Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114503 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hananto Andriantoro
"Percutaneous transluminal coronary angioplasty ( PTCA) is
known as the mechanical alternative intervention for
revascularization of coronary artcry stenosis.
Unfortunately reocclusion and coronary spasm is seen on quite a
number of patients. This process is said due to an imbalance of
vasoactive substances at the cellular endothelial level which cause vasoconstriction of the smooth muscle cells. It's believed that endothelin and lipid peroxidc ( oxigen frec radicals) has a significant role in this process. This study is designed to prove the hypothesis that there is an
increase of endothclin and lipid peroxide concomitantly
immediately after PTCA proseduce. On 37 patients with stenosis at left coronary artery, local plasma endothelin and lipid peroxide were measured before and after PTCA. Blood was obtained at side of coronary sinus. Endothelin was measured by specific competitive protein binding radioimmunoassay ( RIA Technique ), while lipid peroxide was measured by using Malonaldehyde (MDA) concentration. Local plasma MDA was measured by fuorosense spectrofotometri.
The results showed a significant increase of local plasma endothelin after PTCA (5,28+1-3,33 to 8,53 +1- 4,5 . Pglml, p = 0,0001) and a significant increase of local plasma MDA concentration after PTCA ( 0,540+1-0,279 to 0,868+1-0,438. Umol/L, p = 0,0001). There was no correlation found between the increase of local plasma endothelin with the duration of balloon inflation, peak pressure of balloon inflation, diameter of the balloon, length of the balloon, the number of balloon inflation. This finding suggest that beside endothelial injury during PTe" other unknown factor contribute to the increasing level of endothelin. However correlation was found between the increase of local plasma MDA and the number of the balloon inflation.
Conclusions: Local plasma endothelin and lipid peroxide were significantely increased immediately after PTCA, and there was correlation between the increase of local plasma lipid peroxide with the number of the balloon inflation."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit jantung. Endotelin-1 adalah vasokonstriktor kuat dan berkaitan dengan angiotensin II dalam pengaturan tekanan ateria. Pengaturan ini berpengaruh terhadap kondisi pantologis seperti hipertensi, gagal jantung kongesti dan gagal ginjal kronis. Tujuan penelitian ini adalah ingin membandingkan kadar endotelin-1 antara penderita hipertensi stadium 1; stadium 2 dan bukan penderita hipertensi. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Subjek adalah penduduk di wilayah Kabupaten Puskesmas 2 Mlati, Sleman, DIY, pria dan wanita, usia 18-75 tahun. Hipertensi stadium 1, stadium 2 dan bukan penderita hipertensi ditentukan menuru kriteria JNC 7. Subjek penelitian diambil secara acak dengan stratifikasi, puasa minimal 8 jam sebelum sampel darah diambil untuk pemeriksaan kadar endotelin-1. Ada 43 pasien dengan hipertensi stadium 1, 54 pasien dengan hipertensi stadium 2 dan 54 orang non hipertensi. Perbedaan kadar enotelin-1 antar kelompok dianalisis dengan Anova. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar endotelin-1 maka semakin meningkat tekanan darah pada tahao 1 dan 2; dan peningkatan usia lebih jelas dan berarti pada kelompok usia 50-75 tahun. "
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Alfath Araysi
"Latar belakang: Kanker ovarium diduga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan kerusakan ginjal. Cisplatin salah satu terapi kanker ovarium bersifat nefrotoksik. Kerusakan ginjal ini terjadi melalui berbagai mekanisme, salah satunya adalah peningkatan ekspresi ETAR. Kurkumin diduga mampu menurunkan ekspresi ETAR pada jaringan ginjal yang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ko-kemoterapi kurkumin pada cisplatin terhadap ekspresi ETAR serta gambaran histopatologi jaringan ginjal pada tikus model kanker ovarium. Metode: 24 tikus wistar betina dibagi menjadi empat kelompok: Kelompok normal sham (N), kanker ovarium tanpa perlakuan (Ca), kanker ovarium yang mendapat 4 mg/KgBB cisplatin (Cis), dan kanker ovarium yang mendapat 4 mg/KgBB cisplatin +100 