Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160910 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Wayan Murna Yonathan
"Telah dilakukan penelitian prospektif terhadap preparat karboligni (Eucarbon) sebagai pencahar untuk persiapan pemeriksaan urografi intravena dan hasilnya telah dibandingkan dengan pencahar garam inggris (MgS04). Seperti yang telah diketahui bahwa faktor kebersihan saluran cerna sangat penting pada pemeriksaan urografi intravena untuk menampilkan gambaran traktus urinarius dengan baik. Kelebihan karboligni dibandingkan dengan garam inggris adalah preparat berbentuk tablet sehingga gampang penyediaan dan pemakaian, pemberiannya sangat sederhana dan harganya cukup murah.
Pada periode Oktober 1996 sampai dengan Juli 1997 telah dikumpulkan 189 foto polos abdomen pasien dewasa, terdiri dari 95 foto dari kelompok garam inggris dan 94 dari kelompok karboligni. Setelah dievaluasi ulang terdapat 163 toto yang memenuhi syarat yang terdiri dari 85 foto kelompok garam inggris dan 78 foto kelompok karboligni. Foto-foto tersebut dinilai oleh 3 orang ahli radiologi dan data yang diperoleh diolah secara statistik dengan metode Wilcoxon ranksum test (Mann-Whitney test).
Dari 163 pasien tersebut jenis kelamin perempuan lebih banyak dan laki-laki (53,4% : 46,6%) dan golongan umur terbanyak adaIah 30 - 44 tahun(33,7%). Berdasarkan tingkat pendidikan, pada a = o,as tidak terdapat perbedaan distribusi pendidikan an~ra pasien yang diberikan garam inggris danvkarboligni. Begitu pula terhadap umur, tebal tubuh pasien, kondisi pesawat sinar X serta kadar ureum dan kreatinin pasien antara kedua kelompok tersebut tidak
didapatkan perbedaan pada a = 0,05.
Penilaian kejelasan detail gambaran lemak preperitoneal, garis otot psoas serta kontur ginjal baik kanan maupun kiri, tidak ada perbedaan antara kedua kelompok penelitian (a = 0,05). Kualitas persiapan dinilai dari banyaknya bayangan udara usus dan massa feses; didapatkan bayangan udara usus sangat sedikit (kriteria baik) pada 17,9 - 38,5% kelompok karboligni dan 4,7 - 25,9% kelompok garam inggris, sedangkan bayangan massa feses sangat sedikit (kriteria baik) 23,1 - 48,7% dan 2,4 - 38,8% pada masing-masing kelompok karboligni dan garam inggris.
Hasil persiapan saluran cerna dengan kriteria baik adalah 23,1 - 41 ,0% vs 2,4 - 32,9%; sedang 37,2 - 47,4% vs 38,8 - 48,2% dan kurang 11,5 - 37,2% vs 21,2 - 49,4% pada kelompok karboligni vs garam inggris. Sedangkan secara statistik pada a = 0,05 penilaian dua orang ahli radiologi menyatakan tidak ada perbedaan hasil persiapan saluran cerna antara kelompok karboligni dan garam inggris dan hanya seorang yang menyatakan kelompok karboligni lebih baik dari kelompok garam inggris.
Persiapan saluran cerna dengan memakai preparat karboligni akan sarna atau lebih baik hasilnya dibandingkan dengan memakai garam inggris."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In this book we are going to summarize, for the first time, the results from behavioral, neurochemical and molecular experiments, which demonstrate a wide spectrum of TIQs and BCs effects, from their rather mild neurotoxic actions to the important neuroprotective and antiaddictive properties.
Additionally, the recent results of experimental studies in vivo have allowed a much better understanding and simultaneous comparison of the neurochemical and molecular mechanisms underlying the neuroprotective and neurotoxic actions of endogenous TIQs and BCs and have pointed to the possibility of their therapeutic applications in neurodegenerative diseases such as Parkinson's disease."
New York: Springer, 2012
e20401562
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Charles
"Latar Belakang: Enterokolitis nekrotikans (EKN) adalah penyakit peradangan berat pada dinding usus menyebabkan cedera dan nekrosis usus. Foto polos abdomen (FPA) serial masih dianggap sebagai standar diagnosis dan evaluasi penyakit ini, namun pemeriksaan ini tidak akurat dan sering terlambat dalam pelaksanaannya serta mengakibatkan neonatus sangat prematur terpapar dengan radiasi. Karenanya diperlukan alat diagnostik yang lebih aman, non-invasif mudah pelaksanaannya dan akurat. Dua dekade terakhir pemeriksaan ultrasonografi abdomen (USGA) semakin berkembang dan memperlihatkan hasil yang baik dalam diagnosis EKN, akan tetapi penggunaan modalitas ini di Indonesia dan khususnya di RSCM masih belum banyak dilakukan.
