ini pun bermanfaat bagi subjek untuk menumbuhkan kesadaran diri, kewaspadaan diri, kendali diri dan keterlibatan diri di dalam interaksi sosial.
Interaksi pramuwisata Indonesia dengan wisatawan Jepang memperlihatkan latar pribadi subjek sebagai individu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja. Pernyataan ini menggarisbawahi anggapan bahwa, pelaku interaksi yang beragam status sosial di dalam suatu komunitas cenderung berperilaku sejalan dengan perilaku normatif.
Kenyataannya perwujudan eksistensi individu ke arah kehidupan intelektual dan kultural memerlukan pemahaman intens terhadap konsep yang relevan. Dengan demikian disimpulkan, bahwa kompetensi komunikasi antarpribadi terhadap akulturasi kebudayaan sebagai konstelasi konsep yang mempunyai hubungan yang signifikan, dapat diterapkan pada peradaban masyarakat informasi global."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosyid Abdul Majid
"Penelitian ini mengungkap akulturasi keturunan Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban di Magelang dari tahun 1813-1939. Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban adalah keturunan keluarga Basyaiban yang pertama kali bermigrasi ke wilayah Ngayogyakarta. Keturunan dari Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban berkembang di wilayah Magelang. Keluarga mereka banyak berakulturasi dengan Jawa. Penelitian ini membahas bagaimana genealogi lalu akulturasi keturunan Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban di Magelang dan bagaimana identitas keturunan Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban di Magelang? Tujuannya adalah untuk mengungkap silsilah Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban ke atas dan ke bawah serta menjelaskan identitas Basyaiban. Metode yang digunakan adalah metode historis yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristic, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Adapun konsep yang digunakan adalah konsep akulturasi disamping itu teori genealogi Foucault dan Representasi dan Cultural Identity dari Hall digunakan untuk membantu menjawab pertanyaan penelitian. Temuan dari penelitian ini adalah pertama: genealogi keturunan Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban di Magelang ke atas tersambung dengan kaum Alawiyyin Hadramaut. Genealogi keturunan Sayid Ahmad ibn Muhmmad Basyaiban ke bawah terakulturasi dan tersambung dengan keluarga keraton Ngayogyakarta. Kedua: identitas keturunan Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban sebagai seorang Arab Alawiyyin Hadramaut. Di sisi lain keturunan Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban juga mempunyai identitas sebagai keluarga Jawa dari keraton Ngayogyakarta. Identitas mereka dapat terlihat dalam aspek budaya dan sosial. Semua identitas itu merupakan akulturasi dari budaya Arab dan Jawa.

Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban was the first member of the Basyaiban family to migrate to the Ngayogyakarta palace. The descendants of Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban grew up in the Magelang area and underwent significant acculturation with Javanese culture. This research aims to explore the process of acculturation experienced by the descendants of Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban in Magelang from 1813 to 1939. The primary focus of this study is to examine the genealogy of Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban's descendants in Magelang, tracing their lineage from top to bottom. Additionally, this research aims to investigate the identity of Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban's descendants in Magelang, specifically addressing the question of Basyaiban's identity. The historical method is employed in this research, consisting of four stages: heuristic, verification, interpretation, and historiography. The study utilizes Foucault's concept of genealogy and Hall's theory of representation and cultural identity. The findings of this research indicate the following: Firstly, the genealogy of Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban's descendants in Magelang is linked to the Alawiyyin Hadramaut people in their ancestral lineages. The genealogy of Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban's descendants downward shows acculturation and connection with the Ngayogyakarta royal family. Both the upward and downward genealogies have been verified by their lineage institution. Secondly, Sayid Ahmad ibn Muhammad Basyaiban's descendants identify themselves as Arab Alawiyyin Hadramaut. Moreover, they also possess an identity as a Javanese family originating from the Ngayogyakarta palace. Their identity is manifested in cultural and social aspects, enabling them to represent their Javanese Arab heritage and gain recognition from both the Javanese community and the Arabians in Magelang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Habib Mustopo
"Masa antara abad XIII-XVI mempunyai arti penting ditinjau dari sejarah kebudayaan Indonesia karena dua kenyataan historis. Pertama, berdirinya kerajaan Islam Samudra Pasai sebagai kerajaan pertama di Nusantara, serta perkembangan komunitas muslim di pantai utara lama, dan di sekitar pusat kraton Majapahit. Periode tersebut juga ditandai oleh tumbuhnya kebudayaan Islam di lingkungan komunitas muslim yang berkembang seeara perlahan-lahan. Kedua, Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan Hindu-Buda terbesar di Nusantara, sepanjang abad XIV-XVI menguasai jaringan perdagangan di Nusantara serta berpengaruh di kawasan Asia Tenggara. Memasuki abad XV, kekuasaannya mulai mundur disebabkan antara lain oleh konflik internal yang berlarut-larut sesudah pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), dan peristiwa itu menjadi salah satu sebab keruntuhan kerajaan tersebut pada perempat awal abad XVI (Noorduyn 1978 207-274).