mg/KgBB kurkumin (Cis+Cur). Setelah 3 minggu tikus dikorbankan, ginjal tikus diambil untuk pengamatan histopatolgi serta ekspresi mRNA ETAR. Hasil: Pada pengamatan histopatologi Masson Trichrome ditemukan fokus fibrosis pada kelompok tikus Ca dan Cis. Melalui qRT-PCR diketahui bahwa ekspresi mRNA pada kelompok Ca dan Cis relatif sama, namun meningkat masing-masing sebesar 133% (2,33 kali lipat) dan 123% (2,23 kali lipat) dibandingkan dengan kelompok normal. Sedangkan pada kelompok Cis+Cur terdapat penurunan ekspresi mRNA sebesar 31,5% (0.315 lebih rendah) dan 34,4% (0.344 lebih rendah) berurutan dibanding kelompok Cis dan Cur. Tidak ditemukan perbedaan bermakna secara statistik antar kelompok uji. Kesimpulan: Kanker ovarium dapat memicu kerusakan ginjal pada tiku dibuktikan dengan peningkatan ekspresi mRNA ETAR dan fokus fibrosis. Pemberian cisplatin pada dosis terapeutik tidak meningkatkan ekspresi mRNA ETAR pada jaringan tikus model kanker ovarium, meski demikian pemberian kurkumin sebagai ko-kemoterapi menurunkan ekspresi mRNA ETAR dan fokus fibrosis meskipun tidak bermakna secara statistik.

Background: Ovarian cancer is believed can lead to renal functional deterioration Furthermore, cisplatin as chemotherapeutic agent has nephrotoxic effects. Increased expression of the Endothelin A receptor (ETAR) is thought to be one of the mechanisms. Curcumin is believed to have protective effects in injured kidney. This study is to evaluate the co-chemotherapy effects of curcumin for cisplatin upon ETAR expression and histopathological appearances in rats’ kidney. Method: Total of 24 wistar rats, devided into four treatment groups: normal group (N), ovarian cancer without treatment group (Ca), ovarian cancer which received cisplatin 4 mg/kgBW group (Cis), and ovarian cancer which received cisplatin 4 mg/kgBW + 100 mg/kgBW curcumin group (Cis+Cur). Kidney tissue specimen was obtained for histopathological examination and ETAR messenger ribonucleic acid (mRNA) expression. Results: Fibrosis foci were found at kidney tissue of Ca and Cis group. The mRNA expression level among Ca and Cis group were relatively equivalent; however increased by 133% (2,33 fold) and by 123% (2,23 fold), respectively compared to N group. Meanwhile, the Cis + Cur group decreased by 31.5% (0.315 lower) and 34.4 % (0.344 lower) compared to Cis and Ca group respectively. There are no statistical significant among the experiment groups. Conclusion: Ovarian cancer is associated with kidney injury, demonstrated by increased of ETAR mRNA and fibrosis foci formation. Therapeutic dose cisplatin do not increased ETAR mRNA in the kidney of ovarian cancer rat. Curcumin administration as co-chemotherapeutic agent result in the decrease of ETAR mRNA level and the decrease of fibrosis foci formation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhadiana
"Lapisan indium timah oksida (ITO, 90wt% In203 - lOwt% SnO2) dengan ketebalan 349 - 1081 nm dan variasi tekanan parsial oksigen 2,2% - 10,5% selama deposisi telah berhasil dibuat dengan do magnetron sputering. Dilakukan studi mengenai pengaruh tekanan parsial oksigen dan anil udara pasca deposisi pada sifat optis lapisan tipis ITO. Tekanan parsial oksigen tidak berpengaruh pada derajat kristalinitas dan preferred orientation lapisan tipis. Parameter-parameter optis ditentukan dengan metoda Hishikawa yang mengabaikan interferensi. Anil udara pasca deposisi dilakukan berturut-turut pada suhu 250°C, 300°C, 350°C dan 400°C selama 1 jam di udara. Meskipun kekasaran permukaan meningkat selama anil, baik kenaikan tekanan parsial oksigen maupun anil udara pasca deposisi secara kumulatif umumnya menaikkan transmitansi dan celah pita energi disertai dengan penurunan indeks bias nyata dan pergeseran koefisien absorpsi menuju energi yang lebih tinggi. Pergeseran celah pita energi ITO hanya dapat dimengerti sebagai dua mekanisme yang saling berlawanan yaitu mekanisme pelebaran oleh efek Burstein-Moss dan mekanisme penyempitan oleh efek hamburan elektron. Atom-atom Sn yang mengalami aktivasi setelah anil udara berlaku sebagai donor-donor aktif pada pergeseran Burstein-Moss. Efek hamburan elektron disebabkan oleh kelebihan oksigen, derajat kristalinitas yang rendah dan kompleks-kompleks Sn yang tidak aktif.

