Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Julwan Pribadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defrima Oka Surya
"Penurunan sensitivitas kaki dan ankle brachial index (ABI) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada Diabetisi. Terapi akupresur bermanfaat dalam menstimulasi aliran energi dalam tubuh sehingga memperbaiki aliran sirkulasi tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh akupresur terhadap sensitivitas kaki dan ABI Diabetisi. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan pendekatan pre-posttest design pada 64 responden (kelompok intervensi = 31 orang, kelompok non intervensi = 33 orang). Kelompok intervensi diberikan terapi akupresur selama 7 sesi, 2 hari sekali selama 10 menit. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh akupresur terhadap sensitivitas kaki (p=0,001) dan ABI (p=0,001). Akupresur dapat dijadikan salah satu alternatif terapi yang dapat diterapkan perawat di masyarakat untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjut Diabetisi sebagai kelompok rentan.

Decreased of foot sensitivity and ankle brachial index (ABI) is a complication that often occurs in Diabetes. Acupressure therapy stimulating the flow of energy in the body so that the body's circulatory flow touch ups. This study aimed to determine the effect of acupressure to foot sensitivity and ABI in Diabetes Mellitus patients. This study designed was quasi-experimental with pre-posttest design at 64 responden (intervention group = 31, non-intervention group = 33). The intervention group received acupressure therapy for 7 sessions, each 2 days for 10 minutes. The results showed the effect of acupressure on foot sensitivity (p = 0.001) and ABI (p = 0.001). Acupressure can be used as an alternative therapy that can be applied by nurses in the community to prevent complications in people with diabetes as a vulnerable group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T45975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T58808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Iswara
"ABSTRAK
Gangguan saraf fasialis prefer unilateral merupakan suatu gangguan pada saraf fasialis akibat kelumpuhan otot sebagian atau seluruh wajah. Dalam menangani kasus saraf fasialis perifer unilateral, setiap klinisi dapat menggunakan beberapa modalitas pemeriksaan seperti pemeriksaan motorik sistem Freyss, House-Brackmann, uji topognostik (schirmer, refleks stapedius, gustatometri) dan pemeriksaan elektrofisiologis (kecepatan hantaran saraf, refleks blink, jarum EMG) dalam menentukan derajat kerusakan saraf dan letak lesi berdasarkan onset, derajat kerusakan saraf dan etiologi dalam membantu menegakkan diagnosis dan memperkirakan prognosis. Sangat penting dalam menyampaikan informasi yang tepat dan efektif antar klinisi mengenai keadaan saraf fasialis yang mengalami paresis saraf fasialis dalam menentukan tatalaksana selanjutnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif cross-sectional dengan pengambilan subjek penelitian secara consecutive sampling di poliklinik Neurotologi THT dan poliklinik EMG Neurologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Mei 2013 dan didapatkan sebanyak 44 subjek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna dan kesesuaian yang cukup (Kappa R =0,5, p<0,05) pada 32 subjek penelitian dengan onset lama dengan derajat kerusakan sedang dan berat antara pemeriksaan motorik sistem Freyss, House-Brackmann dengan pemeriksaan elektrofisiologis. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna dan kesesuaian yang baik (Kappa R=0,011, p=0,935) dalam menentukan letak lesi antara pemeriksaan uji topognostik dengan pemeriksaan elektrofisiologis. Tiga belas subjek penelitian tidak dapat ditentukan letak lesi berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologis pada onset kronis dengan derajat kerusakan sedang dan berat sedangkan pemeriksaan uji topognostik mampu menentukan letak lesi pada onset akut maupun kronis. Untuk daerah-daerah yang tidak memiliki modalitas pemeriksaan elektrofisiologis, pemeriksaan motorik sistem Freyss dan House-Brackmann dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis dan memprediksi prognosis.

ABSTRACT
Unilateral peripheral facial nerve palsy is a disturbance in facial nerve caused by partial or complete muscle paralysis. Clinician can use multiple examination modality such as Freyss system, House-Brackmann, topognostic test (schirmer, stapedius reflex, gustatometry) and electrophysiology (nerve conduction velocity, blink reflex, EMG needle) to establish diagnosis and prognosis. It is very important to deliver right and effective information between clinician about facial nerve condition and paralysis to determine further management. Achieve conformity between Freyss system, House-Brackmann, topognostic study and electophysiologic examination in diagnosis and prognosis. This study used descriptive cross-sectional method by taking study subject with consecutive sampling in Neurotology division of ENT department and EMG division of Neurology Department outpatient-clinic and 44 study subjects.