Tujuan: Mendapatkan akurasi gambaran ultrasonografi abdomen (USGA) dibandingkan dengan foto polos abdomen (FPA) dalam menegakkan diagnosis EKN pada bayi sangat prematur tersangka EKN.
Metode: Penelitian uji diagnostik potong lintang ini dilakukan pada 40 neonatus sangat prematur berusia antara 28-32 minggu yang dirawat di RSCM Jakarta pada bulan November sampai Desember 2023. Pada Neonatus sangat prematur tersangka EKN yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan pemeriksaan USGA dan FPA. Kedua hasil pemeriksaan dibandingkan menggunakan tabel kontigensi 2x2. Didapatkan sensitivitas 83% dan spesifisitas 43%. Hasil nilai prediksi positif 38% dan nilai prediksi negatif 86%, dan rasio kemungkinan positif (LR+) 1,45 dan rasio kemungkinan negatif (LR-)  0,39.
Kesimpulan: Ultrasonografi abdomen lebih akurat untuk penapisan (screening) menengakkan diagnosis EKN pada Neonatus sangat prematur dibandingkan foto polos abdomen.

Background: Necrotizing enterocolitis (NEC) is a condition characterized by severe inflammation of the intestinal wall leading to intestinal injury and necrosis. Plain abdominal radiography has long served as the standard for the diagnosis and evaluation of NEC despite its low diagnostic accuracy, impracticality, and the risk this modality poses from exposing neonates to ionizing radiation. Therefore, a safer, non-invasive, easy-to-implement, and more accurate diagnostic tool is necessary for diagnosing NEC. Over the past two decades, knowledge about abdominal ultrasound has developed greatly and has been shown to be an excellent modality in diagnosing NEC. However, in Indonesia this modality is still not widely used for diagnosing NEC, especially at Cipto Mangunkusomo National Public Hospital (RSCM) Jakarta.
Objective: This study aimed to assess the accuracy of abdominal ultrasonography in diagnosing NEC compared to plain abdominal radiography in very premature neonates suspected of NEC.
Methods: A cross-sectional diagnostic test study was conducted on 40 very premature neonates aged between 28-32 weeks, who were treated at RSCM Jakarta from November to December 2023. Neonates suspected of NEC who met the inclusion and exclusion criteria underwent both abdominal ultrasound and plain abdominal radiography. The findings from these two examinations were compared using a 2x2 contingency table to establish the sensitivity and specificity. A sensitivity of 83% and a specificity of 43% were found for abdominal ultrasound. The study also found a positive predictive value (PPV) of 38%, a negative predictive value (NPV) of 86%, a positive likelihood ratio (LR+) of 1.45, and a negative likelihood ratio (LR-) of 0.39.
Conclusion: Abdominal ultrasonography was found to be a more accurate for screening  NEC in very premature neonates compared to plain abdominal radiography.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gani Winoto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T58793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Zainuddin
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T58785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Yuni Lestari
"Terdapat kekhawatiran yang tumbuh di masyarakat umum serta bidang medis dan scientist tentang paparan radiasi dari prosedur sinar-x diagnostik dalam kasus wanita hamil yang menjalani pemeriksaan radiografi dimana embrio/janin berada dekat ataupun masuk dalam lapangan radiasi, misalnya pemeriksaan radiografi thoraks dan abdomen. Penelitian ini dilakukan untuk estimasi dosis janin pada pemeriksaan thoraks dan abdomen untuk kepentingan penilaian risiko janin dan manfaat pada review justifikasi. Estimasi dosis janin didapatkan dengan mengalikan antara Normalized Uterine Dose (NUD) dengan Entrance Surface Dose (ESD). NUD didapatkan dari kalkulasi software Xdose, sedangkan ESD didapatkan dari hasil bacaan Thermoluminescence Dosimetry (TLD) yang diletakkan pada titik berkas utama permukaan phantom posterior dengan tebal phantom 17 cm untuk pemeriksaan thoraks dengan arah penyinaran posterior-anterior dan pada titik berkas anterior permukaan phantom untuk pemeriksaan abdomen dengan arah penyinaran anterior-posterior. ESD juga bisa didapatkan dari hasil perkalian antara incident air kerma dengan backscatter factor. Pemeriksaan thorak dilakukan dengan tegangan tabung 55, 60, 66, 70 dan 77 kV dengan beban tabung 10 mAs sedangkan pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tegangan tabung 60, 66, 70, 77, 81 dan 85 kV dengan beban tabung 10 mAs. Dosis janin yang didapat pada pemeriksaan thoraks antara 1,92x10-5 ? 2,79x10-5 mGy sedangkan pada pemeriksaan abdomen dosis janin yang didapat antara 0,054 ? 0,975 mGy. Dosis janin yang didapat masih berada dibawah nilai batas dosis menurut The International Commission on Radiological Protection (ICRP) yaitu 100 mGy.