Penyebaran dan perkembangan Islam di Nusantara dapat dianggap sudah terjadi pada tahun-tahun awal abad XII M, seperti dibuktikan oleh sekitar 2500 abklatch nisan berinskripsi di Sumatra Utara, Perlak dan Samudra (Damais 1995: 183). Berdasarkan sumber epigrafi pada nisan-nisan dan artefak lain dapat diketahui bahwa penyiaran Islam di Nusantara tidak bersamaan waktunya, demikian pula kadar pengaruhnya pun berbeda-beda di suatu daerah.
Pengembangan Islam yang pesat saat itu telah didahului oleh pertumbuhan komunitas muslim secara sporadis di kota-kota pelabuhan Majapahit, khususnya Bandar-bandar sepanjang pantai utara Jawa Timur dan Sungai Brantas serta di sekitar Trowulan-Troloyo yang diduga sebagai pusat pemerintahan kerajaan Majapahit. Bersamaan dengan itu terjadilah perpindahan agama (konversi) dari agama Hindu-Buda ke Islam oleh sebagian besar penduduk di pusat-pusat perdagangan tersebut. Dalam kaitan sejarah penyebaran Islam di Jawa momentum tersebut bersamaan waktunya ketika para penyebar Islam yang dalam sumber babad disebut Wali melakukan aktifitasnya sehingga periode itu juga dikenal sebagai zaman para Wali atau zaman Kinvalen.
Dalam konteks sejarah kebudayaan Islam di Jawa, rentangan waktu abad XIV-XVI ditandai oleh tumbuhnya suatu kebudayaan baru yang menampilkan sintesa antara unsur kebudayaan Hindu-Buda dengan unsur kebudayaan Islam. Kebudayaan baru itu di dalam kepustakaan antara lain dikenal sebagai kebudayaan masa peralihan. Berdasarkan temuan bukti-bukti arkeologis Islam di daerah pantai dan pedalaman menunjukkan bahwa apa yang digambarkan sebagai kebudayan tersebut sebagian besar adalah hasil kebudayaan Islam yang tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan masa kejayaan hingga sulitnya kerajaan Majaphit dan tumbuhnya Demak sebagai kesultanan Islam pertama di Jawa.
Islamisasi di Jawa Timur masa peralihan belum banyak diungkapkan berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang memadai. Publikasi kepurbakalaan Islam di Jawa Timur, sebagian besar masih berupa laporan dan ada sejumlah kecil berupa monografi tentang bangunan yang sebagian besar juga berdasarkan penelitian sebelum Perang Dunia II. Penelitian L.C. Damais tentang Epigrafi Islam di Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan rintisan yang perlu dilanjutkan.
