Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93759 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Venus Khasanah
Yogyakarta: PT Kanisius, 2024
304.2 VEN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Aery Lovian
"Tesis ini membahas tentang Kearifan Ekologis masyarakat Petalangan dalam Ritual Menumbai. Fokus penelitian ini untuk mencari ketertikatan antara ritual Menumbai dengan Ekologi, guna mengetahui kearifan masyarakat Petalangan dalam memperlakukan lingkungan ekologi. Perubahan yang terjadi terhadap ruang hidup masyarakat Petalangan sekarang sudah berubah, dari sebelumnya dikelilingi hutan yang menjadi sumber budaya dan ekonomi mereka, menjadi wilayah hutan industri dan kelapa sawit. Perubahan tersebut tentu saja mengancam ekspresi-ekspresi budaya mereka, termasuk Menumbai. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data yaitu bersifat observasi, wawancara, dan perekaman audio-visual. Data tersebut diklasifikasikan untuk dianalisis dan ditafsirkan berdasarkan konsep-konsep, pendekatan, dan teori-teori dalam kajian tradisi lisan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ritual Menumbai memiliki proses penciptaan, formula dan variasi dan konteks; semuanya itu tertanam jauh di dalam pandangan dunia mereka tentang alam sebagai makhluk yang sama seperti manusia.

This thesis is an analytical discuss on the ecological wisdom of Petalangan community in the Menumbai, that is a specific ritual to take bees honey that built their nests in the branches of a Sialang tree. This study is focus to search on relations between Menumbai ritual and ecology, with the goals to understand the ecological wisdom in the activities of Petalangan community. In facts, the living space of Petalangan has change now, from the area that covered by forests with the rich of economic and cultural resources to the areas of monoculture industrial forest and palm oil trees. Its change of course endangered their traditional cultural expressions, included Menumbai. In case of Menumbai, it sustainability threatened by quantity degradation of Sialang trees. The data collected by observations, interviews, and audio-visual recording. It data classified, for the analyses and interpreted base on concepts, methods and theories in the study of oral traditions. These research, analyses and interpretations resulted a general conclusion that Menumbai ritual have: a specific creating process, formulas, variations, and contexts; all of those rooted in the deep of their world view about nature as a Creature as well as humanity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Maudy Clevanya Suprayogi
"Perkembangan kota sering menyebabkan ketidakpedulian mengenai kondisi ekologis kota dan menyebabkan kota menderita karena kurangnya area hijau. Sebagai ruang yang menyediakan fungsi ekologis terhadap sekitarnya, kurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan kurangnya penyerapan tanah, dan menghasilkan ketidakstabilan ekologis. Taman Maju Bersama sebagai program ruang terbuka hijau terbaru yang disediakan oleh pemerintah daerah Jakarta, diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekologis lingkungan dan dengan keberadaanya tersebar di seluruh Jakarta, taman-taman tersebut diharapkan dapat memberikan perbaikan terhadap kondisi ekologis kawasan kota. Diskusi ini akan membahas satu Taman Maju Bersama yang beroperasi, terletak pada Kampung Pedaengan di Jakarta Timur, untuk mengevaluasi apakah desain mencerminkan prinsip-prinsip Ecological Democracy oleh Randolph T. Hester (2006) untuk menghasilkan fungsi ekologisnya. Oleh karena itu, penelitian ini menyiratkan bagaimana Taman Maju Bersama Pedaengan menyediakan tempat untuk melakukan kegiatan bersama alam yang juga berkelanjutan dan memberi masyarakat rasa memberi masyarakat rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap taman sehingga menumbuhkan rasa kesatuan antara masyarakat dan lingkungnannya, yang mengarah pada perbaikan ekologi.

