Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128134 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Ratnaningsih
"operasi anak dapat meninggal akibat spell hipoksi berulang tromboemboli otak, abses serebri, maupun endokarditis ( 3, 7 ) . Keberhasilan suatu total koreksi tidak hanya tergantung pada berkurangnya tekanan pada ventrikel kanan, hilangnya defek residual, tapi juga preservasi miokard ventrikel kiri (1). Seperti diketahui bahwa pada Tetralogi Fallot beban yang terjadi pada ventrikel kanan, tetapi ventrikel kiri yang hipoplasi ~erupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang dan k:ualitas hidup (9, 15,39) bahkan peneliti lain menyatakan bahwa ventrikel kiri merupakan faktor penting untuk morbiditas dan mortalitas. (12,41). Di Indonesia, khususnya di RSJHK kebanyakan anak yang datang untuk dioperasi sudah berusia 5 tahun atau lebih, dan jumlah ini terdapat sekitar 60% dari seluruh pasien Tetralogi Fallot pada periode maret 1986 sampai Desember 1992 .Secara histopatologi semakin besar umur anak semakin lama terjadi hipoksia, sehingga akan terjadi fibrosis miokard yang pada akhimya akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ventrikel kiri . Jadi meskipun hasil segera pasca bedah cukup baik tetapi prognosis dan r isiko jangka panjang perlu diteliti. Selain itu temyata fungsi ventrikel kiri pasca bedah dipengaruhi oleh beberapa faktor prabedah, dan penilaian fungs i Ventrikel Kiri pasca bedah masih terdapat kontroversi antara berbagai peneliti (11-18). Tujuan penelitian kami adalah memperoleh bukti ada atau tidak adanya disfungsi ventrikel kiri pasca bedah pada penderita Tetralogi Fallot dan faktor faktor prabedah yang mempengaruhinya. Hipotesis kami ialah bahwa pada penderita Tetralogi Fallot pasca bedah mungkin terdapat disfungsi ventrikel kiri dan disfungsi tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa faktor prabedah. Penelitian ini bersifat pengamatan sesaat ("Cross Sectional") dilakukan antara tanggal 15 Juni 1993 s/d 15 september 1993. Terdapat 35 pasien, dari jumlah ini dikeluarkan 3 orang oleh karena pacta satu pasien terdapat aritmia (2: 1 AV blok) dan 2 pasien lainnya tak kooperatif. Dari jumlah 32 orang ini diperoleh 20 laki laki (62,5 %) dan 12 perempuan(37,5%), semua FC klas I (NYHA) dengan umur tennuda saat penelitian 9 tahun dan tertua 36 tahun, (16,5 ± 5,1. tahun). Kisaran umur saat operasi antara 5 sd 30th, (13,1 ± 5,2 th). Janik waktu antara operasi sampai saat penelitian antara 6 bulan s/d 6 tahun (3,3 ± 1,8 th). Dari populasi penelitian (n = 32 orang), 23 orang (72 %) tidak terdapat disfungsi ventrikel kiri terdiri dari 15 laki- laki dan 8 perempuan dikategorikan kelompok 1, sedangkan 9 orang terdapat disfungsi ventrikel kiri (28 %) yang terdiri dari 5 laki laki dan 4 perempuan, dikategorikan sebagai kelompok 2. Kriteria disfungsi ventrikel kiri yang dipakai ialah bila pacta keadaan istirahat fraksi ejeksi ventrike1 kiri kurang dari 50 % atau pacta uji 1atih beban jantung tidak terdapat kenaikan fraksi ejeksi ventrikel kiri lebih dari 5 %( 28,29 ). Tidak terdapat perbedaan bennakna antara kelompok 1 dan 2 pacta, denyut jantung istirahat ( P = 0,593 ), denyut jantung uji latih (P = 0,322), tekanan darah istirahat maupun uji latih (PI 0,05), produk ganda, lamanya uji latih, maupun jarak antara operasi dengan saat penelitian. Hasil pemeriksan Radionuklid ventrikulografi, tidak terdapat perbedaan bermakna pacta fraksi ejeksi ventrikel kiri saat istirahat, kecepatan ejeksi sistolik istirahat, kecepatan maksimum pengisian diastolik ventrikel kiri saat istirahat dan uji latih. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok 1 dan 2 pacta fraksi ejeksi ventrikel kiri (P = 0,001) dan kecepatan ejeksi sistolik uji latih (P = 0,012) . Faktorfaktor pra bedah yang berpengaruh secara bermakna terhadap terjadinya disfungsi ventrikel kiri adalah saturasi 02 (P = 0,029) sedangkan faktor faktor lainnya seperti umur, kadar hemoglobin, hematokrit, lamanya klem aorta, lamanya prosedur pintas jantung paru tidak berpengaruh secara bermakna ( P > 0,05 ) pada penelitian kami. Kesimpulan penelitian kami, dari populasi penelitian n=32 terdapat 9 orang disfungsi ventrikel kiri ( 28 % )dan disfungsi ventrikel kiri tersebut dipengaruhi secara bermakna oleh kadar saturasi 0 2 prabedah. Saran kami berdasarkan hasil penelitian ini , pada Tetralogi Fallot dengan saturasi 02 yang rendah operasi lebih awal sebaiknya dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya disfungsi ventrikel kiri. Pad a kelompok disfungsi ventrikel kiri perlu tindak lanjut untuk melihat prognosis jangka panjang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1993
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putria Rayani Apandi
"Latar Belakang: Regurgitasi pulmoner berat pasca-bedah korektif TF berdampak sebagai beban berlebih pada ventrikel kanan dan akan mempengaruhi ukuran dan fungsinya.