Kajian yang membahas kebudayaan Islam masa peralihan di Jawa secara menyeluruh dan utuh belum banyak diketahui. Sebagian besar kajian tersebut terbatas pada salah satu aspek saja misalnya, epigrafi (Moquette 1921, Ravaisse 1925, Damais 1957, Baloch 1980), filologi (Gunning 1882, Ronkel 1910, Djajadiningrat 1913, Schrieke 1916, Drewes 1969 dart 1978, Hasyim 1990), sufi (Poerbatjaraka 1930, Drewes 1955, 1966 dan 1977; Johns 1961), arsitektur (Graaf 1936 dan 1963; Pijper 1947 : 274-283 dan 1977; Tjandrasasmita 1987), artefak dan ornamen (Chris van Robbe 1986; Ambary 1988; Yatim 1988), dan sejarah (Wiselius 1876; Pigeaud dan de Graaf 1974 dan 1976).
Pengetahuan tentang kebudayaan Islam masa peralihan di Jawa Timur kiranya cukup penting, karena menyangkut dua hal yaitu pertama, untuk melacak proses penyiaran Islam di lingkungan masyarakat di bandar-bandar dan di lingkungan kraton yang mayoritas beragama Hindu-Buda Kedua untuk mengetahui latar belakang sejarah pertumbuhan seni-bangun dan tradisi sastra tulis Islam yang masih memperlihatkan unsur-unsur budaya pra-Islam. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
D227
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifryansyah Putra
"Skripsi ini membahas analisis makna simbol yang berada di Masjid Agung Demak. Pada skripsi ini menggunakan teori semiotik yaitu memahami simbol atau makna berdasarkan segitiga makna. Kemudian dalam skripsi ini menggunakan beberapa teori untuk mengacu pada pembahasan skrispi ini. Beberapa teori yang digunakan dalam skripsi ini seperti teori kebudayaan, teori kebudayaan Islam, teori kebudayaan Jawa, teori akulturasi, dan teori simbol dan makna. Peneliti mendapat beberapa temuan yang menjadi bahasan skripsi ini. Temuan yang pertama adanya akulturasi pada bagian atap Masjid Agung Demak serta puncak atap Masjid Agung Demak. Kemudian akulturasi kedua terdapat pada bagian utama Masjid Agung Demak seperti pada gambar penyu, keramik, pintu dan jendela. Kemudian terdapat mihrab, mimbar, dan serambi pada Masid Agung Demak yang mengacu kepada masjid yang pertama dibangun oleh Nabi Muhammad. Kemudian terdapat kentongan dan bedhug yang memiliki akulturasi dari Cina. Selain itu, keramik yang ada di dalam Masjid Agung Demak juga akulturasi dari Cina. Ketiga adalah hiasan dalam Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit seperti, hiasan pintu petir, gambar penyu, dan hiasan kaligrafi pada makam para raja. Keempat pada halaman Masjid Agung Demak memiliki akulturasi dan makna dari Majapahit seperti kolam, Gapura, dan pagar masjid. Kelima adalah lokasi Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit. Sebenarnya pendirian lokasi Masjid Agung Demak dipengaruhi oleh Kerajaan Demak sebelum berdiri. Sampai pada akhirnya Kerajaan Demak berpindah yang saat ini sebagai kota Demak dan didirikan Masjid Agung Demak.

