Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3490 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ira Andaningsih R
"Pendahuluan :
Tingginya angka kekerapan Iskeml tak ken tara sebagal konsekuensl klinik PJK yang mempunyat prognosIs yang tidak balk telah banyak dllaporkan sejak beberapa tahun Int. 01 Indonesia, khususnya dl RS Jantung "Harapan Kita" penel1tian mengenatlskeml tak kentara Inl belum pernah dllakukan. Sklntigrafi Tallum-20 1 mempunyal sensltlfitas dan speslfisltas tinggi untuk mendeteksllskeml mlokard. Dengan tujuan untuk mengetahul angka kekerapan dan prognosis penderita Iskeml tak ken tara serta menllat faktor-faktor yang mempengaruhl terjadinya perlstlwa koroner ("coronary events"), telah dllakukan penelitlan secara retrospektlf longltudlnal dl RSJHK dengan menggunakan sarana pemeriksaan Skintlgrafi Talium-201.
Metodologi :
328 orang penderlta yang terdeteksi posltif iskemi dengan pemeriksaan Sklntlgrafi Talium-201 di RSJHK antara bulan Juni 1986 sampat dengan akhir Desember 1991, dlamatl sampat dengan akhir Oesember 1992 (selama 320 minggu dengan rata-rata 35,6 ± 20,6 bulan). Penderlta dibagi menjadi penderlta lskemi tak kentara yaltu penderlta yang Iskemi tanpa angina saat Sklntlgrafi Talium- 201 dan penderita Iskemi dengan angina yattu penderita yang mengalaml angina saat Skintlgraft Talium-201.Pengamatan terhadap faktor-faktor yang akan dtnllal dan respon akhir peristiwa koroner (angina pektoris, Infark non fatal, gagal jantung dan kematlan) dllakukan dengan mencatat dart dokumen medik ,kuestoner serta wawancara. Analisa statistik dllakukan dengan cara anallsls ketahanan hldup Kaplan Melr dengan menggunakan uji multlvarlat model regresi Cox dengan kemaknaan P < 0.05.
Hasil ' :
Dari 328 orang penderlta tersebut. 244 orang (74.34%) adalah penderlta
dengan iskeml tak kentara.dimana 34 % mengalaml perlstlwa koroner dan 84
orang (25.7 % ) adalah penderlta Iskeml dengan angina dlmana sebanyak 40.5
% mengalaml perlstlwa koroner.Tidak ada perbedaan bennakna dalam hal
prognosIs pada kedua kelompok Int.
Darl 224 orang pender Ita Iskeml tak ken tara tersebut penderlta yang
datang aslmptomatlk dengan alasan pemerlksaan kesehatan (tlpe 1) sebanyak
86 orang (35,25 %). pasca lnfark (tlpe 2) sebanyak 108 orang (44.26 %) dan
dengan angina pektorls (tlpe 3) sebanyak 50 orang (20.49 %). DIstrlbusllni bila
dlbandlngkan dengan periderlta lskeml dengan angina tldak terdapat
perbedaan yang bermakna.
Dari hasH uji univarlat terhadap faktor-faktor yang dlanggap konslsten
terhadap rlsiko terjadinya perlstlwa koroner ("coronary events"). ·ada 7 faktor
yang terdapat pada penderlta lskeml tak ken tara yaltu : dlagnosa saat penderlta
datang/pra Tallum. adanya kardlomegall. kelalnan EKG pra Tallum . jumlah
arteri koroner yang tersumbat. fraksl ejeksl < 40 % • defek lebih dari 1 regional dan ambllan paru positif dan 2 faktor yang terdapat pada penderita iskemi dengan angina yaitu : adanya kardlomegall dan ambilan paru positif. Dengan pengujlan secara multlvarlat ternyata terdapat 3 faktor yang konslsten berpengaruh terhadap perlstlwa koroner. yaltu kardlomegall. jumlah arterl koroner yang tersumbat dan defek Tallum leblh dari regional (p < 0 ,05).
Kesimpulan :
Dari 328 penderita positif iskemi pada pemeriksaan Skintigrafi
Tallum-20 1 di RSJHK didapatkan angka kekerapan iskemi tak. ken tara cukup tinggi ( 74,3 %), dimana prognosisnya ·sarna dengan penderita iskemi dengan angina, sehingga keadaan iskemi tak. kentara tersebut tidak. boleh diabaikan dalam menanggulangi PJK.
Ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap perlsUwa koroner tersebut yaitu : kardlomegali ,Jumlah arterl koroner yang tersumbat dan defek Tallum lebih dari 1 regional."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jellyca Anton
"Tujuan: Studi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi asosiasi antara peningkatan ekspresi c-Met dengan kesintasan pasien glioblastoma multiform (GBM). Metode: Telaah sistematis dan meta-analisis dilakukan pada artikel terkait dari pangkalan data PubMed, EBSCOhost, Scopus, dan Cochrane. Pencarian berakhir pada 31 Oktober 2020. Sejumlah total 7 studi dikutsertakan dalam telaah sistematis dan analisis. Hasil: Seluruh studi dalam telaah sistematis ini menggunakan imunohistokimia dalam menentukan ekspresi protein c-Met. Hasil memperlihatkan bahwa laju positifitas peningkatan c-Met terdeteksi pada sekitar 33,9%-60,5% pasien GBM. Peningkatan ekspresi c-Met berhubungan dengan kesintasan hidup OS (HR: 1,74; 95% CI: 1,482-2,043; Z=6,756; p<0,001) dan kesintasan bebas progresifitas (HR: 1,66; 95% CI: 1,327-2,066; Z=4,464; p<0,001) yang lebih pendek pada pasien GBM. Heterogenitias subjek yang rendah tampak pada analisis kedua kesintasan ini, nilai I2 7,8% dan 0,0%. Kesimpulan: Peningkatan ekspresi c-Met berhubungan signifikan dengan kesintasan hidup keseluruhan dan kesintasan bebas progresifitas pada pasien GBM, sehingga c-Met dapat dijadikan indikator prognostik potensial pada GBM.

Objective: The aim of this study is to evaluate the association of c-Met overexpression with survival of glioblastoma multiforme (GBM) patients. Method: A systematic review with meta-analyses was conducted on related articles from PubMed, EBSCOhost, Scopus, and Cochrane databases with last updated search on October 31, 2020. A total of 7 studies regarding c-Met overexpression and overall survival (OS) and/or progression free survival (PFS) are included in this study. Result: All studies used immunohistochemistry to examine the expression of c-Met protein. The results showed that the positive rate of c-Met overexpression was detected in approximately 33,9% - 60,5% of GBM patients. c-Met overexpression was related to worse OS (HR: 1,74; 95% CI: 1,482-2,043; Z=6,756; p<0,001) and PFS (HR: 1,66; 95% CI: 1,327-2,066; Z=4,464; p<0,001) in GBM patients. Low heterogeneity of subjects was found in both OS and PFS analyses, I2 values were 7,8% and 0,0%, respectively. Conclusion: In conclusion, c-Met overexpression is significantly related to shorter OS and PFS in GBM patients, so c-Met can be considered as a potential prognostic indicator in GBM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dena Nabila Hasanah
""ABSTRAK
"
Autotransplantasi gigi merupakan salah satu pilihan perawatan untuk menggantikan kehilangan gigi. Penelitian mengenai autotransplantasi gigi masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prognosis jangka panjang autotransplantasi gigi dengan periode follow-up 5 tahun atau lebih. Hasil yang dievaluasi adalah survival rate, persentasi mobilitas abnormal, kondisi pulpa dan persentase resorpsi akar. Pencarian secara online menghasilkan 1209 studi dan setelah dilakukan penyaringan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, tiga studi dimasukkan untuk analisis. Survival rate berkisar antara 83.30 -96 . Obliterasi pulpa berkisar antara 69.81 -100 . Resorpsi permukaan yang ditemukan pada dua studi masing-masing 10 dan 22.2 . Resorpsi inflamasi dan resorpsi pengganti ditemukan pada satu studi masing masing 16.7 dan 20.75 . Hasil penelitian ini menunjukkan autotransplantasi gigi dengan apeks terbuka memiliki prognosis jangka panjang yang sangat baik dengan perkembangan akar gigi donor sebagai faktor yang signifikan mempengaruhi prognosis autotransplantasi gigi.