Indium tin oxide (ITO, 90wt% In203 - 10wt% Sn02) films of 349 - 1081 nm thick have been deposited by dc-magnetron sputtering at varying oxygen partial pressure of 2.2% - 10.5% during deposition. The effects of oxygen partial pressure and post-deposition air annealing on the optical properties of ITO films are studied. The degree of crystallinity and preferred orientation of the films is found not to be sensitive to oxygen content. Optical parameters are determined by Hishikawa interference free method. Post-deposition annealing of ITO-coated glass substrates is performed at temperature of 250°C, 300°C, 350°C and 400°C respectively for 1 h in air. Despite the roughness developed on surface during annealing, both increase in oxygen partial pressure and cumulative post-deposition air annealing enhances transmittance and energy gap accompanied by a decrease of the real part of refractive index and a shift of absorption coefficient to higher energies. Band gap shifts can be understood as the net result of two competing mechanisms : a widening due to Burstein-Moss effect and a narrowing due to electron scattering. Sn atoms, which are activated after annealing, behave as effective donors and contribute to Burstein-Moss shift. Electron scattering is attributed to excess of oxygen content, low degree of crystallinity and inactive Sn complexes."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
"Reduksi CO2 menjadi CO adalah alternatif pemenuhan akan kebutuhan gas sintesis dengan rasio H2/CO yang rendah. Proses reduksi ini berlangsung baik dengan menggunakan reduktor oksida logam yang kekurangan oksigen. Oksida logam yang tepat akan memberikan hasil yang optimal terhadap proses reduksi ini. Penelitian tentang kemampuan reduktor oksida logam yang kekurangan oksigen akan memberikan informasi yang sangat berguna untuk pengembangan proses reduksi ini.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan oksida logam CeO2 dengan metode presipitasi menggunakan bahan baku Ce(SO4)2.4H20 sebagai sumber logam Ce. Oxygen Untuk mengetahui adanya jenis ikatan CeO2 dilakukan karakterisasi FTIR dan luas permukaan diukur dengan metode BET. Oksida logam yang dihasilkan kemudian diuji keaktifannya dengan cara mereduksinya terlebih dahulu dengan gas H2 (suhu 700°C, laju alir 100 ml/menit) dan kemudian mereaksikannya dengan reaktan CO2 dengan beberapa variasi kondisi operasi. Variasi suhu yang dilakukan pada penelitian ini berkisar antara 650°C sampai dengan 800°C dengan interval kenaikan 50°C.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa laju pembentukan CO yang tertinggi terjadi pada suhu reaksi 800°C dan laju alir 80 ml/menit sebesar 0,000135 mol/menit. Pengujian tersebut juga menunjukkan kenaikan kapasitas adsopsi seiring dengan kenaikan suhu sampai 750°C dan kemudian kenaikan suhu menyebabkan penurunan kapasitas adsorpsi. Fenomena lain yang terjadi adalah bahwa tidak semua CO2 teradsorp oleh reduktor menjadi produk gas CO, sebagian menempel pada permukaan reduktor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Moch Prastawa Assalim Tetra Putra
"Pulsa oksimeter Non Kontak dengan sensor berupa kamera CMOS dikembangkan oleh Humpfrey, 2005. Memodifikasi metode Humpfrey, dibangun sistem pengukuran Non Kontak memanfaatkan webcam sebagai sensornya. Pengambilan video dilakukan saat cahaya merah dan inframerah dihidupkan secara manual selama 5 detik. Sumber cahaya 660 nm dan 940 nm. Kotak area pengukuran 50 x 50 pixel. Menghitung nilai rerata pixel per kotak, mengeplot per frame, dihasilkan sinyal yang familier dengan pulsa oksimeter. Menghitung nilai SPO2 dari rumus rasio dan empiris kalibrasi. Dengan sampel 30 orang dewasa, dihasilkan nilai SPO2, dibandingkan peralatan standar, terjadi kesalahan terbesar 4%.