There has been growing concern on public, as well as scientific and medical communities, about radiation exposures from diagnostic X-ray procedures in the case of pregnant women who undergo radiological examinations when the embryo/fetus is near or included in the X-ray field, for example thorax and abdomen radiographic examinations. This research was conducted to estimate fetal doses in thorax and abdomen examination for risk-benefit considerations as justification review. Fetal doses estimation were obtained by multiplying Normalized Uterine Dose (NUD) with Entrance Surface Dose (ESD). NUDs were obtained using calculation software XDose while ESDs were obtained from Thermoluminescence Dosimetry (TLD) placed on the posterior center beam of phantom surface with 17 cm thickness for thorax examinations posterior-anterior projection and on anterior center beam of phantom surface for abdomen examinations anterior-posterior examinations. ESD can also be obtained by multiplying incident air kerma with backscatter factor. Thorax examination performed with a tube voltage of 55, 60, 66, 70 and 77 kV and 10 mas, while the abdominal examination performed with a tube voltage of 60, 66, 70, 77, 81 and 85 kV and 10 mas. From thorax examination fetal doses between 1.92 x10-5 to 2.79 x10-5 mGy and from abdomen examination fetal doses between 0.054 to 0.975 mGy. Fetal doses obtained were less than the dose limit value according to The International Commission on Radiological Protection (ICRP) of 100 mGy. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S814
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Tri Budi Widyanto
"Pendahuluan
Karsinoma serviks uterus merupakan satu di antara keganasan pada wanita yang penting. Di negara-negara maju ia menduduki urutan setelah kanker payudara, kolorektum dan endometrium, sedangkan di negara negara yang sedang berkembang kanker serviks uterus menempati urutan pertama (2,26).
Di Amerika Serikat, The American Cancer Society memperkirakan kasus-kasus baru karsinoma serviks uterus yang invasif, selama tahun 1981 ditemukan sebanyak 16.000 kasus dengan kematian 7.200 kasus (dikutip dari 13,39). Pada tahun 1987, angka ini sedikit berubah, ialah ditemukan 14.000 kasus baru dengan 6.800 kasus kematian (dikutip dari 17).
Di Indonesia, walaupun kita belum mempunyai sistem registrasi dan pelaporan yang baik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan penderita kanker sekitar 50 per 100.000 penduduk, dengan karsinoma serviks uterus menduduki urutan pertama (dikutip dari 30).
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dari tahun 1978-1982 ditemukan kanker ginekologik sebanyak 3.874 dan 73% di antaranya ialah karsinoma serviks uterus. Dari angka angka yang dikumpulkan Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, dari tahun 1979-1980, tampak bahwa karsinoma serviks uterus menempati urutan pertama, yang disusul kanker payudara dan kulit (2). Selama tahun 1985, di tempat yang sama, MANGUNKUSUMO dkk. melaporkan bahwa di antara 10 tumor ganas primer yang tersering menurut lokasi, kanker serviks uterus tetap menduduki urutan pertama (24,4%), disusul kanker payudara 20,1% dan rektum 6,6% {22).
Karsinoma serviks uterus pada umumnya terjadi pada wanita golongan sosial ekonomi rendah (2,26).
Pada umumnya penderita datang pada stadium yang sudah lanjut. WAGGONER dan SPRATT (1969), menemukan 374 dari 945 kasus karsinoma serviks uterus {39,58%) berada pada stadium III (36).
Telah disepakati oleh para ahli, bahwa dalam penentuan tingkat klinik penyakit karsinoma serviks uterus diperlukan pemeriksaan pemeriksaan rutin ialah pemeriksaan fisik, pelvis, pemeriksaan radiologik foto toraks dan urografi intravena, sistoskopi serta rektosigmoidoskopi (2,4,13,15,17,26,29,36, 37,38,39).