"
"
"ABSTRACT
"
Tooth autotransplantation is one of the treatment options to replace the missing teeth. Research on tooth autotransplantation is still limited. This study aims to determine the long term prognosis of tooth autotransplantation with a follow up period of 5 years or more. The results evaluated were survival rate, percentage of abnormal mobility, pulp condition and percentage of root resorption. Online search resulted in 1209 studies and after screening based on inclusion and exclusion criteria, three studies included for analysis. Survival rates range from 83.30 96 . Pulp obliteration ranges from 69.81 100 . Surface resorption were found in two studies are 10 and 22.2 . Inflammatory resorption and replacement resorption were found in one study of 16.7 and 20.75 , respectively. The results of this study demonstrate that autotransplantation of the tooth with open apex has an excellent long term prognosis with root development as a significant factor affecting the prognosis of tooth autotransplantation."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Birril Qudsi
"belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) adalah salah satu kanker yang paling umum dijumpai dengan angka survival 52.0% yang tidak meningkat secara bermakna walaupun tatalaksana kanker ini terus berkembang. Cornulin merupakan protein spesifik untuk sel skuamosa yang penting dalam diferensiasi epitel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rendahnya ekspresi cornulin berhubungan dengan gambaran klinikopatologi dan survival yang lebih buruk dibandingkan dengan ekspresi tinggi. Oleh karena sifatnya yang spesifik dan belum ada penelitian mengenai ekspresi cornulin sebagai faktor prognosis di Indonesia, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara ekspresi cornulin dan survival pada pasien dengan KSSRM.
Tujuan: Mengetahui potensi cornulin sebagai penanda biologis survival pada pasien dengan KSSRM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif yang dilakukan dari periode Juni 2021 sampai dengan Mei 2022. Populasi penelitian ini merupakan pasien dengan diagnosis KSSRM yang ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis dan menjalani terapi di Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM periode Januari 2015 – Mei 2020. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui ekspresi cornulin dan skor imunihistokimia ditentukan menggunakan immunoreactive score (IRS). Skor IRS < 6 berarti ekspresi rendah dan ≥ 6 berarti ekspresi tinggi. Analisis statistik univariat, bivariat, dan survival dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Hasil: Cornulin tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM. T, N, dan stadium memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM dengan nilai p masing-masing adalah 0.001, 0.040, dan 0.001. T dan N memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan ekspresi cornulin pada pasien dengan KSSRM, dengan nilai p masing-masing adalah 0.034 dan 0.030.
Kesimpulan:Cornulin sebagai protein penanda biologis KSSM tidak dapat menjadi prediktor dari survival pasien dengan KSSM.

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is one of the most common cancers with a 52.0% survival rate which does not increase significantly even though the management of this cancer continues to develop. Cornulin is a specific protein for squamous cells that is important in epithelial differentiation. Previous studies have shown that low cornulin expression is associated with worse clinicopathological features and survival compared to high cornulin expression. Due to its specific nature and no research on cornulin expression as a prognostic factor has been done in Indonesia, the author is interested in knowing the relationship between cornulin expression and survival in patients with OSCC.
Objective: To determine the potential of cornulin as a biological marker for survival in patients with OSCC.
Methods: This study used a retrospective cohort study design that was conducted from June 2021 to May 2022. The population of this study were patients with OSCC diagnosis confirmed by histopathological examination and undergoing therapy at the Division of Surgical Oncology, Department of Surgery, RSCM for the period January 2015-May 2020. Immunohistochemical examination was performed to determine the expression of cornulin and the immunohistochemical score was calculated using the immunoreactive score (IRS). IRS score < 6 means low cornulin expression and ≥ 6 means high cornulin expression. Univariate, bivariate, and survival statistical analyses were performed using SPSS software.
Results: Cornulin did not have a statistically significant relationship with survival in patients with OSCC. T, N, and stage had a statistically significant relationship with survival in patients with SCC with p values ​​of 0.001, 0.040, and 0.001, respectively. T and N had a statistically significant relationship with cornulin expression in patients with OSCC, with p-values ​​of 0.034 and 0.030, respectively.
Conclusion: Cornulin as a biological marker protein of OSCC cannot be a predictor of the survival of patients with OSCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester: John Wiley & Sons, 1979
616.994 MIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Purpose
The association between the preoperative absolute neutrophil count (NC), lymphocyte count (LC), and monocyte count (MC) in the peripheral blood and the prognosis of gastric cancer (GC) patients has not been investigated widely.
Methods
We enrolled 445 patients who underwent surgery for GC between January, 2005 and April, 2013 to analyze the correlations among NC, LC, and MC and their prognoses.
Results
Based on cut-off values calculated by ROC analysis, patients were sub grouped as having: NC ≥ 4477 (NCHigh), NC < 4477 (NCLow); and as LC ≥ 1447 (LCHigh), LC < 1447 (LCLow); and as MC ≥ 658,5 (MCHigh), MC < 658,5 (MCLow). Each group was assigned as follows; NCHigh group = 1, NCLow group = 0, LCHigh group = 0, LCLow group = 1, MCHigh group = 1, MCLow group = 0, and the sum of each score was defined as the lymphocyte-monocyte-neutrophil score (LMN score). The overall 5-year survival rates were 89%, 74%, 57,8%, and 53,3% for LMN scores of 0, 1, 2, and 3, respectively (P = 0,0004). Multivariate analysis indicated that the LMN score was an independent prognostic indicator.