Non Contact Pulse oximeter with a CMOS camera as a sensor developed by Humpfrey, 2005. Modifying Humpfrey method, built system utilizing a webcam as a sensor non contact measurement. Video capture is done when the red and infrared light manually turned on for 5 seconds. Light source 660 nm and 940 nm. Box area measuring 50 x 50 pixels. Calculate the average value of pixels per box, plotting per frame, the resulting signal is familiar with the pulse oximeter. Calculate the SpO2 value of the ratio and empirical calibration formula. With a sample of 30 adults, resulting SpO2 value ,compared with standard equipment, the largest error occurs 4%."
Salemba: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doniaji Riandito
"Penelitian ini menggunakan air sebagai senyawa untuk menyerap Terlarut melalui Super Hidrofobik membran kontaktor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan Super Hyfrophobic membran dalam menyerap Terlarut menggunakan AIR melalui evaluasi perpindahan massa dan hidronamik. Pada penelitian ini, aliran Terlarut mengalir di tube dan air dengan laju alir yang bervariasi mengalir secara berlawanan di shell. Jumlah serat yang digunakan dalam percobaan ini adalah 3000. Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kenaikan koefisien perpindahan massa, flux dan absorpsi terjadi seiring kenaikan laju alir pelarut air.

This study is using water as a compound to absorb the dissolved through Super Hydrophobic membrane contactor. The purpose of this study was to determine the ability of Super Hydrophobic membrane to absorb the dissolved using water through the evaluation of mass transfer and hydrodynamic study. In this study, the flow of dissolved flowing in the tube and water with varying flow rate flowing in the opposite shell. The number of fiber used in this experiment was 3000. The results of this study indicate that the increase in the mass transfer coefficient, flux and absorption occurs as the increase in the flow rate of the solvent water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Novita Sari
"Latar belakang: Nilai volume oksigen maksimal (vo2max) merupakan penilaian yang digunakan untuk melihat asupan oksigen maksimal selama berolahraga. Atlet yang memiliki nilai vo2max rendah akan sulit bersaing dengan atlet yang memiliki nilai vo2max tinggi karena semakin rendah nilai vo2max akan semakin mudah lelah. Banyak faktor yang berhubungan dengan nilai vo2max, seperti usia, jenis kelamin, status gizi, asupan gizi, frekuensi makan, hingga gaya hidup seperti kebiasaan merokok. Penelitian ini bertujuan melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan nilai prediksi vo2max pada atlet remaja di Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Ragunan di Jakarta.
Metode: Penelitian ini menggunakan design cross sectional. Sampel yang digunakan adalah atlet remaja di bawah bimbingan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI, yang juga merupakan siswa SKO Ragunan. Responden berasal dari olahraga bulutangkis, sepakbola, voli, basket, tenis meja, taekwondo, pencak silat, gulat, panahan, atletik, loncat indah, dan angkat besi. Bleep test digunakan untuk mendapatkan prediksi nilai vo2max. Nilai persen lemak tubuh didapatkan melalui alat bio implemendarce analysis (BIA).