Urban development often leads to the ignorance of the ecological conditions in the city and causes the city to suffer from the lack of green area. As a space that provides ecological functions towards its surrounding, lack of green open spaces resulted in the lack of land absorption, hence ecological instability. Taman Maju Bersama as the newest green open space program provided by Jakartas local government, are expected to be able to improve the ecological conditions of the neighbourhood and with its existence spread throughout Jakarta, the parks are expected to provide improvements towards the ecological conditions of the city. The discussion will address one operating Taman Maju Bersama that is located in Kampung Pedaengan in East Jakarta, to evaluate whether the design reflects the principles of Ecological Democracy by Randolph T. Hester (2006) to generate its ecological functions. Therefore, the study implies how Taman Maju Bersama Pedaengan provides a place to conduct activities alongside nature that is also sustainable and gives the community a sense of belonging and responsibility to the park so that it fosters a sense of oneness between the community and its environment, which leads towards ecological improvement."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palazzo, Danilo
"This trailblazing book outlines an interdisciplinary "process model" for urban design that has been developed and tested over time. Its goal to describe useful steps to approach the transformation of urban spaces. Urban ecological design illustrates the different stages in which the process is organized, using theories, techniques, images, and case studies. In essence, it presents a "how-to" method to transform the urban landscape that is thoroughly informed by theory and practice.
The overall objective of the book is to reinforce the role of the urban designer as an honest broker and promoter of design processes and as an active agent of social creativity in the production of the public realm."
Washingto, D.C.: Island Press, 2009
e20405733
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Akhsanu Amalia Putri
"Penelitian bertujuan untuk melihat ketergantungan spasial kepuasan hidup dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner daring kepada penduduk DKI Jakarta berusia di atas 18 tahun (N=1526) pada tahun 2020 dan 2021. Pengukuran kepuasan hidup menggunakan Satisfaction with Life Scale, RTH melalui jumlahnya dari portal resmi Kementerian PPN/Bappenas RI, dan kelurahan melalui jumlah dan wilayah administratifnya dari portal resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif, analisis spasial menggunakan GeoDa, dan analisis korelasi menggunakan Pearson’s Product Moment. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepuasan hidup memiliki ketergantungan spasial (r=0.23 dengan p=0.001) dan RTH dapat memprediksi ketergantungan spasial tersebut (R²=0.13 dengan F=41.67). Keteragantungan spasial ini secara geografis membentuk pola ketetanggaan.

This study aims to see the spatial dependence of life satisfaction with urban greenspace. Research data was obtained through the distribution of online questionnaires to residents of DKI Jakarta aged over 18 years (N=1526) in 2020 and 2021. Life satisfaction was measured using the Satisfaction with Life Scale, RTH through the numbers from the official portal of the Ministry of National Development Planning/Bappenas RI, and kelurahan through the number and administrative area from the official portal of the DKI Jakarta Regional Disaster Management Agency. The analysis carried out is descriptive analysis, spatial analysis using GeoDa, and correlation analysis using Pearson's Product Moment. The research findings show that life satisfaction has a spatial dependence (r=0.23 with p=0.001) and RTH can predict this spatial dependence (R²=0.13 with F=41.67). This spatial dependence geographically forms a pattern of clustering."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Helmi
"Pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan dihadapkan pada kondisi
yang bersifat mendua. Kondisi pertama, ada banyak kawasan yang belum tersentuh sama sekali oleh aktivitas
pembangunan, namun pada kondisi lainnya terdapat beberapa kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan dengan massif.
Akibatnya, terlihat indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan dari ekosistem pesisir dan
lautan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh perubahan ekologis terhadap kehidupan nelayan dan strategi
adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis di kawasan pesisir Desa Pulau Panjang,
Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perubahan ekologis di kawasan ini diakibatkan oleh berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir yang cenderung
eksploitatif. Bentuk perubahan ekologis dilihat dari kerusakan mangrove dan terumbu karang. Strategi adaptasi yang
diterapkan oleh rumah tangga nelayan berbeda-beda dan tidak hanya terbatas pada satu jenis adaptasi saja. Rumah
tangga nelayan mengkombinasikan berbagai macam pilihan adaptasi sesuai sumberdaya yang dimilikinya. Berdasarkan
hasil observasi di lokasi penelitian, pilihan-pilihan adaptasi yang dilakukan oleh nelayan antara lain: menganekaragamkan
sumber pendapatan, memanfaatkan hubungan sosial, memobilisasi anggota rumah tangga, melakukan
penganekaragaman alat tangkap, dan melakukan perubahan daerah penangkapan serta melakukan strategi lainnya, yakni
berupa penebangan hutan mangrove sacara ilegal dan mengandalkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak.