Tujuan: Mengetahui faktor yang berperan terhadap regurgitasi pulmoner berat pasca-bedah korektif TF dan dampaknya pada ventrikel kanan.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang di Pelayanan Jantung Terpadu RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada pada April-Mei 2019. Kriteria inklusi adalah pasien TF yang menjalani koreksi TF dalam 5 tahun terakhir. Data demografi dan kuantitatif ekokardiografi diambil dengan pemeriksaan ekokardiografi. Analisis bivariat faktor risiko regurgitasi pulmoner berat yang bermakna dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik multipel. Hasil analisis multivariat dilaporkan sebagai odds ratio (OR).
Hasil: Terdapat 50 pasien yang sesuai kriteria inklusi. Sebanyak 22 pasien (44%) mengalami regurgitasi pulmoner berat dan 28 pasien (56%) mengalami regurgitasi pulmoner ringan sedang. Analisis multivariat regresi logistik menunjukkan indeks Nakata > 250 mm2/m2bermakna menimbulkan 15,1 kali risiko untuk menjadi regurgitasi pulmoner berat [OR 15,1 (IK 95% 3,1-72,6), p=0,001]. Analisis bivariat untuk ukuran dan fungsi ventrikel kanan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok.
Simpulan: Indeks Nakata > 250 mm2/m2berisiko terjadi regurgitasi pulmoner berat pada pasca- bedah korektif TF. Pada pemantauan 4 tahun, belum ada dampak dilatasi dan penurunan fungsi ventrikel kanan

Background: Repaired tetralogy of Fallot (TF) result pulmonary regurgitation. Impact of severe pulmonary regurgitation were right ventricular (RV) volume overload predisposing dilatation and dysfunction of RV. Diameter pulmonary artery, McGoon ratio, Nakata index pre-operation, surgery technique can contribute to severe pulmonary regurgitation in the absence of an effective valve.
Objective: The aim of this study was to identify predictors of severe pulmonary regurgitation and the impact to the RV.
Methods: A cross sectional study of repaired TF in children at the integrated cardiovascular services (PJT) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta from April-Mei 2019. The inclusion criteria included children underwent repaired TF in the last 5 years after minimal 6 months post repaired TF. Demographic data and echocardiography data were collected. Logistic regression analysis were used to identify the predictor for severe pulmonary regurgitation.
Results: A total of 50 patients were enrolled to the study. There were 22 children (46%) with severe pulmonary regurgitation and 28 children (56%) with mild-moderate pulmonary regurgitation. Logistic regression analysis showed Nakata index showed Nakata index > 250 mm2/m215,1 times greater risk for severe pulmonary regurgitation [OR 15,1 (CI 95% 3,1-72,6), p=0,001]. Bivariate analysis for RV size and function showed no significant difference between the group.
Conclusions: Nakata index > 250 mm2/m2was predictor for severe pulmonary regurgitation after TF repair. RV size and function showed no abnormality in 5 years follow up after TF repair.
"
2019: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali
"TUJUAN: (1) Mengetahui perubahan fungsi sistolik dan diastolik serta massa ventrikel kin pada remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor dibandingkan dengan remaja dan dewasa muda normal. (2) Mengetahui hubungan antara kadar feritin serum dan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang diperoleh dengan pemeriksaan ekokardiografi pada remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor.
TEMPAT PENELITIAN: Divisi Kardiologi dan Divisi Hematologi Anak FK UI/RSCM Jakarta
SUBYEK PENELITIAN: Remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor yang menjalani pemeriksaan dan transfusi rutin di Pusat Talasemia RSCM sejak bulan Agustus - Desember 2005.
METODOLOGI: Dilakukan penelitian observasional dengan rancang bangun cross sectional. Data meliputi parameter hematologis pasien Talasemma mayor dan parameter fungsi sistolik ventrikel kiri (EF dan FS), fungsi diastolik ventrikel (E, A, rasio E/A, IVRT), serta massa ventrikel kiri (LVDDi, LVDSi, LVMi) dengan menggunakan mesin ultrasonografi Sonas 4500, transduser 8 MHz. Data diolah dengan SPSS versi 10. Dilakukan uji t, analisa regresi liner dan analisa multivariat dengan regresib multiple. Nilai a yang dipakai adalah 0,05. Jumlah subyek minimal yang diperlukan adalah 28.
HASIL : Dan 32 subyek Talasemia mayor yang diperiksa, 30 subyek diikutsertakan dalam penelitian. Fungsi sistolik dan diastolik Talasemia mayor lebih rendah dibanding kontrol dan perbedaan ini secara statistik bermakna. Rerata EF Talasemia mayor dan kontrol masing-masing adalah 66,1% (SB 4,9) dan 71,6% (SB 5,6) ; p < 0,0001. Rerata FS 36,0% (SB 3,7) dan 39,8% (SB 5,5) ; p = 0,003. Rerata rasio E!A Talasemia mayor dan kontrol masing-masing 2,14 (SB 0,4) dan 1,83 (SB 0,3); p = 0,002. Massa ventrikel kin Talasemia mayor secara bermakna lebih berat dibanding kontrol. Rerata LVMi (g/m2) Talasemia mayor dan kontrol masing-masing 111,1 (SB 30,8) dan 75,4 (SB 14,5); p < 0,0001. Dengan regresi linier sederhana dan regresi multipel dijumpai hubungan yang cukup kuat dan bermakna antara fungsi diastolik ventrikel kiri (rasio FA) dengan kadar feritin serum (r = 0,71;p < 0,0001).
