Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175159 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno S. Wardani
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Otitis media akut atau inflamasi telinga tengah adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada anak-anak. Pajanan rokok pasif diduga berperan terhadap kejadian otitis media akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun dan hubungannya dengan pajanan rokok pasif di Jakarta Timur tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada Maret-Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan THT pada 125 anak. Data diolah menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA pada anak yang terpajan adalah 21,95% dan pada anak yang tidak terpajan adalah 9,52%. Uji chi square tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi OMA dan hubungannya dengan pajanan pasif asap rokok (p=0,086). Disimpulkan prevalensi OMA di Jakarta Timur adalah 17,6% pada anak 0-5 tahun dan tidak berhubungan bermakna dengan pajanan pasif asap rokok., Acute otitis media or middle ear inflammation is a common infection disease, especially in children. Passive smoking is believed to be associated with acute otitis media (AOM). The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with passive smoking in East Jakarta, 2012. This cross sectional study was conducted in March-June 2012 by performing anamnesis and otholaryngology examination to 125 children. Data are managed with SPSS and anayzed with chi square test. The results showed that the prevalence of AOM was 17,6% (passive smoker 21,95% and non passive smoker 9,52%). Chi square test have shown non significant difference between the prevalence of AOM with passive smoking (p=0,086). In conclusion, the prevalence of AOM in children under 5 years, East Jakarta, 2012 is 17,6% and there is n]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusra
"Dalam rangka penjualan rumah susun atas satuan-satuan rumah susunnya, dewasa ini banyak dilakukan dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual bell satuan rumah susun. Hal ini dilakukan karena Undang-Undang Nomor I6 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Undang Undang Rumah Susun) menetapkan persyaratan bagi rumah susun sebelum dapat diperjualbelikan. Pada prakteknya, dengan alasan ekonomis penjualan unit-unit satuan rumah susun sudah dilakukan, walaupun belum memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Rumah Susun, yaitu dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual beli.
Perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun ini pada umumnya sudah dibuat dalam bentuk standar (Kontrak Standar) yang sudah ditentukan oleh pihak pengembang selaku penjual. Konsumenlpembeii tinggal menyetujui atau tidak, tanpa bisa menegosiasikan isi perjanjian sesuai kehendak para pihak. Apabila setuju, "take it", tetapi kalau tidak setuju "just leave it".
Kontrak standar yang dibuat secara sepihak oleh pengembang yang mempunyai kedudukan lebih dominan tersebut seringkali memuat klausula-klausula yang sudah baku yang isinya lebih mengakomodir kepentingan pelaku usaha (dalam hal ini pengembang/penjual), tetapi mengeliminir kepentingan pihak konsumen/pembeli, sehingga pihak konsumen dirugikan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan Konsumen), pada dasarnya sudah mengatur mengenai ketentuan klausula baku (dalam Pasal 18). Namun dalam pelaksanaannya, klausula-klausula baku yang dimuat dalam perjanjian pengikatan jual beli, khususnya pengikatan jual bell satuan rumah susun masih melanggar ketentuan baku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Karina
"Latar Belakang: Pemasangan akses intravena pada pasien pediatrik memiliki kesulitan tersendiri, selain ukurannya yang lebih kecil, pembuluh darah lebih rapuh, dan jaringan subkutan pada pediatrik lebih tebal sehingga visualisasi vena tidak jelas.Pada pasien pediatrik yang tidak dalam pengaruh anestesia, pasien sering kali tidak kooperatif karena takut dan trauma akibat tindakan sebelumnya, yang berdampak pada angka keberhasilan upaya pertama insersi kanul intravena pada pediatrik rendah. Alat pemindai vena dengan prinsip kerja sinar infra-merah dapat membantu visualisasi vena namun efektifitasnya dalam keberhasilan insersi pada pasien pediatrik masih kontradiktif. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan angka keberhasilan insersi kanul intravena pada upaya pertama menggunakan pemindai vena dan tanpa pemindai vena pada pasien pediatrik, sehingga dapat menjadi suatu dasar usulan standart operasional di RSCM.