According to study result, there is significance and conformity (Kappa R =0,5, p=0,005) for 32 subjects late onset with detriment degree moderate severe between motoric examination Freyss, House-Brackmann and electrophysiologic examination. In this study there is no significanceand conformity (Kappa R=0,011, p=0,935) between determining lesion site between topognostic test and electrophysiology examination. Thirteen study subjects could not be determined for lesion site, due to chronic onset with moderate severe damage by electrophysiology examination, whereas topognostic test can determine lesion site in acute nor chronic onset. In region without facility for electrophysiologic examination, Freyss and House-Brackmann motoric system can be used in establishing diagnosis and determining prognosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Sugianto
"Latar belakang dan tujuan: Dalam dekade terakhir. penggunaan PCS termasuk N. Tibialis posterior, semakin dirasakan manfaatnya Kegunaannya terutama untuk memperkirakan keluaran dari penderita gangguan medula spinalis. Hasil perekaman PCS dapat dikatakan normal ataupun abnormal tergantung dari nilai normal yang sudah didapat sebelumnya, dalam hal ini masa laten dan amplitudo. Saat ini nilai normal yang dipakai berasal dari rujukan luar negeri. Terdapat kemungkinan nilai normal tersebut kurang tepat dipakai untuk orang Indonesia dikarenakan perbedaan yang ada antara orang Indonesia dan Non Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan rerata nilai normal masa laten dan amplitudo PCS N. Tibialis posterior orang dewasa Indonesia. Metode: Perekaman PCS N. Tibialis posterior diambil dari para sukarelawan di lingkungan bagian Ilmu Penyakit Saraf FKUI RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta mulai bulan Desember 1997 sampai Juli 1998. Analisis statistik menggunakan metode uji-t, dan uji regresi linier dan multivariat. Hasil Rekaman dilakukan pada 104 subyek, terdiri dari 52 pria dan 52 wanita, berusia antara 15-50 tahun. Hasilnya adalah sebagai berikut (1) tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara masa laten pria dan wanita, (2) tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara masa laten dari tungkai kanan dan tungkai kiri; (3) terdapat korelasi yang bermakna antara usia ataupun tinggi badan dengan masa laten, di mana semakin tua ataupun tinggi seseorang masa latennya semakin panjang, dan (4) hanya pada usia saja terdapat hubungan yang bermakna dengan amplitudo, di mana semakin tua seseorang amplitudonya semakin kecil. Oleh karena itu, usia dan tinggi badan harus diperhatikan saat mengevaluasi hasil perekaman PCS N. Tibialis posterior."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Maharani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Neuropati perifer merupakan komplikasi neurologis tersering pada pasien HIV. Stavudin, yang dikaitkan dengan risiko neuropati perifer, mulai ditinggalkan sebagai pilihan pertama terapi antiretroviral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian neuropati pada pasien HIV dalam terapi antiretroviral non stavudin menggunakan multimodalitas pemeriksaan, dan faktor risiko yang berhubungan.
Metode Penelitian: Penelitian berdesain potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian JakCCANDO ditambah dengan data primer dari pasien HIV dalam terapi antiretroviral non stavudin minimal 12 bulan yang berobat di Unit Pelayanan Tepadu (UPT) HIV Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Anamnesis dan penelusuran data faktor risiko, skrining klinis Brief Peripheral Neuropathy Screen (BPNS), elektroneurografi, dan Stimulated Skin Wrinkling (SSW) dengan krim lidokain:prilokain 5% dilakukan pada setiap subjek penelitian. Data dianalisis dengan SPSS 17.0.
Hasil: Angka kejadian polineuropati simetris distal (PSD) pada 68 subjek penelitian berdasarkan BPNS, elektroneurografi, SSW, dan kombinasi ketiga modalitas ialah 16,2%, 25%, 29,4%, dan 52,9%. Subjek dengan CD4 nadir kurang dari 50 sel/l memiliki risiko PSD sebesar 2,85 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok subjek dengan CD4 nadir yang lebih tinggi (IK 95% 1,99-8,29). Subjek yang memiliki tinggi badan lebih dari sama dengan 170 cm (p<0,03) dan viral load lebih dari sama dengan 35.000 kopi/ml (p<0,05) memiliki rerata kecepatan hantar saraf sensorik tungkai bawah lebih rendah dibandingkan subjek dengan tinggi badan dan viral load yang lebih rendah.