KESIMPULAN: Fungsi sistolik dan fungsi diastolik remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor telah mulai mengalami perubahan dan abnormalitas. Massa ventrikel kin remaja dan dewasa muda penderita Talasemia mayor lebih berat dari pada orang normal. Semakin tinggi kadar feritin serum semakin besar kemungkinan penderita Talasemia mayor untuk menderita gangguan fungsi diastolik.

OBJECTIVES: To detect the left ventricular systolic and diastolic functions and mass alteration among adolescents and young adults with Thalassemia major compared to those of normal adolescents and young adults, and to find out the relationship between serum ferritin level and left ventricular functions which are obtained from echocardiography examination.
SETTING: Division of Pediatric Cardiology and Hematology Department of Child Health, Medical Faculty, Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta
SUBJECTS: Adolescents and young adults with Thalassemia major whose got blood transfusion in Thalassemia Center Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta between August to December 2005.
METHODS: A cross-sectional study was conducted. The data includes the Thalassemia major patients' hematology data, left ventricular systolic function (EF and FS), and diastolic function (A, E, F/A ratio, IVRT), mass (LVDD1, LVDSi, LVMi) by using an ultrasonography Sonos 4500, transducer 8 MHz. That data were processed with SPSS version 10. The t test, liner regression and multiple regression analysis were performed. Statistical significant was assumed with a 0.05. The minimal number of subjects needed was 28.
RESULTS: Out of 32 Thalassemia major patients, 30 were enrolled to study. Left ventricular systolic and diastolic function of Thalassemia major patients were lower than the control and it was statistically significant.[ EF 66.1% (SD 4.9) and 71.6% (SD 5.6); p < 0.0001, FS 36.0% (SD 3.7) and 39.8% (SD 5.5); p = 0.003, E/A 2.14 (SD 0.4) and 1.83 (SD 0.3); p = 0.002], respectively. Left ventricular mass of Thalassemia major patients was greater than control, and it was statistically significant [LVMi (g/m2) 111.1 (SD 30.8) and 75.4 (SD 14.5); p < 0.0001], respectively. Linier and multiple regression analysis showed that there was significant and powerful relation between left ventricular diastolic function (E/A ratio) and serum ferritin ( r = 0.71; p < 0.0001).
CONCLUSION: The systolic and diastolic functions of adolescents and young adults with Thlassemia major have started to alter and abnormalities. The left ventricular mass of adolescents and young adults with Thalassemia major more than heavier that of a normal person. The higher the level of serum ferritin is, the more likely it is for Thalassemia major patient to suffer from diastolic abnormalities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovi Kurniawati
"Latar belakang. Evaluasi fungsi ventrikel kanan (right ventricle = RV) pada pasien dengan tetralogy of fallot (TOF) penting dilakukan, karena gangguan fungsi RV akan mempengaruhi hasil keluaran dan prognosis setelah operasi. Hipoksia serta beban tekanan pada RV yang kronis pada anak TOF, terutama pada usia lebih besar akan menyebabkan penurunan fungsi RV yang dapat dinilai melalui beberapa parameter ekokardiografi. Tujuan dari penelitian ini adalah rnengetahui fungsi RV pada pasien TOF yang belum menjalani operasi dan subjek normal, fungsi RV antara kelornpok usia < 4 tahun dan 4 tahun keatas, serta mengetahui korelasinya dengan usia, saturasi dan hematokrit sebelum operasi, serta right ventricular end diastolic pressure (RVEDP). Metode Penelitian. Penelitian ini adalah studi potong lintang. Subjek penelitian adalah pasien TOF yang belum menjalani operasi dan subjek normal tanpa kelainan struktural jantung. Penelitian ini dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, bulan Juli sampai November 2011. Penilaian fungsi RV dilakukan menggunakan ekokardiografi melalui beberapa parameter yaitu TAPSE, MPI, S, E, A velocity; IV A dan strain speckle tracking 2D. Diambil juga data usia, saturasi perifer, kadar hematokrit dan RVEDP. Data kemudian diolah dengan menggunakan SPSS 11. Hasil. Pada kelompok TOF ditemukan penurunan fungsi RV hila dibandingkan dengan subjek normal, yang dapat dilihat dari nilai TAPSE (1,6 ± 0,24 ern vs 1,87 ± 0,23 em, p = 0,000 ); RV MPI (0,37 ± 0,11 ms vs 0.26 ± 0,05 rns, p = 0,000); S, E, A velocity (12.6 ± 2.2 ern/s vs 13.9 ± 2.02 ern/s, p 0,000; 13.2 ± 4.1 ern/s vs 17.76 ± 2.9 ern/s, p = 0,000; 14.56 ± 4.9 ern/s vs 10.64 ± 2.8 ern/s , p = 0,001) ; IV A (3.87 ± 1.4 rn/s2 vs 4.57 ± 1.6 rn/s2 , p = 0.050) dan strain global speckle traking 2D (-24.78 % ± 5,80 vs -33.29 % ± 5,82 , p = 0,000). Tidak diternukan perbedaan fungsi RV pada kelompok usia< 4 tahun dan 4 tahun keatas keeuali untuk nilai T APSE (p = 0.03). Dari multivariat analisis didapatkan usia dan saturasi oksigen perifer berkorelasi sedang dengan perbedaan nilai TAPSE pada kelornpok TOF (r = 0,4, p = 0.023, dan r = 0,4 , p = 0.037). Kesimpulan. Pada pasien TOF terjadi penurunan fungsi RV jika dibandingkan dengan subjek normal. Tidak terlihat adanya perbedaan fungsi RV antara kelompok umur pada pasien TOF keeuali pada parameter T APSE. Usia dan saturasi oksigen perifer berkorelasi sedang dengan perbedaan nilai TAPSE pada kelornpok TOF.