Metode: Penelitian ini uji klinis acak tidak tersamar pada pasien pediatrik usia 0-5 tahun yang mendapat layanan anestesia di ruang diagnostik MRI, CT dan Radioterapi RSCM. Subjek penelitian berjumlah 92 pasien yang dikelompokkan menjadi 2 grup sesuai tabel randomisasi. Pada grup pemindai vena dilakukan insersi kanul intravena dengan bantuan alat pemindai vena (Accuvein AV400) dan pada grup kontrol dilakukan insersi tanpa alat bantu tambahan. Diambil data keberhasilan insersi pada upaya pertama, waktu pemasangan dan total jumlah upaya, selain itu dicatat status demografi jenis kelamin, usia, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh. Analisis data dilakukan untuk melihat data demografi, faktor yang mempengaruhi dan hubungan penggunaan pemindai vena dengan keberhasilan upaya pertama insersi.
Hasil: Angka keberhasilan upaya pertama pada kelompok peminda vena adalah 76,1% dibandingkan tanpa pemindai vena 52,2% dengan cOR 2,92 (p 0,017). Faktor warna kulit memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi pada warna kulit gelap sebesar 74,5% dibandingkan warna kulit terang 53,5% (p 0,035). Faktor lain seperti usia, jenis kelamin, dan status gizi pada penelitian ini secara statistik tidak berhubungan dengan keberhasilan insersi kanil intravena. Selain itu didapatkan data deskriptif pada kelompok pemindai vena memiliki median lama waktu yang lebih singkat yaitu 133,5 (55-607) dibandingkan tanpa pemindai vena 304,5 (65-1200). Simpulan: Kelompok pemindai vena memiliki angka keberhasilan upaya pertama insersi yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemindai vena. pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi keberhasilan insersi hanya warna kulit.
Kata Kunci: akses intravena, pediatrik, pemindai vena

Background: Establishing intravenous access in pediatric patients has its own challanges, in addition to their smaller size, blood vessels are more fragile, and subcutaneous tissue is thicker so that visualization of veins is often unclear. In pediatric patients who are awake, patients are often not cooperative because of fear and trauma due to previous experiencethus the success rate of the first attempt venous cannulation in pediatric patient is low. The vein viewer with the principle of infrared rays can help visualize the vein but its effectiveness in the success of insertion in pediatric patients is still contradictory. This study aims to compare the success rate of the first attempt venous cannulation between using vein veiwer and control in pediatric patients.
Metho: This study is an openrandomized clinical trials in pediatric patients aged 0-5 years who received anesthesia procedure in the diagnostic room for MRI, CT and Radiotherapy at Cipto Mangunkusumo Hospital. The research subjects were 92 patients grouped into 2 groups according to the randomization table. In the vein viewer group, Venous cannulation was performed with the help of a vein viewer (Accuvein AV400) and in the control group cannulation was done without additional assistive devices. Data on first attempt success rate, time of cannulation and total number of attempts in recorded. In addition, demographic status such as sex, age, height, weight, upper arm circumference and body mass index is also recorded. Data analysis was performed to search for the relationship of the use of vein viewer with the success of the first attempt at cannulation.
Result: The success rate of the first attempt at the vein viewer group was 76.1% compared with control group 52.2% with cOR 2.92 (p 0.017). Skin color factor has a higher first attempt success rate in dark skin color of 74.5% compared to light skin color 53.5% (p 0.035). Other factors such as age, sex, and nutritional status in this study were not statistically related to the success of first attempt venous cannulation. In addition, secondary data were obtained that vein viewer group has shorter median cannulation time of 133.5 (55-607) than control 304.5 (65-1200).
Conclusion: The vein viewer group has a higher success rate of first attempts venous cannulation than control group. In this study the factors that influence the success rate of first attempts venous cannulation are only skin color.