There is ambiguity on conducting sustainable development in coastal area. In fact, there are still virgin coastal areas, while
some coastal areas have been exploited intensively across their carrying capacities. Beside environmental conservation
efforts, some adaptation strategies for the fishermen to free the changes coastal areas are needed. The result of case
study in Panjang Island, South Kalimantan shows that ecological changes were caused by land degradation of mangrove’s
areas. The development of mangrove’s areas are the coal ports and shrimp ponds have changed their function as natural
resource, especially as natural resource of community’s livelihood. Pulau Panjang is only approximately 5 Ha, but there
are at least 7 coal ports arround its coastal area. Consequently, the fishermen have lost their fish stock and their
livelihood. In response to the ecological changes, adaptation may play important role. The community should be able to
respond the direct and indirect effects of the changes. In deed, the fishermen in Panjang Island have their own
adaptation strategies that devide into economic strategy, political strategy and social strategy. The fishermen try to
colaborate their sources of income, take the benefit of social connection and exploitate their other natural resource."
Institut Pertanian Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, 2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Amir
"Lingkungan hidup dengan seluruh komponennya yang saling bergantung satu sama lain haruslah selalu dalam keadaan seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan penduduk meningkatkan pembangunan gedung dan perkerasan di seluruh penjuru kota sehingga lugs lahan yang diperuntukkan bagi hutan, jalur hijau, taman, dan jenis RTH lainnya semakin berkurang. Ketidakseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan ini tentu mengakibatkan timbulnya masalah lingkungan, seperti iklim mikro yang tidak menyenangkan, karena Iuas permukaan yang menimbulkan suhu tinggi (struktur dan perkerasan) semakln bertambah sementara luas permukaan yang menimbulkan suhu rendah (tumbuhari dan air) semakin berkurang.
Karena nilai lahan di kawasan perkotaan semakin tinggi dan tidak nyaman untuk menjadi kawasan permukiman, maka semakin banyak kawasan permukiman dibangun dl pinggir kota, contohnya Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Walau banyak pengembang berlomba menawarkan konsep hunian yang ramah lingkungan, kenyataannya, perencanaan RTH masih memprioritaskan aspek estetika dibandingkan aspek ekologis. Untuk mengefektifkan fungsi ekologis dari RTH, khususnya fungsi pengendalian iklim mikro (biasa dlsebut fungsi klimatologis), maka kualitas RTH ini perlu ditingkatkan karena mempertimbangkan kecukupan dari aspek luas saja tidak memadai.
Dengan demikian, dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman KTBJ?
Apa tanggapan warga KTBJ terhadap RTH yang sudah ada berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologlsnya?
Bagaimana memperbaiki kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman?
Mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya waktu, tenaga, dan Jana fungsi ekologis yang akan diteliti dibatasi pada fungsi pengendalian iklim mikro (fungsi klimatologis) karena lebih sesuai dengan permasalahan yang ada di lokasi studi.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengevaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH (seperti luas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan potion, dan perkerasan) dengan membandingkan terhadap literatur yang ada.
Mengetahui tanggapan warga tentang kondisi RTH di kawasan permukiman yang diteliti berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologisnya.
Mencari konsep penataan RTH yang bisa meningkatkan efektivitas fungsi ekologis yang sesuai bagi kawasan permukiman.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah dan pengembang dalam pengelolaan RTH di kawasan permukiman.