Background. Evaluation of righfve~nction (RV =right ventricle) in tetralogy of fallot (TOF) patient is important because -of RV dysfunction would influence the outcome and prognosis after surgery. Chronic hypoxia and RV pressure overload in TOF patient, especially at older age, would decrease RV function, which can be assessed through multiple echocardiography parameters. The purpose of this study was to determine RV function in preoperative TOF patients and normal subject, between age group of <4 years old a'1d ~4 years old, and its correlation with age, preoperative peripheral saturation and hematocrit and right ventricular end diastolic pressure (RVEOP). Methods. This study is the cross sectional. The study subject is preoperative TOF patients and normal subject , performed at National Cardiovascular Center Harapan Kita, from July to November 2011. Assessment of RV function performed through several echocardiographic parameters: T APSE, MPI, S, E, A velocity; IV A and Speckle tracking 2D strain. We also collect data about age, preoperative peripheral saturation and hematocrit levels, and RVEOP. The data were analized using SPSS 11. Results. In TOF group there were decreased RV function when compared with normal subject group, which can be seen from TAPSE values (1.6 ± 0.24 em vs. 1.87 ± 0.23 em, p = 0.000); RV MPI (0.37 ± 0:26 ms vs. 0.11 ± 0.05 ms, p = 0.000); S, E, A velocity (12.6 ± 2.2 cm/s vs. 13.9 ± 2:02 cm/s, p 0.000; 13.2 ± 4.1 cm/s vs. 17.76 ± 2.9 cm/s, p = 0.000; 14:56 ± 4.9 cm/s vs. 10.64 ± 2.8 cm/s, p = 0.001); IV A (3.87 ± 1.4 m/s2 vs. 4:57 ± 1.6 m/s2 , p = 0050) and global strain speckle traking 20 (-24.7 ± 5,80 % vs. -33.29 ± 5.82%, p = 0.000). There were no difference found in RV function in the age group of <4 years old and ~4 years old except for the T APSE value (p = 0.03). From multivariate analysis, age and peripheral oxygen saturation moderately correlate with differences in TAPSE value in TOF group (r = 0,4, p = 0.023, dan r = 0,4 , p = 0.037). Conclusions. In TOF patients there were decreased RV function when compared with normal subject. There were no differences in RV function between age group in TOF patients except in T APSE value. Age and peripheral oxygen saturation moderately correlate with the difference in TAPSE value in the TOF group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2011
T58308
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hisyam Attamimi
"Gangguan fungsi diastolik yang dapat terjadi pada iskemia miokard merupakan gangguan fase relaksasi miokard ventrikel bahkan terjadi lebih awal sebelum gangguan fungsi sistolik-3) Gangguan fungsi diastolik tersebut dapat terjadi tanpa adanya gangguan segmental, sehingga fungsi diastolik dapat digunakan sebagai parameter yang tepat dan peka pada kasus iskemia miokard pada fase awal "Pulse Doppler echocardigraphy" telah banyak terbukti dapat mengukur aliran transmitral cukup akurat, sebagai parameter fungsi diastolik ventrikel kiri berupa pengukuran kecepatan pengisian awal ( E ), waktu deselerasi, kecepatan pengisian oleh atrium ( A ), dan rasio E/A,waktu isovolumik relaksasi. 26 penderita yang memenuhi kriteria penelitian, 23 lelaki dan 3 wanita dengan usia 52,7 ± 6,7 tahun, dilakukan pemeriksaan ekokardiografi sehari sebelum angioplasti dan dilakukan pemeriksaan ulang pada 24-48 jam setelah angioplasti. Secara keseluruhan didapatkan rata-rata kecepatan E menurun setelah angioplasti dari 71,63 ± 18,65 cm/det menjadi 69,67 ± 15,65 cm/det, perbedaan ini tak bermakna dengan p = 0,75, juga pada revaskularisasi lengkap maupun tak lengkap didapatkan perbedaan yang tak bermakna Secara keseluruhan didapat rata-rata nilai kecepatan A menurun setelah angioplasti dari 68,10 ± 18,55 cm/det menjadi 66,18 ± 20,26 cm/det,perubahan inipun tak bermakna dengan p= 0,56. Penurunan kecepatan A pada angioplasti dengan revaskularisasi lengkap maupun tak lengkap, juga tidak berbeda bermakna (tabel 4.1). Secara keseluruhan perubahan ratio E/ A juga tak berbeda bermakna, oleh karena penurunan nilai A setelah angioplasti disertai pula penurunan nilai E, sehingga rasio E/A dari 1,03 ±0,18 menjadi 1,04 ± 0,16, dengan p 0,92, demikian juga pada revaskularisasi lengkap maupun tak lengkap tak dijumpai perbedaan bermakna. Secara keseluruhan waktu deselerasi sesudah angioplasti menurun dari 208,8 ± 59,9 mdet mejadi 191,6 ± 49,9 mdet, perbedaan ini dengan uji kemaknaan Wilcoxson berbeda bermakna dengan nilai p = 0,04, tetapi pada angioplasti dengan revaskularisasi tak lengkap waktu deselerasi menunjukkan perbedaan tak bermakna. Waktu isovolumik relaksasi menurun pada seluruh pasien bermakna dari 119,6 ± 27,65 mdet menjadi 102,3 ± 25,86 mdet, dengan p = 0,001, sedang pada pasien dengan revaskularisasi tak lengkap tak menunjukkan perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah angioplasti. Kesimpulan: setelah angioplasti yang berhasil terdapat perubahan fungsi diastolik ventrikel kiri berupa perbaikan fungsi relaksasi ventrikel kiri yang ditunjukkan dengan parameter waktu deselerasi dan waktu isovolumik relaksasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jurita Harjati
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Dalam bidang kardiologi untuk menilai fungsi jantung sering digunakan pembebanan. Biasanya dilakukan pembebanan dalam bentuk kerja isotonik. Pada keadaan dimana tidak dapat dilakukan kerja isotonik, dapat dilakukan pembebanan dengan kerja isometrik (handgrip test) untuk menilai fungsi jantung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembebanan kerja isometrik dan isotonik yang sesuai terhadap fungsi ventrikel kiri dengan STI dan konsumsi oksigen miokardium dengan Tri-produk yang menimbulkan peningkatan frekuensi jantung yang sama.