Keywords: Peripheral accesss, ediatric, Veinviewer"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gustav Syukrinto
"Otitis media efusi (OME) sering terjadi pada anak, dapat timbul tanpa gejala sehingga diagnosis dan penatalaksanaan sering terlambat adakalanya telah terjadi komplikasi. Salah satu komplikasinya berupa gangguan pendengaran, meskipun tidak selalu jelas namun pada anak usia dini dapat menyebabkan keterlambatan bicara, berbahasa dan bila terjadi pada usia sekolah maka anak menjadi kesulitan mengikuti pelajaran atau pendidikan, gangguan tingkah laku sehingga terlihat kurang berprestasi dan tidak fokus. Gangguan pendengaran umumnya terdapat pada kedua telinga, apabila volume cairan sedikit, maka gangguan pendengaran akan minimal. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Profil Otitis Media di Kotamadya Jakarta Timur yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media efusi dan gambaran gangguan pendengarannya pada anak usia 5-18 tahun di kotamadya Jakarta Timur berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni. Metode penelitian berupa survey di populasi masyarakat bersifat deskriptif potong lintang terhadap 396 anak di kotamadya Jakarta Timur sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Percontoh dipilih secara multi stage stratified random sampling, bertingkat dari kecamatan hingga kelurahan berdasarkan kepadatan penduduk. Kemudian dilanjutkan secara spatial random sampling berdasarkan nomor rumah. Dari hasil penelitian ini didapatkan angka prevalensi OME sebesar 1,52%. Ambang dengar pada anak dengan OME berkisar 10-43,75dB dan gangguan pendengaran terjadi pada 5 dari 6 anak dengan OME.

Otitis Media with Effusion (OME) is common in children. It is usually asymptomatic, causing late diagnosis and management. Sometimes OME is diagnosed very late while there is already complications, one of the complication of OME is hearing impairment. Although not always clear, but in young children OME can cause delayed speech and lingual disability. If this condition happens in school-aged-children, it will be difficult for children to catch up with the education programs and there could be behavior problems. The hearing impairment usually occur at both ear, and its degree accord to the volume of the fluid. This research is a part of research on Profile of Otitis Media at East Jakarta that aims to evaluate the prevalence of OME and the hearing impairment due to OME in 5-18 years old at East Jakarta based on pure tone audiometry examination. The research method is a descriptive cross sectional survey on 396 children at East Jakarta that match with inclusion and exclusion criteria. Sample was chosen using multistage stratified random sampling method, starts from the district to sub district according to population density. It was continued with spatial random sampling based on the house number. The research shows the prevalence of OME in 5-18 years old at East Jakarta was 1,52%. The hearing threshold in children with OME was ranged 10-43,75dB and hearing impairment occur on 5 from 6 children with OME."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Harsa Wardana
"Latar belakang: Komplikasi lokal dari terapi intravena termasuk infiltrasi, flebitis,tromboflebitis, hematoma dan bekuan pada jarum. Flebitis adalah pada lokasitusukan infus ditemukan tanda-tanda merah, seperti terbakar, bengkak, sakit biladitekan, ulkus sampai eksudat purulent atau mengeluarkan cairan bila ditekanFaktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya flebitis yaitu faktor internal danfaktor eksternal. Dengan menggunakan skor VIP, angka kejadian flebitis di RumahSakit Umum Bali Royal dari Januari sampai dengan bulan Oktober 2017 masihtinggi yaitu berkisar antara rata ndash; rata 1,54.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yangmempengaruhi angka kejadian flebitis pada pasien yang terpasang kateter intravenadi ruang rawat inap RSU. Bali Royal.
Metode: Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitiankuantitatif dengan metode penelitian korelasi descriptif dengan pendekatan crosssectional. Untuk variabel perawatan luka tusukan dan kepatuhan perawat ruangrawat inap dalam menjalankan SPO pemasangan infus, menggunakan desain studiprospektif dimana akan dilakukan observasi terhadap perawat saat menjalankanSPO perawatan infus dan SPO pemasangan infus.
Hasil: Hasil pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor umurpasien, penyakit penyerta, lokasi pemasangan infus, lama waktu pemasangan infusdan jenis cairan yang diberikan dengan angka kejadian flebitis di RS Bali Royaldengan nilai p 0,05.