Akhir akhir ini, dengan ditemukannya alat alat canggih seperti Tomografi Komputer dan Magnetic Resonance Imaging, pusat-pusat kedokteran di luar negeri telah mencoba untuk mengevaluasi perluasan kanker serviks uterus dengan alat-alat tersebut (4,12,13,17,19,28,37,38,39). Pemeriksaan dengan alat alat tersebut masih mahal, apalagi penderita penderita karsinoma serviks uterus umumnya berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah. Sehingga untuk penentuan perluasan penyakit, pemeriksaan urografi intravena tetap merupakan pemeriksaan radiologik yang tidak ditinggalkan (2,4,13,15,17,26,29,36,37,38,39).
Pemeriksaan urografi intravena merupakan bagian pemeriksaan yang penting dalam evaluasi awal kanker serviks uterus oleh karena dapat memperlihatkan adanya obstruksi ureter yang menunjukkan bahwa tingkat penyakit telah lanjut, yaitu stadium IIIB dan keadaan tersebut menentukan harapan hidup penderita (dikutip dari 13). Gambaran abnormal urogram intravena yang ditemukan sebelum pengobatan berhubungan erat dengan prognosis yang buruk (dikutip dari 36). Pada stadium lanjut, dengan pemeriksaan urografi intravena dapat ditemui adanya obstruksi traktus urinarius/hidronefrosis. FRIEDLAND dkk.(1983), menemukan 15-35% kasus dengan hidronefrosis unilateral maupun bilateral {11). Sedangkan MESCHAN dkk. {1984) menemukan
hidronefrosis pada 20% kasus (24). Adanya hidronefrosis menunjukkan prognosis yang buruk (7). Sebab utama kematian penderita karsinoma serviks uterus ialah gagal ginjal akibat obstruksi ureter bilateral (11)?
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabianto Santoso
"Tuberkulosis (TB) dan diabetes melitus (DM) merupakan dua penyakit yang diduga memiliki kaitan erat akibat penurunan sistem imun tubuh. Salah satu metode diagnosis tuberkulosis paru adalah melalui foto polos toraks. Permasalahan pada pasien TB dan DM adalah gambaran radiologi yang tidak spesifik sehingga menyulitkan dalam penegakkan diagnosis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran foto polos toraks pasien TB dan/atau DM di Ternate, Indonesia yang merupakan salah satu daerah yang endemis TB dan DM. Besar proporsi pasien DM-TB yang memiliki gambaran tidak spesifik adalah sebesar 80%. Namun, gambaran tidak spesifik juga dimiliki oleh pasien TB sebesar 73,53%. Hasil yang tidak berbeda bermakna ini diduga disebabkan oleh banyaknya pasien TB pasca-primer mengingat kondisi Indonesia sebagai negara endemis TB.

Tuberculosis (TB) and diabetes mellitus (DM) are two diseases that many thought to be significantly caused by the compromised immune system. One of the methods to diagnose TB is chest x-ray. One of the challenges is from the non-specific radiological images of patient with TB and DM, which hinder the diagnosis. This research’s aimed is to present various chest x-ray images of patients with TB and/or DM in Ternate, Indonesia, which is one of the most prevalent city for TB and DM in Indonesia. In the DM-TB group, the radiological images show non TB specific is at 80%. Comparably, in the TB only group show 73.53% of the non specific radiological image. These might be caused by high number of post-primary TB infection as Indonesia is an endemic country for TB."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenggo Septiady P
"[Pendahuluan: Luka penetrasi akibat kekerasan tajam merupakan temuan yang umum dalam pemeriksaan luar tindakan autopsi. Namun, sebagian besar mayat korban kekerasan tidak menjalani pemeriksaan dalam karena beragam alasan. Dengan demikian, temuan luka luar dapat berperan sebagai salah satu pertimbangan ahli forensik dalam memperkirakan kerusakan organ dalam walau tidak memiliki kekuatan secara hukum. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan bukti empiris terkait kerusakan organ dalam yang ditimbulkan kekerasan tajam. Metode: Peneliti mengambil sampel 5 luka penetrasi ke rongga peritoneal pada masing-masing area abdomen dari 36 subjek penelitian yang diotopsi di Departemen Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM, kemudian mencari tahu organ yang terlibat melalui data pemeriksaan baku emas. Hasil: Melalui uji hipotesis menggunakan uji Fisher, didapatkan nilai yang bermakna (p< 0,05) pada beberapa korelasi terkait temuan luka dan kerusakan organ dalam, yakni pada luka penetrasi di epigastrik dengan kerusakan hati (p= 0,01), luka penetrasi di hipokondriak kanan dengan kerusakan hati (p= 0,01), luka penetrasi di hipokondriak kiri dengan kerusakan lambung (p= 0,002), luka penetrasi di umbilikal dengan kerusakan pembuluh darah abdomen mayor (p= 0,004), serta luka penetrasi di iliaka kiri dan kerusakan pankreas (p= 0,01). Pembahasan: Korelasi yang bermakna pada temuan luka luar dan kerusakan organ dalam terkait regio anatomi dan arah luka. Besaran gaya yang diberikan turut mempengaruhi organ-organ yang terlibat;Introduction: Penetrating wounds from sharp force injuries are common findings in external examination of autopsy. Unfortunately, the majority of the victims do not undergo