Pemeriksaan dilakukan pada 50 pria sehat, usia 20-25 tahun terhadap STI (QS2, LVET, PEP dan ratio PEP/LVET), tekanan darah dan Tri-produk (FJ x TD rata-rata x LVET) dalam keadaan istirahat, waktu kerja isometrik (handgrip test) dan kerja isotonik (ergometer sepeda). Hasil penelitian dianalisis secara statistik.
Hasil dan Kesimpulan: Terdapat pemendekan bermakna (p<0,05) pads lamanya QS2, LVET dan PEP pada kedua jenis kerja dibandingkan istirahat. Pemendekan QS2 dan PEP waktu kerja isotonik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isometrik, sedangkan pemendekan LVET waktu kerja isotonik tidak berbeda bermakna (p>0,05) dibandingkan kerja isometrik. Tidak terdapat perubahan pada fungsi ventrikel kiri yang dinilai dari ratio PEP/LVET waktu kerja isometrik dibandingkan kerja isotonik. Tekanan darah sistolik, diastolik dan rata-rata waktu kerja isometrik lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kerja isotonik. Tidak terdapat perbedaan bermakna {p>0,05) antara tekanan darah diastolik waktu kerja isotonik dibandingkan istirahat. Tri-produk waktu kerja isometrik adalah rata-rata 30% lebih besar dibandingkan kerja isotonik dengan peningkatan frekuensi jantung yang sama, hal mans menatakan bahwa pembebanan jantung dengan kerja isometrik cukup berat dan dapat digunakan untuk menilai fungsi jantung.

ABSTRACT
Evaluation Of The Left Ventricular Function And Myocardial Oxygen Consumption During Isometric Work By Way Of Measurement Of Systolic Time IntervalsScope and Method of Study: Loading the heart during the evaluation of its function is a frequently used method. Usually the heart is loaded by isotonic work, like the ergo cycle or the treadmill test. But in cases where isotonic cannot be performed, loading the heart with isometric work (handgrip test) can also be used. The purpose of this research work is to examine the effect of isometric and isotonic work of equivalent intensity on the left ventricular function and on the myocardial oxygen consumption as evaluated respectively by the STI and Tri-product.
Examination of the STI (QS2, LVET, PEP and PEP/LVET), heart rate, arterial blood pressure and tri-product were performed on 50 young males, age 20 - 25 years, at rest and at the end of isometric work (handgrip test) and isotonic work (ergo cycle). The results are statistically analyzed.
Findings and Conclusions: A statistically significant (p 4 0.05) decrease in the duration of Q52, LVET and PEP is found during both kinds of work when compared to values at rest. The decrease in QS2 and PEP during isotonic work is greater as compared to those during isometric work, which is statistically significant (p 4 0.05). However, the duration of LVET during both kind of work. does not differ significantly. There is also no statistic-ally significant difference in the left ventricular function as evaluated by PEP/LVET between the two kind of work. The rise in systolic, diastolic and mean blood pressure is higher during isometric work as compared with isotonic work, which is statistically significant (p < 0.05). There is no significant difference in the diastolic blood pressure during isotonic work and rest (p > 0.05). The tri-product calculated for isometric work is on the average 30 % higher than for isotonic work, which means that loading the heart with isometric work will be sufficiently high for the purpose of evaluating the performance of the heart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yuda Herdanto
"Prevalensi aritmia ventrikel maligna pasca koreksi Tetralogi Fallot (TOF) masih tinggi. Deteksi dini aritmia pasca operasi dilakukan dengan perekaman holter EKG. Modalitas ini tidak tersedia luas di seluruh pelayanan kesehatan. Perlu adanya studi yang menilai hubungan antara fragmentasi QRS berat yang dinilai dengan menggunakan EKG 12 sadapan dengan kejadian aritmia ventrikel pasca koreksi TOF. Studi observasional (potong lintang) pada 59 pasien pasca koreksi TOF >1 tahun dari waktu operasi. Dilakukan pemeriksaan EKG  12 sadapan untuk menilai derajat fragmentasi QRS dan dinilai hubungannya dengan temuan aritmia ventrikel berpotensi maligna dari holter EKG 24 jam. Fragmentasi QRS pada penelitian ini diklasifikasikan sebagai berat (fragmentasi >5 sadapan) dan tanpa fragmentasi berat (0–5 sadapan).  Sebesar  37,3% pasien menjalani operasi koreksi TOF  pada usia >3 tahun. Terdapat 89,8% subyek dengan fragmentasi QRS, dan 57,6% diantaranya dengan fragmentasi QRS berat. Kejadian aritmia ventrikel berpotensi maligna ditemukan pada 40,7% subyek, dan 45,8% diantaranya tidak mempunyai keluhan. Berdasarkan analisis multivariat, fragmentasi QRS derajat berat (OR 8,6[95% IK1,9 – 39,5]) dan interval operasi >7 tahun (OR 8,9[95% IK2,2 – 35,9]) merupakan faktor independen aritmia ventrikel (p<0,05). Terdapat hubungan antara derajat fragmentasi QRS berat dengan kejadian aritmia ventrikel berpotensi maligna, dengan besar risiko delapan kali dibanding pasien tanpa fragmentasi QRS berat.