Penelitian ini adalah penelitian penilaian yang bertujuan untuk menilai suatu program, dalam hal ini adalah program pembangunan RTH di kawasan permukiman. Obyek yang akan dinilai RTH di kawasan permukiman balk secara keseluruhan maupun beberapa jenis RTH secara individu. Varlabel penelitian ini adalah faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, khususnya fungsi klimatologis, yaitu Iuas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan pohon dan perkerasan. Penilaian akan mengacu pada kriteria penliaian yang dibuat berdasarkan literatur.
Lokasi penelitian adalah kawasan permukiman terencana yang akan berkembang menjadi permukiman berskala besar, yaitu Kota Taman 8intaro Jaya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku teks, laporan seminar, lembaga terkait, maupun data dart pengelola. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan lapangan dan wawancara (wawancara intensif dengan pihak pengelola kawasan permukiman, serta tenaga ahli yang berkaitan dengan studi dan wawancara dengan warga yang dipandu dengan daftar pertanyaan).
Evaluasi terhadap Iuas dan distribusi RTH dilakukan dengan menggunakan data citra satelit terhadap kawasan permukiman secara keseluruhan. Luas penutupan vegetasi di kawasan permukiman ini dominasi oleh pohon-pohon dan rumput. Areal berpohon lebih kurang 11,5% sedangkan rumput/semak lebih kurang 93% dan nilainya termasuk kategori sedang. Karena jumlah areal berpohon tersebut hanya 38 % dari Iuas minima! yang disarankan, maka daerah berpohon masih perlu ditambah. RTH jugs belum terdistribusi dengan baik. Penutupan tajuk pohon hanya dominan di sektor terbaru, yaitu sektor 9 di sektor lain, penutupan pohon hanya tampak di sepanjang saluran air sehingga nilai variabel ini termasuk rendah. Evaluasi terhadap faktor lain dilakukan melalui pengamatan pada beberapa jenis RTH yang dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk jalur (jalur hijau jalan utama, jalur hijau jalan lingkungan, dan jalur hijau tepian air) dan bentuk zonal (taman kingkungan dan taman kota). Struktur sebagian besar RTH termasuk kategori sedang (strata 3). bentuk tajuk sebagian besar RTH termasuk kategorl sedang. Kerapatan pohon rata-rata RTH termasuk sedang. Satu-satunya faktor penentu yang nilainya tinggi adalah perkerasan pada area! RTH, yaitu kurang dari 10% untuk RTH berbentuk Jalur dan kurang dad 30% untuk RTH berbentuk zonal.
Evaluasi terhadap tanggapan warga menunjukkan bahwa hampir semua responden memilih tinggal di KTBj karena mengidamkan daerah hunian yang nyaman. Diantara responden yang diwawancarai, hanya sebagian kecil yang menyadari bahwa RTH bisa berfungsi sebagai pengendali iklim mikro, mereka lebih mempersepsikan RTH sebagai peneduh Baja. Namun, persepsi yang cukup balk tentang fungsi ekologis lain tampaknya cukup untuk membuat warga menyadari pentingnya RTH untuk menjamin keberlanjutan sebuah kawasan permukiman.
Hampir semua responden lebih menyukai jalan lingkungan yang diteduhi oleh pohon rindang daripada yang tidak diteduhi pohon, sementara preferensi untuk taman lingkungan hampir sama. Pemanfaatan jalur hijau jalan Iingkungan masih terbatas pada pagi dan sore harl, sementara berjalan kaki di jalan utama terbatas hanya untuk aktivitas sehari-hari pada beberapa responden. Kunjungan ke taman lingkungan masih terbatas pada aktivitas anak-anak balita, sedangkan taman kota yang selalu ramai pada had libur masih jarang dikunjungi oleh responden.
Semua responden menyadari pentingnya keterlibatan warga di dalam keberhasllan program penghijauan di kawasan permukiman namun hanya sebagian kecil yang benar-benar mau terlibat secara aktif. Sebagian menganggap hal itu sebaiknya dilakukan secara terkoordinir melalui RT misalnya. Secara umum seluruh responden juga menganggap perlu perbaikan di sana sini agar motto kawasan permukiman ini sesuai dengan kenyataannya.