Conclusions
The combination of preoperative NC, LC, and MC appears to be a useful indicator of GC prognosis."
Tokyo: Springer, 2019
617 SUT 49:10 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Anastya Arifa
"Kanker payudara adalah kanker yang biasa terjadi pada wanita dan merupakan jenis kanker yang cukup agresif. Cukup sulit bagi dokter untuk dapat mengobati dan memprediksi harapan hidup kasus pada kanker payudara invasif karena kanker jenis tersebut cukup kompleks. Dengan menggunakan model prediksi pembelajaran mesin yang lebih akurat, dapat membantu dokter dalam mengambil keputusan penanganan dan terapi yang tepat untuk pasien. Untuk dapat memprediksi prognosis kanker payudara tersebut, pada penelitian ini diusulkan model stacked based ensemble berbasis deep learning dan menggunakan multi-modal data. Penulis melakukan pengembangan model dengan menggunakan residual connection dan voting classifier. Penggunaan residual connection dapat membantu mencegah terjadinya informasi hilang saat pergantian layer. Sedangkan voting classifier dapat membantu mengurangi error dari setiap algoritma model klasifikasi. Evaluasi performa dari prediksi akhir model yang digunakan adalah accuracy. Model yang diusulkan dengan residual connection memiliki nilai accuracy sebesar 91.7%, yaitu lebih tinggi 1,5% dari model sebelumnya. Ketika  model dengan residual connection ditambahkan dengan voting classifier, maka nilai accuracy yang dihasilkan sebesar 95.9%, yaitu lebih tinggi 5.7% dibandingkan dengan model acuan.

Breast cancer is a cancer that usually occurs in women and is a type of cancer that is quite aggressive. It is quite difficult for doctors to be able to treat and predict case survival in invasive breast cancer because this type of cancer is quite complex. By using a more accurate machine learning prediction model, it can assist doctors in making the right treatment and therapy decisions for patients. To be able to predict the prognosis of breast cancer, this study proposes a stacked ensemble based model based on deep learning and using multi-modal data. The author develops the model by using residual connection and voting classifier. The use of residual connections can help prevent information loss when changing layers. While voting classifier can help reduce the error of each classification model algorithm. The performance evaluation of the final prediction of the model used is accuracy. The proposed model with a residual connection has an accuracy value of 91.7%, which is 1.5% higher than the previous model. When a model with a residual connection is added with a voting classifier, the resulting accuracy value is 95.9%, which is 5.7% higher than the reference model."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puja Agung Antonius
"Latar Belakang: Kanker serviks adalah keganasan ginekologi terbanyak kedua pada perempuan di seluruh dunia dengan angka kematian yang tinggi. Stadium IIIB kanker serviks didefinisikan sebagai perluasan tumor yang mengenai dinding panggul atau adanya hidronefrosis. Jika disertai dengan gangguan ginjal, angka morbiditas dan mortalitas pasien akan meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan data patologi, respon terapi, masa rawat, dan angka kesintasan satu tahun pada pasien kanker serviks stadium IIIB dengan dan tanpa gangguan ginjal.
Metode: Dengan menggunakan metode potong lintang dilakukan pengambilan data 941 sampel pasien kanker serviks stadium IIIB di RSCM Jakarta antara bulan Juli 2010 - Juli 2015.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan jumlah pasien ditinjau dari keterlibatan dinding panggul, keterlibatan KGB, derajat dan simetrisitas hidronefrosis, rerata kadar ureum, kreatinin, dan kalium serum pada pasien kanker serviks dengan dan tanpa gangguan ginjal (p<0.001). Juga ditemukan perbedaan bermakna jumlah pasien yang menjalani terapi diversi urin , dialisis, dan kemoterapi. Untuk analisis kesintasan, didapatkan hazard ratio 0.307 (IK95% 0,160-0,589).
Kesimpulan: Dengan gambaran data tersebut, perlu diusulkan suatu entitas klasifikasi baru untuk kanker serviks stadium IIIB dengan gangguan ginjal (IIIB plus), mengingat kasus ini membutuhkan penanganan yang lebih kompleks dan holistik dengan melibatkan banyak keahlian (penyakit dalam, urologi, ginjal hipertensi, gizi klinik dan paliatif) serta prognosis yang berbeda bermakna secara statistik

Background: Cervical cancer is the second most common gynecological cancer in women globally. Stage IIIB cervical cancer is defined as a local extension of tumor that affects the pelvic wall or hydronephrosis or kidney disease. If accompanied by kidney disease, the complication will increase thereby increasing patient's morbidity and mortality. The aim of this study is to know whether there are differences in the clinical data, therapy, duration of hospital, and one-year survival rate in cervical cancer patient with and without kidney disease.