Simpulan: Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa masih terdapat faktorfaktoryang mempengaruhi angka kejadian flebitis di RSU Bali Royal dankedepannya akan dibuatkan dan dikembangkan SPO untuk mengendalikan faktorfaktorresiko tersebut.

Introduction: Local complications of intravenous therapy include infiltration,flebitis, thromboflebitis, hematoma, and clot on the needle. Flebitis is when at thelocation of the infusion puncture found red signs, such as burning, swelling, painwhen pressed, ulcers to purulent exudate or discharge fluid when pressed. Riskfactors that can affect the incidence rate of flebitis are internal and external factors.Using the VIP score, the flebitis incidence rate at the Bali Royal General Hospitalfrom January to October 2017 was still high, ranging from an average of 1.54.
Aim: This study aims to analyze the factors that affecting the incidence rate offlebitis in patients who installed intravenous catheters in hospital wards of BaliRoyal General Hospital.
Method: The design used in this study is a type of quantitative research withdescriptive correlation research method with cross sectional approach. For variablewound care and inpatient nurse compliance in running of operational standard ofinfusion installation, using prospective study design where will be observed tonurse while running operational standard of infusion installation and operationalstandard of infusion care.
Result: The results of this study showed an association between factors of patientages, comorbidity, infusion site location, duration of infusion and fluid type givenwith flebitis incidence rate at Bali Royal Hospital with p value 0,05. From the results obtained it can be seen that there are still factors affecting theflebitis incidence rate at Bali Royal General Hospital and in the future will be madeand developed a new operational standard to control the risk factors.
Conclusion: From the results obtained it can be seen that there are still factorsaffecting the flebitis incidence rate at Bali Royal General Hospital and in the futurewill be made and developed a new operational standard to control the risk factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Umar
"Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit telinga yang paling sering terjadi pada anak-anak. Di Indonesia belum ada data nasional baku yang melaporkan angka kejadian OMA. Penelitian ini dilakukan sebagai dasar bagi penelitian berskala nasional dalam memperoleh angka prevalensi penyakit telinga khususnya OMA di Indonesia. Penelitian ini merupakan studi epidemiologi deskriptif potong lintang untuk mengetahui prevalensi dan gambaran karakteristik faktor-faktor risiko OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur. Subyek penelitian dipilih secara multistage stratified random sampling, bertingkat dari kecamatan hingga kelurahan berdassarkan tingkat kepadatan penduduk. Kemudian dilanjutkan secara spatial random sampling berdasarkan nomer rumah. Hasil penelitian ini didapatkan prevalensi OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur sebesar 5,38 %, dan prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 2-5 tahun. Hubungan faktor risiko yang bermakna secara statistik terhadap kejadian OMA adalah usia ( p < 0,001; OR=11,36), jenis kelamin (p= 0,029 dan OR=2,50), riwayat ISPA (p< 0,001; OR=14,07), dan lingkungan tempat tinggal (p= 0,016;OR=2,60). Faktor risiko yang memiliki kecenderungan penyebab terhadap kejadian OMA, namun secara statistik tidak bermakna adalah pajanan asap rokok (p=0,066;OR=2,18), dan pendapatan rumah tangga (p=0,135;OR=0,55). Dari keempat faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian OMA pada anak-anak di Kotamadya Jakarta Timur, didapatkan faktor risiko usia (p<0,001;OR=10,00) dan ISPA (p<0,001;OR=10,01) yang paling bermakna dan dominan terhadap kejadian OMA. (koefisien determinan=0,410).