This Thesis is discuss/talked about analysis the meaning of symbol in Agung Demak Mosque. This thesis use semiotic method which is understanding the triangle of meaning. Then this thesis use several theory referred to this thesis discussion. Several theory that used in this thesis such as culture theory, moeslim culture theory, Javaness culture thory, acculturation theory, and the theory symbol and meaning. Researcher discovered view things that become the discussion of this thesis. The firs discovery: there is an acculturation that found in the part of the Agung Demak Mousque rooftop also an the top of the rooftop of Agung Demak Mosque. The second discovery is in the main part of Agung Demak Mosque like the picture of turtle, ceramics, door, and window. And then there are mihrab, mimbar, and serambi which is the part of Agung Demak Mosque that referred to the first mosque built by the prophet Muhammad saw. After that there is "kentongan" and "bedhug" that have the acculturation from China. Besides that, ceramics in the Agung Demak Mosque are also acculturation from China. The third is the gatnish/ornament inside Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit such as "pintu petir", the drawing of turtle, "kaligrafi" garnish/ornament in the king's grave. Fourth, they yard of Agung Demak Mosque has the acculturation and meaning from Majapahit such as the pool, "gapura" and the mosque gate. Fifth, is the location of Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit. Actually the decision of Agung Demak. Mosque location is affected by the Kingdom of Demak before it way built in the end, the Kingdom of Demak moved to a city that right now we call it Demak city and established Agung Demak Mosque.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S58747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myristica Arie Wrespati
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11775
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Sutrisna
"Penelitian mengenai unsur-unsur arsitektur kolonial pada Masjid Agung Manonjaya adalah penelitian arsitektur dan ornamen bangunan yang bersangkutan. Arsitektur kolo_nial yang dimaksud adalah unsur arsitektur datang dari Eropa dalam hal ini adalah unsur arsitektur kolonial Belanda. Di samping unsur-unsur arsitektur lokal tetap dipertahankan keberadaannya. Untuk menjelaskan dugaan terjadinya percampuran kedua unsur budaya tersebut di atas, maka digunakan konsep akulturasi dengan tujuan yaitu : (1) Mengetahui keberadaan unsur-unsur budaya lokal (tradisional) dan unsur-unsur budaya asing (kolonial) melalui pemerian gaya arsitektur dan ragam hias bangunan Masjid Agung Manonjaya. (2) Mengetahui seberapa jauh unsur-unsur kolonial mem-pengaruhi penampilan fisik bangunan Masjid Agung Manonjaya. Penelitian ini terbatas pada obyek utamanya yaitu Masjid Agung Manonjaya yang terletak di desa Karangnung_gal, kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya Jawa Barat yang didirikan pada awal abad ke-19. Masjid ini terbagi atas tiga bagian yaitu pondasi (kaki), tubuh, dan atap. Kompo_nen bangunan lainnya adalah menara, penampil serambi timur dan koridor menara. Bangunan yang disebut terakhir ini terletak di sebelah timur bangunan induk masjid. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yaitu : (a) pengumpulan data, (b) pengolahan data, dan (c) penaf_siran data. Tahap pengumpulan data meliputi studi kepusta_kaan dan studi lapangan. Tahap pengolahan data meliputi kegiatan analisis bentuk, gaya, bahan, dan ukuran melalui hasil deskripsi dalam tahap pengumpulan data. Di samping itu juga dilakukan perbandingan dengan bangunan masjid tradisional Jawa dan bangunan kolonial. Dalam tahap penaf_siran data keseluruhan hasil dari tahap pengumpulan dan pengolahan data dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini yaitu : (1) Berdasarkan kajian perbandingan Masjid Agung Manonjaya dengan bangunan masjid tradisional Jawa dan bangunan kolonial diketahui bahwa Masjid Agung Manon jaya mendapat pengaruh yang sangat dominan dari gaya arsitektur kolonial. (2) Pengaruh arsitektur lokalnya hanya terlihat pada bentuk atap yang berbentuk tumpang. Jadi masih meneruskan tradisi atap masjid tradisional Jawa. (3) Ragam hias Masjid Agung Manonjaya tidak semuanya mendapat pengaruh unsur ragam hias kolonial, tetapi masih tetap mempertahankan bentuk-bentuk ragam hias tradisi lama. Ragam hias asing walaupun ada tidaklah menghilangkan ragam hias yang sebelumnya telah ada melainkan turut menambah khasanah ragam hias masjid yang menyebabkan keragaman coraknya. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat terbuka dan tidak menutup kemungkinan mendapat tanggapan dan saran lebih lanjut"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S11583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>