Kondisi faktor-faktor penentu fungsi ekologis yang perlu dilakukan karena fungsi pengendalian iklim mikro yang tidak efektif bisa menimbulkan masalah Iingkungan yang lain sehingga perbaikan perlu segera dilakukan diantaranya dari aspek fisik maupun sosial.
Sintesis aspek fisik antara lain dengan pembangunan taman hutan, membangun sistem jaring RTH: perbaikan struktur, bentuk tajuk, dan kerapatan pohon, serta mernbuat zonasi pada ruang RTH berbentuk zonal, terutama taman kota.
Sintesis aspek sosial meliputi peningkatan peranserta masyarakat serta kampanye penghijauan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
Evaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, dalam hal Ini fungsi klimatologis, pada RTH di kawasan permukiman menunjukkan bahwa luas termasuk kategori sedang, distribusi termasuk kategorl rendah, struktur termasuk kategori sedang, bentuk tajuk termasuk kategorl sedang, kerapatan palm termasuk kategori sedang, dan perkerasan termasuk kategori tinggi.
Evaluasi terhadap masalah warga menunjukkan bahwa kondisi RTH saat ini masih belum sesuai dengan motto "Hidup Ivyaman di Alam Segar' sehingga diperlukan banyak perbaikan dari segi kuantitas dan kualitas.
Peningkatan efektivitas fungsi ekoiogis RTH, dalarn hat ini fungsi klimatologis, dapat dilakukan dengan perbaikan secara fisik dengan meningkatkan kualitas RTH yang ada maupun dari aspek sosial untuk menjamin keberlangsungan perhatian warga terhadap keberhasilan program penghijauan yang dijalankan.

Environment, which it's components are depending on each other, must always be in a dynamic balance. Efforts to meet citizens needs have caused increasing development of structures dan pavements all around the cities so that woodlands, greenbelts, parks, street trees, and any kind of green open space have been decreasing. Disturbance to the balance can cause environmental problems, such as, mlcroclimatic problems due to the domain of high surface temperature (structures and pavements) is getting wider and the contrary, the domain of low surface temperature (plants and water) is getting less.
Since the price of land in cities is extremely expensive and on the other hand, comfortable is decreasing gradually, many new planned communities built In the hinterland, for example Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Although the developers compete to create ecological sound communities, the fact is, aesthetical aspect in green open space planning still has priority over ecological aspect. To activate the ecological functions of green open space, especially climatological functions, we have to enhance It's quality because the consideration of land size alone seems not enough.
Therefore, the problem statements are as follows: What is the condition of determinant factors of green open space ecological function effectiveness in KTBJ?
What is the inhabitants' comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness?
How to improve the condition of determinant factors of greenspaces ecological function effectiveness in KTBJ?
Considering the limitation of resources, the evaluation of ecological functions is focused only on climatological functions which are more suitable with environmental issues in study area.
The aims of this study are: To evaluate the determinant factors of green open space ecological function effectiveness, such as area, distribution, structure, crown form, tree density, and pavement, by comparing them to the literature available.
To find out the inhabitant comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness.
To look for suitable green open space planning concept to improve the effectiveness of ecological functions in KTBJ.
The results are expected to be useful for the consideration in green open space planning and development in planned communities.
This is an evaluation research with the objective is to evaluate the green open space development program in a settlement area. The objects evaluated are the community green open space in a total area and some kinds of green open space individually. The variables are determinant factors of green open space ecological functions effectiveness, especially, climatological functions, such as area, distribution, structure, canopy form, trees density and pavement. Evaluation will be based on conditions recommended by previous researches.
The study area was a planned community which growing into big scale community, Kota Taman Bintaro Jaya, Tangerang, Banten. Secondary data were collected from many sources, such as journals, text books, seminar proceedings, proper institution, etc. Primary data were collected from field observation and interviews (deep interview with the developers and professionals; structured interview with the inhabitants).