The prevalence of malignant ventricular arrhythmias after Tetralogy of Fallot (TOF) repair is high. Through ECG holter monitoring, early detection for post-operative arrhythmia can be achieved. Unfortunately, this modality is not widely available. Further study is necessary to evaluate the association between severe QRS fragmentation from 12-leads ECG and incidence of ventricular arrhythmias after TOF repair. This cross-sectional study was done in 59 repaired TOF patients >1 year from time of surgery. QRS fragmentation was defined as notches in QRS complex and classified as severe QRS fragmentation (>5 leads) and none-to-moderate QRS fragmentation (0 – 5 leads). Mean age of 193 + 151 months, 37.3% of patients underwent surgery > 3 years of age. QRS fragmentation was found in 89.8% of subjects, and 57.6% presented with severe QRS fragmentation. The incidence of potentially malignant ventricular arrhythmias was 40.7%, but 45.8% were asymptomatic. On multivariate analysis, severe QRS fragmentation (OR 8,6[95% CI1,9 – 39,5]) and over than 7 years of operating intervals (OR 8,9[95% CI2,2 – 35,9]) were found as independent factors for ventricular arrhythmia occurrence (p <0.05). There is an association between severe QRS fragmentation and incidence of potentially malignant ventricular arrhythmias, with eight times greater risk in patients with none-to-moderate QRS fragmentation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaini Azwan
"Tujuan : Koreksi transatrial-transpulmonary tanpa transannular patch (TA-TP tanpa TAP) memiliki keuntungan berupa preservasi annulus katup pulmonal dan fungsi ventrikel kanan, Namun sering terjadi gradien RV-PA dan pRV/LV ratio yang masih tinggi sehingga terjadi low cardiac output syndrome (LCOS). Penelitian ini bertujuan untuk mencari batasan gradien RV-PA dan pRV/LV ratio yang merupakan nilai prediktif terbaik terhadap kejadian LCOS pascakoreksi tetralogi Fallot TA-TP tanpa TAP.
Metode : Pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013, sebanyak 30 pasien TF menjalani koreksi TF TA-TP tanpa TAP (mean usia 8,37±7,90 tahun). Dilakukan pengukuran gradien RV-PA dan pRV/LV ratio intraoperatif dan postoperatif di ICU. Evaluasi kejadian LCOS dilakukan selama perawatan di ICU. Sebelum pasien pulang, dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai gradien RV-PA, fungsi ventrikel kanan, defek septum ventrikel residual, derajat regurgitasi katup pulmonal dan katup trikuspid.
Hasil : Sebanyak 30 (100%) subjek penelitian memiliki z-value ≥ -1, menjalani koreksi TF TA-TP tanpa TAP. Mean gradien RV-PA intraoperatif adalah 21,13±10,60 mm Hg dan mean pRV/LV ratio intraoperatif adalah 0,53±0,14. Mean gradien RV-PA di ICU adalah 20,83±7,10 mmHg dan mean pRV/LV ratio di ICU adalah 0,49±0,10. Tidak terjadi LCOS pada 30 (100%) subjek penelitian sehingga tidak dapat dilakukan analisis untuk mencari batasan nilai gradien RV-PA dan pRV/LV ratio sebagai nilai prediktif terbaik terhadap kejadian LCOS pascakoreksi TF TA-TP tanpa TAP. Mean gradien RV-PA sebelum subjek penelitian rawat jalan adalah 23,47±6,95 mmHg. Regurgitasi katup pulmonal ringan pada 15 (50%) subjek penelitian dan regurgitasi katup trikuspid trivialmild pada 16 (53%) subjek penelitian. Disfungsi ventrikel kanan ringan 3 (10%), sedang 20 (67%) dan berat pada 7 (23%) subjek penelitian. Mean TAPSE postoperatif adalah 1,03±0,19. DSV residual tidak dijumpai, aritmia tidak dijumpai, reoperasi dan mortalitas tidak ada.
Simpulan : Koreksi TF TA-TP tanpa TAP memberikan hasil operasi dini yang baik pada pasien TF dengan z-value katup pulmonal ≥ -1, pRV/LV ratio < 0,5 dan gradien RV-PA < 25 mmHg pascakoreksi.