Hasil: Rata-rata nilai vo2max atlet remaja di SKO Ragunan 45,12±8,19 ml/kg/menit. Diketahui variabel yang berhubungan dengan nilai vo2max adalah persen lemak tubuh (p 0,0005, r -0,71), asupan energi harian (p 0,04, r 0,21), dan jenis kelamin (p 0,0005). Setelah mengoreksi variabel usia, jenis kelamin, persen lemak tubuh, dan frekuensi makan, hasilnya variabel jenis aktivitas fisik dinilai memiliki pengaruh paling besar terhadap nilai vo2max (p 0,0005).
Kesimpulan: Mengombinasikan aktivitas fisik aerobik dan anaerobik untuk latihan harian dapat meningkatkan nilai vo2max pada atlet remaja.

Background: Maximum oxygen volume (vo2max) is the measurement of the maximum amount of oxygen a person can utilized during exercise. It is a common meansurement used to establish the aerobic endurance of an athletes. Athletes who have low value of vo2max will face difficulty when competing with athletes that have high value of vo2max, because they will exhausted easily. There are many factors associated with vo2max, such as age, gender, nutritional status, nutrition intake, and smoking. The aim of this study is to investigate the factors associated with prediction of vo2max value of young athletes in Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Ragunan Jakarta 2019.
Methode: This study used a cross sectional design. Young athletes of Ministry of Youth and Sport of The Republic of Indonesia in SKO Ragunan participated in the study. The subjects consisted of athletes in badminton, football, volleyball, basketball, table tennis, taekwondo, martial arts, wrestling, archery, athletics, high diving, and weightlifting. They are assessed of vo2max using bleep test. The percent value of body fat is obtained through bio implemendarce analysis (BIA).
Result: The study show, the mean of vo2max was 45,12±8,19 ml/kg/min. There were a significant relationship between percentage body fat (p 0,0005, r -0,71), daily energy intake (p 0,04, r 0,21), sex (p 0,0005) with vo2max. After correcting for variable of age, sex, percentage body fat, and meal frequency, the result show type of sports is the dominant factors associated with vo2max (p 0,0005).
Conclusion: Combining aerobics and anaerobics for daily exercise can increase vo2max of young athletes.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi konsentrasi
oksigen, nitrogen (nitrat, nitrit, dan amonium) dan P (orthofosfat) di Waduk Saguling dan tinjauan kelayakannya untuk kegiatan perikanan. Lokasi pengambilan contoh ditetapkan sebanyak 5 stasiun pengamatan yaitu : (1) Maroko, (2) Cihaur, (3) Pakuon, (4) Bunder, dan (5) Dam. Penelitian dilakukan pada bulan April, Juni, Agustus, Oktober dan Desember 2009. Metode yang digunakan adalah pengambilan contoh bertingkat (stratified sampling method) dengan menggunakan Kemmerer Bottle Sampler. Berdasarkan analisis kualitas air di Waduk Saguling didapatkan hasil sebagai berikut: 1. kandungan oksigen berkisar antara 0 ? 7,125 mg/L, kandungan amonia berkisar antara 0,011 ? 14,654 mg/L, kandungan nitrit dan nitrat berturut-turut adalah berkisar antara 0,07 ? 0,353 mg/L, dan antara: 0,03 ? 1,063 mg/L, dan kandungan fosfat berkisar antara 0,04 - 0,43 mg/L. Pada kondisi-kondisi tersebut di
atas menunjukkan ketersediaan oksigen masih dapat menunjang kehidupan ikan tetapi tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, konsentrasi ammonia sudah cukup tinggi dan membahayakan bagi kehidupan ikan, kadar nitrit telah melebihi baku mutu yang disarankan dan merupakan gas beracun bagi ikan, kadar nitrat berada pada kondisi yang sesuai dengan kadar baku yang di sarankan, sedangkan kadar ortofosfat yang tinggi akan mendorong pertumbuhan alga terutama dari kelas Cyanophyceae. Stasiun yang banyak tertekan oleh limbah organik maupun limbah anorganik adalah stasiun Maroko dan Cihaur."
570 LIMNO 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>