Acute Otitis Media (AOM) is the most common ear disease in children. To date, a standardized national data reporting on the number of OMA cases is still not available. This research was conducted to become basis for nation-based researches to obtain the number of ear disease prevalence in Indonesia especially AOM. This research is epidemiologic study, descriptive and cross-sectional to find out the prevalence and the characteristics description of AOM risk factors in children in the Municipality of East Jakarta. The research subject was selected with multistage stratified random sampling, authority levels ranging from villages to sub-districts based on population density level. After that, the method employed was spatial random sampling based on house numbers. The research resulted in 5,38% in AOM prevalence in children in the Municipality of East Jakarta, and the highest prevalence occurred in the group of 2-5 years old children. Statistically significant risk factor relations in AOM cases were in age ( p < 0,001; OR=11,36), gender (p= 0,029 and OR=2,50), upper airway infection history (p< 0,001; OR=14,07), and living environment (p= 0,016;OR=2,60). Risk factors that have a tendency toward causes of OMA case, but statistically not significant are exposure to cigarette smoke (p=0,066;OR=2,18), and household income (p=0,135;OR=0,55). From the four significant AOM risk factors in children in the Municipality of East Jakarta, age risk factor (p<0,001;OR=10,00) and upper airway infection (p<0,001;OR=10,01) are the most significant and dominant toward AOM cases (coefficient determinant=0,410)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laswita Yunus
"Kateter vena sentral (Central Venous Catheter/CVC) digunakan secara luas terhadap pasien dengan kanker, beresiko menyebabkan infeksi primer aliran darah (IPAD) yang berakibat pada meningkatnya morbiditas, lama hari rawat serta biaya operasional dan pengobatan. Penelitian ini menggunakan disain studi potong lintang untuk mengetahui gambaran kejadian IPAD pasien dengan kanker terkait pemasangan CVC (IPAD-CVC) di RS. Kanker “Dharmais” tahun 2011-2012 pada populasi seluruh pasien kanker yang terpasang CVC dan didapatkan 119 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis univariat menunjukkan frekuensi pasien yang mengalami sepsis (18,5%), kolonisasi (47,9%), bakteremia (14,3%) dengan insidens IPAD-CVC (13,3%) banyak terjadi pada pasien dengan jenis keganasan hematologi (78,4%), pada ruang isolasi imunitas menurun (90%). IPAD-CVC banyak dialami oleh pasien kanker dengan rata-rata lama hari rawat > 30 hari dan sebanyak 45,0% disebabkan oleh bakteri gram-negatif. Perilaku asuhan keperawatan pasien dengan kanker termasuk pemasangan CVC, dukungan manejemen dan pengelolaan data surveilens yang lebih baik diperlukan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi aliran darah.

Central venous catheter (CVC) are used extensively in patient with neoplastic disease, and primary bloodstream infection related to CVC (BSI-CVC) increasing morbidity, prolonged hospital stays including operational costs and treatment. Cross-sectional study with all hospitalized patient with an underlying cancer using CVC in periods 2011-2012 to describe primary bloodstream infections related to CVC at “Dharmais” National Cancer Centre year 2011-2012. 119 patients were selected from inclusion and exclusion criteria were eligible for this study. Univariate analysis shows clinical sepsis (18.5%), colonization (47.9%), bacteremia (14.3%) and cumulative incidence of BSI-CVC (13.3%). Most frequent of BSI-CVC are patient with hematology malignancies (78.4%) and higher proportion are patients in the immunocompromised-care (90%) in patients with average of hospital stays are more than 30 days. 45% Gram-negative bacteria’s are responsible to BSI-CVC. Behavior of nursing care against cancer patients with CVC, management support and surveillance data needed to bloodstream infection control and prevention."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45354
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Otitis media akut adalah peradangan yang terjadi pada telinga bagian tengah, termasuk saluran eustachius dan kavum mastoid dengan waktu kejadian akut, yaitu kurang dari 2 minggu. Otitis media akut (OMA) atau acute otitis media (AOM) ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun oleh virus. Kejadian OMA sering ditemukan pada anak-anak terutama anak dalam rentan usia 0-5 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh struktur anatomi telinga anak yang lebih datar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Prevalensi Otitis Media Akut dan Hubungannya dengan Status Gizi pada Anak Usia 0-5 tahun di Jakarta Timur. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Data diambil sejak tanggal 4 Mei sampai tanggal 18 Juni 2012 dan didapatkan 125 anak dengan rentang usia 0-5 tahun. Hasil penelitian menunjukan prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 di Jakarta Timur pada tahun 2012 adalah sebesar 17,6 % (laki-laki 54,4% dan perempuan 45,6%). Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara otitis media akut dan status gizi pada anak, ( p < 0.001). Angka kejadian otitis media akut terbesar ditemukan pada anak dengan status gizi kurang. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi otitis media di Jakarta Timur pada tahun 2012 adalah 17,6% dan terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun., Acute Otitis Media is inflammation which occur on middle ear, including eustachius tube, mastoid cavum, and happened during acute time ( less than 2 weeks). Acute Otitis Media (AOM) is ussually caused by bacteria and virus. This disease ussually happen in 0-5 years old children. This is maybe caused by immature middle ear structure in children which is more flat than middle ear structure in adult. The purpose of this study was to determine the prevalence of acute otitis media and its association with nutritional status on 0-5 years old children in East Jakarta. Cross sectional method was used in this study. Data was taken from May 4th to June 18th 2012 and from that data we got 125 0-5 years old children. The result we got, showed that the prevalence of acute otitis media on 0-5 years old children was 17,6% (boys 54,4% and girls 45,6%). There is a significant association statistically between prevalence of acute otitis media with nutritional status. , (p<0.001). The biggest prevalence acute otitis media is found on children with low nutritional status. In conclusion, the prevalence of acute otitis media in East Jakarta 2012 is 17,6% and there is association between the prevalence of acute otitis media with nutritional status on 0-5 years old children.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Khotimah
"Gangguan cairan dan elektrolit merupakan masalah yang sering  mendasari anak dirawat di
Gangguan cairan dan elektrolit merupakan masalah yang sering mendasari anak dirawat di ruang perawatan intensif anak dan datang dalam kondisi hipovolemia, sehingga membutuhkkan cairan intravena. Pemberian cairan intravena pada anak agar volume sirkulasi tercapai dan mencegah terjadinya syok. Tujuan Karya Ilmiah Akhir ini yaitu memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan cairan dan elektrolit dan perawatan CVC menggunakan bundle CVC melalui pendekatan Model Konservasi Levine di ruang perawatan intensif anak. Model Konservasi Levine digambarkan pada 5 kasus anak. Pengkajian berdasarkan 4 prinsip konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal, konservasi integritas sosial. Trophicognosis dan hipotesis disusun berdasarkan masalah anak. Kemudian dilakukan intervensi agar anak mampu adaptasi sehingga mencapai keutuhan (wholeness). Model Konservasi Levine efektif dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan cairan dan elektrolit di ruang intensif. Implementasi Evidence Based Nursing menggunakan desain Pra-eksperimen, one group pre-posttest design, dengan besar sampel 20 anak di ruang intensif anak selama bulan Maret-April 2024. Hasil analisis dengan uji Cochran, menunjukkan bahwa setelah dilakukan perawatan CVC menggunakan bundle CVC tidak ada perbedaan bermakna terhadap kejadian infeksi CVC (p-value: 0,321).

Fluid and electrolyte disorders are common problem which exists in children with hypovolemic under pediatric intensive care unit, so they need intravena fluid. The purpose of giving intravena fluid is to reach the volume circulation and to avoid shock conditions. The purpose of this paper is giving the description of nursing care for children with the case of fluid and electrolyte disorders and CVC care using a CVC bundle through the Levine Conservation Model approach. Levine Conservation Model is described in five pediatric cases. The assessment is based on four principles of conservation, namely energy conservation, structural integrity, personal integrity and social integrity. Trophicognosis and hypothesis is arranged based on pediatric problems. After that, intervention needs to be done so that children are able to adapt  to reach the wholeness. Levine Conservation Model is effective to give nursing care for the pediatric with fluid and electrolyte disorders in the Pediatric Intensive Care Unit. The implementation of Evidence Based Nursing uses Pra-experiment design, one group pre-posttest design, twenty pediatric patients under intensive care unit during March-April 2024. The results of the analysis using the Cochran test showed that after CVC care using the CVC bundle, there was no significant difference in the incidence of CVC infection (p-value: 0.321)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>