Methods: This research uses cross-sectional method with samples of stage IIIB cervical cancer patients in Cipto Mangunkusumo between July 2010 and July 2015.
Results: The results showed significant difference in the number of patients with pelvic wall involvement, lymph node involvement, degree and symmetry of hydronephrosis, the serum urea, creatinine, and potassium level between cervical cancer patients with and without kidney disease (p <0.001). There are also significant differences in the number of patients undergoing urinary diversion therapy, dialysis and chemotherapy. For survival analysis, the hazard ratio obtained is 0.307 (IK95% 0.160 - 0.589).
Conclusion: With the results obtained, we suggest new entitiy for cervical cancer stage IIIB with kidney disease ( IIIB plus), according to there is an obligation of more complex involvement of specialist (internist, urologist, renal hypertension expert, clinical nutrition and palliative expert) and statistically the prognosis is different
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Wisnu Pamungkas
"Pendahuluan: Iskemia tungkai kritis (ITK) merupakan penyakit vaskular yang memiliki risiko mortalitas dan amputasi yang tinggi. Insidens dari penyakit arteri perifer (PAP) khususnya ITK di Amerika mencapai 500-1000 kasus per 1 juta orang setiap tahunnya. Intervensi endovaskular (EVI) merupakan salah satu metode terapi ITK yang menjadi pilihan utama karena secara signifikan menurunkan risiko amputasi dan meningkatkan limb salvage. Penatalaksanaan menggunakan EVI terbagi menjadi balloon angioplasty dan stent angioplasty. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari metode EVI dalam pemyembuhan luka akibat ITK.
Metode: Dilakukan studi cross sectional dengan 90 subjek ITK yang menjalani intervensi endovaskular berupa balloon angioplasty dan stent angioplasty di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2013 hingga Juli 2017. Lama penyembuhan luka diantara kedua metode dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan dengan nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik. Data yang diambil berupa metode EVI, lama penyembuhan luka, dan data karakteristik subjek (usia, riwayat amputasi, IMT, riwayat merokok, DM, lokasi pembuluh darah, dan profil darah).
Hasil: Persebaran data lama perawatan pada kelompok balloon angioplasty dan stent angioplasty menunjukan hasil yang normal dengan rerata 84,8 ± 2,423 hari dan 59,93 ± 2,423 hari dengan perbedaan rerata 25 hari. Perbedaan rerata antara kedua faktor bermakna secara statistik (p<0,05). Kejadian amputasi pada kelompok balloon angioplasty dan stent angioplasty adalah 22 dan 16 kejadian dengan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik (p<0,05).
Kesimpulan: Metode stent angioplasty lebih baik dibandingkan metode balloon angioplasty dalam hal lama penyembuhan luka pada pasien ITK.

Introduction: Critical limb ischemia (CLI) is a vascular disease that has a significant amputation and mortality risk with diabetes mellitus, the most significant risk factor in CLI, is very common among Indonesian. Endovascular intervention (EVI) is preferred in treating CLI because it is non invasive and effective. Balloon angioplasty and stent angioplasty are the most common method of EVI in Indonesia. This study aims to compare the effectiveness of balloon angioplasty and stent angioplasty on wound healing in CLI.
Method: A cross sectional study enrolled 90 subjects of CLI who underwent endovascular intervention using balloon angioplasty and stent angioplasty from January 2013 to July 2017 in dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. The wound healing period between balloon angioplasty and stent angioplasty were analyzed using unpaired T-test with p<0,05 considered as statistically significant. Data of intervention method, wound healing period, and subjects characteristic data (age, amputation, BMI, smoking habit, DM, occlusion site, and blood profile) were obtained.
Result: The wound healing period in balloon angioplasty and stent angioplasty distributed normally. Mean value of wound healing period in balloon angioplasty and stent angioplasty is 84,8 ± 2,423 and 59,93 ± 2,423 days with mean difference of 25 days. The difference of wound healing period in both group is statically significant (p<0,05). The amputation event in balloon angioplasty and stent angioplasty is 22 and 16 event with no difference statistically.
Conclusion: Stent angioplasty is better method than balloon angioplasty for wound healing in patients with CLI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>