Objective : The benefits of the transatrial-transpulmonary (TA-TP) without transannular patch (TAP) correction of tetralogy of Fallot (TOF) are preservation of pulmonary valve annulus and right ventricular function. However, TA-TP without TAP correction of TOF had a higher incidence of low cardiac output syndrome (LCOS) because of the high right ventricle and pulmonary artery (RV-PA) pressure gradient and right ventricle and left ventricle pressure (pRV/LV) ratio. The purpose of this study were to analyze the cut off value of RV-PA pressure gradient dan pRV/LV ratio as the best predictor value for postoperative LCOS in TA-TP without TAP correction of TOF.
Methods : Between Oktober 2012 and Maret 2013, 30 patients with TOF underwent TATP without TAP correction (mean age 8,37±7,90 years, range 1-27 years). At the end of correction, all patients underwent intraoperative direct measurement of RV-PA pressure gradient and pRV/LV ratio. The patients were evaluated for postoperative LCOS at the Intensive Care Unit (ICU). All the patients underwent echocardiographic examination before hospital discharge. This included investigation of the presence RV-PA pressure gradien, RV function, residual VSD, pulmonary and tricuspid valve insufficiency.
Results : Thirty patients with pulmonary valve annulus z-value ≥ -1, underwent TA-TP without TAP correction of TOF. Mean intraoperative RV-PA pressure gradient was 21,13±10,60 mmHg and mean intraoperative pRV/LV ratio was 0,53±0,14. Mean RV-PA pressure gradient measured 24 hours after correction at the ICU was 20,83±7,10 mmHg and mean pRV/LV ratio measured at 24 hours after correction at the ICU was 0,49±0,10. No patient had LCOS, we could not analyze the cut off value of RV-PA pressure gradient and pRV/LV ratio as the best predictor value for postoperative LCOS in this study. No patient had residual VSD. Mean RV-PA pressure gradient before hospital discharge was 23,47±6,95 mmHg. Fifteen (50%) patients had mild pulmonary valve insufficiency and 16 (53%) patients had trivial-mild tricuspid valve insufficiency. Three (10%) patients had mild RV dysfunction. Postoperative mean TAPSE was 1,03±0,19. No patient had arrhythmia, reoperation and mortality in this study.
Conclusions : The TA-TP without TAP correction of TOF was applied successfully in 30 patients with pulmonary valve annulus z-value ≥ -1, post-correction RV-PA pressure gradient < 25 mmHg and pRV/LV ratio < 0,5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Suputri
"Latar belakang: Remodeling jantung pasca Infark Miokard Akut (IMA-ST) dipercaya
sebagai penyebab masih tingginya angka komplikasi gagal jantung walaupun sudah
diberikan terapi standar dan tatalaksana revaskularisasi. Matriks ekstraseluler (EKM)
memiliki peranan penting dalam proses remodeling. Nekrosis miokard menyebabkan
peningkatan kadar matriks metalloproteinase (MMPs) yang akan mendegradasi EKM.
Berbagai studi eksperimental, menunjukkan bahwa inhibisi MMPs memberikan manfaat
pada proses remodeling. Doksisiklin merupakan penghambat MMPs poten yang telah
memberikan efek menjanjikan terhadap remodeling pada hewan coba dan uji klinis tidak
tersamar.
Tujuan: Mengetahui efek doksisiklin terhadap struktur dan fungsi ventrikel sebagai
penanda remodeling pada IMA-ST yang telah menjalani IKPP.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda. Pasien IMAST
dengan keterlibatan anterior atau Killip 2-3 dengan onset kurang dari 12 jam yang
menjalani IKPP terbagi secara acak pada grup Doksisiklin (2x100 mg tablet selama 7
hari) sebagai terapi tambahan dari standar tatalaksana dan grup kontrol. Pemeriksaan
ekokardiografi dasar pada saat awal perawatan segera setelah IKPP. Ekokardiografi
evaluasi dilaksanakan pada bulan ke 4.
Hasil: Terdapat 134 subjek yang masuk dalam penelitian ini. Setelah evaluasi lanjutan,
terdapat 8 pasien drop out pada masing-masing grup karena meninggal dan lost to follow
up 58 subjek masuk dalam Grup Doksisiklin dan 60 subjek Grup Kontrol. Karakteristik
demografis dan klinis kedua grup homogen. Parameter ekokardiografi menunjukkan
adanya peningkatan Left Ventricle End-Diastolic Volume Index (D LVEDVi) yang lebih
rendah dibandingkan grup kontrol (9,2 (-21-45) mL/m2 vs 16 (-13-62) mL/m2,
p=0,008). Selain itu, fungsi fraksi ejeksi (DLVEF) mengalami peningkatan pada grup
Doksisiklin (2,36 ± 8,5 vs -2,6 ± 8,4; p 0,005). Persentase Adverse Remodeling lebih
sedikit pada grup Doksisiklin. Rentang perbaikan Global Longitudinal Strain (DGLS)
lebih besar pada grup Doksisiklin, walaupun statistik tidak bermakna. Angka
rehospitalisasi tidak berbeda bermakna pada kedua grup.
Kesimpulan: Doksisiklin memberikan efek perbaikan terhadap struktur dan fungsi
ventrikel kiri pada pasien IMA-ST yang telah menjalani IKPP

Background: Cardiac remodeling after acute myocardial infarction with ST elevation
(STEMI) had been proved as the cause of the increased of heart failure complications
despite standard therapy and revascularization management. Extra cellular matrix (ECM)
has an important role in the remodeling process. Myocardial necrosis causes increased
levels of matrix metalloproteinase (MMPs) which will degrade ECM. Various
experimental studies, showed that MMPs inhibition provides benefits in the remodeling
process. Doxycycline is a potential MMPs inhibitor that has a promising effect on
remodeling in experimental animals and clinical trials.