Kesimpulan: Angka kejadian neuropati perifer pada pasien HIV masih cukup tinggi yaitu 52,9% dari subjek penelitian, meskipun stavudin tidak lagi digunakan. Penggunaan multimodalitas pemeriksaan memberikan kemampuan deteksi neuropati lebih banyak dibandingkan modalitas pemeriksaan tunggal. Subjek dengan CD4 nadir kurang dari 50 sel/l, 2,85 kali lebih berisiko mengalami PSD. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara tinggi badan lebih dari sama dengan 170 cm dan viral load lebih dari sama 35.000 kopi/ml terhadap abnormalitas parameter elektroneurografi saraf sensorik tungkai bawah.

ABSTRACT
Background: Peripheral neuropathy was a common neurologic complications in HIV patients. Stavudine, which was often associated with neuropathy risk, is no longer used as first line HAART. This study was aimed to determine prevalence of neuropathy in HIV patients receving HAART without stavudine using multi modalities examination, and associated risk factors.
Materials and Method: A cross-sectional study was undertaken using secondary data from JakCCANDO study subjects and primary data from HIV patients receiving antiretroviral therapy without stavudine for minimum 12 months in Integrated HIV Outpatient Clinics of Cipto Mangunkusumo General Hospital. All subjects were performed history taking, Brief Peripheral Neuropathy Screen (BPNS), electroneurography, and Stimulated Skin Wrinkling (SSW) using lidocaine:prilocaine 5% cream. Data analysis was done using SPSS 17.0.
Results:Prevalence of symmetric distal polyneuropathy (DSP) from 68 study subjects based on BPNS, electroneurography, SSW, and combination of three modalities were 16,2%, 25%, 29,4%, and 52,9%. Subjects with nadir CD4 less than 50 cells/l were at increased risk of DSP 2,85 times larger than subjects with higher nadir CD4 (CI 95% 1,99-8,29). Subjects with a height of equal or more than 170 cm (p<0,03) and viral load of equal or more than 35.000 copies/ml (p<0,05) had significantly decrease mean of lower extremities sensory nerve conduction velocities based on electroneurography compared to subjects with lower height and viral load.
Conclusions: Peripheral neuropathy remained a numerous neurological complication, as much as 52,9% of study subjects, even when stavudine was no longer used. Multiple diagnostic tools used in this study gave higher neuropathy number compared to single diagnostic modality. Subjects with nadir CD4 less than 50 cells/l had 2,85 times higher risk of having DSP. There were also correlation between height equal or more than 170 cm and viral load equal or more than 35.000 copies/ml with electroneurographic parameter abnormalities of sensory nerve in lower extremities.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Maudy Salma
"Berdasarkan data dari WHO masih terdapatnya peningkatan angka disabilitas yang disebabkan karena cedera pada sistem saraf tepi. Setelah terjadinya cedera saraf tepi, maka akan terjadi serangkaian proses seluler maupun molekuler sebagai respon terhadap adanya cedera. Salah satu respon molekuler yang penting yaitu aktivasi jalur persinyalan balik, menyebabkan terinduksinya sintesis berbagai protein, salah satunya adalah HSP 70, berperan sebagai neuro proteksi dan mencegah terjadinya apoptosis neuron lebih lanjut. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menilai pengaruh pemberian PRP terhadap proses regenerasi saraf tepi dengan melihat hubungan ekspresi HSP 70 terhadap fungsi berjalan (TFI & PFI). Penelitian ini menggunakan sampel bahan biologis tersimpan yaitu Medulla Spinalis tikus berjumlah 36, terbagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan hari terminasi nya yaitu H-7 dan H-42. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapatnya hubungan (p>0,05) antara ekspresi HSP 70 terhadap fungsi berjalan melalui pemeriksaan TFI dan PFI pada kelompok skiatika yang diberi PRP maupun yang tidak diberi PRP, berarti bahwa tidak adanya hubungan secara langsung antara ekspresi HSP 70 dengan perbaikan fungsi motorik.