Evaluation on area and distribution of green open space was conducted by using the remote sensing visual data. Vegetation coverage is classified into two classes, trees and lawn/shrubs. Trees occupied the scene as much as 11,5%, white lawn/shrub occupied only 9,3%. Since tree coverage was only 38% from minimum percentage recommended, than it needs to be broadened. The green open space are not well distributed. The largest trees area was located only in newest sector (IX Sector). In other sectors, trees coverage appeared only along the water bodies.
Evaluation on other key factors were conducted by observing some kinds of green open space grouped into two forms. They were line (street trees in main and neighborhood streets, and stream corridors) and zonal (neighborhood and community parks). The structure in most of the green open space was medium level (consists of three-layered vegetation: lawn, shrubs and trees). The crown form was medium level. The trees density also was medium level. The pavement was high level (less than 10% for line and less than 30% for zonal) . Evaluation on inhabitants aspect showed that almost all of the inhabitants chose to live in this community to have a comfortable living. The motto "Comfortable Living in a Fresh Nature" itself, effected more to their expectation for a better quality of the green open space. Only some of the respondents aware that green open space have microclimatic functions, they percepted it only as shading. They know about other green open space ecological functions such as erosion controller, oxygen producers, Those perceptions seemed enough to build their awareness about the importance of
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Status ekologis perairan darat merupakan kondisi yang menggambarkan kesimbangan hubungan fungsional antara komponen-komponen ekosistemnya yang mencakup komponen biotic dan abiotik. Hubungan fungsional komponen ekosistem perairan darat dapat mengalami perubahan tingkatan keseimbangan karena adanya factor luar seperti perubahan penggunaan lahan di daerah aliran sungai (DAS) dan masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam system perairan. Perubahan kondisi DAS dan pemanfaatan yang intensif danau-danau di pulau jawa dapat menyebabkan perubahan keseimbangan ekologis danau-danau tersebut. Penelitian ini ditunjukkan untuk memilih parameter yang potensial untuk mengevaluasi kualitas perairan serta menentukan criteria dan status ekologis danau-danau kecil tersebut. Pengamatan dilakukan di 17 danau kecil di Pulau Jawa pada tahun 2005 sampai 2007. Penelitian mencakup parameter komposisi dan kelimpahan fitoplankton,kualitas air (suhu, pH, DO, TP, N-NO3, N-NH4, P-PO4, klorofil a) dan amonia di sediment. Analisis kualitas air dan sediment merujuk metode baku. Parameter indikator kualitas perairan ditetapkan menggunakan analisis box plot,sedangkan indek ekologis dikembangkan dari analisis gabungan indek kualitas air, kelimpahan fitoplankton dan sediment (N-NH). Hasil analisis box plot diketahui bahwa indek tingkat trofik (TSI), jumlah individu fitoplankton dan konsentrasi ammonia di sedimen merupakan parameter yang relatif ptensial untuk membedakan kondidi perairan danau yang masih baik dan kurang baik serta status ekologisnya. Danau Regulo dan Danau Lembang status ekologisnya paling baik dan dapat digunakan sebagai situs rujukan dalam mengevaluasi kualitas perairan danau-danau kecil di Pulau Jawa.
"
2010
551 LIMNO 17:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Haward, Ambrosius S.
"Today’s ecological crisis is getting worse, and human activities might have been the main cause of the crisis. From a theological point of view, the spiritual crisis among the modern people can be thought of as the source of the devastating human activities. Pope Francis in his encyclical Laudato Si’ believes that mistaken anthropocentrism and technocratic paradigm are the main cause, while theologian Leonardo Boff points on the modern science experimental perspective and the attitude of negligence as the triggering characteristics that govern the modern people. Facing the ecological crisis which has its roots in human spiritual crisis, Pope Francis offers a model of an integral ecology, while Boff offers an eco-spirituality concept, as basis for human relation to the cosmos. Both concepts emphasise on the unity of all components that exist in the cosmos as God’s creation."
Bandung: Department of Philosophy, 2021
105 MEL 37:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abidin Kusno
Durham, NC : Duke University Press, 2010
959.803 ABI a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>