Objective: To determine the effect of doxycycline on the structure and function of
ventricles as a remodeling marker in STEMI that had undergone Primary Percutaneous
Coronary Intervention (PPCI)
Methods: We conducted a double-blind randomized control trial. Patients with STEMI
anterior or with Killip class 2-3 with onset of less than 12 hours undergoing PPCI were
randomly assigned to the group that receiving Doxycycline (100 mg b.i.d for 7 days) as
adjunctive therapy from standard management and the group without adjunct therapy. An
initial echocardiographic examination was done after PPCI. Further evaluation was held
in 4 months after PPCI with an echocardiographic examination, which will be compared
between the initial examination and the evaluation.
Results: There were 134 subjects included in this study. After further evaluation, there
were 8 patients drop out due to death and lost to follow up. Doxycycline group has 58
and 60 subjects in Control group. Demographic and clinical characteristics of both groups
are homogeneous. Echocardiographic parameters showed change in Left Ventricle End-Diastolic Volume Index (D LVEDVi) significantly lower in Doxycycline group (9.2 (-21-45) mL/m2 vs. 16 (-13-62) mL/m2, p 0.008). In addition, the change of ejection
fraction (D LVEF) increased in the doxycycline group (2.36 ± 8.5 vs -2.6 ± 8.4, p
0.005).The percentage of Adverse Remodeling is smaller in the Doxycycline group (70%
vs 83%) and the range of D Global Longitudinal Strain (DGLS) is greater in Doxycycline
group, although both not statistically significant. Rehospitalization was not significantly
different between two groups.
Conclusion: Doxycycline had effect in improving structure and function of the left
ventricle in STEMI patients who have undergone PPCI"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Bintoro
"Latar Belakang. Pemacuan ventrikel kanan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari tatalaksana bradikardi simptomatik, bradiaritmia, dan kelainan konduksi lainnya. Sayangnya terdapat efek buruk pemacuan ventrikel kanan terhadap disinkroni dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Penelitian ini mencoba melihat secara potong lintang hubungan pemacuan ventrikel kanan terhadap kejadian disinkroni dan penurunan fungsi ventrikel kiri.
Metode. Seratus delapan belas pasien dengan disfungsi nodal AV diambil secara konsekutif untuk studi potong lintang, mulai bulan Maret hingga Mei 2013 didapat dari registri divisi Aritmia Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien menjalani pemeriksaan disinkroni dan fungsi ventrikel kiri dengan ekokardiografi. Dilakukan penilaian terhadap interval elektromekanikal dengan doppler jaringan, kemudian dinilai variabel nilai awal yang didapat dari rekam medis pasien.
Hasil. Dalam studi kami, 70 dari 118 (59.3%) pasien mengalami disinkroni dalam rerata durasi pemacuan 4.7 tahun. Terdapat perbedaan signifikan terhadap durasi waktu di kelompok pasien yang mengalami disinkroni intraventrikel dengan yang tidak mengalami disinkroni intraventrikel (5.29 vs 3.27 tahun). Setelah pemacuan ventrikel kanan 6.1 tahun, pasien paska pacu-jantung berisiko untuk mengalami disinkroni intraventrikel dengan OR 4.07 kali. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara pemacuan di apeks RV ataupun RVOT terhadap kejadian disinkroni. Terdapat kecenderungan kejadian disinkroni intraventrikel, disinkroni interventrikel, dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien-pasien yang mendapatkan pemacuan apeks RV.
Kesimpulan. Semakin lama durasi pemacuan ventrikel kanan, semakin tinggi risiko kejadian disinkroni intraventrikel pada pasien pacu-jantung permanen dengan OR di atas 6.1 tahun adalah 4.07 kali.

Background. Right ventricular pacing is an established therapy from the management of symptomatic bradycardia, brady-arrhytmias, and other conduction disturbances. Unfortunately there are deleterious effects of right ventricular pacing on cardiac synchrony and left ventricular function. This study tried to look cross sectionaly the variable of pacing duration, lead locations to the occurrence of dyssynchrony and decrease left ventricular ejection fraction.
Method. One hundred and eighteen patients with AV nodal dysfunction (SND with AVN dysfunction, AF slow response, Total AV-Block, and AF post AVJ ablation) taken consecutively for this cross-sectional study, from March to May 2013 obtained from the registry division of the National Cardiac Arrhythmia Center Harapan Kita, Jakarta. Patients then undergone echocardiography assessment for cardiac dyssynchrony and left ventricular function. After we assessed of the electromechanical interval with tissue Doppler, we then assessed the value of the basic variables that was obtained from patient medical records.
Results. In our study, 70 of 118 (59.3%) patients had dyssynchrony at a mean duration of pacing disinkroni in 4.7 years. There are significant differences in the duration of time under pacing in the group of patients who experienced intraventricular dyssynchrony (5.29 vs. 3.27 years). In post-cardiac pacemaker patients, there were increased risk by year with peak after 6.1 years of OR 4.07 times. There were no significant differences between pacing lead at the RV apex or RVOT. There is a downward trend in intraventricular and interventricular dyssynchrony, also with poor left ventricular ejection fraction in patients receiving RV apical pacing.
Conclusion. The longer the duration of right ventricular pacing, the higher the risk of intraventricular dyssynchrony in patients with permanent cardiac pacemaker (OR for patients with RV pacing more than 6.1 years is 4.07x).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>