the internal examination part due to various reasons. Even though the forensic doctors do not perform the autopsy completely, the external findings can prove to be useful to predict the resulted organ damages. Therefore, they would still be able to release their expertise opinions based on evidence based medicine. The aim of this study is to produce the empirical evidence related to penetrating wound and organ damage. Method: Five penetrating wounds into peritoneal cavity for each abdominal region from 36 corpses, that had already been autopsied in Forensic and Medicolegal Department FKUI-RSCM, was analyzed to identify organ damage by using gold standard examination (e.g. internal examination in forensic practice), and then to find the correlation between them. Result: The results from hypothesis testing Fisher shows that the p< 0,05 appeared in some correlation findings between variables (penetration wound in epigastric and right hypochondriac and liver damage (p= 0,01), penetration wound in left hypochondriac and stomach damage (p= 0,002), penetration wound in umbilical and major abdomen blood vessel (p= 0,004), and penetration wound in left iliaca and pancreas damage (p= 0,01), thus made them statistically significant. Discussion: The significant results strongly associated with anatomical region and the direction of the wound. The amount of force applied to each wound affected the outcome of the damaged organs, Introduction: Penetrating wounds from sharp force injuries are common findings in external examination of autopsy. Unfortunately, the majority of the victims do not undergo the internal examination part due to various reasons. Even though the forensic doctors do not perform the autopsy completely, the external findings can prove to be useful to predict the resulted organ damages. Therefore, they would still be able to release their expertise opinions based on evidence based medicine. The aim of this study is to produce the empirical evidence related to penetrating wound and organ damage. Method: Five penetrating wounds into peritoneal cavity for each abdominal region from 36 corpses, that had already been autopsied in Forensic and Medicolegal Department FKUI-RSCM, was analyzed to identify organ damage by using gold standard examination (e.g. internal examination in forensic practice), and then to find the correlation between them. Result: The results from hypothesis testing Fisher shows that the p< 0,05 appeared in some correlation findings between variables (penetration wound in epigastric and right hypochondriac and liver damage (p= 0,01), penetration wound in left hypochondriac and stomach damage (p= 0,002), penetration wound in umbilical and major abdomen blood vessel (p= 0,004), and penetration wound in left iliaca and pancreas damage (p= 0,01), thus made them statistically significant. Discussion: The significant results strongly associated with anatomical region and the direction of the wound. The amount of force applied to each wound affected the outcome of the damaged organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachellya Volvo
"ABSTRAK
Pemberian kemoterapi semakin meningkat sehingga perawat dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian kemoterapi karena hal tersebut sangat bersiko tinggi baik bagi perawat tersebut maupun lingkungan. Penelitian ini menggunakan desain univariat deskriptif kuantitatif, sampel diambil di salah satu rumah sakit di Jakarta dengan memberikan kuisioner kepada perawat di ruang perawatan dewasa dengan total perawat sebanyak 103 orang tetapi yang bersedia menjadi responden sebanyak 90 responden. Tingkat pengetahuan tentang kemoterapi rendah terdapat pada usia 20 ? 25 tahun sebanyak 23 responden (59%) juga pada responden dengan lama kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 17 responden (50%) hal tersebut disebabkan karena sebagian besar perawat tidak pernah mendapatkan informasi maupun mengikuti pelatihan tentang kemoterapi. Pentingnya bagi perawat meningkatkan pengetahuannya terutama tentang kemoterapi karena selain dapat meminimalkan resiko akibat selama tindakan penanganan kemoterapi.

ABSTRAK
Administration chemotherapy treatments has a drastic increase, so that the need for nursing staff?s ability and knowledge in the field of chemotherapy administration because it is high risk not only for the nurse who the administer of chemotherapy but also for the environment. A study recently conducted in a Jakarta hospital which included a questionnaire for 103 nursing staff, to which 90 persons responded, showed that 23 nurses (59 %) with age 20 ? 25 years old and 17 nurses (50%) more than 10 years of practical work experience had very little knowledge about chemotherapy treatment and its dangers. One cause of this could be the lack of ongoing training measures within that hospital, giving rise to potential health hazards associated with chemotherapy to the practicing nurses.
"
2016
S65030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>