According to WHO data, the number of disabilities brought on by damage to the peripheral nervous system is continually rising. Following a peripheral nerve damage, a number of cellular and molecular reactions will take place. One significant biological reaction is the activation of the reverse signaling pathway, which triggers the creation of several proteins, including HSP 70, which serves as neuroprotection and stops more neuronal apoptosis. The aim of this study was to assess the effect of PRP administration on the process of peripheral nerve regeneration by examined the correlation between HSP 70 expression with the motoric function (TFI & PFI). This research used samples of stored biological material, namely 36 rat spinal cords, divided into two large groups based on termination day, namely H-7 and H-42. The results of this study showed that there was no correlation (p>0.05) between HSP 70 expression and walking function through TFI and PFI examinations in the sciatica group who were given PRP and those who were not given PRP, indicating that there is no direct correlation between HSP 70 expression with motor function improvement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Nirwana Handayani
"Bayi berat lahir rendah (BBLR) memiliki ukuran vena yang sangat kecil sehingga memiliki resiko dilakukan pemasangan akses intravena perifer dengan beberapa kali penusukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pemasangan akses intravena perifer berulang pada BBLR. Desain penelitian menggunakan cross sectional melibatkan 211 responden di salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta dengan teknik consecutive sampling. Hasil uji korelasi Spearman menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pemasangan akses intravena perifer berulang pada BBLR dengan peningkatan nyeri, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan frekuensi nafas, penurunan saturasi oksigen, penurunan suhu tubuh, durasi menangis bayi, keterlambatan terapi, durasi pemasangan dan tingginya biaya perawatan dengan nilai (p<0,001). Pada penelitian ini, sebagian besar responden memiliki usia gestasi 32-36 minggu, berat lahir 1501-2499 gram, dan berjenis kelamin laki-laki. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan tindakan preventif untuk mengurangi dampak pemasangan akses intravena perifer berulang pada bayi berat badan lahir rendah.

Low birth weight babies (LBW) have a very small size of vein so that they have the risk to do peripheral intravenous access by multiple insertion. This research aims to determine the impact of multiple insertion on intravenous access to LBW. The research design uses a cross sectional  involving 211 respondents in a referral hospital in Jakarta with consecutive sampling. The Spearman correlation test results show that there is a significant relation between multiple insertion on intravenous parifer in LBW with increased pain, increased pulse frequency, increased breath frequency, decreased oxygen saturation, decreased body temperature, duration of crying babies, delay in therapy, duration of installation and high cost of treatment with value (p<0,001). In this research, most of respondent have gestational age about 32-36 weeks, 1501-2499 grams of birth weight, and male sex. This research is expected to be used as a basis for developing preventive measures to reduce the impact of the multiple insertion on peripheral intravenous access for low birth weight babies."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieska Dwi Nanrasari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kecurigaan keterlibatan saraf kranial berdasarkan temuan tomografi komputer dengan disfungsi klinis saraf kranial pada pemeriksaan neurologi penderita karsinoma nasofaring T3-T4. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder rekam medis dan data tomografi komputer 55 penderita karsinoma nasofaring yang telah terbukti secara histopatologi dan telah dilakukan pemeriksaan neurologi. Hasil penelitian menunjukkan proporsi temuan kecurigaan keterlibatan saraf kranial berdasarkan tomografi komputer lebih tinggi dibandingkan proporsi disfungsi klinis saraf kranial pada pemeriksaan neurologi, sehingga tomografi komputer dapat menjadi acuan deteksi dini serta tatalaksana kemungkinan keterlibatan saraf kranial pada karsinoma nasofaring stadium lanjut yang belum bermanifestasi klinis.

ABSTRACT
This study aims to determined the association between suspicion cranial nerve involvement based on computed tomography findings with clinical cranial nerve dysfunction on neurological examination in nasopharyngeal carcinoma T3-T4. It used cross-sectional design with secondary data medical record and computed tomogtaphy of 55 patients nasopharyngeal carcinoma which has been proven in histopathological biopsy and have performed neurological examination. The results showed the proportion of suspicions findings of cranial nerve involvement in computed tomography is higher than the proportion of clinical cranial nerve dysfunction in neurological examination, based on this result computed tomography could be a reference for early detection and management of the possible cranial nerves involvement at an advanced stage nasopharyngeak carcinoma that has not manifested clinically."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niniek Hardini
"[ABSTRAK
Latar belakang: Malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) adalah sarkoma jaringan lunak yang sulit dibedakan dengan beberapa sarkoma sel spindel karena morfologinya yang serupa. MPNST bersifat agresif dengan angka rekurensi yang tinggi dan cenderung bermetastasis terutama ke paru. Salah satu tahap metastasis adalah invasi dengan cara mendegradasi matriks ekstraseluler dimana Matrix Metalloproteinase (MMP) memainkan peranan penting dalam proses ini. MMP tipe gelatinase yaitu MMP-2 dan MMP-9 memiliki kemampuan dalam mendegradasi membran basal dan kolagen fibrilar sehingga dapat membuka jalur invasi bagi sel tumor. MMP-2 mampu mendegradasi lebih banyak tipe kolagen dan MES non kolagen dibandingkan MMP-9. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara peningkatan ekspresi MMP-2 dengan derajat keganasan histologik dan variabel prognostik klinis lainnya.
Bahan dan cara: Dilakukan pulasan imunohistokimia MMP-2 pada 39 kasus yang terdiri atas 19 MPNST derajat rendah dan 20 MPNST derajat tinggi. Selanjutnya dilakukan analisis hubungan antara peningkatan ekspresi MMP-2 dengan derajat keganasan dan variabel klinis seperti usia, jenis kelamin, ukuran dan lokasi tumor.
Hasil: Peningkatan ekspresi MMP-2 ditemukan pada 19 (95%) kasus MPNST derajat tinggi dan 3 kasus (15,8%) kasus MPNST derajat rendah (p=0.000). Terdapat hubungan yang kuat antara peningkatan ekspresi MMP-2 dengan derajat keganasan MPNST. Tidak ditemukan hubungan antara ekspresi MMP-2 dengan jeni usia, jenis kelamin, ukuran dan lokasi tumor.
Kesimpulan: Peningkatan ekspresi MMP-2 sejalan dengan peningkatan derajat histologik, sehingga dapat digunakan untuk membantu menentukan progresifitas MPNST.

ABSTRACT
Background: Malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) is a sarcoma that is difficult to differentiate with other spindle cell sarcomas, because of their similar morphology. The behavior of MPNST is aggressive, with a high recurrence and tend to metastases hematogenous, especially to lung. Important step of metastases is invasion by degradating extracellular matrix, in which Matrix Metalloproteinase (MMP) play important role in this process. Gelatinase type of MMP, MMP-2 and MMP-9 have ability to degrade basal membrane and fibriler collagen, in order to open the way of invasion. MMP-2 can degrade type collagen and non collagen extracellular matrix than MMP-9. The aim of this study is to see the correlation between expression of MMP-2 and histopathology grading and other prognostic clinical variables.
Methods: This study enrolled 39 cases of consisted of 19 low grade MPNST and 20 high grade MPNST. The case were stained for MMP-2 imunnohistochemistry and the expression of MMP-2 were scored. Analysis the correlation between over expression of MMP-2 and histopathology grading and other clinical variables , such as age, sex, size and location of the tumor.
Results: Overexpression of MMP-2 was observed in 19 (95%) cases of high grade MPNST and 3 (15,8%) cases of low grade MPNST (p=0.000). There is a significant correlation between MMP-2 over expression and histopathology grade. There is no correlation between MMP-2 expression and age, sex, siize and location of tumor.
Conclusion: High expression of MMP-2 is in parallel with high histologic grade, therefore it may be of additional use as prognostic factor., ackground: Malignant peripheral nerve sheath tumor (MPNST) is a sarcoma that is difficult to differentiate with other spindle cell sarcomas, because of their similar morphology. The behavior of MPNST is aggressive, with a high recurrence and tend to metastases hematogenous, especially to lung. Important step of metastases is invasion by degradating extracellular matrix, in which Matrix Metalloproteinase (MMP) play important role in this process. Gelatinase type of MMP, MMP-2 and MMP-9 have ability to degrade basal membrane and fibriler collagen, in order to open the way of invasion. MMP-2 can degrade type collagen and non collagen extracellular matrix than MMP-9. The aim of this study is to see the correlation between expression of MMP-2 and histopathology grading and other prognostic clinical variables
Methods: This study enrolled 39 cases of consisted of 19 low grade MPNST and 20 high grade MPNST. The case were stained for MMP-2 imunnohistochemistry and the expression of MMP-2 were scored. Analysis the correlation between over expression of MMP-2 and histopathology grading and other clinical variables , such as age, sex, size and location of the tumor.
Results:. Overexpression of MMP-2 was observed in 19 (95%) cases of high grade MPNST and 3 (15,8%) cases of low grade MPNST (p=0.000). There is a significant correlation between MMP-2 over expression and histopathology grade. There is no correlation between MMP-2 expression and age, sex, siize and location of tumor.
Conclusion: High expression of MMP-2 is in parallel with high histologic grade, therefore it may be of additional use as prognostic factor.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>